• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Bahasa dalam Studi Hadis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendekatan Bahasa dalam Studi Hadis"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Achmad Nim : 1730006007

PENDEKATAN BAHASA DALAM STUDI HADIS (Sebuah Analisis Konstruktif Hadis Persfektif Bahasa)

Abstrak

Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan unsur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi sintaksis maupun semantik. Pasca kodifikasi hadis berkembang dengan pesat, muncul berbagai persoalan apakahhadis yang dituliskan dan dibukukan itu benar-benar hafalan yang berasal dari Nabi, atau merupakan hafalan yang keliru dan sengaja dibuat-buat untuk maksud tertentu. Disamping itu juga timbul pertanyaan apakah hafalan itu redaksinyapersis seperti yang diucapkan Nabi atau hanya maksud dan maknanya saja. Kalau itu riwayah bil makna, apakah benar maksudnya sama seperti yang dimaksud oleh Nabi. Pesoalan kedua adalah didapatinya beberapa kata dalam matan hadis yang terasa asing, terlebih bagi penafsir non-arab dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul. Oleh karena itu untuk menjaga otentisitas sebuah hadis, pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi perlu diingat mengingat probabilitas zaman dan dinamisasi peradaban yang sangat kompleks maka pendekatan interdisipliner dalam studi hadis saat ini juga mutlak diperlukan.

Kata Kunci : Pendekatan, Bahasa dan Hadis Pendahuluan

(2)

Pasca kodifikasi hadis berkembang dengan pesat, muncul berbagai persoalan apakah hadis yang dituliskan dan dibukukan itu benar-benar hafalan yang berasal dari Nabi saw., atau merupakan hafalan yang keliru dan sengaja dibuat-buat untuk maksud tertentu Disamping itu juga timbul pertanyaan apakah hafalan itu redaksinya persis seperti yang diucapkan Nabi atau hanya maksud dan maknanya saja. Kalau itu riwayah bil makna, apakah benar maksudnya sama seperti yang dimaksud oleh Nabi, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul dan memerlukan berbagai penelitian lebih lanjut untuk melihat otentisitas hadis sehingga memunculkan ilmu hadis dengan berbagai cabangnya.1

Untuk menghindari distorsi penafsiaran hadis, serta spirit al-Qur’an dan hadis adalah salihun li kulli zaman wa makan,2

maka diperlukan kontekstualisasi pemaknaan hadis. Mengingat dinamika perkembangan bahasa Arab yang sudah sangat jauh dengan zaman Nabi saw. serta probabilitas unsur bahasa Arab yang sangat tinggi, maka pendekatan bahasa mutlak diperlukan. Penelitian kualitas hadis terutama matan hadis, terdapat kaedah-kaedah keshahihan matan hadis yang sangat mengacu kepada kaedah kebahasaan. Yakni, kaidah yang menentukan hadis tersebut berkualitas maqbul atau mardud, di dalam hadis tersebut terdapat Syudzudz atau ‘illat. Dan juga mengingat hadis Nabi Muhammad SAW berbahasa Arab, maka diperlukan dan diwajibkan dalam memahaminya, menggunakan pendekatan bahasa (linguistik).

Pendekatan dengan penelusuran bahasa, muhadditsin dapat membersihkan hadis Nabi Muhammad SAW dari pemalsuan hadis, yang muncul karena konfik politik dan perbedaan pendapat dalam bidang fqh dan kalam. Melalui pendekatan bahasa peneliti atau pengkaji dapat mengetahui dan

1Yunahar Ilyas dan M Mas'udi, Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis (Yogyakarta:

LPPI UMY, 1996), hlm. 100.

2Salihun likulli zaman wa makan, sebenarnya telah menunjukkan fleksibilitas dan

(3)

memahami makna dari lafadz-lafadz hadis yang gharib dan juga mengetahui illat serta syadz.

Pendekatan Bahasa : Selayang Pandang

Pendekatan bahasa dalam studi hadis adalah pemaknaan teks matan hadis dengan mempertimbangkan unsur kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi sintaksis maupun semantik sebuah bahasa. Kerena hadis menggunakan bahasa Arab, maka langkah pertama yang diambil ialah memahami kata-kata sukar. Bagi para sahabat sebagai mukhatab, apa yang disampaikan oleh Rasulullah, dari segi bahasa, tidak ada yang sulit. Para sahabat terdiri atas kabilah-kabilah, yang untuk menyebut sesuatu terkadang menggunakan dialek atau istilah yang berbeda-beda. Rasulullah dapat meneyesuaikan diri dalam hal ini.

Ketika sampai kepada beberapa generasi, terasa bagi pemerhati hadis bahwa istilah itu asing; terlebih pemerhati hadis tidak seluruhnya menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa ibunya. Itulah sebabnya ulama hadis berkepentingan menyusun Ilm Ghārib al-Hadīs. Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya mengenai makna kata “asing” dalam sebuah hadis, menyatakan “tanyalah kepada yang ahli Ghārib al-Hadīs, karena saya tidak suka berbicara hadis hanya mengenai perkiraan saja”.

