• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL SOCIAL ENGINEERING UNTUK TATA KELO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODEL SOCIAL ENGINEERING UNTUK TATA KELO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL SOCIAL ENGINEERING UNTUK TATA KELOLA AIR DI

Wilayah Jakarta yang secara topografis terletak di bawah permukaan air laut, memiliki daratan seluas 662 km2 dan lautan seluas 6.998 km2, termasuk di dalamnya 110 pulau. Pertumbuhan perkotaan yang sangat cepat berdampak positif dalam perkembangan ekonomi, namun juga menimbulkan permasalahan lingkungan. Kantong-kantong pertumbuhan ekonomi di wilayah Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur) berkaitan erat dengan terjadinya banjir, krisis air bersih dan genangan air atau rob serta perluasan lahan perumahan dan komersial yang menggunakan lahan produktif.

Saat ini, Jakarta membutuhkan air baku setidaknya 26.200 liter per detik untuk memenuhi kebutuhan air bersih 10 juta penduduknya. Sementara, saat ini ketersediaan air baku hanya 17.000-an liter per detik. Jakarta mengalami krisis ketahanan air. Artinya, sampai 2015 Kota Jakarta masih mengalami defisit sekitar 9.100-an liter air per detik (Meyritha Maryanie, Corporate Communications PT Palyja, operator air bersih rekanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya: 2015). Dari total kebutuhan 26.100 liter per detik, penyediaan kebutuhan pokok kehidupan tersebut baru terpenuhi sebanyak 17.000 liter perdetik. Artinya masih terdapat kekurangan kebutuhan sebesar 9.100 liter per detik.

(2)

Berikut table yang menggambarkan kebutuhan dan kapasitas produksi air di Jakarta dari tahun 2010 sampai 2025:

Gambar 1.

II.PERMASALAHAN PENELITIAN

Krisis air Jakarta dan sekitarnya dipicu, pertama-tama oleh kenaikan populasi penduduk yang tinggi di kota Jakarta dan sekitarnya, yang mau tidak mau sangat tergantung kepada ketersediaan air dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Kedua, pola penggunaan dan pengelolaan lahan amat menentukan arah pembangunan, begitu pula dengan faktor sosial yang terjadi di sekitarnya. Ketiga, terjadinya land subsidence yang rata-rata 5-10 Cm per tahun. Keempat, faktor teknis maupun sosial pada akhirnya menentukan fenomena lingkungan, seperti polusi, banjir, temperatur udara, serta pengelolaan lingkungan yang harus bersaing dengan kebutuhan warga akan lahan tinggal. Kelima akibat proyek reklamasi Teluk Jakarta yang sedang dibangun juga berdampak terhadap terjadinya krisis air di Jakarta. Dan ke enam, faktor sedimentasi terutama logam berat dan pencemaran akibat limbah organik yang berasal dari rumah tangga dan industry.

(3)

gedung permanen di pinggir laut maka tanah Jakarta akan semakin ambles. Untuk diketahui, bahwa wilayah terparah yang mengalami amblesan salah satunya adalah di perumahan Pantai Mutiara (Pluit) yang merupakan area reklamasi, yaitu sebesar 116 cm selama 8 tahun (dari 2002-2010).

Belajar dari banyak negara di dunia, pertumbuhan suatu wilayah yang paling dominan adalah wilayah pesisir. Wilayah Pesisir seiring dengan pertumbuhan penduduk dan eksploitasi sumberdaya laut dan kawasan pesisir mengalami peningkatan beban. Jika dibandingkan dengan wilayah pesisir di negara tetangga, seperti Vietnam misalnya, di sepanjang aliran sungai Mekong menjadi fokus pembangunan tanpa memarginalkan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai dan tanpa merusak ekosistem pesisirnya. Perhatian lebih difokuskan pada kawasan pesisir dibandingkan wilayah pedalaman.

