• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Identitas dan Pola Relasi Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bentuk Identitas dan Pola Relasi Sosial"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bentuk Identitas dan Pola Relasi Sosial di Era Tinder

Abstrak

Globalisasi telah membawa berbagai kemajuan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah kemajuan teknologi. Sejak kemunculannya, teknologi mengambil bagian penting dalam perubahan struktur masyarakat. Perubahan struktur tersebut mulai terlihat pada masa industri dimana skilled labour ditentukan oleh penguasaan terhadap teknologi yang berkaitan dengan industri masa itu. Lebih jauh, kemajuan teknologi di bidang informasi bahkan berhasil mengubah pola relasi masyarakat melalui cara-cara baru. Pola relasi baru tersebut tidak terlepas dari munculnya aplikasi-aplikasi yang memungkinkan komunikasi antar pengguna secara online. Hal ini tentu berbeda dengan komunikasi konvensional yang dilakukan melalui face to face. Bentuk komunikasi baru ini memancing kemunculan aplikasi-aplikasi yang tidak hanya memperbolehkan adanya komunikasi secara online, namun juga memungkinkan pengguna untuk memiliki teman baru dalam dunia maya. Keadaaan tersebut menjadi dasar terbentuknya pola relasi yang berbeda dengan sebelumnya, tidak hanya dalam bermasyarakat namun juga dalam memilih pasangan hidup. Dengan bantuan teknologi internet, bukan hal yang tidak mungkin bagi masyarakat untuk melakukan kencan secara online (online dating) dengan pasangan yang ditemukan secara online pula. Salah satu aplikasi yang memungkinkan hal tersebut terjadi adalah Tinder. Tinder berperan dalam mengubah pola relasi yang ada di dunia nyata melalui pengguna online dating yang berhasil hingga ke tahap pernikahan dan memiliki pola relasi yang cukup berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Di sisi lain, keterbatasan Tinderdalam mengungkap keadaan pengguna yang sebenarnya menjadi celah untuk melakukan manipulasi terhadap identitas asli. Keadaan ini menjadi menarik untuk diteliti terkait dengan perubahan pola relasi dan bentuk identitas yang dimunculkan oleh pengguna dalam aplikasi Tinder.

Abstract

(2)

delivered possibility for online communication which way different from conventional communication through face to face. This new era of communication triggered the emergence of applications not only for communication but also allows users to meet new friends from online database. This situation be the basic reason that formed new pattern of social relation even on choosing partner or spouse. By the internet, there no impossible for society to do such as online dating with the new partner met by online. One of application provide such features is Tinder. Tinder has a role on changing pattern of relation in the real life through its users that succeeded until marriage process and of course have different way of interaction from common society. Besides, the restrictiveness of Tinder revealing the true self-presentation of users make it possible for users to manipulate such data about their genuine identity. This condition is intersting to explain regarding to its ability to change the pattern of social relation and form of identity or self-presentation by users on Tinder application.

Keyword : online dating, Tinder, self-presentation, social relation

Globalisasi dan Masyarakat Informasi

(3)

Kelima dampak yang disampaikan oleh Drori (2007: 304-8) tersebut memiliki kaitan erat dengan pernyataan Castell (2004) mengenai masyarakat jaringan. Kelima hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat jaringan telah lahir seiring dengan berkembangnya teknologi dan berpengaruh terhadap tatanan serta pola relasi masyarakat dunia. Teknologi berperan dalam menyebarkan jaringan yang lebih luas lagi sehingga tatanan serta pola yang ada di suatu tempat dapat dengan mudah diadopsi di tempat lain. Dampak keempat, berkaitan dengan age of network, menekankan bahwa perkembangan internet telah berhasil menggeser pola interaksi masyarakat untuk lebih menuju ke dunia virtual. Pergeseran ini ditandai dengan adanya ruang interaksi yang lebih efisien, dalam artian dengan waktu yang mendekati real time jika dibandingkan pada pola interaksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan interaksi yang dilakukan oleh masyarakat jaringan mengandalkan teknologi berupa perangkat dan aplikasi yang diintegrasikan dengan internet berkecepatan tinggi (Capra, 2002). Lyon (2002: 22) bahkan menyebut teknologi informasi dan komunikasi telah merubah private sphere menjadi public sphere dimana masyarakat dapat saling terhubung tanpa adanya restriksi khusus.

