• Tidak ada hasil yang ditemukan

No Unit Kerja Frekuensi Prosentase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "No Unit Kerja Frekuensi Prosentase"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SURYA 121 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 HUBUNGAN FREKUENSI MEMERAH ASI DENGAN PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI YANG BEKERJA DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Oleh :

Diah Eko Martini1, Eni Riyati2 ABSTRACT

Breast milk is a natural food that satisfies all the elements of the baby's needs both physical, psychological, spiritual and spiritual. The purpose of this research is to know the relation of frequency of milking to breastfeeding mother who work with milk production at Muhammadiyah Lamongan Hospital. The design used in this study is analytical crossectional with Spearman test approach. Sampling with simple random sampling. The sample amounted to 20 respondents according to the inclusion criteria. Data collection by distributing questionnaires.The result of the research by Spearman correlation test with spearman correlation coefficient (p) = 0.000 where p <0,05 then H1 accepted mean there is relation between frequency of milking of breastfed mother who work with milk production. From the results of this study it is necessary to increase knowledge and motivation of breastfeeding mothers who work to milk milk well and more optimally.

Keyword: Frequency of milking, Breastmilk Production, Mother work

PENDAHULUAN

Pada hakekatnya setiap ibu dapat menyusui bayinya. Keyakinan diri dan berfikir positif dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi ASI juga ditentukan oleh hormon prolaktin dan oksitosin yang di produksi apabila terdapat rangsangan pada payudara, oleh sebab itu semakin banyak ASI yang dihisap oleh bayi semakin lancar pula produksinya (Riksani, 2012). Pada bayi yang sering diberikan ASI secara langsung pada minggu- minggu pertama maka akan membantu dalam melancarkan produksi ASI. Kemungkinan ASI akan mengalami cairan yang encer dan lebih bening pada awal diberikan kepada bayi. Selain itu mengosongkan payudara dengan menggunakan pompa ASI. Perlu diingat bahwa menyusui merupakan supply-demand sehingga produksi ASI sangat ditentukan dengan pengeluaran ASI.Memerah ASI dapat dilakukan diantara waktu menyusui kemudian diteruskan dengan memerah 5-10 menit setelah menyusui sehingga pijatan yang dilakukan dapat menstimulasi produksi ASI (Danuatmadja, 2006)

Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan, kedinginan atau ingin sekedar di dekap) atau ibu sudah merasa perlu

menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola teratur menyusu dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian (Nurbaeti, 2013).Kesalahan dalam hal frekuensi dan durasi pemberian ASI dapat mempengaruhi produksi ASI berkurang, ASI tersumbat, payudara bengkak, bendungan ASI, mastitis, abses payudara. Pada ibu bekerja, kurangnya cakupan pemberian ASI ekslusif adalah karena singkatnya masa cuti hamil atau melahirkan yaitu rata-rata hanya tiga bulan, keterbatasan waktu atau kesibukan kerja, dan ketersediaan fasilitas untuk menyusui di tempat kerja menyebabkan penggunaan susu botol atau susu formula diberikan lebih dini.Semakin banyak wanita yang bekerja, akan mempengaruhi upaya ibu menyusui bayi (Arifin, 2004).

(2)

SURYA 122 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 ASI dengan frekuensi memerah sebanyak 2 kali

setiap shif, selain itu ada 1 (25%) ibu mengeluhkan produksi ASI nya turun dengan produksi 20 cc setiap kali memerah, dengan frekuensi memerah tidak menentu, kadang memerah saat bekerja dan kadang tidak. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masalah penelitian ini adalah turunnya produksi ASI pada ibu bekerja.Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI pada masa laktasi diantaranya adalah frekuensi menyusui dan salah faktor dominan yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu yang bekerja adalah frekuensi memerah ASI (Riksani, 2012). Pemberian ASI dengan carasupply by demand yaitu persediaan cadangan air susu dimana apabila ibu sering mengosongkan payudaranya dengan cara menyusui langsung ataupun dengan memerah ASI maka produksi ASI akan semakin banyak, justru sebaliknya apabila ibu tidak menerapkan pola menyusui yang benar dengan frekuensi yang jarang menyusui anaknya dan menyelingi dengan susu formula maka kemungkinan besar produksi ASI akan berkurang (Sulistyowati, 2009).Menyusui yang dijadwalkan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa di jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI(Sulistyawati, 2009). Menyusui atau memerah ASI setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk wanita pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khususnya empat bulan pertama. Bukanlah hal yang aneh apabila bayi yang baru lahir menyusu lebih sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12 kali menyusu setiap 24 jam atau bahkan 18 kali (Anik, 2012). Selama periode baru lahir, waktu menyusui bayi 20-45 menit, durasi menyusui juga berpengaruh terhadap ejeksi ASI saat menyusui, ketika bayi tidak dapat menyusu, stimulus untuk produksi ASI sangat diperlukan. Pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas sel-sel alveolar kelenjar mammaria. Jumlah prolaktin yang disekresikan dan jumlah ASI yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lama bayi mengisap (Bobak, 2010). Meskipun secara teori dimungkinkan frekuensi menyusui

bisa meningkatkam produksi ASI namun penelitian mengenai hal tersebut belum banyak dilakukan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yang menyusui bayi usia 4-6 bulan Oktober2013 sampai dengan januari 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang ibu menyusui. Tehnik Sampling dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan jenis total sampling yaitu seluruh populasi diambil untuk dijadikan sebagai sampel. Data yang sudah dilakukan tabulasi dan pengkodean selanjutnya dilakukan analisis dengan uji korelasi spearman untuk mengetahui hubungan antara Frekuensi memerah ASIdan produksi ASI dengan menggunakan program SPSS 16.

