• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

INTERVENSI KONSELING TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA GIZI KURANG

(Studi Di Posyandu Nagrog Desa Wargakerta Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya)

Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi

Jl. Siliwangi No.24 PO Box 164 Tlp (0265) 330634 Tasikmalaya 46115

ABSTRAK

Gizi kurang pada balita masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar dan produktifitas ketika dewasa. Salah satu penyebab gizi kurang adalah rendahnya pengetahuan ibu. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu dapat dilakukan dengan konseling, yang diharapkan dapat berdampak pada peningkatan status gizi balita. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dampak pemberian konseling terhadap peningkatan berat badan balita gizi kurang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu. Populasi adalah seluruh balita gizi kurang di Posyandu Nagrog dengan jumlah sampel sebanyak 22 balita. Data dianalisis secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan menggunakan uji Paired T-Test. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu memiliki pengetahuan kurang sebelum pemberian konseling (90,9%) dan sesudah pemberian konseling sebagian besar memiliki pengetahuan baik (81,8%). Rata-rata asupan energi balita gizi kurang sebelum pemberian konseling yaitu 944,7623 Kkal (86,47% AKG) dan sesudah pemberian konseling rata-rata 991,4641 Kkal (90,90% AKG). rata-rata asupan protein sebelum pemberian konseling yaitu 22,22 gr (83,39% AKG) dan sesudah pemberian konseling rata-rata 26,91 gr (100,44%). Rata-rata berat badan balita sebelum pemberian konseling yaitu 10,88 Kg dan sesudah pemberian konseling rata-rata 11,04 Kg. Terdapat perbedaan pengetahuan ibu sebelum dan sesudah pemberian konseling (p=0,000). Terdapat perbedaan asupan energi sebelum dan sesudah pemberian konseling (p=0,042). Terdapat perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian konseling (p=0,001). Terdapat perbedaan berat badan balita gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian konseling (p=0,015). Disimpulkan bahwa intervensi konseling secara tidak langsung dapat meningkatkan berat badan balita gizi kurang. Disarankan kepada pihak Puskesmas sebaiknya menerapkan konseling gizi sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi kurang pada balita. Pelaksanaan Konseling gizi bagi ibu balita gizi kurang sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan.

Kata Kunci : Berat badan, Balita, Gizi kurang, Konseling Kepustakaan : 2001 – 2012

(2)

ABSTRACT

Undernutrition of the children under five years old remains the one of a public health problem in Indonesia. Nutrition disorder in the first of life will influence the next quality of life. Malnutrition in young children, bring a negative impact on physical and mental growth, which will further inhibit learning achievement and adult productivity. One of the leading causes of undernutrition is the insufficient knowledge of mother. The effort to increase the knowledge of mather can be achieved by counseling, that expected to have an impact on improving the nutritional status of the children under five years old. The aim of this research is to determine the impact of counseling to the improvement of weight in the children under five years old with undernutrition. The research method used quasi experiment. The population of this research was all of the the children under five years old at Posyandu Nagrog (Integrated Health Service Post), with 22 samples. Data was analyzed by univariate with the table distribution frequency and bivariate with the paired t-test. The result of this research showed that most of the mothers have insufficient knowledge before the provision of counseling (90,9%) and after the provision of counseling that most of mothers have good knowledge (81,8%). The mean of energy intake in the children under five years old with undernutrition before the provision of counseling is 944,7623 Kkal (86,47% AKG) and after the provision of counseling is 991,4641 Kkal (90,90% AKG). The mean of protein intake in the children under five years old with undernutrition before the provision of counseling is 22,22 gr (83,39% AKG) and after the provision of counseling is 26,91 gr (100,44%). The mean of weight in the children under five years old with undernutrition before the provision of counseling is 10,88 Kg and after the provision of counseling is 11,04 Kg. There was a significant difference between mothers knowladge before and after the provision of counseling (p=0,000). There was a significant difference between energy intake before and after the provision of counseling (p=0,042). There was a significant difference between protein intake before and after the provision of counseling (p=0,001). There was a significant difference between weight of the children under five years old with undernutrition before and after the provision of counseling (p=0,015). The inference that counseling intervention indirectly can improve the weight of the children under five years old with undernutrition. The Health Center is suggested to apply nutrition counseling as one of the attempts to improve the nutritional status of children under five years old. The implementation of nutrition counseling to the mothers of children under five years old should be done continuously.

