STUDI
KOMPARASI
MODEL
PEMBELAJARAN
REALISTIC
MATHEMATICS
EDUCATION
(RME)
DAN
MODEL
PEMBELAJARAN
THINK
PAIR
SHARE
(TPS)
MELALUI
PENERAPAN
TEORI
BELAJAR
MODELLING
DAN
OBSERVATIONAL
LEARNING
TERHADAP
HASIL
BELAJAR
PESERTA
DIDIK
KELAS
VII
PADA
MATERI
POKOK
HIMPUNAN
DI
MTS
NU
AL
HIDAYAH
KUDUS
TAHUN
PELAJARAN
2010/2011
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Pendidikan Matematika
Oleh:
KURNIA FRIDANIATI NIM. 073511009
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
ABSTRAK
Judul : Studi Komparasi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) melalui Penerapan Teori Belajar Modelling dan Observational Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011
Penulis : Kurnia Fridaniati
NIM : 073511009
Pembelajaran dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan keterkaitan kehidupan nyata akan membantu peserta didik yang belum sepenuhnya bisa berpikir abstrak dan tentunya lebih memudahkan peserta didik untuk mengingat materi yang telah diajarkan. Dan kerjasama antara teman juga bisa membantu peserta didik yang kurang memahami materi.
Di MTs NU Al Hidayah pelajaran matematika khususnya di kelas VII, materi yang dianggap sulit oleh peserta didik adalah materi himpunan pada penyajian himpunan dalam diagram Venn. Peserta didik masih kebingungan dalam menyajikan himpunan dalam diagram Venn karena mungkin dalam menyampaikan materi tidak ada keterkaitan dengan kehidupan nyata sehingga sebagian besar nilai mereka dibawah KKM.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Adakah perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011. (2) Hasil belajar manakah yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran RME dan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan
di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII MTs NU Al Hidayah tahun pelajaran 2010/2011. Sampel ditentukan dengan teknik cluster
random sampling sehingga terpilih 2 kelas yaitu kelas VII D sebagai kelas
eksperimen I yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen II yang dikenai pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning.
metode tes yang digunakan adalah tes akhir, dan metode angket bertujuan untuk mengetahui tanggapan guru dan peserta didik dan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata prestasi belajar peserta didik pada kelas eksperimen I lebih baik dibandingkan dengan rata-rata prestasi belajar peserta didik pada kelas eksperimen II. Ini menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning lebih baik daripada prestasi belajar peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning, ditunjukkan dengan thitung = 3,154 > ttabel= 1,68.
Simpulan penelitian ini adalah (1) rata-rata kedua kelas eksperimen berbeda, hal ini terbukti dengan nilai rata-rata kelas eksperimen I sebesar 73,41 dan rata-rata kelas eksperimen II sebesar 68,51 (2) rata-rata hasil belajar kelas RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME) dan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS) melalui Penerapan Teori Belajar Modelling dan Observational Learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Suja’i, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah.
2. H. Mursid, M.Ag, Ketua Jurusan Tadris Matematika.
3. Lulu’ Choirunnisa’, S.Si, M. Pd, selaku Pembimbing I dan H. Mursid, M.Ag, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Tarbiyah.
5. Segenap sivitas akademika di Jurusan Tadris Matematika IAIN Walisongo Semarang.
6. Nur Aziz, S.Ag, Kepala MTs NU Al Hidayah Kudus yang telah memberikan ijin penelitian.
7. Sri Hartatik, S.Pd guru mata pelajaran Matematika dan peserta didik kelas VII MTs NU Al Hidayah tahun pelajaran 2010/2011 yang telah membantu dalam proses penelitian untuk penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, 21 Juni 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
NOTA PEMBIMBING ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Penegasan Istilah... 5
1. Studi Komparasi... ... 5
2. Model Pembelajaran RME... 6
3. Model Pembelajaran TPS... 6
4. Teori Belajar Modelling dan Observation Learning 6
5. Materi Pokok Himpunan... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian... 6
2. Manfaat Penelitian... 7
BAB II : TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA MODELLING DAN OBSERVATIONAL LEARNING... 9
A. Deskripsi Teori... 9
1. Proses dan Hasil Belajar... 9
2. Pembelajaran Matematika... 11
3. Teori Belajar Kognitif... 13
4. Teori Pengolah Informasi... 14
5. Model Pembelajaran RME... 15
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning. 20
8. Uraian Materi Himpunan... 23
B. Kerangka Berpikir... 27
C. Kajian Penelitian yang Relevan... 29
D. Rumusan Hipotesis... . 30
BAB III : METODE PENELITIAN... 32
A. Jenis Penelitian... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 32
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 32
D. Variabel Penelitian... 33
E. Prosedur Penelitian... 34
F. Teknik Pengumpulan Data... 36
G. Teknik Analisis Data... 37
1. Analisis Data Awal... 37
2. Analisis Instrumen... 41
3. Analisis Data Akhir... 46
BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 49
A. Gambaran Umum MTs NU Al Hidayah Gebog Kudus.. 49
1. Tinjauan Historis... 49
2. Letak Geografis... 50
3. Struktur Organisasi... 51
4. Keadaan Guru, Karyawan, Peserta Didik... 51
5. Keadaan Sarana dan Prasarana... 52
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian... 54
1. Instrumen Soal dan Analisis Butir Soa... 54
2. Instrumen Angket dan Analisis Angket... 58
3. Analisis Data Awal... 63
4. Analisis Data Akhir... 64
1. Uji Hipotesis 1... 65
2. Uji Hipotesis 2... 66
3. Hasil Angket... 67
D. Pembahasan Hasil Penelitian... 69
E. Keterbatasan Penelitian... 72
BAB V : PENUTUP... 73
A. Kesimpulan... 73
B. Saran... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran sebagai aktivitas pendidikan secara formal
paling tidak selalu melibatkan guru dan peserta didik. Keduanya saling
berinteraksi aktif dan komunikatif dalam mencapai sebuah tujuan
pembelajaran. Sebagai guru, diantara kemampuan dasar yang harus
dimiliki adalah dapat mengoptimalisasikan kemampuan perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Sementara peserta didik juga harus
dapat merespon secara aktif apa yang telah diberikan oleh guru.
