• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Manajamen Mutu Penilaian Terstand

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Manajamen Mutu Penilaian Terstand"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem Manajamen Mutu Penilaian Terstandar di Perguruan Tinggi Agama Islam Berbasis Ulul Albab

Alfin Mustikawan, M.Pd el.mustikawan@gmail.com

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maliki Malang

A. Pendahuluan

Pada era global semua negara berkompetisi untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena melalui pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang handal, yaitu yang mampu mengelola sumber daya alam secara efektif dan efisien. Dengan demikian produktivitas negara yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas akan cukup besar.

Peningkatan mutu pendidikan, baik di pendidikan dasar, menengah dan tinggi harus memperhatikan banyak faktor. Peningkatan mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh adanya perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, namun juga diperlukan adanya sistem pengukuran dan penilaian secara cermat. Dali S. Naga,menyatakan bahwa sistem penilaian di perguruan tinggi adalah hal yang sangat penting bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu perguruan tingginya atau setidaknya, tidak menurunkan mutu yang telah ada, maka perlu mempertimbangkan sejumlah tindakan di dalam sistem penilaian di perguruan tinggi tersebut1.

Penilaian merupakan komponen yang penting dalam setiap sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sistem Penilaian yang tidak jelas dengan sendirinya menyebabkan hasil penilaian juga tidak jelas. Secara berkesinambungan disetiap perguruan tinggi, hasil penilaian membuahkan lulusan dan bahkan gelar. Ketidakjelasan di dalam sistem penilaian di perguruan tinggi dengan sendirinya menimbulkan masalah di dalam penyikapan masyarakat terhadap para lulusan dan para penyandang gelar dari perguruan tinggi.

Data dan informasi tentang pencapaian hasil belajar akan menggambarkan pencapaian hasil pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga pendidikan. Artinya bahwa berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu pendidikan harus dilihat berdasarkan data dan informasi yang ada. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh

11

(2)

dengan menggunakan penilaian prestasi belajar. Oleh karena itu penilaian prestasi belajar ini haruslah dilakukan oleh orang yang berkompeten.

Pada kenyataannya penilaian pendidikan belum ditangani secara profesional oleh orang yang terlatih untuknya. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena pengelolaan soal masih dilakukan secara "ad hoc", sehingga penyusunan kisi-kisi, penulisan, penelaahan soal hanya dilakukan dalam waktu yang singkat dan tergesa-gesa, serta sering kali dilakukan oleh orang yang belum sengaja dipersiapkan untuk tujuan tersebut.

Banyaknya persyaratan dalam membuat penilaian prestasi belajar menunjukkan bahwa untuk melakukan penilaian prestasi belajar dengan baik bukanlah merupakan proses yang sederhana, tetapi memerlukan persiapan atau perencanaan yang matang. Oleh karena itu, agar dosen mampu melakukan penilaian prestasi belajar yang valid dan berkualitas baik, maka dosen dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penilaian, sehingga keputusan mengenai keberhasilan mahasiswa mengikuti suatu mata kuliah tidak hanya didasarkan pada hasil ujian tengah semester dan ujian akhir semester, tetapi juga memperhitungkan partisipasi mahasiswa selama mengikuti perkuliahan, dan kualitas tugas yang dikerjakan. Dengan demikian, prinsip integralitas penilaian akan tercapai.

Sistem Penilaian yang tidak jelas dengan sendirinya menyebabkan hasil penilaian juga tidak jelas. Secara berkesinambungan disetiap perguruan tinggi, hasil penilaian membuahkan lulusan dan bahkan gelar. Ketidakjelasan di dalam sistem penilaian di perguruan tinggi dengan sendirinya menimbulkan masalah di dalam penyikapan masyarakat terhadap para lulusan dan para penyandang gelar dari perguruan tinggi.

Pada dasarnya penilaian dilakukan untuk mengetahui keberhasilan mahasiswa menguasai kompetensi dasar. Penilaian mencakup jenis tagihan, instrumen dan prosedur yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi. Jenis tagihan dapat berupa tugas-tugas, partisipasi mahasiswa dalam perkuliahan, ujian tengan semester dan ujian akhir semester. Instrumen penilaian dapat berbentuk tes lisan, tes tulisan, tes tindakan, sedangkan untuk menilai aspek afektif dapat digunakan wawancara, observasi, dan kuesioner.