Menurut Craig Calhoun (1999 dalam Lyon, 2002: 24), pola interaksi masyarakat di era globalisasi dan teknologi informasi telah melahirkan 4 (empat) bentuk interaksi. Pertama adalah interkasi konvensional yang telah ada sejak awal kemunculan manusia, yaitu interaksi dengan cara face to face. Kedua adalah indirect interaction yang diawali dengan penggunaan surat sebagai wakil komunikasi, dilanjutkan dengan adanya electronic mail hingga kemunculan aplikasi yang memungkinkan interaksi secara virtual. Bentuk ketiga adalah physical copresence yaitu interaksi yang dilakukan oleh manusia dengan teknologi yang berperan sebagai counter interaction, contohnya adalah interaksi manusia dengan mesin ATM. Bentuk interaksi terakhir adalah kemampuan teknologi untuk menangkap informasi dari pengguna tanpa perlu adanya tanggapan dari pengguna, contohnya adalah mesin pencarian Google yang menggunakan data pencarian pengguna untuk memunculkan pencarian terpopuler (Calhoun, 1999 dalam Lyon, 2002: 24).

(4)

jaringan menjadi penting dalam kehidupan bermasyarakat. Dorongan tersebut kemudian banyak melahirkan pola interaksi kedua, yaitu indirect interaction. Para ahli teknologi kemudian melihat pola interaksi baru sebagai sebuah peluang untuk menciptakan aplikasi yang mendukung indirect interaction agar memudahkan penyebarannya ke masyarakat. Hal ini secara tidak langsung turut berpengaruh terhadap banyakanya interaksi yang terjalin antara orang-orang yang socially impaired namun secara teknologi memiliki hubungan dan saling berinteraksi. Di sisi lain, hal ini turut menjadi menimbulkan efek baru di masyarakat ketika intensitas komunikasi melalui teknologi tidak diimbangi dengan intensitas yang dilakukan di dunia nyata.

Pada dasarnya, minimnya intensitas interaksi yang dilakukan di dalam dunia nyata seolah tidak menjadi masalah besar bagi para pengguna aplikasi yang memungkinkan indirect interaction tetap terjadi. Salah satu alasannya adalah banyaknya fitur-fitur yang disediakan oleh pengembang aplikasi sehingga interaksi yang dilakukan tetap memiliki kesan nyata. Banyak aplikasi atau media sosial yang telah menambahkan fitur panggilan bergambar yang memungkinkan pengguna untuk saling bertatap muka meskipun hanya melalui layar. Penambahan fitur ini bahkan dinilai berhasil meningkatkan pengguna aplikasi. Namun, banyaknya celah yang ada dalam aplikasi ataupun media sosial memungkinkan pengguna untuk melakukan manipulasi akun. Keadaan ini disebut oleh Lyon (2002: 22) sebagai peluang untuk melahirkan Multi-User Dimensions (MUDs). MUDs di sini dapat diartikan sebagai keadaan pengguna yang berupaya untuk memperlihatkan new selves melalui akun palsu ataupun melebih-lebihkan informasi yang diberikan pada akun asli. MUDs banyak terjadi pada media sosial, khususnya pada media yang membutuhkan ketertarikan dari viewer untuk memulai interaksi seperti Twitter, Instagram, Youtube, dan Tinder. Beberapa media sosial bahkan memunculkan jumlah pengikut (follower) dan mengikuti (following) yang mengindikasikan kepopuleran sebuah akun. Media sosial tersebut mendorong pengguna untuk berusaha menampilkan sisi terbaiknya bahkan dengan cara memanipulasi atau melahirkan identitas baru. Keadaan tersebut dapat dengan mudah ditemui di berbagai bentuk media sosial, terlebih media sosial yang memfasilitasi online dating seperti Tinder.

(5)

masyarakat atau individu yang lainnya (Goffman, 1959 dalam Anon, 2013). Self-presentation dapat dibentuk melalui management impression, yang dalam interaksi virtual dilakukan dengan menampilkan profil sebaik mungkin melalui teks ataupun foto.

