• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Bahasa Indonesia Manfaat penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Materi Bahasa Indonesia Manfaat penelitian "

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Oleh:

Dra. Dally Indah Kabul

A. SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (Lingua Franca), bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Sebenarnya perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia berlangsung secara perlahan-lahan, tetapi secara terus-menerus. Kalau diperhatikan, bahasa yang dipergunakan dewasa ini tidak sama dengan bahasa Melayu yang dipakai pada zaman Tun Muhammad Sri Lanang, atau pada zaman Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Juga tidak sama dengan bahasa Melayu pada zaman Balai Pustaka.

Pertanyaannya adalah, sejak kapan bahasa Melayu mulai dipergunakan sebagai alat komunikasi? Berbagai batu bersurat (Prasasti) kuno yang ditemukan membuktikan bahwa Bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya, seperti:

1. Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, berangka tahun 683 M. 2. Prasasti Talang Tuo di Palembang, berangka tahun 684 M. 3. Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, berangka tahun 686 M.

4. Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, berangka tahun 688 M.

Keempat prasasti tersebut berisi piagam yang bertuliskan huruf-huruf Sriwijaya yang diturunkan dari huruf Hindu. Bahasa Sriwijaya pada batu bersurat tersebut merupakan bahasa Melayu tertua, berabad-abad lebih tua daripada sisa-sisa bahasa Melayu Kuno, sebagai sisa yang tertua yang pernah ditemukan orang tentang bahasa-bahasa Austronesia. (Mulyana, 1985: 17).

Bahasa Melayu Kuno pada waktu itu tidak dipakai di Pulau Sumatera saja, melainkan juga di Jawa Tengah ditemukan prasasti Gandasuli, yang berangka tahun 832 M, dan di Bogor ditemukan prasasti yang berangka tahun 942 M, yang juga menggunakan Bahasa Melayu Kuno.

Kalau diperhatikan dengan seksama, ternyata dalam prasasti-prasasti tersebut, terdapat kata-kata yang dicetak dengan huruf miring yang masih dipakai sampai sekarang walaupun waktu telah berlalu lebih dari 1.300 tahun.

Pada masa Malaka mengalami masa jaya, abad ke-15, yaitu ketika Malaka menjadi pusat perdagangan, bahasa dan kesusasteraan Melayu pun berkembang pesat. Perkembangannya sangat dipengaruhi oleh agama Islam yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia, Gujarat, dan Pasai, lalu diteruskan oleh orang-orang Malaka ke sebelah timur. Untuk pengembangan agama Islam ini, bahasa Melayulah yang dipakai sebagai bahasa pengantar, kesusasteraan Melayu kemudian banyak dipengaruhi oleh Persia dan Arab. Tahun 1511 Malaka ditaklukan oleh Portugis, kesusasteraan Melayu yang tersimpan di perpustakaan istana musnah terbakar saat penyerbuan Portugis. Tahun 1616 Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka Raja menulis buku Sejarah Melayu, Kesusasteraan dari Johor inilah yang disebut kesusasteraan Melayu dan bahasa yang dipakai ialah bahasa Melayu Johor.

(2)

Buku-bukunya menambah kesusasteraan Melayu dan menghidupkan kembali kesusasteraan Melayu.

Awal abad ke-20 ini, dapat dikatakan awal perkembangan bahasa Melayu menuju ke bahasa Indonesia. Perkembangan ini pada mulanya berjalan agak lambat, tetapi pasti. Banyak hal yang mendorong pesatnya perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Dari sekian banyak faktor yang membantu perkembangan bahasa Melayu itu ialah pergerakan politik.

Berdasarkan petunjuk-petunjuk tersebut dapat dikemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai:

1. Bahasa Kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.

2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antarsuku di Indonesia

3. Bahasa Perdagangan, terutama di tepi-tepi pantai, baik antarsuku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia. 4. Bahasa Resmi kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar-perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Kebangkitan Nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar pengaruhnya dalam memodernkan bahasa Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa Negara.

Bahasa Indonesia perlahan-lahan tetapi pasti berkembang dan tumbuh terus. Pada waktu akhir-akhir ini bahasa Indonesia berkembang pesat sehingga bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern yang kaya kosa kata dan mantap dalam struktur.

B. PERESMIAN NAMA BAHASA INDONESIA

Kata Indonesia pertama kali dilontarkan oleh George Samuel Earl, kebangsaan Inggris, dengan menyebut “Indunesia” untuk menamai gugusan pulau di Lautan Hindia. Namun, para ilmuwan Eropa lebih sering menyebut dengan “Melayunesia”. J.R. Logan, kebangsaan Inggris, dalam majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Volume IV, P. 254, 1850) menyebutkan gugusan pulau di Lautan Hindia dengan

“Indonesian”. Kemudian, Adolf Bastian, kebangsaan Jerman, menggunakan kata

“Indonesia” dalam bukunya Indonesia Order die Inseln des Malaysche Archipel, untuk

menamai pulau yang bertebaran di Lautan Hindia. Sekarang, kata Indonesia dipakai nama sebuah Negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa.

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928, pada saat itu para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Naskah putusan Kongres Pemuda Indonesia 1928 itu berisi tiga butir kebulatan tekad:

1. Pernyataan pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah RI sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah yang disebut Tanah Air Indonesia.

(3)

3. Pernyataan ketiga merupakan pernyataan kebulatan tekad yang menyatakan bahwa kita bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.

Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, maka resmilah bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak pertengahan abad VII itu menjadi Bahasa Indonesia.

Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:

1. Bahasa Melayu sudah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.

2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa Melayu tidak dikenal tingkatan bahasa kasar dan halus seperti bahasa Jawa (ngoko, krama), atau perbedaan bahasa kasar dan lemes seperti bahasa Sunda.

3. Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.

4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.

Bahasa Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Etnologi, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di Timur Laut Sumatera.

C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Seminar Politik bahasa Nasional 1975 telah merumuskan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan. Sedangkan fungsi bahasa ialah peran bahasa yang bersangkutan di dalam masyarakat pemakainya.

Seminar Politik Bahasa Nasional 1999 di Bogor, Jawa Barat, diantaranya menegaskan kembali hasil-hasil seminar Politik Bahasa Nasional 1975 dengan beberapa pengembangan yang dipandang lebih sesuai dengan dinamika dan cara pandang terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Hasil seminar Politik Bahasa Nasional 1999 di Bogor itu dinamai dengan Kebijakan Bahasa Nasional (KBN).

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain bersumber pada ikrar ke-tiga Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

Selain itu, di dalam UUD 1945 tercantum pasal khusus (BAB XV pasal 36 ayat 1) mengenai kedudukan bahasa Indonesia, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia, pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, sesuai dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan kedua, sebagai bahasa Negara, sesuai dengan UUD 1945. Artinya bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu UUD 1945 disahkan sebagai UUD Republik Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai berikut:

(4)

3. Sebagai alat pemersatu berbagai kelompok etnik yang berbeda latar belakang sosial, budaya, dan bahasa; dan

4. Sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai bahasa resmi kenegaraan;

2. Sebagai bahasa pengantar resmi dalam dunia pendidikan mulai tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, termasuk Program Pascasarjana.

3. Sebagai bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan;

4. Sebagai bahasa resmi untuk pengembangan kebudayaan nasional;

5. Sebagai sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern;

6. Sebagai bahasa media massa;

7. Sebagai pendukung sastra Indonesia; dan 8. Sebagai pemerkaya bahasa daerah.

Selain bahasa Indonesia, di Indonesia terdapat bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa daerah. Bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa daerah memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai lambang kebanggaan daerah; 2. Sebagai lambang identitas daerah;

3. Sebagai alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat daerah; 4. Sebagai sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia; dan 5. Sebagai pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia.

Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai pendukung bahasa Indonesia;

2. Sebagai bahasa pengantar pada tingkat SD di daerah tertentu untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan/atau pelajaran lain.

3. Sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia; dan

4. Sebagai pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat daerah.

Selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah, di Indonesia juga terdapat bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing. Bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai alat perhubungan antarbangsa;

2. Sebagai sarana pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan nasional;

3. Sebagai sumber pengembangan bahasa Indonesia, terutama dalam pengembangan tata istilah keilmuan (dalam hal ini terutama bahasa Inggris);

4. Sebagai bahasa keagamaan dan budaya (dalam hal ini terutama bahasa Arab untuk budaya dan agama Islam); dan

5. Jika diperlukan, bahasa-bahasa asing selain Inggris dan Arab juga merupakan sumber pemerkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia.

(5)

kedudukan masing-masing, tetapi dalam fungsinya terdapat saling keterkaitan. Bahasa Indonesia memiliki hubungan timbal balik dengan bahasa daerah, yaitu: bahasa Indonesia berfungsi sebagai pemerkaya bahasa dan sastra daerah, sebaliknya bahasa daerah juga berfungsi sebagai pemerkaya dan pelengkap bahasa Indonesia.

Sedangkan hubungan antara bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa asing, lebih merupakan hubungan searah. Bahasa-bahasa Asing, terutama bahasa Inggris, berfungsi sebagai pemerkaya tata istilah keilmuan dalam bahasa Indonesia.

D. PERAN BAHASA

1. Sebagai unsur dan Pengembang Budaya

Koentjaraningrat (1980: 186-188) dalam bukunya Pengantar Antropologi mengemukakan bahwa wujud kebudayaan ada tiga, yaitu kebudayaan yang berwujud ide, sistem sosial, dan fisik.

Wujud pertama ialah kebudayaan ide yang meliputi gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Tempat kebudayaan ini ada di dalam benak manusia atau dalam alam pikiran masyarakat. Kalau warga masyarakat mengekspresikannya secara tertulis, kebudayaan ini akan menjadi buku-buku. Seiring kemajuan zaman, kebudayaan ini sekarang juga tertuang dalam disket, microfilm, CD, hardisk, flash disk, dll.

Wujud kedua kebudayaan ialah sistem sosial, yakni tindakan-tindakan berpola dari manusia, seperti aktivitas-aktivitas manusia dalam berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat dan tata kelakuan.

Wujud ketiga ialah kebudayaan fisik. Ini merupakan wujud kebudayaan yang paling konkret karena berwujud benda-benda yang dapat diraba, dilihat atau difoto. Yang termasuk kebudayaan ini misalnya: komputer, pabrik, sepeda motor, mobil, gedung-gedung, dll, disamping wujud fisiknya, di sana secara inheren menempel nama atau istilah dari bentuk fisik tersebut. Bentuk-bentuk fisik tersebut juga tersusun oleh bagian-bagian atau komponen dengan sistem tertentu yang kesemuanya juga memiliki atau diberi nama. Nama komponen-komponen itu merupakan kata atau istilah yang tidak lain adalah unsur utama bahasa.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan timbal balik dalam bentuk saling mempengaruhi. Ketika suatu budaya berkembang, bahasa sebagai wahananya juga ikut berkembang. Sebaliknya, perkembangan suatu budaya juga memerlukan peranan bahasa sebagai alat berpikir dalam merumuskan ide atau konsep baru. Penemuan-penemuan di bidang iptek selalu didahului, didasari, atau diilhami oleh penelitian atau penemuan terdahulu yang pengungkapannya tidak dapat lepas dari pemakaian bahasa. Penemuan baru itu dikaji orang berikutnya lagi untuk landasan atau ilham bagi penemuan yang lebih baru lagi, demikian seterusnya. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi sebagai bagian dari budaya tidak lepas dari peran bahasa.

Dilihat dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia tersebut dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia menduduki tempat yang amat penting diantara beratus-ratus bahasa nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu. Pentingnya bahasa Indonesia dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa tersebut untuk sarana ilmu, susastra, dan budaya.

Dipandang dari jumlah penutur, ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah sebagai “bahasa ibu”. Bahasa Indonesia dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (Taman Kanak-Kanak).

(6)

mempunyai latar belakang bahasa yang berbeda, sebagian orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang-orang yang mempunyai latar belakang bahasa Melayu.

Jika dilihat sebagai “bahasa ibu”, tidak banyak orang yang menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi jika dilihat dari jumlah penutur yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, akan kelihatan bahwa bahasa Indonesia itu amat penting kedudukannya. Data ini akan membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah lebih dari 220 juta jiwa, ditambah dengan penutur-penutur yang berada di luar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.

Dipandang dari luas daerah penyebarannya, kedudukan suatu bahasa tertentu ada hubungannya dengan penutur bahasa tersebut. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dipisahkan dari segi penuturnya.

Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah lebih dari 220 juta jiwa itu tersebar di daerah yang luas dari sabang sampai Merauke. Daerah penyebaran ini masih ditambah dengan daerah-daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang, ditambah dengan negara Malaysia, Brunai Darussalam, bahkan Jerman. Luas daerah penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka jurusan bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.

Sejalan dengan jumlah penutur dan luas daerah penyebarannya, pemakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra, dapat pula dijadikan ukuran penting atau tidaknya bahasa tersebut. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah, seperti bahasa Using di Banyuwangi, misalnya, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dipakai sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra.

Tentang susastra, bahasa Using kaya dengan macam-macam jenis susastranya, walaupun hanya terbatas dalam susastra lisan. Susastra Using telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah Banyuwangi. Dengan demikian, bahasa Using dapat dikatakan sangat penting di bidang susastra Using.

Tentang budaya, bahasa Using telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, menari, berpantun (wangsalan).

Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Using belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Banyuwangi memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Using. Hal ini membuktikan bahwa, bahasa Using, bahkan bahasa-bahasa daerah lainnya belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu pengetahuan.

Ketiga hal di atas, dapat dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan baik dan sempurna. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat penting kedudukannya di masyarakat dan semua kehidupan manusia Indonesia.

2. Sebagai Sarana Berkomunikasi dan Alat Berpikir

Para ahli bahasa sepakat bahwa alat komunikasi yang paling utama dalam kehidupan manusia adalah bahasa. Dengan bahasa manusia bergaul, bertegur sapa, berbicara, bahkan berdebat dengan sesamanya. Dengan bahasa manusia mewarisi dan mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya pada umumnya. Dengan bahasa manusia mengekspresikan perasaannya. Dengan bahasa pula manusia menyampaikan ide, gagasan, dan pikiran-pikirannya.

(7)

3. Sebagai Bahasa dan Logika dalam Komunikasi

Sebagai makhluk yang berakal budi manusia tidak dapat lepas dari kegiatan berpikir. Dalam keadaan sendiri manusia berpikir tentang apa yang akan dibicarakan atau dikerjakan kelak ketika bertemu dengan seseorang, atau kelak ketika datang situasi kondisi tertentu. Ketika bertemu sesama manusia, ia terus berpikir dan mengkomunikasikan hasil pikirannya. Bahkan bisa jadi kedua belah pihak saling diam, tetapi dalam benaknya tetap saja berpikir atau berkata-kata.