(4)

Proyek reklamasi pesisir Kota Jakarta dimaksudkan untuk menambah ruang pembangunan Jakarta, karena dengan kepadatan penduduk yang tinggi kota Jakarta sudah tidak mungkin diperluas (daratan). Saat ini, kawasan selatan Jakarta sudah tidak mungkin dikembangkan karena fungsinya sebagai daerah konservasi. Sementara itu, kondisi wilayah timur dan barat kota Jakarta sudah dipadati penduduk, sehingga tidak bisa dikembangkan. Memang dalam perencanaan kota Jakarta, sejak tahun 1985 pengembangan wilayah Jakarta sudah diarahkan ke timur dan barat.

Pembangunan DKI Jakarta sejak era 1970-an sampai sekarang, telah membawa perubahan besar di daratan sampai pesisir dan laut. Bahkan perubahan lingkungan juga terjadi pada daerah aliran sungai, dari hulu ke hilir. Sebagai contoh, telah terjadi konversi vegetasi besar-besaran menjadi daerah perkotaan sebesar 80% dalam kurun 1976-2004 (Gambar 2).

Gambar 1. Citra satelit perubahan lahan dari vegetasi (warna merah kecoklatan) ke perkotaan/pemukiman (warna hijau).

(5)

Persoalan lainya, adalah limbah organik yang berasal dari rumah tangga dan industri, yang tanpa diolah masuk ke sungai kemudian menuju ke Teluk Jakarta. Persoalan limbah organik ini berdampak pada terciptanya kondisi hyper-eutrophic di pesisir Teluk Jakarta, yaitu kondisi dimana nutrien tinggi tapi oksigen drop karena aktivitas bakteri dalam menguraikan limbah organik. Penelitian Koropitan et al. (2009) melaporkan, bahwa lokasi penumpukan limbah organik dikontrol oleh arus musiman, pada puncak musim barat (Desember – Februari) terkumpul di sebelah timur teluk dan sebaliknya pada puncak musim timur (Juni – Agustus). Hasil riset Ladwig et al. (2016) yang mengukur pada Oktober 2012 (menjelang musim barat), menemukan bahwa oksigen drop di sebelah timur Teluk Jakarta. Kondisi oksigen drop sesungguhnya terjadi hampir setiap tahun, akibatnya hampir setiap tahun juga terjadi kematian ikan dan mengambang ke permukaan.

Jadi, kondisi air, terutama di Teluk Jakarta memang telah tercemar berat oleh sedimen, logam berat dan bahan organik. Namun, kondisi ini umumnya terjadi di perairan dekat muara atau pesisir. Perairan yang relatif jauh dari pesisir masih baik untuk aktivitas penangkapan ikan. Hasil riset terbaru Baum et al. (2016) menyebutkan bahwa walaupun tercemar berat namun Teluk Jakarta mampu menghidupkan jutaan masyarakat melalui penyediaan pangan. Memang sumberdaya kelautan dan perikanan di Teluk Jakarta terus menurun oleh karena pencemaran dan juga penangkapan yang berlebih akibat semakin banyak nelayan. BPS (2012) menyebutkan bahwa populasi nelayan bertambah dalam waktu 5 tahun sebesar 30%.

Dari aspek sosial budaya, penyebab terjadinya krisis air pertama-tama disebabkan populasi penduduk yang terus bertambah ke kota-kota besar dan penyebarannya yang tidak merata, terutama kota Jakarta. Konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk yang tinggi adalah kebutuhan terhadap sumberdaya air meningkat darstis dan berdampak terhadap pencemaran dan kerusakan sumberdaya air secara massif. Pertumbuhan penduduk ini membutuhkan pertumbuhan industrialisasi dalam skala besar, sehingga makin mendorong terjadinya kelangkaan sumberdaya air bersih dan tidak teralayaninya sebagian besar orang atas kebutuhan sumber air bersih dan sanitasinya.

(6)

pemerintah atau PDAM sehingga mereka tidak tergerak untuk mengatasi pencemaran dan ikut terlibat dalam konservasi air.