(3)

Artinya bahwa berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu pendidikan harus dilihat berdasarkan data dan informasi yang ada. Data dan informasi tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan penilain prestasi belajar. Oleh karena itu penilaian prestasi belajar ini haruslah dilakukan oleh orang yang berkompeten.

Prestasi belajar yang dicapai mahasiswa selain ditentukan oleh kemampuan mahasiswa juga tergantung pada sistem penilaian yang dilakukan. Karena pada dasarnya skor yang diperoleh seseorang terdiri dari skor murni dan skor kesalahan. Kesalahan ini disebabkan oleh kesalahan cuplikan bahan yang diteskan maupun kesalahan testee itu sendiri. Sistem penilaian yang baik diharapkan dapat memberikan informasi yang valid tentang kemampuan mahasiswa.

Hasil penilaian terhadap prestasi belajar mahasiswa akan digunakan sebagai masukan dan pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan, seperti lembaga pendidikan, dosen, orang tua, dan mahasiswa. Masukan-masukan yang diperoleh sangat berguna dalam memotivasi mahasiswa belajar dan dosen mengajar yang lebih baik. Dengan demikian peningkatan mutu pendidikan akan mudah tercapai.

B. Konsep Dasar Penilaian

Sistem sebagai suatu cara digunakan misalnya oleh Nana Sudjana dalam mengartikan sistem penilaian. Menurut Nana Sudjana sistem penilaian merupakan suatu cara yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga kedudukan siswa dapat diketahui, apakah telah menguasai tujuan instruksional ataukah belum2. Dari pengertian tersebut Nana Sudjana membagi sistem penilaian menjadi dua sistem, yaitu penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).

Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai pengertian sistem penilaian dalam konteks penelitian ini, maka akan diuraikan terlebih dahulu beberapa istilah yang berhubungan dengan konsep pengujian dan sering digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik. Istilah tersebut yaitu, pengukuran, penilaian dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut dipandang perlu untuk dijelaskan mengingat ketiganya merupakan suatu hirarki3. Untuk melakukan penilaian terlebih dahulu melalui proses pengukuran. Data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian digunakan dalam

2

Nana Sudjana. (1998). Dasar- dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

3

(4)

melakukan judgment terhadap evaluasi suatu program. Berdasarkan pendapat tersebut maka pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan rangkaian kegiatan yang saling menunjang.

Pengukuran menurut Allen & Yen adalah cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu4, sedangkan menurut Guilford ,pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu". Berdasarkan pengertian pengukuran yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa pengukuran adalah suatu proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk angka-angka dari karakteristik individu dengan menggunakan alat tertentu berdasarkan prosedur dan aturan yang jelas5.

Penilaian atau asesmen adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai kemampuan individu peserta didik atau kelompok. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu6. Definisi penilaian berhubungan dengan setiap bagian dari proses pendidikan. Bukan hanya keberhasilan belajar saja, tetapi mencakup semua proses belajar dan mengajar. Kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah.

Menurut Gronlund & Linn ada beberapa prinsip penilaian yang harus dipertimbangkan agar kegiatan penilaian efektif yaitu: (a) adanya pembatasan dengan jelas apa yang diutamakan untuk dinilai, (b) teknik penilaian yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik atau kemampuan yang akan diukur, (c) penilaian secara komprehensif membutuhkan berbagai jenis teknik penilaian, (d) sebaiknya disadari bahwa teknik penilaian yang digunakan memiliki keterbatasan, dan (e) penilaian harus dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar para peserta didik7.

Nana Sudjana mengemukakan beberapa prinsip penilaian, yaitu (a) dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang

4

(5)

harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian, (b) penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar-mengajar, (c) agar diperoleh hasil belajar yang objektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif, (d) penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjut8. Menurut Djemari Mardapi prinsip penilaian yang penting adalah akurat, ekonomis, dan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran9. Akurat berarti hasil penilaian mengandung kesalahan sekecil mungkin, dan ekonomis berarti sistem penilaian mudah dilakukan dan murah. Prinsip lain yang penting yaitu prinsip menyeluruh, berkesinambungan, berorientasi pada tujuan (kompetensi), objektif, terbuka, kebermaknaan, kesesuaian, mendidik, menggunakan acuan kriteria, dan adanya tindak lanjut10.

C. Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi

Profil perguruan tinggi yang berbeda menyebabkan orientasii mutu juga berbeda. Perhatian utama tentang mutu masih berkisar sebatas bagaimana usaha yang perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu. Melalui berbagai kebijaksanaan baik yang tertuang dalam GBHN, pemerintah telah menunjukkan perlunya perbaikan mutu yang dijabarkan dalam program-program pendidikan tinggi. Hasil evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menunjukkan bahwa waktu rata-rata mahasiswa menyelesaikan studinya masih terlalu panjang dibandingkan dengan waktu acara program studi. Sebagai contoh untuk tahun 1999/2000, hanya 47% mahasiswa program DIII dan 51% mahasiswa program S1 yang dapat menyelesaikan studinya seperti yang diharapkan. Selain itu, produktivitas lulusan, yaitu perbandingan antara jumlah lulusan dan jumlah mahasiswa belum memuaskan, terutama untuk program S1 di perguruan tinggi negeri (PTN), dimana terlihat adanya kecenderungan yang menurun. Meskipun banyak faktor yang berpengaruh, misalnya faktor mahasiswa itu sendiri, fakta tersebut merupakan salah satu indikasi adanya pencapaian mutu yang rendah pada sistem pendidikan tinggi11.

8

Nana Sudjana, (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 7-8

9

Djemari Mardapi. (2004). Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. 75

10

KMPN No 232/U/2000; Depdikbud, 1994

11

(6)

Berkaitan dengan issue value for money, yaitu sehubungan dengan adanya fakta makin merosotnya perekonomian yang berakibat langsung pada menurunnya kemampuan masyarakat termasuk orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya. Apakah benar perguruan tinggi sudah memberikan pendidikan yang bermutu? Di lain pihak, adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan, dimana penggunaan dana pendidikan perlu diusahakan seefisien dan seefektif mungkin, maka kebutuhan sistim quality assurance merupakan salah satu usaha untuk penyelenggaraan pendidikan yang

menerapkan prinsip penggunaan sumber daya secara efisien. Tampak bahwa prinsip value for money dapat dianggap sebagai faktor eksternal bagi pendidikan tinggi dalam

upaya mendorong pelaksanaan prosedur untuk menjamin mutu pendidikan tinggi.

Penyelenggaraan sistem penjaminan mutu (quality assurance) di pendidikan tinggi sejalan dengan makin meningkatnya tuntutan tentang akuntabilitas dari perguruan tinggi terutama menjelang era otonomi yang diawali dengan perubahan menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dari 4 universitas (UI, ITB, IPB dan UGM). Sehubungan dengan hal ini, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui bagaimana universitas mempertahankan dan memonitor mutu dari kegiatannya, apa ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengatasi kemungkinan inefisiensi, serta sejauh mana universitas dapat memberikan respon mengenai kebutuhan masyarakat yang berubah-ubah.

Kondisi-kondisi tersebut diatas merupakan faktor pendorong bagi perlunya mekanisme untuk quality assurance. Kehadiran mekanisme tersebut dipandang mengakomodasi pelaksanaan evaluasi diri dari setiap universitas secara efektif. Oleh karena itu, dalam manajemen mutu perhatian tidak hanya sebatas perbaikan mutu, tetapi juga mengusahakan adanya mekanisme yang tepat baik dari dalam maupun dari luar universitas untuk menjamin tercapainya mutu yang tinggi.

Pada masa kini setiap Perguruan Tinggi di Indonesia dituntut akuntabilitasnya. Sebuah Pergururan Tinggi harus dapat secara eksplisit meyakinkan para pelanggannya bahwa pelayanan akademik (pendidikan, riset, pengabdian masyarakat) yang dihasilkannya betul-betul pelayanan yang bermutu. Proses yang dijalankan oleh PT tersebut harus mampu menyakinkan pelanggannya, bahwa pelayanan akademik yang diberikannya betul-betul bermutu, sesuai dengan standar, permintaan dan kepuasan para pelanggan.