Sebagai alat berpikir, bahasa tidak lepas dari logika atau penalaran. Logika atau penalaran merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan evidensi-evidensi menuju suatu rangkaian, inferensi, atau simpulan yang mengandung nilai kebenaran. Baik tidaknya atau benar tidaknya suatu ekspresi bahasa (kalimat, paragraf, wacana) salah satunya terletak pada kesesuainnya dengan nilai-nilai kebenaran berdasarkan akal sehat, hukum sebab-akibat, fakta-fakta, atau hukum-hukum alam.

4. Sebagai Bahasa dalam Matematika

Matematika sebagai ilmu yang mempelajari sifat atau perilaku dan hubungan antarbilangan memiliki peran penting dalam penyusunan kalimat-kalimat bernalar. Pemahaman yang baik terhadap matematika akan sangat membantu dalam menyusun evidensi-evidensi kuantitatif menjadi suatu rangkaian, inferensi, atau simpulan yang masuk akal.

Contoh:

1. Kuliah bahasa Indonesia dimulai pukul 13.40 – 14.40. => Kuliah berlangsung 1 jam.

=> Kuliah berlangsung mulai pukul satu lebih empat puluh menit sampai pukul dua lebih empat puluh menit.

(8)

Latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat!

1. Dalam Kebijakan Bahasa Nasional dikukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Ada berapakah kedudukan bahasa Indonesia itu? Jelaskan secara rinci!

2. Bahasa Indonesia disebut juga sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara. Jelaskan perbedaan penfsiran kedua istilah tersebut.

3. Bagaimanakah tafsiran Anda tentang bahasa Indonesia merupakan alat yang memungkinkan penyatuan berbagai kelompok etnik di Indonesia?

4. Apakah yang dimaksud dengan “bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar resmi di dunia pendidikan pada tingkat permulaan SD di beberapa daerah tertentu”?

5. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Beri contoh pernyataan tersebut.

6. Menurut pemahaman Anda, apakah yang dimaksud dengan “bahasa ibu”? 7. Jelaskan hubungan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia!

8. Apa sajakah fungsi bahasa-bahasa yang berkedudukan sebagai bahasa asing bagi bahasa Indonesia?

9. Apa yang dimaksud dengan bahasa Melayu sebagai akar dari bahasa Indonesia.

10. Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan manusia menjadi tiga. Mengapa dan apa sajakah wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat tersebut?

(9)

BAB II

EJAAN DAN PUNGTUASI

A. EJAAN

Gagasan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka lebih mudah atau lebih cepat dipahami daripada secara tertulis. Hal ini disebabkan dalam bahasa lisan faktor gerak gerik, mimik, intonasi, irama, jeda, serta unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut memperlancar. Unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak terdapat di dalam bahasa tulis. Ketiadaan itu menyulitkan komunikasi dan memberikan peluang untuk kesalahpahaman. Disinilah ejaan dan pungtuasi (tanda-tanda baca) berperan sampai batas-batas tertentu, menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas gagasan atau pesan.

Perhatikan contoh berikut!

1. gejala hepatitis c kronis biasanya ringan atau bahkan tidak ada gejalanya sehingga banyak penderita selama bertahun-tahun tidak menyadari kalau dirinya mengidap hepatitis c berbagai gejala dan keluhan muncul justru ketika sudah masuk ke tahap sirosis atau kanker hati gejala yang acap terjadi diantaranya lemah perasaan kurang enak pada ulu hati kadang bengkak pada perut atau tungkai dan berat badan menurun cepat tidak jarang pula penderita muntah darah setelah mengonsumsi obat penghilang nyeri atau demam setelah makan makanan yang merangsang atau mengonsumsi minuman beralkohol

2. Gejala hepatitis C kronis biasanya ringan atau bahkan tidak ada gejalanya sehingga banyak penderita selama bertahun-tahun tidak menyadari kalau dirinya mengidap hepatitis C. Berbagai gejala dan keluhan muncul justru ketika sudah masuk ke tahap sirosis atau kanker hati. Gejala yang acap terjadi diantaranya lemah, perasaan kurang enak pada ulu hati, kadang bengkak pada perut atau tungkai, dan berat badan menurun cepat. Tidak jarang pula penderita muntah darah setelah mengonsumsi obat penghilang nyeri atau demam, setelah makan makanan yang merangsang, atau mengonsumsi minuman beralkohol.

Dapat dilihat bahwa tulisan yang sudah diberi pungtuasi dan diperbaiki ejaannya, lebih cepat dipahami. Itulah sebabnya, unsur ejaan dan pungtuasi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam tulis menulis.

B. MACAM-MACAM EJAAN DI INDONESIA

1. Ejaan Van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan Van Ophuijsen adalah sbb.:

a. Huruf (j) untuk menuliskan kata jang, pajah, sajang (yang, payah, sayang). b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer (guru, itu, umur).

(10)

2. Ejaan Republik/Soewandi

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Rupublik. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.

a. Huruf oe diganti dengan u

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2

d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata dasar yang mengikutinya.

3. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Mulyana dan Syech Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Karena pergolakan politik selama bertahun-tahun berikutnya diurungkanlah peresmian ejaan ini.

4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57, tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan adalah sebagai berikut. 1) Perubahan huruf:

2) Huruf-huruf di bawah ini yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya:

f maaf, fakir

(11)

5) Kata ulang ditulis lengkap dengan huruf, tidak boleh menggunakan angka 2.

Ejaan ini berbicara tentang (1) pemakaian huruf, (2) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, (5) pemakaian tanda baca.

C. PEMAKAIAN HURUF

Pemakaian huruf sangat penting dalam penulisan. Supaya kita dapat memahami pemakaian dan penulisan huruf dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, maka bacalah dengan cermat Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bagian I, halaman 15-19.

D. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING

Dalam bahasa Indonesia dikenal huruf kapital dan huruf miring yang penggunaannya sangat penting dalam tulis-menulis. Untuk memahami pemakaian huruf kapital dan huruf miring ini pelajari dengan cermat Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bagian II, halaman 20-26.

E. PENULISAN KATA

Kalau sudah memahami benar cara pamakaian dan penulisan huruf, selanjutnya kita akan mempelajari penulisan kata. Penulisan kata ini sangat penting dalam bahasa Indonesia, karena kita berbahasa tentu menggunakan kata. Dalam berbahasa seringkali kata dasar itu mengalami perubahan karena mungkin mendapat imbuhan, mungkin diulang dan mungkin digabung dengan kata lain. Untuk memahami seluk-beluk penulisan kata ini dengan tepat, pelajari dengan cermat Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan bagian III, halaman 27-39.

F. PENULISAN UNSUR SERAPAN

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur pelbagai bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan ini ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapan maupun penulisannya, dan ada yang belum sepenuhnya disesuaikan.

Bagaimana kaidah yang berlaku bagi unsur serapan ini? Pelajari Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bagian IV, halaman 40-52.

G. PEMAKAIAN TANDA BACA

Suatu hal yang sering diabaiakan dalam penulisan adalah tanda baca. Banyak sekali pemakai bahasa yang kurang mengindahkan tanda baca ini. Padahal, tanda baca ini sangat berperan dalam penulisan. Adanya tanda baca, dapat membantu pembaca memahami suatu tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak adanya tanda baca akan menyulitkan pembaca memahami suatu tulisan, bahkan mungkin dapat mengubah pengertian dari suatu kalimat.

Mengingat pentingnya tanda baca ini, dan agar kita dapat menggunakannya secara tepat, maka pelajari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, bagian V, halaman 53-68.

(12)

Latihan

I. Pilihlah jawaban yang paling benar!

1. a. Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma, dikarang oleh Idrus’ b. Dari Ave Maria ke jalan lain ke Roma, dikarang oleh Idrus. c. Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, dikarang oleh Idrus. d. Dari ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma, dikarang oleh Idrus.