(4)

menggunakan makna sebenarnya dan kata-kata yang bermakna bersifat majaz.3 Menggunakan kata kiasan di dalam

mengungkap sebuah ide merupakan gejala universal di semua bahasa, Arab, Inggris, Indonesia, dll. Dalam hadis sering dijumpai kata-kata kiasan seperti ini. Namanya juga kiasan, maka makna secara harfyah tidak terjadi.

Dalam ilmu Balaghah, menyebut “singa itu sedang berpidato” lebih tepat dan lebih ringkas serta lebih menggambarkan keutuhan dibanding dengan menyebutkan “si fulan yang gagah berani itu sedang berpidato”. Karena itu ketika membaca hadis, pertanyaan pertama setelah tidak ada kata-kata sukar ialah pernyataan ini berisi kiasan apa tidak. Tergesa-gesalah orang yang berkata bahwa kalimat yang terkandung di dalam hadis itu bertentangan dengan kenyataan atau tidak masuk akal karena hanya terdapat kata kiasan di dalam hadis. Misalnya hadis yang berbunyi:

. . . فويسلا الل تحت ةنجلا نأ اوملعا

. .

.

Artinya:” . . . ketahuilah bahwa surga itu di bawah bayang-bayang pedang . . .”

Kalimat ini tidak bisa tidak, harus dipahami sebagai kiasan atau dalam Ilmu Bahaghah di kenal dengan istilah majaz isti’arah yaitu suatu kiasan yang meminjam istilah lain yang memiliki kesamaan sifat. Mustahil bila surga itu benar-benar terdapat di bawah bayang-bayang pedang. Tetapi yang dimaksud dalam hadis ini, surga itu diraih dengan kerja keras, kesungguhan serta ketulusan seperti perjuangan berperang yang sering terjadi diawal penyebaran agama Islam dimasa Nabi saw.

Kerangka Konseptual Pendekatan Bahasa

3Alfatih suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis (Yogyaakarta: SUKA Pres UIN Sunan

(5)

Pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami sustu kajian. Pendekatan juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian asumsi yang mendasari cara seseorang dalam membaca, memahami, menjelaskan suatu fakta, teks, realitas maupun fenomena yang ada. Pendekatan penafsiaran teks keagamaan akan sangat mempengaruhi corak taftsir yang dihasilkan. Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan oleh pensyarah hadis. Salah satu pendekatan terpenting adalah pendekatan lingustik atau bahasa.

Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.4 Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.5 Lambang bunyi bahasa disusun secara alfabetis oleh

para pakar bahasa, adapun ciri-ciri dari bahasa adalah, manusiawi, konvensional, unik, dinamis, produktif, universal dan beragam dan arbitrer. Bahasa tersusun atas unsur bahasa yang meliputi fonologi (al-aswat) morfologi (as-sharf) dan sintaksis (an-nahwu) ketiga unsur tersebut merupakan komponen terpenting dalam kajian kebahasaan. Akan tetapi untuk membedakan antara makna hakiki dan makna majazi sebuah bahasa diperlukan kaajian semantik atau dalam bahasa Arab disebut ‘Ilm ad-Dalalah. Dalam Ilmu semantik suatu kata tidak memiliki makna kecuali meletakannya di dalam konteks (as-siyaq) .

Konteks bahasa atau dalam semantik Arab dikenal istilah adalah as-siyaq al-lughawi, yaitu pemaknaan suatu kata dalam suatu kalimat dengan mempertimbangkan kedudukan kata dalam stuktur kalimat serta kata lain yang melekat pada kalimat tersebut. contoh kata al kitab pada tiga kalimat dibawah ini meskipun sama akan tetapi memiliki makna yang berbeda.

a

4Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm.32.

5Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2013),

(6)

Jika kita perhatikan tiga kalimat di atas sama-sama terdapat kata al-kitab, dalam setiap kalimatnya, lantas apakah makna al-kitab antara kalimat pertama sama dengan al-kitab pada kalimat berikutnya. Dari mana kita mengetahui makna

al-kitab yang dimaksud tiap-tiap kalimat. Hanya dengan melihat konteks bahasa kita dapat mengetahui nya.1), al-Kitab pada kalimat pertama boleh jadi dapat dimaknai sebagai kitab Al-quran. karena kalimat يف باتتتكلا نوملتتسملا أرقي دجسملا bermakna orang orang muslim itu membaca al-kitab di masjid. Pada umumnya orang orang Islam membaca al-Quran di masjid. 2), al-Kitab pada kalimat kedua boleh jadi dapat dimaknai sebagai kitab Injil. karena kalimat أرقي ةسينكلا يف باتكلا ىراصنلا bermakna orang orang nasrani mebaca al-kitab di greja. 3), al-Kitab pada kalimat ketiga dapat dimaknai sebagai kitab buku umum. karena kalimat ةعماجلا ةتتبتكم يف باتتتكلا ببللا أرقي bermakna orang orang muslim itu membaca al-kitab di masjid. Pada umumnya para mahasiswa membaca buku umum di perpustakaan.