Pemanfaatan air tanah oleh masyarakat untuk mandi dan mencuci pada umumnya dengan memanfaatkan air PDAM (49%), dan dengan menggunakan air sumur bor (49%) yang dibeli oleh para penjual air keliling, atau membuat sumur bor sendiri. Masih tingginya pemanfaatan air

dari sumur bor untuk keperluan masak yang mencapai 16% dan dari PDAM 17% menunjukkan ketidakpeduliaan masyarakat akan krisis dan kelangkaan air di Jakarta (lihat Gambar 3 dan 4 di

bawah).

Gambar 3 Konsumsi Air Bersih Oleh Rumah Tangga

(7)

Gambar 5 dan 6 berikut, memperlihatkan ketergantungan warga Jakarta dan sekitarnya terhadap air bersih, dimana sumber air bersih tersebut berasal dari air kemasan, air ledeng, air sumur, dan sumber air lainnya seperti sungai.

Gambar 5.

Gambar 6. Sumber Kebutuhan Air Masyarakat Jakarta dan sekitarnya

(8)

Krisis air yang dialami penduduk Jakarta dan sekitarnya berimplikasi terhadap factor kesehatan, yakni berkembakbiaknya beragam penyakit, seperti diare, cholera, hepatitis, disentri dan malaria. Selain itu secara ekonomi, akibat krisis air terjadi privatisasi sumberdaya air, hal demikian akan membuat akses masyarakat terhadap sumberdaya air semakin terbatas. Pada posisi demikian, masyarakat yang paling mampulah yang memiliki akses sumberdaya air. Sementara masyarakat miskin harus membeli dengan harga yang mahal. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, menyatakan hampir setengah pendapatan masyakat miskin Jakarta dihabiskan untuk membeli air.

Gambar 8 Pemicu Kelangkaan Sumberdaya Air.

Penelitian unggulan ketahanan air ini bertujuan untuk memberi masukan terhadap manajemen air di Jakarta dan sekitarnya. Metode baru yang menggabungkan pendekatan teknis dan sosial solusi hijau baik secara teknis maupun social untuk menciptakan “kota sadar air” (water sensitive cities).

III. TUJUAN DAN SASARAN

(9)

Air secara terpadu dalam bentuk kerangka kerja yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu tertentu, baik yang bersifat umum untuk seluruh DAS maupun yang bersifat khusus atas dasarkelompok kriteria kekritisannya.

Adapun sasaran kajian ini adalah untuk: (1) menganalisa sumberdaya air baik air sungai maupun air bawah tanah yang dalam kondisi kritis agar dapat dijadikan model pengelolaannya secara terpadu; (2) melakukan kaji ulang terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya air antara lain dalam pengendalian bencana banjir dan kekeringan; land subsidence dan (3) menyusun kerangka kerja (frame work) untuk perumusan model kebijakan yang mengacu kepada model sosial engineering tata kelola air. (3) Menemukan odel pengelolaan sumberdaya air yang terintegratif dan sejalan dengan rekayasa social.

IV. METODOLOGI

Kajian ini dilakukan melalui pengumpulan, pengolahan dan analisis data secara primer dan sekunder, kaji literatur pada universitas, lembaga penelitian, lembaga pemerintah / non pemerintah yang terkait, untuk mendapatkan referensi dan data maupun survei. Pada kajian ini, data dan informasi bersumber dari data dan kajian primer dan sekunder yang selanjutnya

dianalisa dengan menggunakan pendekatan konsep pengelolaan sumberdaya air berbasis social engineering dan berdasarkan sumber daya pada masing-masing wilayah .

V.KONSEP SOCIAL ENGENEERING UNTUK TATA KELOLA AIR

Potensi defisit air di beberapa wilayah memerlukan pengelolaan sumberdaya air dengan mempertimbangkan satu kesatuan hidrologi melalui kerjasama antar wilayah dan antar pengguna (pertanian, domestik dan industri). Tata kelola sumberdaya air yang kurang tepat akan berakibat krisis sumberdaya air dan berdampak terhadap ketahanan pangan. Sekitar 80% produksi padi dihasilkan sawah beririgasi sehingga pemenuhan ketersediaan air menjadi aspek penting. Oleh karena itu dibutuhkan tata kelola sumberdaya air yang mampu merancang kebijakan publik yang dapat diterima dan pelaksanaannya efektif oleh aktor/stakeholder.