Dalam belajar peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan
sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Disisi lain, untuk mencapai tujuan tersebut,
guru harus memperhatikan bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi
secara optimal. Merencanakan pembelajaran memerlukan berbagai teori
sehingga rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi
harapan dan tujuan pembelajaran.1
Matematika merupakan ilmu yang memiliki kecenderungan
deduktif, aksiomatik dan abstrak (fakta, konsep dan prinsip). Oleh
karenanya pembelajaran matematika membutuhkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari peserta didik, guru dan instansi pendidikan yang
terkait. Dalam hal ini perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang
memungkinkanpeserta didik yang berfikir konkret dibawa kepada konsep
matematika yang bersifat abstrak tersebut. Dalam al Qur‟an dalam surat Shaad (38) ayat 29:
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajaran”.2
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar peserta didik sebelumnya dengan konsep yang akan
diajarkan. Berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam teori
belajar Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Kedua,
menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada (telah dimiliki dan diingat peserta
didik tersebut).3
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik SD/MI
dan sebagian besar peserta didik SMP/MTs yang berada pada tahap
operasional konkrit, tuntutan terhadap pemahaman dan penalaran masih
terbatas pada produk dan proses Matematika dalam dunia nyata atau dapat
diilustrasikan melalui contoh-contoh nyata.4
Proses pembelajaran matematika di MTs NU Al Hidayah Kudus
masih menggunakan metode ekspositori, guru hanya menerangkan materi
kemudian memberikan soal latihan, dan tidak ada evaluasi setiap akhir
pembelajaran. Dari sini tentu peserta didik yang kurang memahami materi
dibiarkan saja tanpa ada penjelasan kembali dari guru. Dalam materi
himpunan, peserta didik sulit memahami materi himpunan khususnya
penyajiannya dalam diagram Venn. Diantara faktor-faktornya adalah tidak
ada alat peraga yang mendukung, proses pembelajaran tidak berorientasi
2Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahnya, (Pustaka Amani Jakarta, 2005), hlm. 651.
3Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 4-5.
pada pengalaman sehari-hari dan tidak menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari, tidak ada kerja sama antara peserta didik karena
peserta didik terbiasa individual dalam mengerjakan soal, pemberian
motivasi yang kurang dari guru sehingga peserta didik kurang bersemangat
untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan, dan tidak adanya
evaluasi di akhir pembelajaran.
Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada
pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam kehidupan
sehari-hari adalah model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME). RME merupakan model pembelajaran matematika di sekolah yang
bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi kehidupan peserta didik.5 Model
pembelajaran ini akan membantu peserta didik yang belum sepenuhnya
bisa berpikir abstrak. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik.6 Alasan peneliti menggunakan dua model di atas, karena model
pembelajaran RME membantu peserta didik untuk mengkontekstualkan
materi yang abstrak, sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam
memahami materi, kerja sama peserta didik juga akan terlatih dalam model
pembelajaran ini, dan model pembelajaran TPS akan melatih untuk saling
berbagi dan bekerja sama antara peserta didik sehingga peserta didik yang
kurang memahami materi bisa terbantu.
Teori belajar yang dikemukakan oleh Albert Bandura (Modelling
dan Observational Learning) menyatakan bahwa belajar pada diri
individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku yang ditampilkan,
namun belajar secara langsung dari model. Menurut Bandura dan Walters,
tingkah laku baru dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati
5Amin Suyitno, Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I, (Handout Dipergunakan untuk perkulihan Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES, 2006), hlm.36.
dan meniru suatu model atau contoh atau teladan.7 Dari dua model
pembelajaran di atas peniliti ingin membandingkan model mana yang
lebih baik digunakan melaui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning terhadap hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti memilih judul “ Studi Komparasi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) dan Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) melalui
Penerapan Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII pada Materi Pokok Himpunan Di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011.”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran RME dan
model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun
Pelajaran 2010/2011?
2. Hasil belajar manakah yang lebih baik antara yang menggunakan
model pembelajaran RME dan model pembelajaran TPS melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok Himpunan di
MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011?
C. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam penelaahan isi penelitian ini, perlu
dijelaskan ruang lingkup yang diteliti serta beberapa batasan istilah
sebagai berikut :
1. Studi Komparasi
Studi komparasi terdiri dari dua kata yaitu studi yang artinya
penelitian yang ilmiah, kajian dan telaahan,8 dan komparasi yang
berarti perbandingan.9 Sehingga secara harfiah, studi komparasi
adalah penelitian tentang perbandingan. Menurut Suharsimi Arikunto
studi komparasi adalah studi yang bertujuan membandingkan dua
fenomena atau lebih.10 Dalam penelitian ini komparasi bertujuan untuk
membandingkan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan
model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning, dan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori
belajar Modelling dan Observational Learning kelas VII pada materi pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2010/2011 di MTs NU Al
Hidayah. Komparasi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan uji t (uji kesamaan rata-rata).
2. Model Pembelajaran RME
RMEterdiri dari tiga kata yaitu realistic artinya realitas, kenyataan.
Mathematics adalah suatu ilmu yang mempelajari hal-hal abstrak
berupa angka-angka dan geometri. Education artinya pendidikan. Jadi
realistic mathematic education adalah suatu model pembelajaran atau
pendidikan matematika yang bertolak dari konsep yang realistis atau
dapat dikenali oleh peserta didik.
3. Model Pembelajaran TPS
8Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 1342.
9Pusat Bahasa, Kamus Besar, hlm.719.
TPS terdiri dari tiga kata yaitu think artinya berpikir. Pair artinya berpasangan. Share artinya berbagi. Jadi Think Pair Share suatu cara diskusi kelas yang memberi peserta didik lebih banyak waktu berpikir,
berbagi dengan pasangan dan saling membantu.
4. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Teori Belajar Modelling yang dimaksud adalah pemodelan atau dalam kata lain pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bisa ditiru. Observational Learning artinya belajar melalui pengamatan. Jadi teori belajar Modelling dan Obervational
Learning adalah belajar melalui pengalaman langsung atau
pengamatan (mencontoh model).