2. a. Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah bahasa Using. b. Salah satu Bahasa di Banyuwangi adalah bahasa Using. c. Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah Bahasa Using. d. Salah satu bahasa di Banyuwangi adalah bahasa-Using.

3. a. Kita merayakan hari proklamasi kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. b. Kita merayakan hari Proklamasi Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. c. Kita merayakan hari proklamasi Kemerdekaan setiap tanggal 17 agustus. d. Kita merayakan hari Proklamasi kemerdekaan setiap tanggal 17 agustus.

4. a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945.

b. Undang-Undang dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945. c. Undang-undang dasar Republik Indonesia adalah UUD 1945. d. Undang-undang dasar republik Indonesia adalah UUD 1945.

5. a. Saya sangat mengagumi haji Agus Salim. b. Saya sangat mengagumi Haji Agus Salim. c. Saya sangat mengagumi haji Agus salim. d. Saya sangat mengagumi haji agus salim.

6. a. Tahun ini ia akan naik Haji ke kota Mekkah. b. Tahun ini ia akan naik Haji ke Kota Mekkah. c. Tahun ini ia akan naik haji ke Kota Mekkah. d. Tahun ini ia akan naik haji ke kota Mekkah.

7. a. Balasan surat Bapak sudah saya terima. b. Balasan surat bapak sudah saya terima. c. Balasan surat Bapak sudah Saya terima. d. Balasan surat bapak sudah Saya terima.

8. a. Prof. Dr. H. Hs. Tanamas. b. Prof. DR. H. Hs. Tanamas. c. Prof. Dr. H. Hs Tanamas. d. Prof. Dr. H. Hs, Tanamas.

9. a. Kapal itu menuju Eropa melalui terusan Suez. b. Kapal itu menuju Eropa melalui terusan suez. c. Kapal itu menuju eropa melalui terusan Suez. d. Kapal itu menuju Eropa melalui Terusan Suez.

(13)

d. Hal ini sudah tercantum dalam Undang-undang Dasar.

II. Pilihlah jawaban yang paling benar!

1. a. Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta pora itu. b. Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta-pora itu. c. Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pestapora itu. d. Bermacam-macam hidangan disajikan dalam pesta dan pora itu.

2. a. Jangankan emas, besi pun ia tak punya. b. Jangankan emas, besipun ia tak punya. c. Jangankan emas, besi-pun ia tak punya. d. Jangan-kan emas, besi pun ia tak punya.

3. a. Walaupun sakit, ia tetap kuliah. b. Walau pun sakit, ia tetap kuliah. c. Walau-pun sakit, ia tetap kuliah. d. Walaupunsakit, ia tetap kuliah.

4. a. Mereka masuk ruangan satu per satu. b. Mereka masuk ruangan satu persatu. c. Mereka masuk ruangan satu-persatu. d. Mereka masuk ruangansatu per-satu.

5. a. Pertandingan antar fakultas akan diadakan semester depan. b. Pertandingan antar fakultas akan di adakan semester depan. c. Pertandingan antarfakultas akan diadakan semester depan. d. Pertandingan antar-fakultas akan diadakan semester depan.

6. a. Abad ke 10.

b. Abad ke-10.

c. Abad ke-X.

d. Abad ke X.

7. a. Rumah sakit-umum itu terletak di simpang empat. b. Rumah sakit umum itu terletak di simpang empat. c. Rumah-sakit-umum itu terletak di simpang empat. d. Rumah sakit-umum itu terletak di simpang empat.

8. a. Rapat itu diikuti oleh bupati se Indonesia. b. Rapat itu diikuti oleh bupati se-Indonesia. c. Rapat itu diikuti oleh bupati Se Indonesia. d. Rapat itu diikuti oleh bupati Seindonesia.

9. a. Semua pembayaran di pabrik itu dengan kwitansi. b. Semua pembayaran di pabrik itu dengan kwitantie. c. Semua pembayaran di pabrik itu dengan kuitansi. d. Semua pembayaran di pabrik itu dengan quitansi.

(14)

III. Berilah tanda baca pada penggalan wacana di bawah ini!

1. Terdapat beberapa macam ikan buntal, diantaranya Balistapus undulates, Ostracion lentiginosus, dan Sphearoides cephalus. Sebagian anggota keluarga ikan buntal memiliki kulit berwarna gelap, dengan corak bentol-bentol, seolah menegaskan bahwa dirinya beracun dan bukan mangsa yang lezat. Sebagian yang lain punya kemampuan menyesuaikan warna kulitnya dengan lingkungan tempat ia tinggal, seperti yang dimiliki bunglon. Ukuran tubuhnya bervariasi mulai dari 2,5 cm sampai 60-an cm. Racun ikan ini terutama tersimpan di bagian jerohannya, yaitu di hati, indung telur ,dan ginjal. Sebagian racun tersimpan di bagian luar, misalnya, kulit dan mata.

(15)

BAB III

yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan huruf. Fonem-fonem itu membentuk suku kata, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Cara seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa disebut lafal.

Unsur suprasegmental merupakan unsur kalimat yang berupa intonasi yang terdiri atas tekanan, nada, dan jeda. Tekanan berupa panjang pendek, keras lemahnya bagian-bagian ujaran tertentu. Tekanan dalam bahasa-bahasa tertentu bersifat fonemis, artinya dapat membedakan makna kata. Misalnya, dalam bahasa Arab, /la/ artinya ‘sungguh’, sedangkan /la/ artinya ‘tidak’. Dalam bahasa Indonesia tekanan tidak bersifat fonemis, artinya tidak berfungsi sebagai pembeda makna kata. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa tekanan tidak penting. Pemberian tekanan harus mengikuti pola-pola yang lazim.

Di samping itu, tekanan juga berfungsi untuk menandai bagian-bagian yang dipentingkan, yang dalam bahasa tulis ditandai dengan huruf bergaris bawah, huruf miring, atau huruf tebal.

Nada ialah naik turun atau tinggi rendahnya suara dalam pelafalan kalimat. Nada tinggi biasanya dipakai oleh orang yang sedang marah, nada rendah dipakai oleh orang yang sedang bersedih. Nada juga memiliki peranan penting dalam pemberian isi/jenis kalimat. Kalimat berita menggunakan nada akhir menurun, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan titik ( . ); kalimat perintah pada umumnya menggunakan nada mendatar, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru ( ! ); dan kalimat tanya pada umumnya menggunakan nada akhir naik, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya ( ? ).

Jeda merupakan kesenyapan-kesenyapan antarbagian ujaran yang mengisyaratkan batas-batas satuan ujaran itu. Kesenyapan-kesenyapan itu dapat membatasi kata, frasa, klausa, atau kalimat. Dalam bahasa tulis kesenyapan dilambangkan dengan spasi yang kadang-kadang diperjelas dengan garis miring ( / ), tanda koma ( ,), titik koma ( ; ), tanda hubung ( - ), ataupun tanda pisah ( -- ).

Secara fungsional unsur-unsur segmental kalimat mengemban suatu fungsi, apakah sebagai subjek ( S ), predikat ( P ), objek ( O ), ataupun keterangan ( K ). Sebuah kalimat lengkap minimal harus ada S dan P, dan intonasinya menunjukkan adanya intonasi selesai. Kalimat yang secara segmental tidak lengkap, maka secara suprasegmental terasa juga ketidaklengkapan itu. Kalimat yang lengkap intonasinya terasa selesai, sedangkan kalimat yang tidak lengkap intonasinya terasa tidak selesai.

Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam-macam latar belakang penuturnya mau tidak mau melahirkan sejumlah ragam bahasa. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan fungsi, kedudukan serta lingkungan yang berbeda-beda. Adapun ragam bahasa Indonesia (menurut sarananya) adalah sebagai berikut:

1. Ragam lisan dan ragam tulis; 2. Ragam baku dan ragam tidak baku; 3. Ragam baku tulis dan ragam baku lisan;

(16)

1. Ragam Lisan dan Ragam Tulis

Bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda dengan ragam tulis. Ragam tulis bukan merupakan pengalihan ragam lisan ke dalam bentuk tulisan (huruf). Tidak semua ragam lisan dapat dituliskan, dan tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis, demikian juga sebaliknya. Kaidah-kaidah tersebut adalah:

1. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, lawan berbicara berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis lawan bicara tidak harus ada di depan pembicara. Dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti SPO tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan bahasa yang digunakan didukung oleh gerak, mimik, intonasi, dan jeda. Sedangkan ragam tulis harus lebih jelas dan lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki orang yang diajak berbicara mengerti isi tulisannya. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku, majalah, dan surat kabar.

2. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan berlaku waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar ruang tersebut. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di luar negeri. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 2000, misalnya, akan dapat dipahami dan dibaca oleh orang-orang yang hidup di tahun 2015, dan seterusnya. Hal ini dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam tulis. 3. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendah dan panjang pendeknya suara,

sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf atau unsur-unsur suprasegmental. Jika dalam ragam tulis unsur segmental kalimat itu lengkap, maka unsur suprsegmentalnya pun akan terasa lengkap pula.

2. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.

Ragam baku ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Kemantapan Dinamis

Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata riang, misalnya, dibubuhi awalan pe- akan terbentuk kata periang. Kata rasa dibubuhi awalan pe-akan terbentuk kata perasa. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi awala pe- akan terbentuk kata perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Demikian juga, bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa Indonesia.

(17)

2. Cendekia

Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah). Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam benak pembicara atau penulis.

3. Seragam

Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang, misalnya, dianjurkan untuk memakai istilah pramugari dan pramugara, bukan steward atau stewardess.

Bahasa baku merupakan salah satu variasi bahasa yang pada umumnya mengacu pada bahasa orang terdidik/terpelajar dalam situasi resmi/formal baik lisan maupun tulis dengan tidak menampakkan ciri kedaerahan atau asing. Bahasa baku merupakan variasi bahasa yang layak digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:

* komunikasi resmi, misalnya surat resmi atau surat dinas, pengumuman resmi, perundang-undangan;

* wacana teknis, misalnya, laporan penelitian, makalah (kertas kerja), buku keilmuan, tesis, disertasi;

* pembicaraan di muka umum, misalnya, memberi pelajaran, memberi perkuliahan, rapat dinas, konferensi, kongres, pidato kenegaraan;

* pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya, dengan atasan, pejabat, guru/dosen, dan dengan orang yang baru dikenal.

Fungsi Ragam Baku 1. Fungsi Pemersatu

Bahasa baku berhubungan dengan semua penutur berbagai dialek bahasa. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur dengan seluruh masyarakat.

2. Fungsi Pemberi Kekhasan

Fungsi yang diemban bahasa baku membedakan bahasa itu dengan bahasa lain. Fungsi ini memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahkan bahasa Indonesia dianggap sudah jauh berbeda dengan bahasa Melayu Riau-Johor yang menjadi induknya.

3. Fungsi sebagai Kerangka Acuan

(18)

3. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan

Dalam kehidupan berbahasa, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh karena itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Demikian pula pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan pengadaan kamus.

Sedangkan ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapannya. Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

Bahasa baku lisan dapat diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Bahasa Indonesia baku lisan menggunakan lafal, tekanan, dan intonasi yang sesuai dengan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan tidak menampakkan sifat asing atau kedaerahan. Bahasa yang lafal, tekanan, atau intonasinya menampakkan ciri asing atau kedaerahan dapat dikategorikan sebagai bahasa lisan yang tidak baku.

2. Bahasa baku lisan menggunakan penempatan jeda-jeda yang sesuai dengan satuan-satuan makna/sintaksisnya. Penempatan jeda yang tidak sesuai dengan satuan-satuan makna/sintaksisnya menjadikan kalimat terasa janggal.

3. Dalam tata tulis sebagai representasi dari pelafalan, bahasa lisan baku berpedoman pada EYD dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

4. Bahasa baku lisan menggunakan kata-kata yang dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan menghindari pemakaian kata-kata pergaulan, kata-kata yang bersifat kedaerahan dan kata-kata asing yang tidak semestinya baik dari segi penggunaan maupun pelafalannya.

5. Bahasa baku lisan menghindari pemakaian bentuk-bentuk kebahasaan yang menyimpang dari kaidah baik morfologi maupun sintaksisnya.

4. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional/Profesional

Baik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubung-hubungkan dengan tinggi rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasyarakan yang rendah.

(19)

Perhatikan contoh berikut:

1. Ragam Keilmuan/Teknologi

Jika Anda menggunakan produk-produk Microsoft lainnya seperti Microsoft Word, Microsoft Exel, atau Microsoft Access, terdapat tindakan mengoptimalkan kegiatan harian yang dapat dilakukan dengan program-program ini melalui fasilitas makro. Jika Anda perhatikan dengan seksama, micro ini merupakan pemrograman yang dikhususkan untuk program aplikasi tersebut. Sintaksis bahasa Basic digunakan dalam pemrograman ini atau juga disebut dengan Visual Basic for Application (VBA). Dengan demikian, jika Anda telah mengenal Visual Basic, Anda akan dengan mudah untuk melakukannya pemrograman menggunakan aplikasi-aplikasi ini.

2. Ragam Kedokteran

Hepatitis C sudah ada sejak dulu, hanya belum diketahui genome virus penyebabnya. Para peneliti pun memasukkannya sebagai hepatitis non-A, non-B, karena pada waktu itu orang baru mengenal adanya virus hepatitis A dan B saja.Virus hepatitis C merupakan virus yang berkembang biak di sel hati dan dikeluarkan ke dalam darah. Jadi, virus ini menyebar dan menular melalui kontak darah dan produk-produk darah.

3. Ragam Hukum

1. Barang siapa dengan sengaja tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

4. Ragam Keagamaan

Hai orang-orang yang beriman (kepada rasul-rasul sebelum Muhammad), taqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan dua bahagian dari rahmat-Nya kepadamu dan Dia menjadikan untukmu cahaya yang kamu berjalan dengannya dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

5. Ragam Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Setelah membicarakan masalah baku dan nonbaku, perlu pula membicarakan bahasa yang baik dan benar. Penentuan atau kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar itu tidak jauh berbeda dari apa yang kita katakan sebagai bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah “Benar” suatu kata itu. Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat.

(20)

Perhatikan contoh:

1. Kuda makan rumput.

Kalimat ini benar karena memenuhi kriteria sebuah kalimat secara struktur, yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan). dan ada objek (rumput). Kalimat ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. lain halnya dengan kalimat di bawah ini.

2. Rumput makan kuda.

Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan), dan ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna kalimat ini tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.

Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang benar ialah aktivitas karena diserap dari kata activity. Kata persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban.

Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika kita menggunakan kata menugasi, tetapi pada waktu lain kita menggunakan kata memerintahkan, meminta bantuan, mempercayakan, dsb.

Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang mengandung kaidah yang benar, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.

***$$$***

Latihan!

(21)

2. Bagaimana pendapat Anda tentang bahasa baku dan bahasa tidak baku?

3. Bagaimana pula pendapat Anda tentang ucapan orang yang menyatakan bahwa ragam tulis itu adalah pengalihan ragam lisan ke dalam huruf?