(10)

dan PJT II di bawah 5 koordinasi kementrian BUMN dan kementrian PU. Pengguna sumberdaya air terkait kebutuhan tanaman pangan adalah Kementrian Pertanian Ditjen PSP/Prasarana dan Sarana Pertanian ditingkat nasional dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan ditingkat kabupaten. Pengguna sektor perkotaan adalah PD PAM Jaya DKI Jakarta melalui rekanan PT Palyja dan PT Aetra.

Tata kelola sumberdaya air melibatkan multi stakeholder yang berperan sebagai regulator, operator dan user (pengguna). Terdapat beberapa stakeholder dengan peran ganda sehingga memungkinkan terjadi benturan kepentingan. Belum ada kelembagaan sebagai wadah koordinasi pengelolaan sumberdaya air yang mengakomodasi berbagai kepentingan dengan biaya transaksi rendah.

Sumberdaya air dari waduk Jatiluhur ke Bendung Curug untuk dialirkan ke masing-masing wilayah menunjukkan variasi suplai namun cenderung menurun Alokasi untuk keperluan pertanian cenderung tetap dan terukur sedangkan penggunaan air untuk non pertanian meningkat. Suplai air waduk Jatiluhur ke Tarum Utara dan Tarum Barat memberikan gejala penurunan, sehingga alokasi air untuk pengguna harus disesuaikan. Kebutuhan air non pertanian cenderung meningkat terutama kebutuhan air baku untuk DKI Jakarta (http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70067).

Gambar 9 Kelangkaan Sumberdaya Air

(11)

melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.

Untuk mengatasi krisis air dan kelangkaan air bersih dibutuhkan suatu manajemen atau model tata kelola air yang sesuai dengan kondisi sosial budaya, ekonomi dan politik Indonesia. Manajemen atau pengelolaan adalah suatu seni untuk mengatur atau mengelola semua sumber daya yang dimiliki oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut.

Pengelolaan sumber daya air seyogianya dilakukan dengan memperhatikan keserasian antara konservasi dan pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah, serta antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka panjang. Dalam hal ini pembangunan ketersediaan air baku berskala kecil akan lebih diutamakan agar rakyat kecil lebih dapat menikmatinya. Prioritas utama pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis.

Pengendalian daya rusak air terutama diarahkan untuk penananggulangan banjir dengan menggunakan pendekatan vegetatif melalui konservasi sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara stakeholders terus diupayakan tidak hanya untuk kejadian banjir, tetapi juga pada tahap pencegahan serta pemulihan pasca bencana. Penanggulangan banjir haruslah sudah diutamakan, demikian pula pengelolaan bencana kekeringan.

Dalam rangka mewujudkan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu (IWRM) ada tiga criteria utama yang dijadikan acuan, yaitu:

1) Efisiensi ekonomi. Dengan meningkatnya kelangkaan air dan sumberdaya keuangan, dan dengan sifat sumberdaya air yang tersedia secara terbatas dan mudah tercemar, serta semakin meningkatnya permintaan maka efisiensi ekonomi penggunaan air sudah harus menjadi perhatian.

2) Keadilan. Air adalah salah satu kebutuhan dasar kehidupan, oleh sebab itu maka semua orang perlu mempunyai akses terhadap air yang mencukupi baik secara kuantitas maupun kualitas untuk mempertahankan kehidupannya.