Penjelasan di atas adalah contoh sederhana bagaimana kompleksitas pemakanaan sebuah kata dalam sebuah bahasa. Makna kata dalam suatu kalimat sangat ditentukan oleh bagaimana stuktur kalimat yang terdiri dari fonologi, morfologi dan sintaksis dibangun. Keberagaman kata yang membangun kalimat, juga sejarah tentang kemunculan atau perubahan makna suatu kata akan sangat menetukan arti dari pesan yang ingin disampaikan melalui bahasa.

Pendekatan bahasa dalam memahami hadis juga dilakukan apabila dalam sebuah matan hadis terdapat aspek-aspek keindahan bahasa (balaghah) yang memungkinkan mengandung pengertian majazi (metaforis) sehingga berbeda dengan pengertian hakiki. Pendekatan bahasa ini meliputi beberapa aspek yakni:

(7)

terhadap tendensi politik dan diperkirakan orang yang tidak senang terhadap dinasti pasca Khulafaur Rasyidin yang dikenal dalam sejarah. Bila hendak membela asumsi bahwa hadis ini otentik dari Rasulullah, maka dikembalikan pada riwayat bi alma’na. redaksi persis hadis bukanlah khulafa al-Rasyidun tetapi ungkapan lain yang ide pokoknya “orang-orang yang berpikiran cemerlang dan amat setia kepada Rasulullah”. Menurut bahasa, arti khulafaur Rasyidun adalah orang-orang sepeninggal Rasulullah yang cerdas dan setia

Kedua, Ilmu Ghārib al-Hadīs. Sudah umum untuk diketahui bahwa hadis menggunakan bahasa Arab, maka dalam memahami hadis terlebih dahulu harus memahami katakata sukar. Bagi para sahabat, hadis yang disampaikan oleh Rasulullah tidak ada yang sukar dari segi bahasa. Para sahabat yang terdiri dari berbagai kabilah terkadang menggunakan dialek yang berbeda-beda, namun Rasulullah dapat menyesuaikan hal itu. Ketika sampai pada pada beberapa generasi, istilah-istilah tersebut menjadi tersa asing, terlebih lagi tidak semua pemerhati hadis menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa ibunya6 Di antara

permasalahan dalam memahami hadis adalah informasi yang terkandung tidak dapat diterima oleh akal. Seperti hadis yang meyebutkan bahwa “penyakit demam itu berasal dari Jahanam, maka dinginkanlah dengan air”. Yusuf Qardhawi7

menyatakan bahwa panas didunia ini tidak ada sangkut pautnya dengan api neraka, karena panas dunia bersifat fisik, sementara panas neraka Jahanam termasuk bagian dari alam Gaib. Perlu adanya pemahaman majazi terhadap hadis tersebut.

Ketiga, tema haqiqi dan majazi. Menggunakan kata kiasan dalam mengungkap sebuah ide merupakan gejala universal pada semua bahasa. Seringkali kali dijumpai penggunaan kiasan dalam hadis, dalam Ilmu Balaghah menyebutkan “singa itu sedang berpidato” lebih tepat dan lebih ringkas dibanding dengan menyebutkan makna yang sebenarnya. Ketika memahami hadis, setelah tidak ada kata-kata sukar maka selanjutnya adalah mencari kiasan pada teks hadis tersebut. Misalnya hadis yang berbunyi tentang keberadaan surga pada bayang-banyang pedang. Kalimat ini akan kesulitan dipahami apabila dimaknai secara 6Muhammad Zuhri, Telaah Matan Hadis (Sebuah Tawaran Metodologis), (Yogyakarta:

LESFI, 2003), hlm. 56-57.

7Muhammad Zuhri, Hadis Nabi (Telaah Historis dan Metodologis), (Yogyakarta: Tiara

(8)

harfiah, pemahaman yang kirang tepat adalah dengan makna kiasan. Hadis tersebut menjelaskan akan etos bekerja keras untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan, termasuk umat Islam yang menginginkan kebahagiaan di akhirat maka sudah menjadi kewajiban baginya untuk bersungguh sungguh beribadah, berbuat baik, dan lain sebagainya8

Metode Tafsir dan Hubungannya dengan Lingustik

Kajian terhadap pemaknaan hadis terus berkembang, seperti pemahaman secara tekstual dan kontekstual, dogmatis dan kritis, hingga model literal kepada yang liberal. Beberapa tawaran dikemukakan oleh ulama klasik sebagai kontribusi ilmiah karena kepedulian terhadap agama dan umat Islam dalam berbagai pemikiran, yakni, Ilmu Ghārib al-Hadīs, Muhtalif al-Hadis, Ilmu Asbab al-Wurud al-Hadis, Ilmu Nasih wa al-Mansuh, Ilmu I’lal al-Hadis dan lain sebagainya.9

Pemikir muslim kontemporer juga mengemukakan dan menawarkan beberapa metodologi baru untuk memahami hadis, seperti pendekatan sosiologis, historis, dan antropologis,10 pendekatan induktif, 11 hermeneutika, dan lain sebagainya.