5. Materi Pokok Himpunan
Himpunan merupakan materi pokok peserta didik kelas VII
SMP/ MTs semester genap berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara model
pembelajaran RME dan model pembelajaran TPS melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester II pada materi pokok
Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran
2010/2011.
b. Untuk mengetahui hasil belajar manakah yang lebih baik antara
yang menggunakan model pembelajaran RME dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning pada peserta didik kelas VII Semester
II pada materi pokok Himpunan di MTs NU Al Hidayah Kudus
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Guru
1) Guru mendapatkan inovasi pembelajaran.
2) Guru dapat meningkatkan kreativitas dalam pengembangan
materi.
3) Guru juga memperoleh suatu variasi pembelajaran terhadap
materi Matematika, salah satunya dengan menerapkan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah peserta didik.
4) Membantu guru berkembang secara profesional.
b. Bagi Peserta Didik
1) Terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga peserta didik dapat menangkap pengetahuannya.
2) Meningkatkan motivasi dan daya tarik peseta didik terhadap
pelajaran matematika.
3) Menumbuhkan kemampuan kerjasama dan ketrampilan
berpikir peserta didik.
4) Meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pelajaran
matematika.
c. Bagi Peneliti
1) Sebagai referensi bagi peneliti untuk melaksanakan
pembelajaran matematika ketika terjun ke lapangan, sehingga
pembelajaran yang dilakukan dapat menumbuhkan suasana
yang menyenangkan.
2) Peneliti memperoleh pengalaman langsung bagaimana memilih
pembelajaran yang tepat, sehingga dimungkinkan kelak ketika
terjun ke lapangan mempunyai wawasan dan pengalaman.
3) Peneliti akan mempunyai dasar-dasar kemampuan mengajar
sehingga diperoleh suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.
d. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Memberikan sumbangan positif tentang salah satu cara untuk
meningkatkan hasil belajar matematika.
2) Penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah untuk
berkembang karena adanya peningkatan/kemajuan pada diri
guru dan pendidikan di sekolah tersebut.
3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
alternatif model-model pembelajaran yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas
BAB II
TEORI PEMBELAJARAN RME, TPS SERTA MODELLING DAN
OBSERVATIONAL LEARNING
A. Deskripsi Teori
1. Proses dan Hasil Belajar a. Hakikat Proses Belajar
Mengenai definisi belajar Brindley mendifinisikan
pengertian belajar yaitu:
“Learning consists of acquiring a body of knowledge.”11
Definisi di atas dapat diartikan belajar adalah perolehan
sekumpulan pengetahuan.
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang
berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil
belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. Menurut Bruner, ada tiga tahapan dalam proses
belajar, yaitu enactive, iconic dan symbolic. Pentahapan proses belajar yang dikemukakan oleh Bruner pada hakikatnya tidak
berbeda dari yang dikemukakan oleh Piaget. Tahap enactive adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi
secara langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa
konkret. Tahap iconic ditandai oleh penggunaan perumpamaan atau tamsilan (imagery), sedangkan tahap symbolic ditandai oleh penggunaan simbol dalam proses belajar.12
b. Hakikat Hasil Belajar
11Jack C. Richards and Charles Lockhart, Reflective Teaching in Second Language Classrooms,(New York: Cambridge University Press, 1996), hlm. 35
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan
suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan belajar yang terprogram dan terkontrol, biasanya
disebut dengan kegiatan instruksional, tujuan belajar telah
ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam
belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran
atau tujuan-tujuan instruksional.
Menurut Benjamin S.Bloom (1966:7) ada tiga ranah
(domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut A.J. Romiszowki (1981:217) hasil belajar merupakan
keluaran (output), dari suatu sistem pemrosesan masukan
(input). Menurut Romiszowki, perbuatan merupakan petunjuk
bahwa proses belajar telah terjadi, dan hasil belajar dapat
dikelompokkan ke dalam dua macam saja, yaitu pengetahuan
dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori,
yaitu: pengetahuan tentang fakta, pengetahuan tentang prosedur,
pengetahuan tentang konsep, dan pengetahuan tentang prinsip.
Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu:
keterampilan untuk berpikir atau ketrampilan kognitif,
keterampilan untuk bertindak atau ketrampilan motorik,
keterampilan bereaksi atau bersikap, dan ketrampilan
berinteraksi.13 Menurut Gagne, ada lima tipe hasil belajar,
yakni: kemahiran intelektual (kognitif), informasi verbal,
mengatur kegiatan intelektual (strategi kognitif), sikap, dan
keterampilan motorik.14
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan
penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari.
13Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak, hlm. 37-40.
Konsekuensi atas hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh
hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh adanya ulangan
penguatan (reinforcement) yang diberikan oleh lingkungan sosial, terutama guru atau orang tua.15
2. Pembelajaran Matematika
Salah satu orientasi pembelajaran matematika saat ini adalah membangun persepsi positif dalam mempelajari matematika
dikalangan peserta didik. Untuk itu guru dipacu memberikan
gambaran-gambaran yang rasional tentang kemudahan serta
kegunaan matematika bagi peserta didik dalam suasana yang nyaman
di tengah kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik saat
mempelajari matematika sehingga peserta didik bisa belajar dengan
baik dan menghasilkan prestasi yang memadai. Kendala yang terjadi
dalam pembelajaran matematika berkisar pada karakteristik
matematika yang abstrak, masalah media, masalah peserta didik atau
guru. Kendala-kendala tersebut melahirkan kegagalan pada peserta
didik, karena: 16
a. Peserta didik tidak dapat menangkap konsep dengan benar.
b. Peserta didik tidak menangkap arti dari lambang-lambang.
c. Peserta didik tidak memahami asal-usulnya suatu prinsip.
d. Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur.
e. Pengetahuan peserta didik tidak lengkap.