Identitas dan Pola Interaksi dalam Online Dating : Tinder

Pada dasarnya, online dating telah ada sejak awal kemunculan internet. Melalui teknologi komputer dan algoritma, pengguna layanan online dating dipertemukan dengan pasangan melalui banyaknya kecocokan dan preferensi pada lawan. Keadaan ini tentu berbeda dengan keadaan sebelum kemunculan online dating, dimana manusia akan memilih pasangan berdasarkan orang yang pernah ditemui secara face to face. Homnack (2015: 2) kemudian mulai mengeluarkan asumsi bahwa online dating akan berpengaruh terhadap cara interaksi seseorang, bentuk hubungan, dan pengelolaan hubungan. Lebih jauh, hal ini dinilai dapat berdampak pada pemikiran atas ekspektasi yang tidak realistis hingga melakukan isolasi dari masyarakat. Janet Burder melalui wawancara yang dilakukan oleh Homnack (2015: 3) mengatakan bahwa online dating memungkinkan seseorang untuk memilih pasangan dalam waktu yang cukup singkat, sedangkan di masa sebelumnya pasangan ditentukan dengan banyak pertimbangan dan waktu yang lama. Hal ini juga dianggap akan menghilangkan kesempatan bagi pengguna untuk bertemu dengan orang yang mungkin lebih cocok dengan ekspektasi yang sebenarnya di dunia nyata.

Melihat sejarah kemunculan online dating, Whitty dan Carr (2006 dalam James, 2015: 7) menjelaskan bahwa sebelumnya online dating bahkan dianggap sebagai hal yang cukup negatif dan para pengguna online dating akan dianggap sebagai individu yang desperate atau socially inept. Pandangan tersebut mulai berubah seiring dengan kemunculan film berjudul You’ve Got Mail. Namun demikian, pandangan negatif masih terus ada di kalangan masyarakat, bahkan beberapa di antaranya menganggap online dating sebagai hal yang berbahaya. Beberapa penelitian kemudian mengungkapkan bahwa selain single, alasan untuk menjadi pengguna online dating adalah homoseksual dan minority sexual orientation. Hal ini turut membuktikan bahwa online dating tidak berkaitan langsung dengan penghasilan dan tingkat pendidikan.

(6)

dan memilih pasangan melalui situs tersebut. Generasi kedua muncul pada tahun 2000 dengan nama eHarmony dan mulai menggunakan konsep algoritma untuk memasangkan pengguna atas kesamaan karakteristik dan ketertarikan (James, 2015: 5). Kemudian lahir Ashley Madison, yang bahkan berhasil menjadi isu global lantaran pembajakan atas data para pengguna yang mencakup berbagai kalangan masyarakat, mulai dari pegawai pemerintah, selebriti, hingga anggota Parlemen Inggris (Homnack, 2015: 10). Homnack (2015: 3) menambahkan pendapat bahwa perkembangan yang terjadi dalam online dating turut menciptakan 3 (tiga) dimensi baru dalam pola dating interaction, yaitu kemudahan untuk melakukan evaluasi terhadap pasangan, banyaknya teknologi yang memungkinkan untuk melakukan komunikasi, dan pemilihan pasangan melalui algoritma. Tiga dimensi ini kemudian turut berpengaruh terhadap kemampuan kognitif manusia yang semakin menurun, kurang selektif, dan menurunkan kualitas pilihan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sekelompok orang untuk memilih profil dalam aplikasi dating online antara 30, 60, dan 90 profil. Hasil membuktikan bahwa semakin banyak opsi akan semakin menurunkan kualitas pilihan.

(7)

yang ada pada pengguna lain. Penelitian lebih lanjut menjelaskan bahwa kebanyakan orang akan lebih terbuka terhadap informasi personal melalui aplikasi online daripada melalui interaksi face to face.