Pada umumnya pendekatan bahasa digunakan sebagai langkah awal dalam pengamatan sebuah hadis baik secara tekstual dan kontekstual. Pendekatan tekstual yang menekankan pada sisi kebahasaan merupakan pendekatan yang umum dilakukan oleh para muhadditsin pada masa lalu hingga masa kini.

Pendekatan bahasa merupakan salah satu pendekatan yang sangat penting untuk memahami dan memaknai hadis, karena bahasa Arab yang digunakan oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan berbagai hadis selalu dalam susunan yang baik dan benar.12 Teks hadis Nabi saw yang telah melewati masa yang sangat

panjang tetap harus dilakukan pemahaman yang sesuai dengan maksudnya. 8Muhammad Zuhri, Telaah Matan …, hlm. 59-60.

9Muhammad Zuhri, Telaah Matan ...., hlm. 54.

10Dikemukakan oleh Abdul Mustaqim dalam bukunya Ma’anil Hadis (Paradigma

Interkoneksi) pendekatan ini menggabungkan tiga unsur disiplin ilmu yakni historis, pemahaman hadis dengan cara mempertimbangkan kondisi historis empiris pada saat hadis itu disampaikan oleh Nabi; pendekatan sosiologis, pemahaman hadis dari segi tingkah laku sosial; dan pendekatan antropologi, memperhatikan terbentuknya pola-pola perilaku pada tatanan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat

11Cara ini (induktif) biasa dugunakan sebagai pisau analisis ilmiah, yakni dengan

menempatkan teks (hadis) sebagai data empirik yang dibentang bersama teks-teks lain agar “berbicara sendiri” selanjutnya ditarik kesimpulan seperti menghadapkan hadis dengan Alquran dan menghadapkannya dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan kebalikan dari pendekatan ini –yaitu deduktif- adalah metode yang sering dilakukan oleh pensyarah

(9)

Mengingat Nabi saw sudah tiada, pemahaman dari satu teks hadis bisa bervariasi. Oleh karena itu mazhab-mazhab pun muncul dalam Islam.

Meskipun demikian, ada sekelompok orang yang hanya meyakini bahwa kebenaran itu harus satu macam dan tidak akan menerima pemahaman selain dari apa yang mereka pahami.13 Dalam hal ini banyak pendekatan yang dapat

diterapkan dalam pemahaman hadis sebagai teks agama, salah satunya pendekatan hermeneutik. Pendekatan ini memiliki kriteria berdekatan dengan pendekatan tafsir yang telah dikenal dalam dunia Islam.

Hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia yang berarti “intepretasi”.14

Hermeneutika dalam arti luas, yakni bidang ilmu yang membahas praktik penafsiran, metode-metode, prinsip-prinsip dan filsafat penafsiran.15

Hermeneutika juga merupakan metode penafsiran yang model alternatif pemahaman yang disebut metode abduktif. Yakni, mendekati data atau teks dengan sekian asumsi dan probabilitas sehingga muncul sekian wajah kebenaran. Salah satu peran pokok hermeneutika adalah menjaga ruh dari sebuah teks, jangan sampai teks tersebut menjadi “tubuh mati”.16

Menurut Amina Wadud, ada tiga aspek yang dipertimbangkan dalam pendekatan hermeneutik yaitu: pertama, dalam konteks apa suatu teks ditulis, kedua, bagaimana “komposisi tata bahasanya” dan ketiga, dalam bentuk apa pengungkapannya dan bagaimana pandangan hidup yang terkandung dalam keseluruhan teks.17 Hermeneutika merupakan salah satu metode studi hadis yang

populer saat ini. Hermeneutika menekan kan pemaknaan linguistik matan hadis. Seperti penelitian hadis yang dilakukan oleh Agusni Yahya18, penelitian tersebut

12Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: IDEA Press,

2011), hlm. 63-66

13Hal ini seperti dikatakan oleh Nashiruddin Albani, bahwa kebenaran hanya satu, tidak

mungkin lebih dari satu. Nashiruddin Albani, Sifat Shalat Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007), hlm.16.

14Richard E. Palmer, Hermeneutika, Teori Baru Mengenal Intepretasi (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm. 14

15Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), hlm.viii

16William C. Chittick, Hermeneutika Ibnu Al-‘Araby (Yogyakarta: Penerbit Qalam,

2001), hlm.v

17Amina Wadud Muhsin, Wanita dalam Alquran, terj. Yaziar Radianti, (Bandung:

Pustaka Salman, 1992), hlm. 4.