4. Coba Anda berikan contoh ragam bahasa lisan!

5. Coba Anda berikan contoh ragam profesional, seperti bahasa dalam lingkungan kehakiman, ketentaraan, dan keolahragaan, serta ragam bahasa menurut fakultas Anda!

6. Coba Anda perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini. Cendekia atau tidakkah kalimat tersebut? Kalau kalimat itu tidak cendekia, coba perbaiki kalimat itu!

a. Sebelum bertindak, pemimpin bank yang terkenal itu mencoba melakukan pendekatan kekeluargaan.

b. Ia menerima uang dari kami sebanyak dua puluh lima ribuan.

(22)

BAB IV

DIKSI DAN DEFINISI

A. DIKSI (PILIHAN KATA)

Gagasan, pikiran, atau konsep dalam bahasa manapun selalu diwujudkan dalam bentuk kata atau rangkaian kata-kata. Karena itu, untuk dapat menguasai suatu bahasa, seseorang harus menguasai sejumlah kata-kata di dalam bahasa tersebut. Dalam pelaksanaannya, kata-kata itu tidak dipergunakan secara lepas, melainkan di dalam ikatan kalimat. Lain dari itu, kata-kata tidak dapat dipergunakan secara sewenang-wenang, ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Sebagai unsur bahasa, kata-kata terdapat kelemahan, yaitu kerap kali dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. Karena itu, harus berhati-hati dalam menggunakan kata-kata, terutama di dalam tulisan. Jika tidak, maka mungkin terjadi kesalahpahaman, karena tafsiran pembaca berbeda dengan apa yang dimaksud oleh penulis.

Sehubungan dengan syarat ketepatan itu, perlu diingat lagi bahwa penulisan yang dipelajari melalui mata kuliah bahasa Indonesia ini ialah penulisan karangan formal (ilmiah). Di dalam karangan formal kata-kata yang dipergunakan harus formal bentuknya dan dipergunakan secara ajeg (konsisten), artinya dengan cara penulisan dan makna yang tetap dan jelas.

Sehubungan dengan syarat ketepatan itu, kerapkali kita harus menjelaskan makna kata yang dipakai. Untuk menjelaskan makna suatu kata, ada beberapa cara. Pertama, dengan menunjukkan benda yang dilambangkan kata itu. Jika seorang anak kecil bertanya kepada kita apa arti “kuda” misalnya, tentunya kita tidak akan memberikan uraian panjang lebar mengenai kuda. Cara yang paling tepat ialah menunjukkan gambar kuda atau membawa anak tersebut ke kebun binatang. Beberapa cara lain untuk menjelaskan makna kata ialah dengan memberikan kata lain, menerjemahkan, atau memberikan definisi.

Kata merupakan salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting. Dengan kata-kata manusia dapat berpikir, menyatakan perasaan, serta gagasan. Dengan kata-kata-kata-kata manusia menjalin persahabatan, dua bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan kerja sama. Tetapi sebaliknya, dengan kata-kata pula mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan dimulai.

Suatu karangan merupakan media komunikasi antara penulis dan pembaca. Akan tetapi, komunikasi tersebut hanya akan berlangsung dengan baik selama pembaca mengartikan kata/rangkaian kata-kata sesuai dengan maksud penulis. Jika pembaca mempunyai penafsiran yang berbeda dengan maksud penulis tentang kata/kata-kata yang dipakai, maka komunikasi itu akan terputus. Terjadilah salah paham, kesenjangan komunikasi, dan sebagainya yang mungkin juga pernah kita alami. Karena itu, berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan dalam tulisan nantinya.

Dalam memilih kata-kata ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu persyaratan ketepatan dan kesesuaian. Tepat artinya, kata-kata yang dipilih dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan penulis. Di samping itu, ungkapan itu harus dapat dipahami oleh pembaca dengan tepat; artinya, tafsiran pembaca sesuai dengan apa yang dimaksud penulis. Kesesuaian artinya menuntut kecocokan antara kata-kata yang dipakai dengan kesempatan dan keadaan pembaca.

Untuk memenuhi persyaratan ketepatan dan kesesuaian di dalam pemilihan kata, perlu diperhatikan:

(23)

b. kaidah kalimat c. kaidah sosial

d. kaidah karang-mengarang

Dengan kata lain, agar dapat memilih kata dengan tepat pertimbangkan dengan cermat apa gagasan yang ingin Anda kemukakan, kepada siapa, dalam situasi bagaimana, dengan tujuan apa, dan dalam rangka apa.

a. Kaidah Makna

Kata merupakan lambang objek, pengertian atau konsep. Hubungan antara suatu kata sebagai lambang dengan objek, konsep, atau makna yang didukungnya dapat digambarkan sebagai berikut.

Kata adalah apa yang kita ucapkan atau kita dengar. Kalau kita mendengar/membaca suatu kata, dalam benak kita timbul gambaran. Bagi kita gambaran itu merupakan makna kata tersebut.

Perlu dikemukakan bahwa referensi seseorang pada tiap individu mungkin berbeda, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing.

Makna kata dapat diartikan pula sebagai hubungan antara bentuk dengan hal atau barang yang diwakilinya. Kata kursi, misalnya, adalah bentuk, sedangkan tempat duduk (benda) yang biasanya menjadi pasangan dari meja adalah barang yang diwakilinya. Makna kata yang berkaitan dengan hal, orang, atau benda/barang yang diwakili (referen) disebut dengan makna referensial. Sebaliknya, makna kata yang berkaitan dengan konteksnya (kalimatnya) disebut makna kontekstual. Perhatikan kata kursi seperti dalam kalimat di bawah ini.

1) Ruang sidang DPR itu diisi dengan kursi yang empuk buatan luar negeri. 2) Sidang DPR memperebutkan kursi ketua diwarnai dengan kericuhan.

Makna kata dapat dibedakan atas makna leksikal dan makna gramatikal (lazim disebut nosi). Makna leksikal adalah makna yang dikandung oleh suatu kata atau makna menurut kamus (makna kata secara lepas). Kata pencuri dalam kamus dijelaskan artinya adalah maling. Jadi, secara leksikal, arti kata pencuri adalah maling. Makna gramatikal adalah makna kata menurut tatabahasa . Kata pencuri terbentuk dari kata dasar curi yang mendapat awalan pen-. Salah satu nosi atau

Gambaran yang ditimbulkan oleh kata tersebut (referensi)

“Rumah”

(simbol) benda / konsep yang

(24)

makna awalan pen- adalah orang yang melakukan perbuatan yang tersebut dalam kata dasarnya.

Makna gramatikal dibedakan menjadi dua macam, yaitu makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif. Makna denotatif ialah makna harfia, makna pokok, makna objektif, makna referensial. Makna konotatif adalah makna tambahan, makna subjektif, makna yang timbul sebagai akibat adanya kaitan pikiran yang menimbulkan nilai rasa kata pada makna pokok (makna kias/tautan). Kata hijau, misalnya, berdenotasi salah satu spektrum warna yang kita kenal, tetapi kata hijau juga menyarankan pengertian daun yang masih segar, belum kering, dan mengaitka pikiran kita kepada orang yang masih muda, belum dewasa.

Dua kata yang berdenotasi sama, juga bisa berbeda konotasinya. Kata hamil dan bunting, misalnya, keduanya berdenotasi sama, yaitu mengandung. akan tetapi, konotasi kedua kata tesebut berbeda. Kata hamil memiliki arti yang lebih netral bahkan memberikan kesan lebih hormat, lebih halus atau lebih tinggi derajadnya daripada kata bunting yang memiliki kesan lebih rendah.