Jika online dating website menyediakan berbagai macam pertanyaan sebelum melakukan sign up, Tinder merupakan aplikasi yang bebas untuk diunduh dan bersifat self-selection. Untuk mendaftar sebagai pengguna Tinder pun tergolong cukup mudah, dimana pengguna hanya perlu mencantumkan jenis kelamin, lokasi, dan orientasi seksual untuk kemudian disambungkan dengan pengguna lain di lokasi yang berdekatan (James, 2015: 1). Di era teknologi, online dating menjadi pilihan bagi individu yang mencari hubungan dengan bentuk baru. Data pada 2012 menunjukkan bahwa dari 54 juta individu di Amerika Serikat, 40 juta di antaranya mengaku pernah mencoba online dating, bahkan banyak berhasil hingga ke tahap pernikahan (StatisticBrain.com, 2012 dalam James, 2015: 5). Perbedaan yang mendasar antara online dating dan conventional dating adalah keberadaan online dating yang memungkinkan pasangan untuk saling berkomunikasi melalui situs atau aplikasi sebelum akhirnya memutuskan untuk bertemu.

(8)

mengatur dirinya sesuai dengan kelompok yang ada dalam media tersebut. Namun demikian, pengguna cenderung menghindari adanya kebohongan untuk terlihat menarik. Pengguna akan mencoba menarik pengguna lain dengan menampilkan sisi positif dirinya.

Berkaitan dengan interaksi sosial dalam dunia maya, beberapa ahli mulai melihat gender sebagai salah satu aspek penting yang menunjukkan adanya perbedaan dalam interaksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan algoritma dimana topik bahasan antara wanita dan pria dalam dunia maya cenderung berbeda. Wanita akan cenderung membahas perihal yang bersifat self-centered, sedangkan pria lebih kepada topik yang dianggap penting (Haferkorn dan Weber, t.t: 4). Haferkorn dan Weber (t.t: 4) kemudian secara khusus membahas tentang online dating dan bagaiaman pengguna berhubungan dengan antar-pengguna, platform dan bagaimana mereka melakukan self-presentation. Dalam berhubungan dengan pengguna lain, penelitian menunjukkan bahwa tingkat respon terhadap pria akan meningkat ketika ia menulis pesan yang panjang kepada wanita. Sedangkan wanita justru membutuhkan sedikit tulisan untuk menarik pria. Wanita juga cukup selektif dalam membalas pesan daripada pria. Sedangkan dalam kaitannya dengan platform, Umyarov et al. (2013 dalam Haferkorn dan Weber, t.t: 4) menyampaikan bahwa keberadaan fitur anonymous turut berperan dalam meningkatkan tingkat kunjungan terhadap profil. Selanjutnya, terkait dengan self-presentation, pengguna akan berusaha untuk meningkatkan tampilan identitasnya apabila memiliki tujuan yang cukup signifikan. Hal ini berkaitand dengan keberhasilan online dating yang dapat diprediksi melalui level of self-disclosure yang mencakup 4 (empat) hal, yaitu kejujuran, kuantitas, maksud, dan valensi. Namun, Chiambaram et al. (2008 dalam Haferkorn dan Weber, t.t: 4) menyatakan bahwa sampai saat ini 9 dari 10 pengguna masih berbohong mengenai keadaan dirinya, sebagaimana pria berbohong mengenai tinggi dan wanita berbohong mengenai berat badan. Hal ini membuktikan bahwa baik pria ataupun wanita memiliki taktik yang sama dalam melakukan self-promotion.

(9)

sosial, dimana individu berusaha untuk menciptakan kesan baik terhadap dirinya dari orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan rewards atau menghindari hukuman sosial. Keadaan ini menunjukkan bahwa self-presentation juga dilakukan untuk mendominasi pihak lain untuk mendapatkan posisi yang lebih baik (Jones, 1990 dalam Anon, 2013). Dalam kaitannya dengan online dating, pengguna berupaya untuk mengatur self presentation untuk mendapatkan poin yang lebih tinggi dari pengguna lain. Dan ketiga adalah untuk kepentingan self-construction, yaitu upaya untuk membentuk identitas khusus.