(10)

menggunakan hermeneutika sebagai piranti analis dalam memahami matan hadis. Ia mengamati Bagaimana pensyarahan hadis dilakukan Imam Ibnu Hajar al-Asqalaniy dalam Fath al-Bari ditinjau dari pendekatan hermeneutic.

Hasil temuan penelitiannya, sebagai penafsir teks hadis-hadis, Ibn Hajar al-`Asqalani tertumpu kepada dunia masa lalu, masa awal Islam yaitu masa Nabi saw, sahabat, tabi`in dan tabi` tabi`in. Ia tidak melibatkan isu-isu yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Islam pada masanya di Mesir, Mekkah dan Madinah abad keenam hijriah. Secara world view hermeneutik, Ibn Hajar bersifat normatif dan berorientasi ke masa Islam klasik, tidak terpengaruh dengan pandangan budaya keilmuan di luar Islam klasik.

Dari sisi hermeneutika kebahasaan dan cakupannya, Ibn Hajar tidak bertumpu kepada pendekatan bahasa saja, tetapi juga kepada pendekatan usul fiqh, ulumul hadis, dan pendekatan sejarah. Pendekatan bahasa dan ulumul hadis lebih dominan daripada selainnya. Secara tujuan hermeneutika, sebagai seorang

al-‘alim tentang pesan Nabi saw kepada manusia, Ibn Hajar mensyarah hadis-hadis sahih riwayat al-Bukhari ini tidak keluar selain untuk mengungkap kebenaran Islam yang murni dari tabir ketidaktahuan, kesulitan dan kesamaran umat Islam terhadap hadis-hadis Nabi saw. mengingat rentang waktu antara Nabi Muhammad saw-imam al-Bukhari-Ibn Hajar, masing-masing telah berselang berabad lamanya. Penjelasan di atas dapat kita pahami betapa pendekatan bahasa dapat masuk ke berbagai pendekatan lain baik secara tekstual maupun kontektual.

Aplikasi Pendekatan Bahasa dalam Studi Hadis

(11)

Dari segi bentuk redaksi, apakah ia berupa perintah, larangan, anjuran, atau pernyataan (berita).19

Pendekatan lingusitik atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung mengandalkan bahasa dalam memahami hadis Nabi saw. Salah satu kekhususan yang dimiliki hadis Nabi saw. adalah bahwa matan hadis memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk matan tersebut yaitu, jawami’ alkalim

(ungkapan yang singkat namun padat maknanya), tamsil (perumpamaan), ramzi

(bahasa simbolik), bahasa percakapan (dialog), ungkapan analogi dan lain sebagainya. Perbedaan bentuk matan hadis ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap hadis Nabi saw. pun harus berbeda-beda.

Dalam memahami hadis Nabi saw. dengan menggunakan pendekatan bahasa, maka yang perlu dilakukan adalah memahami kata-kata sukar yang terdapat dalam hadis, jika telah dapat dipahami, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan makna kalimat atau ungkapan dalam hadis tersebut. setelah itu, baru dapat ditarik kesimpulan makna dari hadis tersebut.20 Berikut ini adalah contoh

aplikasi pendekatan bahasa dalam studi hadis.

ٍحْوَر وتتُب

َأ اَنَثّدتتَح َلاتتَق ّيِدَن ْتتسُمْلا ٍدّمَحُم ُنْب ِهّللا ُدتتْبَع اَنَثّدَح

ٍدّمَحُم ِنْب تِدتتِقاَو ْنَع ُةَبْع ُتتش اَنَثّدتتَح َلاَق َةَراَمُع ُنْب ّيِمَرَحْلا

ِهّللا َلو ُتتسَر ّن

َأ َرتتَمُع ِنْبا ْنَع ُثّدتتَحُي يِبَأ ُتْعِم َتتس َلاتتَق

:َلاَق َمّلَسَو ِهْيَلَع ُهّللا ىّلَص

ىّتَح َساّنلا َلتتِتاَقُأ ْنَأ ُتْرِمُأ

يّنِم اوُم َتتصَع َكتتِلَذ اوتتُلَعَف اَذِإتتَف ُهّللا ّلِإ َهتتَلِإ َل ْن

َأ اوُدَه ْتتشَي

ِهّللا ىَلَع ْمُهُباَسِحَو تِم َبْسِ ْلا ّقَحِب ّلِإ ْمُهَلاَوْم

َأ

Artinya :

“Rasulullah saw. bersabda: Aku telah perintahkan untuk memerangi manusia sampai mengucapkan “Tiada Tuhan selain Allah”, barangsiapa yang mengucapkan “Tiada Tuhan selain Allah” terpeliharalah harta jiwanya daripadaku kecuali alasan yang membenarkannya dan hisabnya terserah pada Allah”.