Agar dapat mencapai ketepatan dalam pemilihan kata dari segi makna, kita perlu:

1. Membedakan Kata Denotasi dan Kata Konotasi.

Kata denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan maknanya, ada tidaknya makna tambahan atau nilai rasa pada kata itu. Jika hanya pengertian dasar yang kita inginkan, kita gunakan kata-kata yang bersifat denotatif. Jika kita memerlukan reaksi emosional tertentu, kita perlu memilih kata yang bersifat konotatif.

Nilai suatu kata ditentukan oleh masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Nilai itu mungkin bersifat positif (tinggi, menyenangkan, baik, sopan, sakral), atau negatif (rendah, menjengkelkan, kotor, porno). Kata-kata seperti karyawan, karya, dan wisma, dinilai tinggi sedangkan kata-kata seperti buruh, mampus, tampang, dan gubuk, dihubungkan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan atau tidak baik (rendah).

Nilai kata dapat bersifat perseorangan. Kata surat, yang bagi kebanyakan orang tidak bernilai apa-apa (denotatif) tapi bagi seseorang mungkin mengandung nilai negatif. Hal ini sesuai dengan pengalaman pribadinya. Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi sosial. Agar dapat menyatakan gagasannya dengan tepat, seorang penulis harus dapat memilih kata dengan konotasi yang tepat. Kata-kata istilah ilmu tidak terikat nilai (bebas nilai), kata inilah yang disebut dengan konotasi sosial kata.

Makna mana yang akan dipilih dalam tulisan? Ini tergantung pada tujuan dan sifat tulisan itu. Jika ingin memaparkan suatu pembahasan ilmiah mengenai suatu masalah, maka tulisan itu akan menggunakan kata-kata yang bersifat denotatif. Tetapi, jika ingin membuat suatu sajak atau iklan, maka tulisan itu akan lebih banyak menggunakan kata-kata dengan makna konotatif.

Contoh:

a. Panjang tangan anak itu hanya 37 cm (denotatif). b. Hati-hati anak itu panjang tangan (konotatif).

c. Bibit bunga anggrek itu didapat dari desa (denotatif).

(25)

2. Membedakan Kata-Kata yang Bermakna Sama/ Hampir Sama.

Sesungguhnya tidak ada dua kata yang benar-benar sama/sinonim. Antara kata-kata yang bersinonim itu selalu saja ada perbedaannya walaupun kecil. Perbedaan itu bisa berupa perasaan (nilai rasa) kata, dan bisa juga berupa makna dari lingkungan yang dimasuki oleh kata tersebut (kolokasi).

Contoh:

a. Kemarin nenekku meniggal dunia.

(tidak dapat digantikan dengan kata mati, gugur). b. Angin bertiup sepoi-sepoi bahasa terasa segar di badan.

(tidak bisa diganti dengan kata badai, bayu). c. Laki-laki tua itu sangat kesepian.

(tidak bisa digantikan dengan kata kesunyian).

3. Mencermati Kata Abstrak dan Kata Konkret.

Kata-kata abstrak ialah kata-kata yang mempunyai referen berupa konsep, sedangkan kata-kata konkret mempunyai referen berupa objek yang dapat dilihat, didengar, diraba, atau dirasakan. Kata-kata abstrak lebih sulit dipahami daripada kata yang konkret, untuk menjelaskannya, kerap kali diperlukan definisi yang panjang atau luas. Bandingkan kata-kata bunga, pohon, kucing, dan bambu, dengan kata-kata, seperti penyesalan, ketahanan nasional, demokrasi, dan kecerdasan.

Dalam tulisan sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata abstrak. Pergunakanlah kata-kata konkret sebanyak mungkin, agar tulisan menjadi lebih jelas. Ini tidak berarti bahwa kata-kata abstrak tidak boleh digunakan., kata-kata tersebut tetap diperlukan terutama dalam membuat generalisasi. Kadang-kadang suatu uraian dimulai dengan konsep yang abstrak, kemudian dijelaskan dengan kata-kata yang lebih konkret.

Contoh:

a Keadaan kesehatan anak-anak di desa sangat buruk, banyak yang menderita malaria, radang paru-paru, cacingan, dan kuarsorkor.

b. Pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan kesehatan, banyak didirikan balai pengobatan, pos kesehatan, dan klinik keliling.

c. Pendidikan di desa Suka Maju makin meningkat, siswa SD, SMP, dan SLTA setiap tahun terus meningkat.

4. Mencermati Pemakaian Kata Umum dan Kata Khusus.

Kata umum dan kata khusus dibedakan berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya. Jika kata itu mengacu kepada hal/kelompok yang luas ruang lingkupnya, maka kata itu disebut kata umum. Sebaliknya, jika sebuah kata mengacu kepada pengarahan-pengarahan tertentu yang bersifat khusus dan konkret, kata itu disebut kata khusus.

Contoh:

a. kata memandang/melihat: melotot, melirik, menoleh, mengintip. b. kata mobil: truk, bus, jip, sedan.

c. kata bunga: melati, mawar, tulip, kamboja.

(26)

Perhatikan bahwa makin umum suatu kata makin banyak kemungkinan salah paham atau perbedaan penafsiran. Sebaliknya makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya, makin sedikit kemungkinan terjadi salah paham. Dengan kata lain, makin khusus kata yang dipakai, penulis makin dekat kepada ketepatan pilihan katanya. Namun demikian, suatu kata khusus/konkret masih juga menimbulkan gambaran yang berbeda-beda pada beberapa individu, yaitu sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan masing-masing sehubungan dengan kata tersebut. Keumuman / kekhususan kata dapat pula ditinjau dari kemungkinan hubungannya dengan kata-kata lain. Ada kata-kata yang mempunyai hubungan luas, ada pula kata-kata yang mempunyai hubungan sempit/terbatas bahkan khusus (unik). Perhatikan pasangan kata-kata berikut:

1. besar - kolosal, akbar

2. kecil - mikro, minor

3. pemimpin - direktur, dirjen

4. runcing - mancung

5. bergelombang - keriting

6 kumpulan - himpunan

7. memasak - menanak

8. campuran - ramuan

9. potong - tebang

10. peraturan - hukum

Yang termasuk juga ke dalam kelompok kata khusus ialah nama diri, nama-nama geografi, dan kata-kata indera ( untuk peraba: halus, kasar, lembut; alat pengecap: manis, pahit, asam, pedas; alat pendengaran: dengung, desis, debur, debar; alat penciuman: harum, basi, busuk; alat penglihatan: silau, pijar, kilat, kemilau, kelap-kelip).

Keadaan

Keadaan Kesehatan

Penyakit

Malaria

Tropika Abstrak

umum luas

(27)

5. Kata Populer dan Kata Kajian

Kata-kata seperti besar, pindah, kecil, batu, waktu, isi, bagian, harga, dan lain-lain lebih dikenal oleh masyarakat daripada kata-kata seperti makro, transfer, minor, batuan, momentum, faktor, volume.

Kelompok kata yang pertama termasuk kata-kata populer. Kata-kata ini sering dipergunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-hari di kalangan semua lapisan masyarakat. Sebagian besar kosa kata dalam semua bahasa berupa kata-kata populer.

Kelompok kata yang kedua hanya dikenal dan dipergunakan secara terbatas, dalam kesempatan-kesempatan tertentu. kata-kata ini adalah kata-kata yang dipergunakan oleh para ilmuwan dalam makalah atau perbincngan ilmiah. Banyak diantara kata-kata jenis ini merupakan kata serapan atau kata asing (Latin, Yunani, Inggris).