Keywords : Weight, The children under five years old, Undernutrition, Counseling

(3)

PENDAHULUAN

Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik tapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktifitas ketika dewasa. Kekurangan gizi pada anak balita dapat menimbulkan efek negatif seperti otak mengecil, berat badan dan tinggi badan tidak sesuai dengan umur, dan rawan terhadap penyakit. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Irianto, 2007).

Menurut BAPPENAS dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) 2011-2015 terdapat beberapa faktor yang menyebabkan status gizi buruk atau kurang. Penyebab langsung yaitu asupan gizi dan adanya penyakit infeksi yang diderita oleh anak. Sementara penyebab tidak langsung umumnya beragam, mulai dari tingkat pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan, sikap dan prilaku gizi, khususnya ibu sampai pada akses pelayanan kesehatan hingga pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan (Sri, 2008).

Pengetahuan, sikap dan praktek ibu yang memiliki anak balita tentang kesehatan tentunya merupakan faktor kunci yang menentukan faktor status gizi anak. Semakin tinggi pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan ibu balita maka semakin besar kemungkinan status gizi anak semakin baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu peningkatan kesadaran dan pengetahuan ibu adalah melalui kegiatan konseling gizi. Konseling gizi adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien mengenali dan mengatasi masalah gizi. Dalam hal ini, klien adalah ibu yang mempunyai anak balita gizi sangat kurang dan gizi kurang yang bermukim di wilayah kerja Posyandu Nagrog Desa Wargakerta Kecamatan Sukarame, sedangkan konselor adalah peneliti.

Pemberian konseling pada ibu balita diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang berdampak pada peningkatan status gizi balita. Menurut penelitian Leksono (2009). Menurut Aminah (2008), dalam penelitian tentang pengaruh intervensi konseling dan stimulasi terhadap perkembangan dan status gizi balita di wilayah kota Cimahi menunjukkan bahwa ada perbedaan pertumbuhan dan perkembangan balita antara kelompok perlakuan dan kontrol (p = 0,001).

Permasalahan gizi yang masih dihadapi Bangsa Indonesia saat ini adalah tingginya masalah kurang gizi pada balita yang berdampak terhadap rendahnya kualitas

(4)

Sumber Daya Manusia (SDM). Pada tahun 2010 di Indonesia angka balita kurang gizi berdasarkan indeks BB/U sebesar 17,9%, dengan prevalensi gizi buruk sebesar 4,9% dan gizi kurang sebesar 13% (Riskesdas, 2010).

Dari 44 posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukarame, Posyandu Nagrog memiliki kasus gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi, dengan balita sangat kurus sebesar 40,3%, balita kurus sebesar 29,9%, serta tidak ditemukan balita dengan status gemuk (Laporan Tahunan Puskesmas Sukarame, 2012). Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0%, dan dianggap kritis bila prevalensi kurus sudah di atas 15,0% (UNHCR) (Ellis dkk, 2008).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan berat badan balita gizi kurang sebelum dan sesudah pemberian konseling pada ibu balita di Posyandu Nagrog Desa Wargakerta Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment (eksperimen semu) yaitu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment), dengan desain pretest – posttest without control group. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu konseling, variabel antara yaitu pengetahuan ibu dan asupan makanan (energi dan protein), variabel terikat yaitu berat badan balita dan variabel pengganggu yaitu penyakit infeksi. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh balita gizi kurang di Posyandu Nagrog dengan jumlah sampel sebanyak 22 balita.

Pengetahuan ibu diukur dengan menggunakan kuesioner. Konsumsi energi dan protein diukur dengan menggunakan kuesioner Food Recall 2 x 24 jam. Berat badan balita diukur dengan menggunakan timbangan injak digital. Sedangkan untuk menghitung hari sakit digunakan formulir hari sakit berdurasi 2 minggu. Intervensi konseling dilakukan 2 minggu sekali selama 2 bulan dengan intensitas waktu sebanyak 30 – 60 menit.

Data hasil pengukuran tingkat pengetahuan ibu, asupan energi dan protein balita, serta berat badan balita dianalisis perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian konseling menggunakan uji Paired T-Test, dengan kemaknaan 0,05.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel : Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah (n) Persen (%) Umur < 30 Tahun 30 – 40 Tahun > 40 Tahun Tingkat Pendidikan SD SMP SMA 11 10 1 11 2 9 50,0 45,5 4,5 50,0 9,1 40,9

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 50% responden berumur kurang dari 30 tahun, 45,5% responden berumur antara 30 sampai 40 tahun dan 4,5% responden berumur lebih dari 40 tahun. Umur minimum dari responden yaitu 22 tahun dan umur maksimum yaitu 43 tahun dengan rata-rata umur (mean) 30,82 tahun. Tingkat pendidikan responden 50% hanya tamat SD, 9,1% tamat SMP dan 40,9% tamat SMA.