Di awal matan hadis di atas, ada dua kata yang mengandung arti penting untuk memahami hadis tersebut, yaitu kata رمأ dan لتاقأ. Kata رمأ adalah f’il madhi yang berbentuk

19 M. Quraish Shihab, dalam Pengantar buku, Studi Kritis atas Hadis Nabi Saw.

(Bandung: Mizan, 1989), hal. 10.

20Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi: Refleksi Pemikiran

(12)

majhul.21 yang berarti diperintahkan atau tuntutan untuk melakukan sesuatu. Adapun kata لتاقأ adalah bentuk f’il mudhari’ dari f’il madhi لتاق yang berarti memerangi. Lafadz لتاق adalah shighat tsulatsi mazid dari mujarrad لتق yaitu dengan penambahan alif setelah huruf qaf. Menurut kaidah morfologi penambahan alif ini mempunyai faedah li al-Musyarakah, yaitu pekerjaan yang dilakukan dua orang atau lebih yang saling memberikan aksi dan reaksi. Sedang kata لتق dilakukan oleh satu pihak saja, tanpa ada reaksi dari pihak lain.

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa perintah memerangi manusia pada hadis di atas adalah setelah adanya serangan dari orang-orang yang berlawanan. Dengan kata lain, aksinya muncul bukan dari kaum muslimin. Secara bahasa dan sesuai makna asal dari perintah adalah wajib, maka perintah ini (dalam hadis di atas) mempunyai konsekuensi sebagi kewajiban mempertahankan diri, karena perintah ini keluar atau muncul dari orang yang lebih tinggi tingkatannya (dalam hal ini Nabi Muhammad) kepada orang yang lebih rendah (umat Islam).

Mengenai lafadz سانلا lafadz tersebut adalah lafadz yang mu’arraf dengan adanya لا. Ini menunjukkan arti bahwa orang yang diperangi adalah bukan semua orang, melainkan hanya orang yang telah dikhususkan, dalam hal ini ialah orang yang tidak mengucapkan syahadat yang memerangi orang Islam. Adapun contoh lain hadis Nabi saw seperti berikut ini :

ُهّللا ىّل َتتص ِهّللا َلو ُتتسَر ّن

َأ ُهْنَع ُهّللا َيِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع

ْنِإَو ْلتتَهْجَي لَو ْثُفْرَي بَف ٌةّنُج ُماَيّصلا " : َلاَق َمّلَسَو ِهْيَلَع

يِذّلاَو ِنْيَتّرتتَم ٌمِئا َتتص يّنِإ ْلتتُقَيْلَف ُهَمَتا َتتش ْو

َأ ُهتتَلَتاَق ٌؤُرتتْما

ْنِم ىَلاَعَت ِهّللا َدْنِع ُبَيْط

َأ ِمِئاّصلا ِمَف ُفوُلُخَل ِهِدَيِب يِسْفَن

، يِلْجَأ ْنِم ُهَتَوْه َتتشَو ُهَباَر َتتشَو ُهَماَعَط ُكُرْتَي.. ِكْسِمْلا ِحيِر

21 Dalam morfologi bahasa Arab di kenal dengan fi’il majhul yang merupakan kata kerja

(13)

" اتتَهِلاَثْمَأ ِر ْتتشَعِب ُةَن َتتسَحْلاَو ِهِب يِزْجَأ اَنَأَو يِل ُماَيّصلا

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah ibn Maslamah dari Malik dari Abi al-Sanad dari A’raj dari Abu Huraiyrah bahwa Rasulullah saw. bersabda: ”Puasa itu merupakan perisai/pelindung. Oleh karena itu (siapa yang berpuasa) janganlah berbuat rafas (berkata kotor) dan bertindak bodoh. Jika seseorang hendak membunuhnya atau mengolok-olok, maka katakanlah “Saya sedang menjalankan puasa”, diucapkan sebanyak dua kali. Demi Tuhan yang Menguasai jiwaku, sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa itu lebih harum menurut Allah dibanding aroma minyak kasturi. Ia telah meninggalkan makanan, minuman dan nafsu syahwatnya demi Aku(Allah). Puasa itu untukKu dan Aku sendiri yang akan akan memberikan balasannya. Sedangkan kebaikan (selain puasa) akan dibalas sepuluh kali lipat”

Dalam hadis di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah saw. menyamakan puasa dengan perisai. Untuk memahami hadis ini, maka kita dapat melakukan pendekatan bahasa. Kata “ٌةّنُج “dalam hadis diartikan sebagai perisai. Sedang perisai, yang kita kenal merupakan suatu alat yang biasa dipakai untuk melindungi diri.