Pembentukan kata kajian dalam bahasa Indonesia dewasa ini, dilakukan secara sadar oleh suatu badan/komisi. Dalam hal ini ada beberapa ketentuan yang harus diikuti sebagai pedoman.

- bagian - suku cadang, unsur

- air - H2O

- tetap - tepar azas, konsisten

- bermakna - signifikan

- tahap - stadium

6. Mencermati Perubahan Makna

Dalam memilih kata-kata, kita harus waspada karena makna kata itu kerap kali berubah atau bergeser. Perubahan ini dapat meluas atau menyempit, kadang-kadang berubah sama sekali. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan makna:

* Makna Meluas (Generalisasi)

Adalah cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna semula. - istana

- bapak dulu bermakna ayah/orang tua laki-laki kandung, sekarang digunakan sebagi kata panggilan untuk semua orang yang berjenis laki-laki dewasa, atau untuk orang yang kita hormati.

(28)

* Makna Menyempit Spesialisasi)

Adalah cakupan makna sekarang lebih sempit daripada makna semula. - sarjana dulu untuk menyebut semua orang pandai cendekia, sekarang

hanya untuk menyebut orang-orang lulusan perguruan tinggi.

- madrasah dulu untuk menyebut gedung sekolah, sekarang hanya untuk sebutan sekolah agama.

* Makna Membaik (Ameliyorasi)

Adalah makna sekarang lebih baik/lebih hormat daripada makna semula. - wanita lebih baik daripada perempuan.

- puteri lebih baik daripada anak perempuan. - anugerah lebih baik daripada hadiah.

* Makna Memburuk (Peyorasi)

Adalah makna sekarang lebih buruk/kurang hormat/kasar daripada makna semula.

- bunting sekarang dianggap kurang baik maknanya dibanding dahulu. - laki sekarang dianggap kasar dibanding dahulu.

- bini sekarang dainggap kasar dibanding dahulu.

* Sinestesia

Adalah perubahan makna karena pertukaran tanggapan dua indera. - kata-katanya pedas pertukaran makna pencecap ke pendengaran. - lagunya enak didengar pertukaran makna dari pencecap ke pendengar.

* Asosiasi

Adalah pergeseran makna karena dikiaskan kepada hal lain yang memiliki persamaan sifat.

- amplop dikiaskan untuk sogokan. - bunga dikiaskan untuk gadis cantik.

- kacamata dikiaskan untuk sudut pandang. - kaki tangan dikiaskan untuk orang suruhan.

6. Mencermati Kata Serapan

Ini berlaku untuk semua kata serapan baik kata serapan asing maupun serapan daerah.

b. Kaidah Kalimat

Kata-kata memiliki konteksnya sendiri-sendiri, artinya makna kata itu dibatasi oleh kelompoknya di dalam kalimat (makna kontekstual). Dalam menulis harus memilih kata-kata, terutama untuk kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kata itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika dipergunakan dalam konteks tertentu. Pergunakanlah kata-kata yang sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini berhubungan dengan kelaziman yang berlaku dalam pemakaian suatu bahasa.

c. Kaidah Sosial

Kaidah sosial berhubungan erat dengan persyaratan kesesuaian pemilihan kata. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan kaidah tersebut.

(29)

lain. Di samping itu, Anda juga harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan Anda: golongan/lapisannya, pendidikannya, usianya, dsb. Kata-kata dalam tulisan yang Anda tujukan kepada masyarakat umum, berbeda dengan kata-kata dalam tulisan yang Anda tujukan kepada kelompok tertentu: guru, ilmuwan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa, siswa SD, dst.

d. Kaidah Karang-Mengarang

Maksudnya adalah harus dapat mempergunakan atau menjalin kalimat dengan kalimat lain agar saling berhubungan. Dan Anda dituntut agar dapat mempergunakan konjungsi atau kata transisi antarparagraf.

Dalam hal ini Anda perlu memerhatikan ejaan, pilihan kelompok kata/frasa yang lazim, pilihan kata yang sesuai dengan keadaan pembaca, serta pilihan yang logis.

B. PENGERTIAN DAN JENIS DEFINISI

Salah satu persyaratan dalam penulisan karya ilmiah ialah pemakaian kata-kata atau istilah-istilah secara ajeg, baik mengenai bentuk maupun maknanya. Persyaratan itu timbul karena sifat bawaan bahasa yang rumit dan tidak eksak. Lebih-lebih mengenai hubungan kata dan maknanya. Satu kata mungkin dapat ditafsirkan dengan pengertian yang berbeda-beda dalam beberapa bidang ilmu.

Untuk menjaga keajegan itu, kita perlu menetapkan arti kata atau istilah yang kita pergunakan. Menetapkan arti kata berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah ditetapkan itu disebut batasan kata atau definisi.

Definisi merupakan pernyataan yang tepat mengenai arti suatu kata/konsep. Definisi yang baik akan menunjukkan kepada kita batasan-batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas. Suatu definisi selalu terdiri atas definiendum dan definiens.

Sehubungan dengan definisi, perlu pula dipahami pengertian konsep dan kata. Konsep ialah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi) dengan mengamati persamaan yang terdapat diantara sejumlah gejala.

Konsep diungkapkan dalam bentuk kata atau kelompok kata. Dengan demikian, membatasi pengertian suatu kata berarti membatasi konsep yang terkandung pada kata itu. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan definisi nominal, definisi formal, definisi operasional, atau definisi luas.

1. Definisi Nominal

Definisi ini terutama digunakan di dalam kamus, baik kamus satu bahasa (seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia), maupun di dalam kamus dwibahasa (seperti Kamus Bahasa Inggris-Indonesia), dan Kamus Etimologi. Definisi nominal banyak digunakan dalam kamus. Dalam definisi ini suatu kata dibatasi dengan kata lain yang merupakan sinonim/padanan definiendum. Jelasnya definisi nominal dibentuk dengan cara berikut: 1) Dengan memberikan padanan atau sinonim definiendum.

- otak ialah benak. - badut ialah pelawak.

- kemampuan fisik ialah kesanggupan badani.

2) Dengan memberikan terjemahan dalam bahasa lain. - kesenjangan ialah gap.

- simpangan baku ialah standard deviation.

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama Islam IAIN, Op.cit, hlm.. berkaitan dengan dunia pendidikan. 46 Jadi yang dimaksud dengan evaluasi pengajaran

Gagal jantung kongestif merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskuler yang jumlahnya meningkat cepat. Proses penyembuhan pasien dengan penyakit

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji faktor-faktor penentu yang menentukan ”value” produk Telkom Flexi yang ditawarkan dari perusahaan kepada pelanggan, Bagaimana strategi

AFIRM membuat Daftar Zat yang Dibatasi pada Pengemasan (RSL Pengemasan AFIRM) ini untuk membantu dan memandu partisipan rantai suplai yang berusaha meningkatkan kualitas dan

Pada kegiatan penerbangan, tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang tertentu, misalnya menggunakan alat

§ Pengendalian Kultur Teknis: dilakukan dengan Sanitasi Kebun dan Penanaman Tanaman Sela. Sexava meletakkan telur di tanah sekitar pertanaman Kelapa. Sanitasi atau

Panjang dan diameter tunas bibit kentang Hasil analisis statistik pengaruh penyimpanan bibit 1 bulan di gudang gelap (A1) tidak menun- jukkan perbedaan nyata panjang tunas dengan di

Berdasarkan Tabel 2 pada hari ke-0 setiap perlakuan belum mengalami perubahan susut bobot, pada Tabel 3 seluruh perlakuan mengalami penyusutan bobot pada hari