Karakteristik Sampel Tabel : Karakteristik Sampel

Karakteristik Jumlah (n) Persen (%) Umur ≤ 24 Bulan > 24 Bulan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 9 13 9 13 40,9 59,1 40,9 59,1

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar sampel yaitu sebesar 59,1% pada saat dilakukan pengukuran awal berumur lebih dari 24 bulan dan 40,9% sampel berumur kurang dari 24 bulan. Umur minimum dari sampel yaitu 12 bulan dan umur maksimum yaitu 56 bulan dengan rata-rata umur 31,64 bulan. Sebagian besar sampel yaitu 59,1% berjenis kelamin perempuan dan 40,9% berjenis kelamin laki-laki.

(6)

Pengetahuan Ibu Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Tabel : Distribusi Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Pada Ibu Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

No Kategori Sebelum Sesudah

N % N %

1 Baik 2 9,1 18 81,8

2 Kurang 20 90,9 4 18,2

Jumlah 22 100 22 100

Pada tabel 1.1, diketahui bahwa sebelum pemberian konseling, responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 20 orang (90,9%) lebih banyak dari pada responden dengan pengetahuan baik sebanyak 2 orang orang (9,1%), dengan rata-rata skor pengetahuan ibu sebelum pemberian konseling yaitu 38,27. Sedangkan sesudah pemberian konseling, responden dengan pengetahuan baik sebanyak 18 orang (81,8%) lebih banyak dari pada responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 4 orang (18,2%) dengan rata-rata skor pengetahuan ibu sesudah pemberian konseling yaitu 51,32.

Asupan Energi Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Tabel : Distribusi Konsumsi Energi Sebelum Dan Sesudah Pemberian

Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

No Kategori Sebelum Sesudah

N % N % 1 Baik 4 18,2 7 31,8 2 Sedang 8 36,4 7 31,8 3 Kurang 6 27,3 7 31,8 4 Defisit 4 18,2 1 4,5 Jumlah 22 100 22 100

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi sebelum pemberian konseling dengan tingkat konsumsi energinya baik (≥100% AKG) yaitu sebesar 18,2%, dan terdapat tingkat konsumsi energi yang defisit (<70% AKG) sebesar 18,2% dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 944,7623 kkal (86,47% AKG). Sedangkan tingkat konsumsi energi sesudah pemberian konseling dengan tingkat konsumsi energinya baik (≥100% AKG) yaitu sebesar 31,8% dan masih terdapat balita dengan tingkat konsumsi energinya Defisit (<70% AKG) sebesar 4,5% dengan rata-rata konsumsi energi 991,4641 Kkal (90,90% AKG).

(7)

Asupan Protein Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Tabel : Distribusi Konsumsi Protein Sebelum Dan Sesudah Pemberian

Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

No Kategori Sebelum Sesudah

N % N % 1 Baik 6 27,3 11 50,0 2 Sedang 5 22,7 4 18,2 3 Kurang 1 4,5 2 9,1 4 Defisit 10 45,5 5 22,7 Jumlah 22 100 22 100

Tabel 1.3 menunjukkan tingkat konsumsi protein sebelum pemberian konseling dengan tingkat konsumsi proteinnya baik (≥100% AKG) yaitu sebesar 27,3% dan terdapat balita dengan tingkat konsumsi proteinnya defisit (<70% AKG) yaitu sebesar 45,5% dengan rata-rata konsumsi protein 22,22 gr (83,39% AKG). Sedangkan tingkat konsumsi protein sesudah pemberian konseling dengan tingkat konsumsi proteinnya baik (≥100% AKG) yaitu sebesar 50,0% dan masih terdapat balita dengan tingkat konsumsi energinya defisit (<70% AKG) yaitu sebesar 22,7% dan rata-rata konsumsi protein 26,91 gr (100,44% AKG).