Jadi dalam hadis ini makna kata ٌةّنُج bukanlah makna hakiki, melainkan makna metaforis. Salah satu hikmah puasa diantaranya merupakan tarbiyah bagi

iradah (kemauan), jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran serta penahan diri dari hal-hal yang yang dilarang oleh Allah swt.22 Ketika seseorang berpuasa, maka dia

berusaha untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak amalan puasanya dan hal-hal lain yang tidak disukai Allah swt. (maksiat) . Oleh karena itu wajar Rasulullah saw. dalam hadisnya menyamakan puasa dengan perisai. karena puasa merupakan penghalang bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang diingininya dan merupakan pelindung bagi orang tersebut baik dari hal-hal maksiat dan dosa di dunia ataupun dari api neraka di akhirat.

Contoh lain yang terdapat dalam kitab Syarh Sunan Abu Daud li al-‘Aini Kitab al-Thahārāh, bab al-Istinjā’ bi al-Mā’ sebagaimana berikut ini :

-دتتلاخ نع ،يلتتساولا دتتلاخ نع ،ةتتيقب نب بهو انثدتتح

نب سنأ نع ،ةتتنوميم يبأ نب ءاتتلع نع -ءاذتتحلا :ينتتعي

22 Yusuf Qardawi, Fiqh al-Siam, terj. Ma’ruf Abdul Jalil Th. I. Wahid Ahmadi dan

(14)

لتتخد َمّل َتتسَو ِهتتْيَلَع ُهّللا ىّل َتتص هتتللا لوتتسر نأ ” :كتتلام

دنع اهعضوف ،انُرغْصأ وهو ، ٌةأضيم هعم مبُغ هعمو ًالئاح

ءاتتملاب ىجنتسا دقو انيلع جرخف ،ُهتجاح ىضقف ،ةردّسلا

.“

Keterangan :

Kata (ليخنلا نم ناتسبلا : طئاحلا ) jama’nya adalah ” طئاوحلا “, yang

dimaksud dengan طئاحلا adalah tembok. (ةأضيم) : denganmengkasrahkan mim

dan memfathahkan huruf setelah dhad, merupakan suatu wadah air yang

dipergunakan untuk berwudhu. dan sabda Nabi ” ةأضيم هعم “adalah kalimat

yang menjadi ‘sifat’ bagi ” (انرغصأ وهو) .“ مبغ. Selanjutnya hadis tersebut dijelaskan oleh al-‘Aini secara rinci sebagaimana kutipan berikut ini :

؛ ” مبغ ” نع ًلاتتح تعقو ةلمج ” انرغصأ وهو ” :هلوق

انرغتتصأ هتتنأ لاتتحلاو ،مبغ هعم لخدو :مبكلا ريدقت نن

ةردسلا دنع اهعضوف ” :هلوق .تقولا اذه يف نسلا يف

” دتتنع ” نن ؛ةردتتسلا ةرتتضحب ةأتتضيملا عتتضو :يأ ”

.قبنلا ةرجش :-نيسلا رسكب – ” ةردسلا ” و ،ةرضحلل

.هتتتجاح هتتّللا لوسر ىضق :يأ ” هتجاح ىضقف ” :هلوق

،ًلاتتح تعقو ةتتيلعف ةلمج ” ءاملاب تىجنتسا دقو ” :هلوق

اتتهلعف ناتتكو ًلاح تعقو اذإ ةيلعفلا ةلمجلا نأ ملع دقو

،ةردتتقم وأ ةققحم امإ ” دق ” نم هيف دب ل ،ًاتبثم ًايضام

ْمُكوُءاتتج ْوأ) :ىلاتتعت هتتلوقو ،كحتتض دتتق دتتيز ءاتتج :وتتحن

يتتضاملا نن كتتلذو ،ترصح دق :يأ (ْمُهُروُدُص ْترصح

فاتتنم ،لاتتحلا نمز نع دوتتجولا عتتلقنم هتتنإ ثيح نم

هتتب برتتقيل ” دتتق ” نم دتتب بف ،توبثلاب فصتملا لاحلل

زوتتجو ،هتتمكح يف ءيتتشلا نم بيرتتقلا نإف ،لاحلا نم

.انلق ام حصناو ،واولا دجو اذإ ًاقللم كرتلا ضعبلا

(15)

هتتيلع يذتتلاو ،ةلأتتسملا هذتته يف ساتتنلا فتتلتخا دتتقو

نيب عتتمجي نأ لتتضفنا نأ فلخلاو فلسلا نم روهمجلا

نكل ،ءاتتش اتتمهيأ ىلع رصتْقا رصتْقا نإف ،رجحلاو ءاملا

رتتجحلا نإ :لتتيق دتتقو ،ةيقنتلا يف هتلاصن ،لضفأ ءاملا

لإ رتتجحلا ئزتتجي ل :يكلاتتملا بيبتتح نبا لاتتقو .لتتضفأ

يراتتخبلا هتتجرخأ اذتته سنأ ثيدتتحو .ءاتتملا مدتتع نمل

.ملسمو

23

Terlihat dari pola pensyarahannya bahwa al-‘Aini cenderung berkutat pada aspek bahasanya, yang menurutnya sendiri merupakan ‘perangkat’ mendasar yang mesti digunakan dalam memahami hal apapun (“kunci pembuka segala ilmu”).