(7)

pengelolaan secara konsisten. Untuk itu PT yang bermutu adalah bila, a) PT tersebut mampu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif), b) PT tersebut mampu memenuhi kebutuhan stakeholders (aspek induktif) berupa: Kebutuhan kemasyarakatan (societal needs), Kebutuhan dunia kerja (industrial needs), Kebutuhan profesional (profesional needs).

Pelaksanaan sistem penjaminan mutu di PT menggunakan siklus proses dari Deming yang lebih terkenal dengan sistem PDCA (Plan Do Check Action). Dalam siklus PDCA tersebut terdapat tahap Check yang berfungsi sebagai sistem evaluasi untuk melakukan pengecekkan terhadap mutu yang akan dihasilkan. Proses pengecekan ini dalam sistem jaminan mutu dikenal dengan istilah pengendalian mutu (quality control). Dalam proses pembelajaran sistem kendali mutu ini biasa dilakukan dalam proses evaluasi baik pada tes formatif maupun sumatif.

D. Konsep Ulul Albab

Menurut A.M. Saefuddin, bahwa Ulul Albab adalah pemikir, intelektual yang memiliki ketajaman analisis terhadap gejala dan proses alamiah dengan metode ilmiah induktif dan deduktif, serta intelektual yang membangun kepribadiannya dengan zikir dalam keadaan dan situasi apapun, sehingga mampu memanfaatkan gejala, proses, dan sarana alamiah ini untuk kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Ulul Albab adalah intelektual muslim yang tangguh, yang tidak hanya memiliki ketajaman analisis obyektif, tetapi juga subyektif12.

Kata Ulul Albab terulang sebanyak 16 kali dalam al-Qur’an, sebagaimana tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah: 179, 197, 269; Q.S. Ali Imran: 7, 190; Q.S. Al-Maidah: 100; Q.S. Yusuf: 111; Q.S. Al-Ra’d: 19; Q.S. Ibrahim: 52; Q.S. Shad: 29, 43; Q.S. Al -Zumar: 9, 18, 21; Q.S. Al-Mukmin/Ghafir: 54; Q.S. Al-Thalaq: 10 (Al Baqy:1945).

Ditinjau dari pengertian lughawi, kata Albab adalah bentuk jamak dari kata lubb, yang berarti saripati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi

isinya. Isi kacang dinamai lubb. Dengan demikian Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir13. Dalam kaitannya dengan Q.S. Ali Imran ayat

12

A.M. Saefuddin, et. al.,(1987) Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 34

13

(8)

190-191, maka orang yang berzikir dan berfikir (secara murni) atau merenungkan tentang fenomena alam raya, maka akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.

Hasil kajian terhadap pesan, kesan, dan munasabah dari ayat-ayat yang berbicara tentang Ulul Albab (sebanyak 16 ayat) tersebut diperoleh temuan, bahwa Ulul Albab memiliki 16 karakteristik seperti yang ditulis Muhaimin14, sebagai berikut (Muhaimin:2002):

1. Orang yang memiliki akal pikiran yang murni dan jernih yang tidak diselubungi oleh kabut-kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir. Termasuk di dalamnya adalah orang yang mampu menyelesaikan masalah dengan adil, yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah.

2. Orang yang siap dan mampu hidup dalam suasana pluralisme dan berusaha menghindari interaksi yang dapat menimbulkan disharmoni, kesalahfahaman dan keretakan hubungan.

3. Orang yang mampu menangkap pelajaran, memilah dan memilih mana jalan yang benar dan baik serta mana jalan yang salah dan buruk, dan mampu menerapkan jalan yang benar dan baik (jalan Allah) serta menghindar dari jalan yang salah dan buruk (jalan syetan).

4. Orang yang giat melakukan kajian dan penelitian sesuai dengan bidangnya dan berusaha menghindari fitnah dan malapetaka dari proses dan hasil kajian atau penelitiannya.

5. Orang yang mementingkan kualitas hidup di samping kuantitasnya, baik dalam keyakinan, ucapan maupun perbuatan.

6. Orang yang selalu sadar akan kehadiran Tuhan dalam segala situasi dan kondisi, baik saat bekerja maupun beristirahat, dan berusaha mengenali Allah dengan kalbu (zikir) serta mengenali alam semesta dengan akal (pikir), sehingga sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.