Pendekatan yang bisa digunakan meminimalkan kendala adalah
guru menciptakan situasi pembelajaran yang berkesan,
menyenangkan, dan memudahkan. Sehingga pembelajaran
Matematika tidak lagi dirasa sulit/melahirkan kegagalan. Landasan Qur‟ani yang bisa kita jadikan pijakan adalah (QS Alam Nasyrah:6), yang berbunyi:
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” 17
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh guru dalam
menciptakan pembelajaran tersebut, yaitu mencoba hal-hal berikut:
a. Mengaitkan pengalaman sehari-hari ke dalam konsep matematika
atau sebaliknya mencari pengalaman sehari-hari dari konsep
matematika.
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
pola, membuat dugaan, menjeneralisasikan, membuktikan,
mengambil kesimpulan, dan membuat keputusan.
c. Membuat formulasi soal terapan dan tidak rutin, serta mencoba
soal teka teki dan permainan, memberikan gambaran tentang
keberadaan soal-soal matematika sebagai salah satu upaya
mengembangkan daya ingat dan pengalaman mereka.
d. Mengembangkan metode yang bervariasi.
e. Meluruskan tujuan pembelajaran secara riil, membangun suasana
belajar yang menyenangkan, memberikan penghargaan yang
memadai bagi setiap pekerjaan peserta didik.18
3. Teori Belajar Kognitif
Dalam teori belajar kognitif, Bates, Macnamara dan Piaget mengemukakan tentang teori kognitif sebagai berikut:
” The cognitive approach views language as a general ability that emerges within the context of other general cognitive abilities like memory, attention, and problem solving.”19
17
Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm. 154. 18 Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum, hlm.155.
Tentang teori kognitif yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendekatan teori kognitif yaitu sebuah
kemampuan yang dimiliki yang muncul untuk meniru keadaan orang
lain dalam kemampuan kognitif seperti ingatan, perhatian, dan
pemecahan masalah. Diantara teori belajar kognitif adalah:
a. Teori Gestalt
Tokoh teori ini adalah Max Werrheimer, yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Pandangan kaum Gestalt:
(1) Pengalaman itu merupakan struktur yang terbentuk dalam
satu keseluruhan. Orang yang belajar perlu mengamati
stimulus, dalam keseluruhan yang terorganisir bukan dalam
bagian-bagian yang terpisah.
(2) Belajar ialah suatu proses mendapatkan ”insight” yaitu pengamatan atau pemahaman terhadap hubungan antara
bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan (dalam
situasi problematik).
(3) Hukum pengamatan berlaku dalam belajar.20
b. Teori Medan
Kurt Lewin beranggapan bahwa tingkah laku individu
merupakan fungsi dari pribadi dan lingkungannya. Rumusnya:
B = F (P, E) B = Behavior F = Fungsi P = Personality E = Environment
Lebih lanjut rumus di atas dapat ditafsirkan bahwa
tingkah laku seseorang termasuk tingkah laku belajar,
tergantung pada kepribadian dan keadaan lingkungan dimana
orang tersebut berada. Beberapa konsep lain yang
dikemukakan teori ini ialah:
(1) Belajar sebagai perubahan dalam struktur kognitif.
(2) Hadiah dan hukuman.
(3) Berhasil dan gagal.
(4) Sukses membawa mobilitas energi cadangan.21
4. Teori Pengolah Informasi
Asumsi pokok yang mendasari teori pengolah informasi
menyebutkan hakikat sistem memori pada manusia dan
representasi pengetahuan di dalam memori. Dalam hal
pemerolehan informasi baru maka prosesnya yang esensial
adalah:22
a. perhatian ditujukan pada stimulus,
b. pengkodean stimulus,
c. penyimpanan dan mendapatkan kembali kode dalam
ikhtisar.
Dan hal-hal yang esensial dari pembelajaran yang sejajar
dengan hal di atas adalah:
a. membimbing untuk menerima stimulus baru,
b. memperlancar pengkodean,
c. memperlancar penyimpanan dan retrival.
Soal-soal pembelajaran di kelas dalam teori pengolah
informasi adalah yang ada kaitannya secara langsung dengan
proses kognitif. Diantaranya, yang pertama ciri si belajar. Dalam
pengelolaan belajar di kelas ciri-ciri peserta didik yang penting
adalah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar, dan
motivasi. Yang kedua proses kognitif dan pembelajaran, teori
pengolah informasi memberikan perspektif baru pada pengelolaan
21 Mustaqim, Psikologi, hlm. 81-83.
pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Yang
ketiga mengajarkan pemecahan masalah. Dan yang keempat adalah
konteks sosial untuk belajar. Teori pengolah informasi berfokus
pada mekanisme kognitif yang terjadi dalam pemahaman dan
retensi data sensori dari lingkungan maupun penerapan informasi
yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah.
5. Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Istilah Matematika Realistik semula muncul dalam pembelajaran matematika di negeri Belanda yang di kenal dengan
nama Realistic Mathematics Education (RME). Model pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran
Matematika Modern (New Math) di Amerika dan pembelajaran Matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang sebagai
mechanistic mathematics education. Istilah realistik di sini tidak selalu terkait dengan dunia nyata, tetapi penyajian masalah dalam
konteks yang dapat dijangkau peserta didik. Konteks dapat dunia
nyata, dunia fantasi, atau dunia Matematika formal asalkan nyata
dalam fikiran peserta didik. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran
dengan RME menganut lima prinsip utama, yaitu:
a. Penggunaan konteks, sebagai sumber belajar dalam
menemukan kembali (reinvention) ide Matematika dan secara bersamaan menerapkan idea tersebut.
b. Menggunakan model produksi dan kontruksi peserta didik.
c. Menolak proses yang mekanistik, saling terlepas dan tak
bermakna, prosedur rutin, dan sering bekerja individual.
d. Peserta didik bukan penerima informasi, tetapi subyek aktif
dalam reinvention.
e. Menggunakan berbagai teori belajar yang relevan dan saling
terkait. 23
Kelebihan dari model pembelajaran RME adalah sebagai berikut:
a. Karena peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
maka peserta didik tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga peserta didik tidak
cepat bosan untuk belajar matematika.
c. Peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena
setiap jawaban peserta didik ada nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok.