Keinginan pengguna aplikasi online dating untuk menonjolkan self-presentation tidak terlepas dari adanya motivasi yang mendasari kemampuan untuk melakukan management impression. Salah satu motivasi yang dinilai kuat oleh Schlenker (1980 dalam Anon, 2013) adalah penilaian orang lain. Baik penilaian baik ataupun buruk dianggap memiliki nilai yang sama untuk memotivasi adanya perubahan self-presentation. Faktor kedua adalah social acuity yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan kesan yang baik. Kedua faktor ini berperan penting dalam mempengaruhi pengguna online dating untuk memiliki profil yang memberikan kesan bak kepada pengguna lain. Rata-rata pengguna online dating memiliki kesadaran bahwa untuk memiliki pasangan yang baik maka diperlukan tampilan profil yang baik pula, entah dengan cara melebihkan sisi baik ataupun dengan memanipulasi keadaan yang sebenarnya. Meskipun behavioral skill menjadi salah satu komponen dalam management impression, hal tersebut nampak jarang terjadi dalam online dating kecuali bagi mereka yang memiliki orientasi tinggi dalam melakukan pencarian.

(10)

pertemuan langsung dengan pasangannya karena ia merasa akan diadili karena penampilannya tidak sesuai dengan foto yang ditampilkan dalam profil.

"To be honest, having dating profiles on apps is entertaining but I can't bring myself to actually meet with someone because one, I don't want to be judged on the little information I've

provided and two they might be different from what I thought they would be like" – Melanie

Kemunculan Tinder sebagai aplikasi online dating yang dapat diunduh secara cuma-cuma turut membenarkan argumen yang disampaikan oleh Habermas (1989 dalam Fuchs, 2014: 181) mengenai perubahan dari private menuju public sphere. Upaya pencarian pasangan yang dianggap sebagai hal yang bersifat private berubah menjadi public dengan adanya Tinder. Tinder dapat digolongkan menjadi public sphere karena kemudahaannya untuk diunduh dan diakses oleh pengguna tanpa adanya restriksi khusus. Tinder memungkinkan individu untuk saling terhubung tanpa adanya larangan tertentu yang mungkin ada dalam kehidupan nyata. Homnack (2015: 16) bahkan menyatakan media online dating adalah bentuk baru dari pola interaksi yang harus dihadapi. Hal ini dikarenakan globalisasi menuntut adanya age of network dimana segala aspek kehidupan terhubung dengan jaringan. Penolakan terhadap budaya online dating dinilai sebagai sikap skeptis yang melawan arus.

Brooks (2011) menyatakan adanya beberapa sisi positif dari kemunculan online dating. Pertama adalah menghilangkan intimidasi terhadap pasangan yang mungkin dapat terjadi pada kencan di dunia nyata. Kedua adalah mengurangi pertemuan langsung dengan random people, dimana online dating memberikan fasilitas untuk saling mengenal sebelum akhirnya melakukan pertemuan. Dampak lain yang muncul adalah meningkatnya kebebasan seks, hal ini dikarenakan online dating berhasil menggabungkan budaya dan mengubah pandangan masyarakat mengenai ras, agama, jenis kelamis, hingga orientasi seksual seseorang. Namun pandangan mengenai online dating menjadi berbeda di beberapa negara. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya berperan dalam menanggapi kemunculan online dating. Di Jepang, kemunculan online dating justru meningkatkan jumlah remaja yang bekerja di sektor prostitusi. Sedangkan di India, online dating berperan dalam upaya mencarikan pasangan kepada anak hingga saudara.

(11)

of network. Kemudahan yang diberikan oleh aplikasi online dating juga menjadikannya sebagai cara yang patut untuk dipilih oleh masyarakat informasi saat ini. Terlebih bagi individu yang cukup sibuk dengan aktifitas kesehariannya. Di sisi lain, keberadaan Tinder sebagai salah satu online dating juga dianggap menambah peluang bagi masyarakat untuk merubah identitas yang dimiliki demi mendapatkan pasangan sesuai dengan yang diharapkan. Tinder juga berhasil melahirkan pola relasi baru bagi masyarakat jaringan, dimana untuk melakukan hubungan kencan hingga pernikahan tidak harus diawali dengan interaksi yang face to face. Hal ini tentu menjadi bentuk interaksi baru karena sebelumnya keadaan seperti ini dianggap tidak wajar. Namun di sisi lain dapat dikatakan bahwa pengguna media sosial dengan konsep MUDs akan memilih untuk melakukan isolasi dari masyarakat. Beberapa alasan di antaranya adalah takut bahwa identitas palsunya akan terbongkar atau merasa tidak setipe dengan lingkungan sekitarnya.