Berat Badan Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Tabel : Berat Badan Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

No Kategori Sebelum Sesudah

1 Minimum 6,7 Kg 6,9 Kg

2 Maksimum 16,4 Kg 16,3 Kg

3 Mean 10,88 Kg 11,04 Kg

4 Standar Deviasi 2,21 2,22

Berdasarkan Tabel 1.4, berat badan minimum balita gizi kurang sebelum pemberian konseling yaitu 6,7 Kg, berat badan maksimum yaitu 16,4 Kg, dengan rata-rata berat badan 10,88 Kg dan standar deviasi 2,21. Sedangkan berat badan minimum balita gizi kurang sesudah pemberian konseling yaitu 6,9 Kg, berat badan maksimum 16,3 Kg, dengan rata-rata berat badan 11,04 Kg dan standar deviasi 2,22.

(8)

Perbedaan Pengetahuan Ibu Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Grafik : Perbedaan Pengetahuan Ibu Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Pada Ibu Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor pengetahuan ibu sesudah pemberian konseling. Rata-rata skor pengetahuan ibu sesudah pemberian konseling lebih tinggi yaitu 51,32 poin dibandingkan dengan skor pengetahuan ibu sebelum pemberian konseling yaitu 38,27 poin. Hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Paired T-Test menunjukkan bahwa ada perbedaan pengetahuan ibu sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p = 0,000 (p value < α).

Pengetahuan ibu merupakan faktor penting dalam perilaku pemberian makanan terhadap balita. Pengetahuan tentang gizi merupakan modal awal sebelum mempersiapkan makanan untuk anak. Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang gizi dapat mempengaruhi terjadinya gangguan gizi, hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003 dalam Media Bina Ilmiah, 2012).

Pelaksanaan konseling ini sebagai bentuk pendidikan gizi bertujuan untuk membuat seseorang sadar akan pentingnya gizi bagi kehidupan, mengetahui cara memilih makanan bergizi dengan tujuan akhir mengubah sikap dan tindakan ke arah kesadaran untuk melakukan pemenuhan kebutuhan gizi agar hidupnya sehat. Diharapkan setelah pemberian konseling pengetahuan ibu menjadi meningkat.

Hal ini sejalan dengan Leksono (2009) yang menyatakan bahwa pemberian intervensi pengetahuan ibu menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dari perubahan

0 50 100 150 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 P e ng e ta hu a n Responden Sebelum Sesudah

(9)

kenaikan skor jawaban ibu sebelum dan sesudah pemberian konseling gizi dengan nilai p value 0,005.

Perbedaan Asupan Energi Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Grafik : Perbedaan Konsumsi Energi Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata konsumsi energi sesudah pemberian konseling. Rata-rata konsumsi energi sesudah pemberian konseling lebih tinggi yaitu 991,46 Kkal, dibandingkan dengan rata-rata konsumsi energi sesudah pemberian konseling yaitu 944,76 Kkal. Hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Paired T-Test menunjukan bahwa ada perbedaan asupan energi sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p = 0,042 (p value < α).

Kecukupan energi sangat diperlukan tubuh untuk dapat beraktifitas sehari-hari dengan normal dan optimal. Pemenuhan energi tubuh dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi karbohidrat, lemak dan protein. Kekurangan energi yang terus berlanjut akan berdampak pada penurunan status kesehatan dan status gizi balita.

Selama pemberian konseling, sasaran (ibu balita/pengasuh) diberikan pendidikan secara individu melalui kunjungan rumah. Materi yang disampaikan diantaranya adalah tentang kebutuhan zat gizi balita sesuai umur dan makanan anak berbasis bahan makanan lokal atau yang tersedia di sekitar desa masing-masing. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan dan pola asuh anak, khususnya tentang praktik pemberian makanan anak. Perbaikan pada praktik pemberian makanan anak akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan anak.

0 1000 2000 3000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 K on sum si E n er gi Sampel Sebelum Sesudah

(10)

Hal ini sejalan dengan Razak (2009) yang menyatakan bahwa asupan energi antara sebelum intervensi dan sesudah intervensi berbeda secara bermakna berdasarkan uji statistik Paired T- Test dimana p < 0,05.

Perbedaan Asupan Protein Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Grafik : Perbedaan Konsumsi Protein Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog

Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata konsumsi protein sesudah pemberian konseling. Rata-rata konsumsi protein sesudah pemberian konseling lebih tinggi yaitu 26,91 gram, dibandingkan dengan rata-rata konsumsi protein sesudah pemberian konseling yaitu 22,22 gram. Hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Paired T-Test menunjukan bahwa ada perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p = 0,001 (p value < α).