e. Melatih keberanian peserta didik karena harus menjelaskan
jawabannya.
f. Melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat.
g. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran RME adalah
sebagai berikut:
a. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka
peserta didik masih kesulitan dalam menemukan jawaban
sendiri.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi peserta didik
yang lemah.
c. Peserta didik yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk
menanti temannya yang belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan pembelajaran
saat itu.
e. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi memberi nilai.24
Langkah-langkah implementasi RME di sekolah adalah sebagai
berikut:
a. Guru menyiapkan 1 atau 2 soal realistik (ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan para peserta didik
secara informal atau coba-coba (karena langkah penyelesaian
formal untuk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan).
b. Guru mengumpulkan hasil pekerjaan peserta didik.
c. Guru mengoreksi hasil pekerjaan peserta didik dengan
berprinsip pada penghargaan terhadap keberagaman jawaban
peserta didik dan kontribusi peserta didik.
d. Guru dapat menyuruh beberapa peserta didik untuk
menjelaskan temuannya di depan kelas.
e. Dengan tanya jawab, guru dapat mungkin perlu mengulang
jawaban peserta didik.
f. Setelah itu, guru baru menunjukkan langkah formal yang
diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahuli
dengan penjelasan tentang materi pendukungnya.25
Teori-teori yang berhubungan dengan RME:
a. Teori Bruner
Bruner berpikir bahwa pengetahuan merupakan sebuah
paduan antara tiga buah proses: penerimaan, transformasi, dan uji
kelayakan. Bruner juga menyakini bahwa pembelajaran bisa
muncul dalam tiga cara: enaktif, ikonik, dan simbolik.
Pembelajaran enaktif adalah mempelajari sesuatu dengan
memanipulasi obyek atau melakukan pengetahuan tersebut
ketimbang hanya memahaminya. Pembelajaran ikonik merupakan
pembelajaran yang melalui gambaran. Pembelajaran simbolik
merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi
pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki
kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.26
b. Teori Piaget
Yang menjadi titik pusat perhatian dalam teori Jean Piaget
ialah perkembangan fikiran secara alami dari lahir sampai
dewasa.27 Aktivitas spontan, dengan kelompok kecil siswa yang
disatukan melalui adanya minat bersama dalam menjalankan
kegiatan tertentu, seharusnya menjadi ciri utama belajar di kelas.
Kelas hendaknya menjadi pusat aktivitas nyata (dan eksperimental)
yang dijalankan bersama sehingga intelegensi logis bisa dihasilkan
dengan jalan tindakan dan perubahan sosial. Penerapan konsep
Piaget dan pengajaran bergantung pada kepekaan terhadap isu-isu
penting yang sedikit saja.
Pertama, anak-anak secara alami berusaha memberi arti pada
dunia sekitarnya. Siswa harus diberi kesempatan berbuat salah
sendiri dan membetulkan kesalahan tersebut sendiri pula. Karena
itu, pembelajaran di sekolah harus direncanakan agar dapat
memperlancar terjadinya proses konstruksi, asimilasi, dan
akomodasi. Kedua, proses eksperimental oleh siswa di semua
unsur hal yang penting. Isu yang ketiga dalam pelaksanaan teori
Piaget ialah bahwa pengetahuan itu selalu merupakan konstruksi
oleh si belajar.28
6. Model Pembelajaran Think Pair Share(TPS)
Model Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. TPS ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di
26Kelvin Seifert(Yusuf Anas), Manajemen Pembelajaran Dan Instruksi Pendidikan, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2007), hlm.113-116
Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),
menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan
asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think pair share dapat memberi peserta didik lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.29
Langkah-langkah model pembelajaran Think Pair Share(TPS): a. Bentuk kelompok-kelompok heterogen 4-5 peserta didik
b. Beri tugas kelompok
c. Beri kesempatan individu dalam kelompok mencoba memikirkan
penyelesaian tugas tersebut kira-kira 5 menit
d. Lanjutkan dengan kerja berpasangan (pair) dalam kelompoknya
e. Beri kesempatan untuk berbagi pendapat diantara pasangan dalam
kelompok
f. Lakukan presentasi kelompok.30
Menurut Lie, think pair share mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihannya adalah:
a. Meningkatkan partisipasi aktif peserta didik.
b. Cocok untuk tugas sederhana.
c. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok.
d. Interaksi lebih mudah.
e. Lebih mudah dan cepat membentuknya.
Sedangkan kekurangannya adalah:
a. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
b. Lebih sedikit ide yang muncul.
c. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.31
29Trianto, Model-Model Pembelajaran, hlm.61.
7. Teori Belajar Modelling dan Observational Learning
Sebuah teori pembelajaran biasanya memiliki tiga fungsi yang berbeda namun saling terkait dengan erat. Pertama, teori
pembelajaran adalah pendekatan terhadap suatu bidang pengetahuan,
suatu cara menganalisis, membicarakan dan meneliti pembelajaran.
Yang kedua, teori pembelajaran berupaya untuk meringkas
sekumpulan besar pengetahuan mengenai hukum-hukum
pembelajaran ke dalam ruang yang cukup kecil. Yang ketiga, teori
pembelajaran secara kreatif berupaya menjelaskan apa itu
pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti
adanya.32
Pemodelan adalah pembelajaran melalui pengamatan
(observation).33 Istilah Observational Learning ini sinonim dengan learning trough imitation (belajar melalui peniruan). Imitasi adalah peniruan perilaku yaitu meniru perilaku seseorang, dimana perilaku
orang yang ditiru tersebut merupakan suatu pola.34
Belajar melalui pemodelan dan observational learning merupakan bagian dari teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert
Bandura. Konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif
dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di
media, dan juga dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura juga mengemukakan bahwa seorang individu
belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan /modeling, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. 31Evi Joharotun Nafisah, “Keefektifan Model Pembelajaran Think- Pair- Share Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMPN 24 Semarang Kelas VIII pada Materi Pokok Kubus
dan Balok”, Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika UNNES, (Semarang: UPT UNNES,
2008), hlm.22, t.d.
32 Winfred F. Hill, Theories of Learning, terj. M.Khozim, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 28
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan.
Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori
pembelajaran sosial membahas tentang:
1. bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui
penguat (reinforcement) dan observational learning,
2. cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi,
3. begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi
lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya
adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara
sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Analisis belajar melalui pengamatan atau modelling yang dikembangkan oleh Bandura meliputi 4 tahap, yaitu perhatian, retensi,
reproduksi dan motivasional.
Dalam tahap perhatian individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan popular. Melalui memperhatikan model
ini individu dapat meniru bagaimana cara berpikir dan bertindak
orang lain, serta penampilan model dihadapan orang lain. Guru di
dalam kelas dapat menarik perhatian peserta didik dengan cara
menyampaikan petunjuk belajar yang jelas dan menarik, dan
memotivasi peserta didik untuk memperhatikan pelajaran yang
hendak disajikan.
Dalam tahap retensi apabila guru telah memperoleh perhatian
dari peserta didik, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh
peserta didik dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.
irisan dan gabungan dua himpunan, kemudian peserta didik diminta
untuk mengulangi apa yang baru saja dicontohkan.
Dalam tahap reproduksi peserta didik mencoba menyesuaikan
diri dengan perilaku model. Misalnya, setelah peserta didik diberikan
contoh-contoh soal kemudian peserta didik mengerjakan soal yang
diberikan oleh guru.
Dalam tahap motivasional peserta didik akan menirukan model
karena merasakan bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan
meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan. Misalnya,
peserta didik meniru cara belajarnya juara kelas dan berharap menjadi
juara kelas pula. Tahap motivasional dari belajar melalui pengamatan
di dalam kelas umumnya disebabkan oleh pujian yang diberikan oleh
guru karena peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan model
yang disampaikan oleh guru. Peserta didik memperhatikan model,
mempraktikkannya, dan mereproduksikannya karena telah
mempelajari tentang apa yang dilakukan oleh guru.35
Pentingnya teori belajar ini bagi pendidikan mengandung dua
implikasi pokok. Pertama, penelitian mengenai teori ini telah
memperlihatkan bahwa pemodelan itu tidak diatur untuk meniru
perbuatan yang sama seperti model yang mempunyai sifat-sifat
tertentu. Kedua teori ini memperluas proses belajar menjangkau
hal-hal di luar kontak langsung dengan model hidup.36
8. Uraian Materi Himpunan a. Operasi Himpunan
(1) Irisan
(a) Pengertian Irisan
Irisan dua himpunan A dan B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya merupakan anggota himpunan A juga
menjadi anggota himpunan B, ditulis:
35Catharina Tri Anni dkk, Psikologi Belajar, (Semarang: UPT MKK UNNES, 2004), hlm.26-27.
A B = {x | x A dan x B}. (b) Menentukan Irisan
Menentukan irisan dari dua himpunan sama artinya
dengan mencari anggota persekutuan dari dua himpunan
tersebut.
Contoh:
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
Tentukan (A B)!
Jawab:
(A B) = {1, 3, 5}
(2) Gabungan
(a) Pengertian Gabungan
Gabungan dua himpunan A dan B adalah himpunan
yang tiap anggotanya adalah anggota A atau anggota B,
ditulis:
A B = { x | x A atau x B} (b) Menentukan Gabungan
Menentukan gabungan dua himpunan pada
hakikatnya adalah menuliskan semua anggota kedua
himpunan. Jika terdapat anggota yang sama, maka ditulis
salah satu.
Contoh:
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4,5}
N = {3, 5}
Tentukanlah (M N)!
Jawab:
(M N) = {1, 2, 3, 4, 5}
Selisih dua himpunan A terhadap B, yaitu suatu himpunan
yang anggotanya himpunan A dan tidak merupakan anggota
himpunan B, ditulis:
A – B = { x | x A dan x B} Contoh:
A = {1, 2, 3, 4, 5}
B = {2, 3, 5}
A – B = {1, 4}
(2) Komplemen Himpunan
Komplemen himpunan A adalah suatu himpunan yang
anggotanya selain anggota himpunan A, tetapi masih merupakan
anggota S, ditulis:
Ac = A‟ = {x|x A dan x S} Contoh: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 3, 4, 5, 7}
Maka A‟ = {0, 6, 8}
c. Diagram Venn
Untuk menyatakan himpunan serta hubungan antara himpunan
dapat ditunjukkan dengan menggunakan diagram Venn.
(1) Menggambar Irisan dalam Diagram Venn
Diketahui: A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}
B = {1, 3, 5, 7}
(A B) = {1, 3, 5}
Maka (A B) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
(2) Menggambar Gabungan dalam Diagram Venn
Diketahui: M = {1, 2, 3, 4, 5}
N = {3, 5}
(M N) = {1, 2, 3, 4, 5}
Maka (M N) dapat dinyatakan ke dalam diagram Venn, yakni:
S
(c) Menggambar selisih dalam diagram Venn
Diketahui: N = {1, 3, 5}
M = {3, 5, 7}
(N M) = {1}
Maka (N M) dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni:
S N M A
.2 .4 .1
.6 .3 .5
B
.7
M
.1 .2
(d) Menggambar komplemen dalam diagram Venn
Diketahui: S = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}
A = {1, 2, 4, 5, 7}
A‟ = {0, 3, 6, 8}
Maka A‟ dapat disajikan dalam diagram Venn, yakni: 37
S .0
.6 .3 .8
B. Kerangka Berpikir
Materi himpunan, khususnya mengenai penyajian diagram Venn di MTs NU Al Hidayah masih sulit dipahami oleh peserta didik. Hal ini
disebabkan oleh belum tersedianya alat peraga sebagai pendukung
pembelajaran sehingga berakibat penjelasan guru tidak maksimal.
37 Buchori, et. al., Jenius Matematika untuk SMP/MTs kelas VII, (Semarang: Aneka Ilmu, 2005), hlm. 136-141.
.3 .1 .5
.7
A
.1 .2
Pembelajaran juga hanya menggunakan metode ekspositori sehingga
peserta didik yang kurang memahami materi semakin jenuh dalam
mengikuti proses pembelajaran. Menurut data yang penulis terima, ada
17 dari 38 peserta didik pada satu kelas dalam materi ini yang
mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Materi himpunan ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya himpunan peserta didik yang gemar dengan pelajaran
matematika. Pendekatan yang bisa digunakan untuk lebih
mengkontekstualkan materi adalah model pembelajaran RME. Model
pembelajaran ini akan mengajarkan peserta didik untuk lebih berfikir
nyata, sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami materi.
Pada saat proses pembelajaran berlangsung saat guru
memberikan latihan soal kepada peserta didik, biasanya mereka
memecahkannya sendiri sehingga yang kurang bisa memahami materi
akan semakin kesulitan dalam memecahkan soal. Pendekatan yang bisa
digunakan dalam masalah ini adalah model pembelajaran TPS. Model
pembelajaran ini melatih peserta didik untuk saling berbagi dalam
memecahkan masalah, sehingga peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam memahami materi akan terbantu. Materi himpunan juga
cocok dengan menggunakan model pembelajaran TPS.
Diantara teori belajar adalah teori belajar yang dikemukakan
Albert Bandura Modelling dan Observational Learning. Teori belajar ini masih memandang adanya reward dan punishment. Dalam pembelajaran saat guru menjelaskan materi tentu tidak semua peserta
didik memperhatikan penjelasan dari guru. Dengan penerapan teori ini
peserta didik yang mendapatkan reward akan termotivasi untuk lebih giat dalam belajar, dan peserta didik yang lain akan termotivasi juga
untuk lebih memperhatikan penjelasan dari guru sehingga tidak
pembelajaran berlangsung efektif dan tujuan pembelajaran akan
tercapai.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti perbedaan hasil belajar dan
hasil belajar manakah yang lebih baik antara peserta didik yang
diberikan dengan model pembelajaran RME dan model pembelajaran
TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning. Untuk itu peneliti membagi dua kelas eksperimen.
Selanjutnya sampel diberikan perlakuan, pada kelas eksperimen I
diberikan model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning. Dan kelas eksperimen II
diberikan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning. Setelah berakhir perlakuan
sampel diberikan post test (tes akhir). Untuk mengetahui hasil akhir dilakukan perhitungan statistik dan bantuan software SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences). Dari perhitungan statistik dan
bantuan SPSS diperoleh kesimpulan hipotesis diterima atau ditolak.
C. Kajian Penelitian yang Relevan
Laeliyatul Marzuqoh dalam skripsi yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education) terhadap Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Garis dan Sudut
Semester II Kelas VII MTs Aswaja Bumi Jawa Tegal Tahun Ajaran 2007/2008”, disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika yang diperoleh melalui model pembelajaran RME lebih efektif
dibandingkan dengan pendekatan ekspositori terhadap hasil belajar
peserta didik pada materi Garis dan Sudut kelas VII tahun ajaran
2007/2008.
Rohmat Afendi dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Model RME (Realistic Mathematisc Education) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi
Tahun Pelajaran 2009/2010”, disimpulkan bahwa berdasarkan penelitian tindakan kelas, maka pembelajaran RME dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran
Matematika khususnya materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung.
Ahmad Aunur Rahman dalam skripsi yang berjudul “Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dalam Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Logika Matematika
Semester Genap Kelas X MA NU 06 Cepiring Tahun Pelajaran 2008-2009”, menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran peserta didik dapat berdiskusi secara berpasangan, sehingga peserta didik bekerja
sama secara maksimal. Dengan adanya kerja sama yang maksimal
materi pokok yang diajarkan dapat dikuasai dengan baik. Oleh sebab
itu dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada materi pokok Logika Matematika dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas peserta
didik.
Siti Zahroil Batul dalam skripsi yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Realistic
Mathematics Education (RME) dalam Upaya Peningkatan Hasil
Belajar Peserta Didik Semester Genap Kelas VII A SMP
Muhammadiyah 08 Semarang Tahun Pelajaran 2009-2010 pada Materi Pokok Himpunan”, disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Realistic
Mathematics Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajar pada
pembelajaran materi pokok Himpunan peserta didik semester genap
kelas VII A SMP Muhammadiyah 08 Semarang tahun pelajaran
2009-2010.
D. Rumusan Hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika
peserta didik kelas VII pada materi pokok Himpunan di
MTs NU Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011
dengan menggunakan model pembelajaran RME dan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar
Modelling dan Observational Learning.
H1 : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar matematika peserta
didik kelas VII pada materi pokok Himpunan di MTs NU
Al Hidayah Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011 dengan
menggunakan model pembelajaran RME dan model
pembelajaran TPSmelalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning.
2. Untuk hipotesis rumusan masalah yang kedua:
H0 :
H1 : , adalah rata-rata kelas dengan nilai rata-rata
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen. Metode
eksperimen adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada hubungannya dengan
hipotesis. Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah
Randomized Control Group Postest Only Design. Pendekatan ini dapat
diperluas dengan melibatkan lebih dari satu variabel bebas, misalnya
penelitian tentang metode mengajar. Pada kasus ini,
kesimpulan-kesimpulan mengenai efek diferensial antara metode A dan metode B
dapat dicapai tanpa menggunakan kelompok kontrol.38
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Adapun tempat penelitian di MTs NU Al Hidayah, Jl. Raya Getassrabi
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus.
2. Adapun waktu penelitian di mulai tanggal 13 Januari sampai 13
Februari 2011 (Semester Genap).