Kekurangan dan Kelebihan Pendekatan Bahasa dalam Studi Hadis

Penggunaan pendekatan bahasa dalam studi hadis memiliki banyak kelebihan maupun kekurangan, adapun diantara kelebihannya. Pertama dapat meyakinkan bahwa teks-teks Islam adalah petunjuk terakhir dari langit yang berlaku sepanjang masa, mengandung makna bahwa di dalam teks yang terbatas tersebut memiliki dinamika internal yang sangat kaya, yang harus terus-menerus dilakukan eksternalisasi melalui interpretasi yang tepat. Kedua, dapat mengetahui makna-makna dari lafadz-lafadz yang Gharib serta memahami benar kalimat-kalimat yang bermakna haqiqi ataupun majazi. Adapun kekurangannya adalah implementasi pemahaman terhadap nash secara tekstual seringkali tidak sejalan dengan kemaslahatan yang justru menjadi alasan kehadiran Islam itu sendiri.

Simpulan

Pendekatan kebahasaan dimaksudkan agar orang yang akan memaknai hadis yang berbahasa Arab itu dapat mengerti secara benar berbagai hal dan ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab. Sebaba kalau berbagai ilmu yang beriatan dengan

(16)

ini, semisal ilmu balaghah, ilmu Nahw, ilmu Sharf, dan lainnya tidak dikuasai, sangat mungkin pemaknaan tersebut akan salah.

Penelitian atau pemahaman hadis melalui pendekatan bahasa guna mengetahui kualitas hadis tertuju pada beberapa objek: pertama, struktur bahasa. Kedua, kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, apakah menggunakan kata-kata yang lumrah dipergunakan bangsa Arab pada masa Nabi saw. atau menggunakan kata-kata baru. Ketiga, matan hadis tersebut menggambarkan bahasa ke-Nabian. Keempat, menelusuri makna kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, dan apakah makna kata tersebut ketika diucapkan oleh Nabi saw. sama makna yang dipahami oleh pembaca atau peneliti.

Bibliograf

Amina Wadud Muhsin, Wanita dalam Alquran, terj. Yaziar Radianti, Bandung: Pustaka Salman, 1992.

Agusni Yahya: Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis, Ar-Raniry:

International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014 . Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis, Yogyaakarta: SUKA Pres UIN

Sunan Kalijaga, 2012.

Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika, Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

Muh Zuhri, Hadis Nabi (Telaah Historis dan Metodologis), Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997, 136

Muhammad Zuhri, Telaah Matan Hadis (Sebuah Tawaran Metodologis),

Yogyakarta: LESFI, 2003.

M. Quraish Shihab, dalam Pengantar buku, Studi Kritis atas Hadis Nabi Saw.

(Bandung: Mizan, 1989.

Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), Yogyakarta: IDEA Press, 2011.

Nashiruddin Albani, Sifat Shalat Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007.

(17)

William C. Chittick, Hermeneutika Ibnu Al-‘Araby,Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001.

Yusuf Qardawi, Fiqh al-Siam, terj. Ma’ruf Abdul Jalil Th. I. Wahid Ahmadi dan Jasiman, Fiqhi Puasa,Surakarta: Era Intermedia, 2009.

Yunahar Ilyas dan M Mas'udi, Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis,

Referensi

Dokumen terkait

memberikan keputusan mengenai status Hadis terhadap ijtihad kolektif di dalam organisasi. Secara khusus, penulis menggunakan pendekatan historis-sosiologis untuk memahami

Berdasarkan penjelasan makna dasar kedua kata tersebut, maka dapat dipahami bahwa hadis tersebut secara tekstual bermakna perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

Peminjaman pemerian adalah kata-kata bahasa Melayu yang sedia ada digunakan untuk mengisi kekosongan kerana terdapat kata daripada budaya asing sukar digantikan dengan kata dalam

Dengan dipahaminya makna kata miskin (dengan pendekatan aesthetic linguistics ) dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, al-Hakim, al-Thabrani dan al-Bayhaqi tersebut

Fitri Yuni, (2016): Studi Hadis-hadis Mematikan Lampu Ketika Hendak Tidur (Analisis Terhadap Makna Hadis Dengan Pendekatan Ilmu Kesehatan).. Tidur merupakan kebutuhan

Selanjutnya, dari kata tekstual muncul istilah kaum tekstualis yang artinya sekelompok orang yang memahami teks hadis berdasarkan yang tertulis dalam teks, tidak

Hal tersebut bisa di realisasikan jika diketahui adanya suatu petunjuk dibalik tekstual Hadis sehingga hal tersebut mengharuskan Kontekstualisasi Hadis agar dapat dipahami dan

Berdasarkan pemaparan di atas, maka artikel ini akan melakukan analisis hadis dengan metode tematik melalui langah- langkah berikut: 1 menetukan tema dan masalah yang akan dibahas; 2