7. Orang yang concern terhadap kesinambungan pemikiran dan sejarah, sehingga tidak mau melakukan loncatan sejarah. Dengan kata lain, ia mau menghargai khazanah intelektual dari para pemikir, cendekiawan atau ilmuwan sebelumnya.

8. Orang yang memiliki ketajaman hati dalam menangkap fenomena yang dihadapinya.

14

(9)

9. Orang yang mampu dan bersedia mengingatkan orang lain berdasar ajaran dan nilai-nilai Ilahi dengan cara yang lebih komunikatif.

10. Orang yang suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat Tuhan baik yang tanziliyah (wahyu) maupun kauniyah (alam semesta), dan berusaha menangkap pelajaran darinya.

11. Orang yang sabar dan tahan uji walaupun ditimpa musibah dan diganggu oleh syetan (jin dan manusia).

12. Orang yang mampu membedakan mana yang lebih bermanfaat dan menguntungkan dan mana pula yang kurang bermanfaat dan menguntungkan bagi kehidupannya di dunia dan akhirat kelak.

13. Orang yang bersikap terbuka terhadap pendapat, ide atau teori dari manapun datangnya, dan ia selalu menyiapkan grand-concept/theory, atau criteria yang jelas yang dibangun dari petunjuk wahyu, kemudian menjadikannya sebagai piranti dalam mengkritisi pendapat, ide atau teori tersebut, untuk selanjutnya berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti pendapat, ide atau teori yang terbaik.

14. Orang yang sadar dan peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup.

15. Orang yang berusaha mencari petunjuk dan pelajaran dari fenomena historik atau kisah-kisah terdahulu.

16. Orang yang tidak mau membuat onar, keresahan dan kerusuhan, serta berbuat makar di masyarakat.

Dari keenam belas karakteristik Ulul Albab tersebut juga diformulasikan Muhaimin sebagai berikut15, “Ulul Albab adalah orang yang: (1) memiliki akal pikiran yang murni dan jernih serta mata hati yang tajam dalam menangkap fenomena yang dihadapi, memanfaatkan kalbu untuk zikir kepada Allah dan memanfaatkan akal (pikiran) untuk mengungkap rahasia alam semesta, giat melakukan kajian dan penelitian untuk kemaslahatan hidup, suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran)-Nya dan berusaha menangkap pelajaran darinya, serta berusaha mencari petunjuk dan pelajaran dari fenomena historik atau kisah-kisah terdahulu; (2) selalu sadar diri akan kehadiran Tuhan dalam segala situasi dan kondisi; (3) lebih mementingkan kualitas hidup (jasmani dan ruhani); (4) mampu menyelesaikan masalah dengan adil; (5) siap dan mampu menciptakan kehidupan

15

(10)

yang harmonis dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat; (6) mampu memilih dan menerapkan jalan yang benar dan baik yang diridloi olehNya serta mampu membedakan mana yang lebih bermanfaat dan menguntungkan dan mana pula yang kurang bermanfaat dan menguntungkan bagi kehidupannya di dunia dan akhirat; (7) menghargai khazanah intelektual dari para pemikir, cendekiawan atau ilmuwan sebelumnya; (8) bersikap terbuka terhadap pendapat, ide atau teori dari manapun datangnya, dan selalu menyiapkan grand-concept/theory, atau kriteria yang jelas sebagai piranti dalam mengkritisi pendapat, ide atau teori tersebut, untuk selanjutnya berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mengikuti pendapat, ide atau teori yang terbaik; (9) mampu dan bersedia mendidik orang lain berdasar ajaran dan nilai-nilai Ilahi dengan cara yang benar dan baik; (10) sabar dan tahan uji walaupun ditimpa musibah dan diganggu oleh syetan (jin dan manusia); (11) sadar dan peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup;; dan (12) tidak mau membuat onar, keresahan dan

kerusuhan, serta berbuat makar di masyarakat”. Tujuan pendidikan Ulul Albab, dengan demikian, adalah menyiapkan peserta didik yang memiliki beberapa karakteristik tersebut di atas.