Penggunaan protein di dalam tubuh dikarenakan kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak tidak terpenuhi kecukupannya bagi tubuh, sedangkan fungsi protein itu sendiri sebagai sumber zat pembangun di dalam tubuh. Jika kecukupan energi tidak terpenuhi maka akan terjadi perombakan protein di dalam tubuh, sehingga fungsi yang seharusnya sebagai pertumbuhan dan zat pembangun akan terhambat fungsinya, yang lama kelamaan akan menimbulkan gizi kurang bahkan jika terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

Adanya perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian konseling dalam penelitian ini disebabkan karena adanya peningkatan pola asuh makanan yang diberikan ibu. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas

0 20 40 60 80 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 K o n su m si Pr o te in Sampel Sebelum Sesudah

(11)

konsumsi protein dengan adanya peningkatan rata-rata konsumsi protein sesudah pemberian konseling.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Razak (2009), yang menunjukkan bahwa asupan protein antara sebelum intervensi dan sesudah intervensi berbeda secara bermakna berdasarkan uji statistik paired samples test dimana p < 0,05.

Perbedaan Berat Badan Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling

Grafik : Perbedaan Berat Badan Balita Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog

Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata berat badan sesudah pemberian konseling. Rata-rata berat badan sesudah pemberian konseling lebih tinggi yaitu 11,04 Kg, dibandingkan dengan rata-rata berat badan sebelum pemberian konseling yaitu 10,88 Kg. Hasil analisis dengan menggunakan uji statistik Paired T-Test menunjukan bahwa ada perbedaan asupan protein sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p = 0,015 (p value < α).

Hal ini sejalan dengan penelitian Leksono (2009), pemberian intervensi konseling gizi menunjukkan adanya perbedaan perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan nilai p value 0,000.

Faktor yang mempengaruhi proses penurunan dan penambahan berat badan balita secara langsung yaitu asupan gizi (konsumsi energi, protein dan zat gizi lainnya) dan penyakit infeksi. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya

0 10 20 30 40 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 Be ra t Ba dan Sampel Sebelum Sesudah

(12)

dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita gizi kurang bahkan gizi buruk.

Kecukupan zat gizi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi, dan makanan yang dikonsumsi pada gilirannya ditentukan kebiasaan makan dan segala pengetahuan yang berkaitan dengan makanan. Pengetahuan gizi merupakan modal awal sebelum mempersiapkan makanan untuk anak. Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai di setiap Negara di dunia, kurangnya pengetahuan tentang gizi dapat mempengaruhi terjadinya gangguan gizi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).

Selain faktor asupan gizi dan penyakit infeksi, faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya gangguan pertumbuhan ataupun penurunan berat badan pada balita. Misalnya pada perawakan pendek primer, terjadi defek intrinsik pada sistem tulang sebagai akibat dari defek genetik dan kelainan sistem tulang pada masa prenatal tanpa disertai keterlambatan umur tulang. Hal ini menunjukkan adanya komponen genetik yang kuat dalam menentukan bentuk tubuh. Ukuran tubuh ini akan memberikan gambaran mengenai unsur lemak yang ada di dalamnya. Jika bentuk badannya tinggi dan lebar, maka energi yang dibutuhkan juga akan banyak untuk mensuplai sel-sel agar tumbuh dan berkembang dengan baik (Proverawati, 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Pengetahuan ibu balita gizi kurang di Posyandu Nagrog sebelum pemberian konseling sebagian besar kurang yaitu sebesar 90,9% (20 orang), sedangkan sesudah pemberian konseling sebagian besar baik yaitu sebesar 81,8% (18 orang). Konsumsi energi balita sebelum pemberian konseling rata-rata 944,7623 kkal (86,47% AKG), sedangkan sesudah pemberian konseling rata-rata 991,4641 kkal (90,90% AKG). Konsumsi protein balita sebelum pemberian konseling rata-rata 22,22 gr (83,39% AKG), sedangkan sesudah pemberian konseling rata-rata 26,91 gr (100,44% AKG). Berat badan balita sebelum pemberian konseling rata-rata 10,88 Kg, sedangkan sesudah pemberian konseling rata-rata 11,04 Kg. Terdapat perbedaan pengetahuan ibu balita gizi kurang di Posyandu Nagrog sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p =

(13)

0,000. Terdapat perbedaan asupan energi balita sebelum dan sesudah pemberian konseling dengan p = 0,042, dan terdapat perbedaan asupan protein balita sebelum dan sesudah pemberian konseling p = 0,001. Terdapat perbedaan berat badan balita gizi kurang di Posyandu Nagrog sebelum dan sesudah pemberian konseling p = 0,015.

Disarankan bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan gizi seperti datang dan mengikuti kegiatan Posyandu maupun kegiatan penyuluhan lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan energi dan protein anggota keluarganya guna meningkatkan status gizi dan derajat kesehatan masyarakat. Disarankan juga kepada pihak Puskesmas sebaiknya menerapkan konseling gizi sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki status gizi kurang pada balita. Pelaksanaan Konseling gizi bagi ibu balita gizi kurang sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita., Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001. Aminah dan Judiono, Pengaruh Intervensi Konseling Dan Stimulasi Terhadap

Perkembangan Dan Status Gizi Balita Di Wilayah Kota Cimahi, Jurnal

Kedokteran Dan Kesehatan I (1); 34-46, 2008.

Arisman, Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2, Gizi Dalam Daur Kehidupan, EGC, Jakarta, 2010.

Dara , Sri Ayu., Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh, Kejadian

Infeksi Dan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein, Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.

Laporan Tahunan Puskesmas Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya, 2012.

Leksono, Purnomo., Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Dan Konseling Gizi

Terhadap Status Gizi Anak Balita Gizi Buruk Di Kota Kendari Dan Kabupaten Konawe Propinsi Sulawesi Tenggara, Selami IPS II (26); 16-26, 2009.

Mashudi, Farid., Psikologi Konseling, Buku Panduan Lengkap Dan Praktis

Menerapkan Psikologi Konseling, IRCiSoD, Yogyakarta, 2012.

Moehji, Sjahmien., Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk, PT. Bhratara Niaga Media, Jakarta, 2009.

Notoatmodjo, Soekidjo., Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Proverawati, Ilmu Gizi Untuk Keperawatan Dan Gizi Kesehatan, Nuha Medika,

(14)

Razak, Rusdi., Pengaruh Konseling Gizi Pada Penderita HIV/AIDS Untuk Perubahan

Perilaku Makan Dan Status Gizi Di RSUP dr Wahidin Sudirohusodo Makassar,

Media Gizi Pangan VII (1); 41-48, 2009.

Suhardjo, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Bumi Aksara, Jakarta, 2003. Supariasa, I Dewa Nyoman., Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta, 2002.

Gambar

Tabel  : Distribusi Pengetahuan Sebelum Dan Sesudah Pemberian Konseling    Pada Ibu Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog Tahun 2013
Tabel 1.3 menunjukkan tingkat konsumsi protein sebelum pemberian konseling  dengan  tingkat  konsumsi  proteinnya  baik  (≥100%  AKG)    yaitu  sebesar  27,3%  dan  terdapat  balita  dengan  tingkat  konsumsi  proteinnya  defisit  (&lt;70%  AKG)  yaitu  se
Grafik : Perbedaan Pengetahuan Ibu  Sebelum Dan Sesudah Pemberian     Konseling Pada Ibu Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog    Tahun 2013
Grafik : Perbedaan Konsumsi Energi Sebelum Dan Sesudah Pemberian     Konseling Pada Balita Gizi Kurang Di Posyandu Nagrog    Tahun 2013
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mendukung terwujudnya Sistem Statistik Nasional dan untuk mengembangkannya lebih lanjut, instansi pemerintah dapat membentuk satuan organisasi untuk

Perlakuan jenis aplikasi formula bakteri tidak berbeda nyata namun perlakuan dengan pengaruh tertinggi yaitu aplikasi formula bakteri balitkabi (F2) sebesar 5,68 g tanaman -1 hal

Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan yang ditimbulkan akibat adanya kontaminasi makanan dan minuman oleh mikroba perlu mendapat perhatian secara seksama, karena

Hasil analisis yang telah dilakukan (Tabel 1), model pertumbuhan diameter yang terbaik berdasarkan kriteria uji, diantaranya hubungan antara variabel bebas umur dengan

Pada dasarnya kepuasan kerja merupkan hal yang bersifat individual dan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor , setiap individu akan memiliki sikap kepuasan yang

Metode :Jenis penelitian observasional analitik, dengan survey dan wawancara dengan variabel bebas metode pengendalian vektor DBD pilihan keluarga dan Keberadaan Tempat

pendapatan asli daerah dan belanja tidak langsung terhadap kemiskinan. melalui pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali tahun

There is little or no class time that must be used for practicing simulations and, unlike role play or case analysis, the simulation can be done by students individually so that