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII
MTs NU Al Hidayah Tahun Pelajaran 2010/2011, yang terdiri dari
empat kelas yaitu kelas VII A dengan jumlah 50 peserta didik, kelas VII
B dengan jumlah 47 peserta didik, kelas VII C dengan jumlah 46 peserta
didik, dan kelas VII D dengan jumlah 41 peserta didik. Sesuai dengan
permasalahan penelitian ini maka dibutuhkan dua kelas sampel yaitu kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II, dimana pada kelas eksperimen I
akan diterapkan Model Pembelajaran RME melalui penerapan teori
belajar Modelling dan Observational Learning sedangkan pada kelas eksperimen II diterapkan Model Pembelajaran TPS melalui penerapan
teori belajar Modelling dan Observational Learning.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah cluster
random sampling. Dalam cluster random sampling ini satuan-satuan
sampel tidak lagi terdiri atas individu-individu melainkan dari
kelompok-kelompok individu. 39 Pengambilannya dilakukan secara acak, dari empat
kelas dipilih dua kelas secara acak terpilih kelas B dan kelas D. Dari dua
kelas tersebut diacak untuk menentukan kelas mana yang diperlakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME melalui
penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning dan kelas mana yang diperlakukan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning. Dari pengacakan tersebut terpilih kelas D sebagai
kelas eksperimen I dan kelas B sebagai kelas eksperimen II.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang bervariasi dan menjadi obyek penelitian.40 Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yang terdiri dari model pembelajaran RME melalui penerapan teori belajar Modelling dan Observational Learning (eksperimen I) dan model pembelajaran TPS melalui penerapan teori belajar Modelling
dan Observational Learning (eksperimen II).
39
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almansur , Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, (UIN-Malang Press, 2009), hlm. 154.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar.
E. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ini berkaitan dengan penerapan teori
belajar Modelling dan Observational Learning pada model pembelajaran RME dan model pembelajaran TPS.
Dalam proses pembelajaran penerapan teori belajar Modelling dan
Observational Learning pada model pembelajaran RME mempunyai
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Guru menarik perhatian peserta didik dengan menunjukkan alat
peraga gambar himpunan dalam diagram Venn (Modelling dan
Observational Learning pada tahap perhatian).
b. Guru memberikan soal realistik yang berhubungan dengan materi.
c. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok.
d. Peserta didik mengerjakan soal yang telah diberikan.
e. Melakukan presentasi kelompok dengan perwakilan satu orang tiap
kelompoknya.
f. Guru bersama peserta didik menarik kesimpulan.
g. Guru menunjukkan langkah yang tepat dalam mengerjakan soal.
h. Guru membubarkan kelompok.
i. Guru mencontohkan soal tentang materi.
j. Guru menunjuk salah satu peserta didik untuk mengulangi apa yang
telah dicontohkan (Modelling dan Observational Learning pada tahap retensi).
k. Peserta didik mengerjakan LKS (Modelling dan Observational
Learning pada tahap reproduksi).
l. Guru bersama peserta didik membahas soal yang telah dikerjakan.
n. Guru memberi motivasi peserta didik untuk mempelajari kembali
materi (Modelling dan Observational Learning pada tahap motivasi).
Sedangkan penerapan teori belajar Modelling dan Observational
Learning pada model pembelajaran TPS mempunyai langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Guru menarik perhatian peserta didik dengan menunjukkan alat
peraga gambar himpunan dalam diagram Venn (Modelling dan
Observational Learning pada tahap perhatian).
b. Guru menjelaskan materi.
c. Guru mencontohkan soal tentang materi.
d. Guru menunjuk salah satu peserta didik untuk mengulangi apa
yang telah dicontohkan (Modelling dan Observational Learning pada tahap retensi).
e. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok.
f. Guru memberikan tugas kelompok.
g. Guru memberi kesempatan individu dalam kelompok mencoba
mencoba memikirkan (think) penyelesaian tugas tersebut kira-kira 5 menit.
h. Lanjutkan dengan kerja berpasangan (pair) dalam kelompoknya
(Modelling dan Observational Learning pada tahap reproduksi).
i. Setelah kerja berpasangan lanjutkan dengan diskusi dengan
kelompok masing-masing (share). j. Melakukan presentasi kelompok.
k. Guru bersama peserta didik membahas soal yang telah dikerjakan.
l. Guru memberikan PR.
m. Guru memberikan motivasi untuk mempelajari kembali materi
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan digunakan metode:
a. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran pengamatan.41
Dalam hal ini observasi yang dilakukan adalah untuk memperoleh data
tentang situasi dan proses pembelajaran di MTs NU Al Hidayah
Kudus.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.42
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang nilai
Matematika semester gasal.
c. Metode Tes
Untuk mengukur data serta besarnya kemampuan objek yang
diteliti, digunakan tes. Instrumen yang berupa tes ini dapat digunakan
untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi.43 Tes
yang digunakan dalam penelitian ini berupa post test. d. Metode Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab.44 Metode angket ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana tanggapan guru dan peserta didik terhadap
41Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 76.
42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hlm. 231. 43 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hlm.223.
model pembelajaran yang digunakan, dan untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan model pembelajaran tersebut.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu langkah yang paling menentukan dalam
penelitian karena analisis data berfungsi untuk menyimpulkan hasil
penelitian. Analisis data dilakukan melalui tahap sebagai berikut:
1. Analisis Data Awal
Sebelum peneliti menentukan teknik analisis statistik yang
digunakan terlebih dahulu keabsahan sampel. Cara yang digunakan
dengan uji normalitas dan uji homogenitas:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk menguji apakah data berasal dari populasi yang berada di bawah distribusi normal atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Data yang digunakan adalah data nilai Matematika Semester Gasal kelas VII MTs NU Al Hidayah. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Chi Kuadrat.
Hipotesis yang digunakan untuk uji nomalitas: Ho = data berdistribusi normal
Ha = data tidak berdistribusi normal
Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji normalitas adalah sebagai berikut:
1) Menyusun data dalam tabel distribusi frekuensi.
Menentukan banyaknya kelas interval k dengan rumus:45
2) Menghitung rata- rata(x)46
3) Menghitung variansi dengan rumus:47
)
mengalikan besarnya ukuran sampel dengan peluang atau
luas daerah di bawah kurva normal untuk interval yang
bersangkutan.
6) Menghitung statistik Chi-Kuadrat dengan rumus sebagai
berikut: 2
Oi = Frekuensi yang diperoleh dari data penelitian
Ei = Frekuensi yang diharapkan
k = Banyaknya kelas interval
Kriteria pengujian jika 2hitung ≤ 2tabel dengan derajat kebebasan dk = k– 3 dan taraf signifikan 5% maka data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.49