E. Penutup

Penilaian pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam pendidikan. Mengingat tujuan dan fungsi penilaian merupakan barometer dari pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di sebuah lembaga pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Untuk mendapatkan hasil penilaian yang sesungguhnya, perlu dilakukan perencanaan yang menyeluruh mengenai proses yang akan dilakukan. Dan memastikan bahwa pelaksanaan ujian atau penilaian yang dilakukan telah memenuhi prasyarat yang telah ditentukan oleh masing-masing lembaga.

Untuk mendapatkan lulusan yang ulul albab, sebuah perguruan tingggi agama islam tentu juga harus memastikan bahwa semua sistem mutu di perguruan tinggi di mengacu pada nilai-nilai ulul albab yang telah diajarkan dalam Al quran sebagai filosofi pengembangan kelembagaan dan kademik. Setiap kali suatu filosofi turun kedalam bentuk konsep dan kemudian kedalam standar, dan instrumen

pengukuran selalu mengalami “penurunan”. Hal tersebut dikarenakan dalam proses

(11)
(12)

Daftar Pustaka

Allen, M. J., & Yen, W.M. (1979). Introduction to Measurement Theory. Monterey, Ca: Brooks/Cole Publishing Company.

A.M. Saefuddin, et. al.,(1987) Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 1987

Dali S. Naga. (2005). Pengembangan Sistem Penilaian pada Perguruan Tinggi di Era Otonomi. Yogyakarta: HEPI.

---. (1992). Pengantar Teori Sekor pada Pengukuran Pendidikan. Jakarta: Gunadarma.

Depdikbud. (1994). Pedoman Program Perbaikan dan Pengayaan. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Depdikbud. (2001). Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Pengujian.

Depdikbud. (2000). Standarisasi Tes Prestasi Belajar untuk Guru SLTP. Jakarta: Dirjen Dikdasmen..

Djemari Mardapi. (2004). Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

---. (2005). Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: HEPI.

Djemari Mardapi dkk. (1999). Survey Kegiatan Guru dalam Melakukan Penilaian di Kelas. Laporan Penelitian, Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Ebel, Robert L. (1972). Essentials of Educational Measurement. Englewood Cliffs, New Jersey: Pretice-Hal, Inc.

Ekroman.S.S. (2000). Quality Assurance untuk Pendidikan Tinggi. Artikel Depdiknas

Fernandez H.J.X. (1984). Testing and Measurement. Jakarta: BP3K.

Gronlund, N. E. & Linn, R. L. (1990). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company.

Gronlund. (1985). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Macmillan Publishing Company.

(13)

KMPN No. 232 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.

Muhammad Fuad Abd al-Baqy, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfadh al-Qur’an al-Karim. Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1945.

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2000, 16.

Muhaimin, Siapa Ulul Albab itu? Makalah Disajikan Pada Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) STAIN Malang, Tgl. 21 Agustus 2002.

Muhaimin. 2011. Diskusi tentang Nilai-nilai Ulul Albab sebagai Pendidikan Karakter. Malang. UIN Malang (tidak diterbitkan)

Mukminan. (2004). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Nana Sudjana. (1998). Dasar- dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

---. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Saifuddin Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

---. (2000). Tes Prestasi, Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penggunaan ban yang berbeda sebaliknya harus dihindarkan, kalaupun harus menggunakan ban yang berbeda dengan tujuan untuk mengurangi beratnya kemudi pada

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have

In this study, social capital is measured by three indicators, namely, trust, cooperativeness and the social network (a person’s participation in community activities).Welfare

For those who were multiple job holders in 2007, a higher percentage income increase from the primary job, the lower is the probability to move to single job holding. We argue

Metode Eliminasi Gauss merupakan metode yang dikembangkan dari metode eliminasi, yaitu menghilangkan atau mengurangi jumlah variable sehingga dapat diperoleh nilai dari suatu

Sehubungan dengan Penetapan Hasil Evaluasi Penawaran Pelelangan Paket Pekerjaan PERENCANAAN TEKNIK PEMELIHARAAN PERIODIK/ BERKALA JALAN SEBADU - SOMPAK, SEBADU - SEKILAP,

Setelah diadakan evaluasi terhadap dokumen kualifikasi yang Saudara ajukan pada pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan