• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUTORIAL Infeksi Menular Seksual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN TUTORIAL Infeksi Menular Seksual"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ANALISIS MASALAH

1. Mengapa pasien mengeluhkan kencing nanah dari kemaluannya?

Kencing nanah menandakan adanya proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan letak keluhannya dapat dicurigai adanya infeksi menular seksual. (Price, 2013)

Infeksi bakteri/mikroorganisme

Melekat pada sel epitel yang melapisis selaput lendir

Terutama pada uretra dan canalis endoserviks

Bakteri menghasilkan produk ekstraseluler yang mengakibatkan kerusakan sel (enzim

fosfolipase/peptidase)

Komponen permukaan sel bakteri (Lipopolisakarida dan peptidoglikan akan memicu produksi endotoksin)

Menimbulkan respon inflamasi

Lokal invasi neutrofil, pembentukan mikroabses submukosa

Kerusakann epitel

(2)

2. Mengapa istrinya mengeluhkan keluarnya caiiran bening dan tidak nyeri ?

(Daili, 2009) Penularan melalui kontak langsung

Suami berhubungan seksual dengan istri

Pingpong phenomenon Pada canalis

endoservikalis

Menimbulkan gejala 7-12 hari setelah pejanan

Peningkatan skresi vagina Disuria

Perdarahan uterus diluar siklus menstruasi

Menoragia

Resiko tinggi dari pria ke wanita lebih tinggi karena luasnya mukosa yang

(3)

BAB VII

BERBAGI INFORMASI

1. All about sifilis ? I. Definisi

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan. (Natahusada, 2010)

II. Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pem-belahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. (Natahusada, 2010)

Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta (Hutapea, 2009)

(4)

III. Epidemiologi

Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang sama (Natahusada, 2010)

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999, dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.

IV. Patogenesis Stadium dini

T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S1 (Natahusada, 2010)

(5)

manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.

Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.

Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat lain.

V. Gejala Klinis

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut "Peniru Besar" karena sering dikira penyakit lainnya..Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat fatal. Orang yang memiliki kemungkinan terkena sifilis atau menemukan pasangan seks yang mungkin terkena sifilis dianjurkan untuk segera menemui dokter secepat mungkin.

(6)

procaine penisilin di setiap pantat (procaine diikutkan untuk mengurangi rasa sakit); dosis harus diberikan setengah di setiap pantat karena bila dijadikan satu dosis akan menyebabkan rasa sakit. Cara lain adalah memberikan kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki durasi yang lama) dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada beberapa jenis sifilis kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada tahun 2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan pil beberapa kali per hari.

Seks aman dilakukan dengan menggunakan kondom bila melakukan aktivitas seks, tapi tidak dapat menjamin sebagai penjaga yang pasti. Usul terbaik adalah pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus penyakit negatif.

Penyakit ini pada laki-laki lebih terlihat gejalanya dibandingkan dengan perempuan.Biasanya kaum perempuan tidak mengetahui gejalanya.Gejala yang ada yaitu seperti ruam berwarna merah pada daerah kelamin,dan biasanya sangat gatal.Meski kaum perempuan tidak akan tau apakah dia menderita penyakit sifilis,sebaiknya menjaga diri agar tidak tertular penyakit ini dan menularkan penyakit ini pada orang lain.Dan bagi kaum lelaki sebaiknya juga menjaga diri sendiri agar tidak tertular atau menularkannya pada orang lain.Cara satu-satunya untuk mencegah hal ini terjadi adalah setia pada pasangannya dan juga rutin diperiksa oleh dokter agar tidak menjadi terlalu parah.

(7)

Stadium satu. Stadium ini ditandai oleh munculnya luka yang kemerahan dan basah di daerah vagina, poros usus atau mulut. Luka ini disebut dengan chancre, dan muncul di tempat spirochaeta masuk ke tubuh seseorang untuk pertama kalinya. Pembengkakan kelenjar getah bening juga ditemukan selama stadium ini. Setelah beberapa minggu, chancre tersebut akan menghilang. Stadium ini merupakan stadium yang sangat menular.

Stadium dua. Kalau sifilis stadium satu tidak diobati, biasanya para penderita akan mengalami ruam, khususnya di telapak kaki dan tangan. Mereka juga dapat menemukan adanya luka-luka di bibir, mulut, tenggorokan, vagina dan dubur. Gejala-gejala yang mirip dengan flu, seperti demam dan pegal-pegal, mungkin juga dialami pada stadium ini. Stadium ini biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.

Stadium tiga. Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para penderitanya akan mengalami apa yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang, namun penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun lamanya.

Stadium empat. Penyakit ini akhirnya dikenal sebagai sifilis tersier. Pada stadium ini, spirochaeta telah menyebar ke seluruh tubuh dan dapat merusak otak, jantung, batang otak dan tulang. (Harahap, 2000)

VI. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa : (Hutapea,2009)

1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

(8)

berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat digunakan.3

b. Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2. Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah :

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.  Tes Wasserman

 Tes Kahn

 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

Cara pemerisaannya sebagai berikut:(Aprianti, 2003) Prinsip: terbentuknya flokulasi

Cara kerja:antigen yang digunakan adalah ektrak jantung sapi • Kualitatif

- Tandai slide vdrl lubang 1(test) dan lubang 2 ( kontrol) - Pada lubang 1masukkan 50ul serum dan 18 ul antigen

- Pada lubang 2masukkan NaCl fisiologis 50 ul dan 18 ul antigen

(9)

Hasil – jika berbentuk batang menyebar rata seluruh lapangan pandang

Hasil + jika terdapat flokulasi • Kuantitatif

- Isi lubang 1-5 dengan 50 ul NaCl

- Masukkan 50 ul serum kelubang 1 dan encerkan kelubang lubang berikutnya

- Lubang 1=1/2 x Lubang 2=1/4 x Lubang 3=1/8 x Lub1ng 4=1/16 x Lubang 5=1/32 x

Lubang 6=sebagai pembuangan yang digunakan untuk pengenceran kembali apabila pengenceran 1/32 x masih menyatakan hasil + (terjadi flokulasi)

- Masukkan 18 ul antigen kedalam masing masing lubang kecuali lubang 6.

- Masukkan dalam rotator dengan kec 180 selam 5 menit Lihat mikroskop perbesaran 100x

Jika hasil kualitatif – maka titer nya adalah 1:1

Jika haisl kuantitatif pada pengenceran 1/16 x tidak terjadi flokulasi maka titer tertinggi adalah 1/16.

Interpretasi a. Kualitatif

Hasil non reaktif : tidak ada infeksi, masih dalam masa inkubasi atau telah mendapat pengobatan yang efektif. Jika terjadi flokulasi :

 Gumpalan besar dan medium  reaktif

 Gumpalan kecil  reaktif lemah

(10)

Laporan hasil pengamatan dengan pengenceran tertinggi yang masih memberikan hasil reaktif  dalam bentuk titer ½, ¼, 1/8, 1/16, 1/32 dan seterusnya.

Hasil reaktif : sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi sifilis atau positif semu.

 Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)  Tes Automated reagin

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:  Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)  Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).

 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut : Sampel: serum, plasma , LCS.

Reagen:

 TPHA diluent (tutup warna putih tabung kuning)

 Test cell (tutup warna merah, sel darah merah domba yang telah

ditempeli ekstrak treponema pallidum yang berfiungsi sebagai antigen

 Control cell ( tutup warna putih , tabung warna hijau),tidak akan

terjadi hemaglutinasi , karena tidak tejadi reaksi dengan Ab.  Control positif (tutup warna merah kecil0

 Control negatif( tutup warna biru kecil)

Pada saat inkubasi disuhu ruang hendaknya dihindari adanya getaran agar hemaglutinasinya tidak lepas.

Alat;

 Pipet 90, 10, 25 ul

 Mikroplate v

 Reading miror / kaca pembaca

 Solasi

(11)

1. Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada

sumur pertama

2. Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5

disamping sumur pertama

3. Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul,

Ambil dari sumur pertama, 25 ul masukkan ke sumur 2, campur/ homogenkan, ambil 25 ul buang.

Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur 3,homogenkan, ambil 25 ul masukkan ke sumur ke 4, homogenkan, ambil 25 ul masukan kesumur ke 5, ambil 25 ul masukkan kesumur 6.

4. Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2

5. Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.

6. Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran.

Interpretasi

Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu. Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi (belum terbentuk antibodi)

 Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat aneurisms aorta.

Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor sere-brospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga

normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40

mg/mm3 berarti terdapat peradangan (Natahusada, 2010)

(12)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.

Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.

Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksan antibodi

VIII. Penatalaksanaan

Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut. (Nathusada, 2010)

Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain. 1. PENISILIN

Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.

Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.

Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:

a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat.

b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.

(13)

Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang diban-dingkan dengan suntikan.

Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya setiap minggu.

Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.

Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.

Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap hari selama 10 hari.

Reaksi Jarish-Herxheimer

Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam pada suntikan penisilin yang pertama.

(14)

edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I.

Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.

Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.

2. ANTIBIOTIK LAIN

Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.

Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan(Wong, 2008)

Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15 hari.

Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin. (Reidner, 2005)

(15)

tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk., penyembuhannya mencapai 84,4%.

Pencegahan

 Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan  Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda  Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang

 Gunakan kondom ketika berhubungan sexual

Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan sexual

DAFTAR PUSTAKA

Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.

Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.

(16)

Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS, Makasar.2003. h:353-61.

Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.

Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single-Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. NEJM 2005 Volume 353:1236-124

Daili, S.F., 2009. Gonore. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 65-76.

Referensi

Dokumen terkait

pada tes akhir siklus I adalah 65 yang berada pada kriteria cukup ,. sedangkan pada tes akhir siklus II adalah 82,71 dan berada pada k

Perencanaan pada diagnosa utama koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit yaitu Diskusikan dengan

Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Dan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 44 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Sudimoro II Desa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesulitan yang dialami guru sosiologi dalam penerapan pendekatan saintifik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang kompetensi pedagogik guru di SMPN Ketapang yang terdiri dari guru pendidikan jasmani di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 4

Apabila asuhan yang berpusat pada keluarga dapat diterapkan dengan baik khususnya dalam perawatan anak dengan pneumonia, maka keterbatasan tenaga perawat bukan

Tujuan dilakukannya analisis mutu ini agar mengetahui kualitas dari gula yang akan digunakan untuk proses pembuatan syrup, mengetahui keberadaan mikroorganisme yang ada dalam