Hal ini juga ditemukan penulis secara nyata melalui teman penulis, sebut saja Mawar. Mawar merupakan mahasiswa yang cukup aktif di kampusnya sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk berinteraksi secara face to face. Mawar kemudian mengunduh aplikasi Tinder sekedar untuk mengikuti keingintahuan hingga akhirnya Mawar memiliki pasangan melalui aplikasi Tinder. Hal tersebut menjadi penguat asumsi bahwa Tinder merupakan pilihan bagi individu yang tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan interaksi secara face to face atau bahkan untuk mencari pasangan. Namun, sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh James (2015) bahwa kebanyakan dari pengguna online dating tidak melakukan matching untuk hubungan jangka panjang. Demikian pula yang terjadi pada Mawar yang hubungannya hanya bertahan selama beberapa belas bulan.

(12)

hanya didasarkan pada first impression saja dan terkesan kurang menghargai nilai-nilai yang ada di baliknya. Selain itu, celah yang ada dalam online dating tidak dapat dipungkiri dapat dijadikan alat untuk melakukan kejahatan seksual. Di luar Indonesia, Tinder digunakan sebagai salah satu sarana untuk mencari pasangan seksual. Hal ini menjadi pelajaran bagi masyarakat informasi yang memiliki norma dan budaya berbeda untuk lebih berhati-hati dalam melakukan interaksi virtual. Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan budaya turut berpengaruh terhadap apa yang dihasilkan oleh online dating.

Referensi :

Anon, 2013. “Chapter 07: Self-Presentation” [pdf].

Brooks, Mark, 2011. “How has Internet Dating Changed Society?”, dalam An Insider’s Look. Internet Dating Executive Alliance.

Castells, M, 2004. “Informationalism, Network, and the Network Society,” dalam Castells, Manuel (ed.), 2004. The Networked Society: A Cross-cultural Perspective. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited, hlm. 3-48.

Capra, F (2002) Hidden Connections: Integrating the Biological, Cognitive, and Social Dimensions of Life into a Science of Sustainability. New York: Random House. Drori, Gili S., 2007. “Information Society as Global Policy Agenda: What Does It Tell Us

About the Age of Globalization?”, dalam International Journal of Comparative Sociology, 48 (20) 297-316.

Fuchs, Christian, 2014. Social Media: A Critical Introduction. SAGE.

Haferkorn, Martin dan Weber, Moritz Christian, 2015. Self-Presentation in Online Dating – An Analysis of Behavioral Diversity. Goethe University of Frankfurt.

Honmack, Anabel, 2015. “Online Dating Technology Effects on Interpersonal Relationship”, dalam Advance Writing: Pop Culture Intersection, Paper 4. Santa Clara University. James, Jessica L., 2015. Mobile Dating in the Digital Age: Computer-Mediated

Communication and Relationship Building on Tinder. Texas State University.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh bauran promosi terhadap tingkat penjualan dengan studi pada petani untuk menunjang penjualan hasil pertanian

Pemohon memahami proses asesmen untuk skema Klaster Perawatan Pencegahan ( Preventive Maintenance ) Alat Berat Big Bulldozer yang mencakup persyaratan dan ruang

 DALAM PENELITIAN KESEHATAN HARUS ADA NORMA YANG DIIKUTI YAITU APA YG BOLEH / TIDAK BOLEH DILAKUKAN  PENELITIAN HARUS DILAKUKAN9.

Tujuannya adalah untuk memahami manajemen sumber daya manusia, yang meliputi penerapan fungsi-fungsi manajemen yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian),

Tanaman buah eksotis tumbuh di alam secara liar sepertinya telah terpola pada wilayah-wilayah tertentu dan tidak ditemukan tumbuh disembarang tempat di lahan rawa

Rerata nilai fungsi ventilasi paru responden pada kelompok intervensi sebelum breathing retraining sebesar 34,53% dan sesudah breathing retraining selama enam hari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Mulligan mobilization with movement dan taping terhadap penurunan nyeri dan peningkatan kekuatan otot pada