(12)

Pustaka

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Pengujuan Undang UndangNomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

‘Water Worries: Special Issue’,The Jakarta Globe

(July 25, 2009)<http://www.thejakartaglobe.com/pages/downloads/Water_Worries.pdf > accessed December 4,2010

Abderrahman WA, ‘Water demand management and Islamic water management principles: Acase study’ 16 International Journal of Water

Resources Development 465 Al'Afghani MM, ‘Can the court’s concern over water privatization be justified? (Part 2 of 2)’

The Jakarta Post (March 10 2015) Op-Ed 6

<http://www.thejakartapost.com/news/2015/03/10/part- 2-2-can-court-s-concern-over-water-privatization-be-justified.html> accessed May 04, 2015

–––, ‘Court decision brings water governance reforms to a halt ( Part 1 of 2 )’

The Jakarta Post (March 09 2015) Op-Ed 6

<http://www.thejakartapost.com/news/2015/03/09/court-decision- brings-water-governance-reforms-a-halt-part-1-2.html> accessed May 04, 2015

–––, ‘Constitutional Court's Review and the Future of Water Law in Indonesia’ 2 Law,

Environment and Development (LEAD) Journal (2006)

–––, ‘Indonesia Needs a Strong Water Services Law’ The Jakarta

Post, August 31, 2009< http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/31/indonesia-needs-a-strong-water-services- law.html> accessed November 26, 2011

–––, ‘The Potential Role of the Human Right to Water in the Management of Indonesia’s WaterResources’ Available at SSRN: :

http://ssrncom/abstract=1723205 orhttp://dxdoiorg/102139/ssrn1723205

–––Jared Diamond, Collapse: How societies choose to fail or succeed

(Penguin 2005). Manajemen Air adalah satudari 8 penyebab yang menghancurkan peradaban di masa lalu 15)

Mohamad Mova Al'Afghani, ‘The Role of Legal Frameworks in Enabling Transparency in Water UtilitiesRegulation’ (PhD Thesis, University of Dundee

(13)

Mohamad Mova Al'Afghani, ‘When It Comes to WaterServices, Jakarta Is Living in the Distant Past’ The Jakarta Globe, October 16, 2011

<http://www.thejakartaglobe.com/opinion/when-it-comes-to-water-services-jakarta-is-living-in-the-distant-past/471774> accessed May 24, 2012;

Mohamad Mova Al'Afghani, ‘Indonesia Needs a Strong Water Services Law’

The Jakarta Post, August 31, 2009 <http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/31/indonesia-needs-a-strong-water-services-law.html> accessed November 26, 2011 juga

Sarah Marjorie Hendry, ‘An Analytical Framework forReform of National Water Law’ (PhD thesis, University of Dundee 2008

Gambar

Gambar 1.II.PERMASALAHAN PENELITIAN
Gambar 1. Citra satelit perubahan lahan dari vegetasi (warna merah kecoklatan) ke
Gambar 3 Konsumsi Air Bersih Oleh Rumah Tangga
Gambar 6. Sumber Kebutuhan Air Masyarakat Jakarta dan sekitarnya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dosisnya (jumlah tablet yang diminum / disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Paket

Masyarakat modern adalah masyarakat konsumtif. 7 Masyarakat yang terus menerus berkonsumsi. Namun konsumsi yang dilakukan bukan lagi hanya sekedar kegiatan yang

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Dari kondisi tersebutkan diatas maka penulis melakukan pengkajian kembali data- data tahun 2004, dengan maksud untuk melakukan perhitungan harga pokok penjualan air

Sebagai tuan rumah bagi CIFOR, kami berharap Pemerintah Indonesia dan juga seluruh warga negara Indonesia, dapat sama-sama merasa bangga dengan hasil kajian tim ahli tersebut

Agar sistem dapat mendistribusikan jadwal kepada penerima, maka sistem perlu melakukan sinkronisasi data jadwal dengan Google Calendar yang dilakukan oleh pengguna

Beri air pada wajan, taruh roller plate di bawah stick roller plate, taruh rak di atas wajan, taruh wajan di atas kompor, nyalakan api, setelah pemutar api

Como consecuencia de la propagación hacia el norte de la cadena montañosa, los re- manentes del océano interior eran desplazados en la misma dirección, y al mismo tiempo,