Judul Buku : Mekanisme Jasa Asuransi Sebagai Aspek Hukum Prinsip Tanggungjawab Mutlak
Nama pengarang : Dr. Teguh Soedarsono. Tahun terbit : 2009
Penerbit : Tiga serangkai
Cetakan : Ke 1
Tebal Buku : 175 halaman
BAB I PENDAHULUAN
Perusahaan merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya ekonomi. Dalam masyarakat modern seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan yang sangat luas jangkauanya yang menyangkut kepentingan-kepentingan sosial maupun kepentingan ekonomi. Asuransi yang merupakan suatu lembaga ini ia juga dapat menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok maupun perorangan. Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga asuransi ini diperlukan pengaturan yang berkaitan tentang lembaga asuransi, pengawasan tentang lembaga asuransi, kegiatan-kegiatan usaha yang ada pada asuransi, dan pengizinan asuransi. Maka di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang masalah yang berkaitan dengan aspek hukum dan kelembagaan asuransi.
BAB II PEMBAHASAN A. ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI
1. Pengaturan Asuransi a. KUHPerdata
b. UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
c. Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
d. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
e. KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa. 2. Pengertian Asuransi
B. POKOK-POKOK KELEMBAGAAN ASURANSI 1. Perizinan Lembaga Asuransi
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial (pasal 9 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 1992). Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program asuransi sosial, fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggaraan program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Oleh karena itu bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari menteri keuangan. Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 undang- undang nomor 2 tahun 1992 harus dipenuhi persyaratan mengenai yang terdapat pada ayat 2 yaitu, anggaran dasar, susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian dibidang peransuransian, kelayakan rencana kerja, hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha peransuransian secara sehat.
2. Prinsip Dasar Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Insurable interest, adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
b. Utmost Good Faith, adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak.
c. Proximate Cause, adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen.
d. Indemnity, adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
e. Subrogation, adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
f. Contribution, adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
3. Kegiatan Usaha Lembaga Asuransi
Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dibagi atas:
a. Usaha Asuransi
pemerintah nomor 73 tahun 1992 menentukan bahwa perusahaan asuransi harus lebih dahulu melaporkan kepada menteri keuangan setiap program asuransi baru yang dipasarkan. Perusahaan asuransi dilarang memasarkan program asuransi baru yang tidak memenuhi ketentuan pasal 19 dan pasal 20 – 23 peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992. Sedangkan kegiatan asuransi social hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN terhadap perusahaan yang menyelenggarakan program yang berlaku ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam undang-undang pasal 14 Nomor 2 tahun 1992. Perusahaan yang menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya.
b. Usaha penunjang usaha asuransi, terdiri dari: 1) Usaha pialang asuransi
2) Usaha penilaian kerugian asuransi 3) Usaha konsultan aktuari
4) Usaha agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
4. Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Asuransi
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya, dalam pasal 11 dinyatakan pula bahwa pembinaan dan pengawasan perusahaan perasuransian tersebut meliputi kesehatan keuangan dan penyelenggaraan usaha.
Dalam Keputusan Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi adalah Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi. Terdapat lembaga syariah yang melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan asuransi syariah di Indonesia, yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional. 5. Polis dan Premi Asuransi
a. Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis. b. Premi Asuransi
Premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung.
BAB III KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:
1. Pengertian otentik tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial.
3. Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu: Insurable interest, Utmost Good Faith, Proximate Cause, Indemnity, Subrogation, dan Contribution.
4. Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dibagi atas usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi.
5. Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.