HASIL PENELITIAN 1) Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah ibu menyusui yang bekerja di RS. Muhammadiyah Lamongan yang tersebar diberbagai Instalasi berjumlah 20 orang.

(1) Umur

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi UmurIbu Menyusui saat bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

No Umur Frekuensi Prosentase (%)

1 20-25 Tahun 9 45

2 26-30 Tahun 8 40

3 31-35 Tahun 2 10

4 36-40 Tahun 1 5

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa hampir setengahnya atau 45% ibu berusia 20-25 tahundan sebagian kecil atau 5% ibu yang berusia 36-40 tahun.

(2) Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut tingkatPendidikan

No Tingkat

Pendidikan Frekuensi

(3)

SURYA 123 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014

1 SMA 2 10

2 D3 12 60

3 S1 6 30

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.2menunjukkan bahwa sebagian besar atau 60% responden mempunyai latar belakang pendidikan D3 dan sebagian kecil atau 10% berlatar belakang pendidikan SMA.

(3) Unit Kerja

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Menyusui Berdasarkan unit Kerja

No Unit Kerja Frekuensi Prosentase

1 Farmasi 4 20

2 Rekam Medis 2 10

3 Laboratorium 2 10

4 Perawatan 12 60

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan sebagian besar atau 60%Responden berasal dari ruang perawatan dan sebagian kecil atau 10% responden berasal dari ruang rekam medis dan laboratorium.

4.1.1 Data Khusus

4.1.1.1 Frekuensi Memerah ASI

Gambaran Frekuensi memerah ASI pada ibu menyusui pada saat bekerja di RS Muhammadiyah Lamongan.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Memerah ASI Ibu menyusui

No Memerah

ASI Frekuensi

Prosentase (%)

1 Baik 14 70

2 Kurang 6 30

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.4menunjukkan sebagian besar atau 70% ibu memerah ASI dengan frekuensi memerah ASI baik dan sebagian kecil 30% frekuensi memerah ASI kurang. Dikatakan frekuensi memerah ASI-nya

baik apabila ibu memerah ASI pada saat bekerja minimal 2-3 kali dan dikatakan kurang jika frekuensi memerah ASI pada saat bekerja kurang dari 2 kali.

4.1.1.2 Frekuensi Produksi ASI

Tabel 4.5 Distribusi Produksi ASI Pada Ibu Menyusui

No Produksi

ASI Frekuensi

Prosentase (%)

1 Baik 11 55

2 Kurang 9 45

Total 20 100

Berdasarkan tabel 4.5menunjukkan distribusi produksi ASI dimana terdapat sebagian besar atau 55% responden dengan produksi ASI baik dan terdapat pula hampir setengah atau 45% responden dengan produksi ASI yang kurang. Dikatakan produksi ASI-nya cukup pada ibu yang memerah ASI saat bekerja apabila bayi hanya minum ASI ekslusif dan indikator yang lain adalah produksi air kencing bayi dalam hal ini dilihat berdasarkan frekuensi ganti Diapers karena penuh oleh air kencing minimal 5-6 kali dalam 24 jam dan dikatakan produksi ASI kurang jika bayi ganti Diapers kurang dari 5 kali dalam 24 jam.

4.1.1.3 Hubungan frekuensi memerah ASI dengan produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di RS Muhammadiyah Lamongan

Tabel 4.6 Tabel Silangfrekuensi memerah ASI dengan produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di RS Muhammadiyah Lamongan

Memerah ASI

Produksi ASI

Baik Kurang Total

F % f % F %

Baik 11 78.6 3 21.4 14 100

Kurang 0 0 6 100 6 100

Total 11 55.5 9 45.5 20 100

P=0,000

(4)

SURYA 124 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 dengan frekuensi memerah ASI baik memiliki

produksi ASI yang baik pula dan sebagian kecil atau 21,4% responden dengan Frekuensi memerah ASI baik memiliki produksi ASI yang kurang dan seluruh Responden atau 100% responden dengan frekuensi memerah ASI kurang, memiliki produksi ASI yang kurang pula. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi memerah ASI dengan produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja. Hasil ini diperkuat pula oleh uji korelasi Spearman dengan hasil didapatkan nilai koefisien korelasi spearman (rs) = 0,724 dan nilai Sig 2 tailed (p) = 0,00< 0.05 H0 ditolak maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna / signifikan antara frekuensi memerah ASI dengan produksi pada ibu yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah lamongan.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Frekuensi Memerah ASI

Data mengenai frekuensi memerah ASI pada tabel 4.4 menunjukkan sebagian besar atau 70% ibu menyusui yang memerah ASI saat bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan mempunyai frekuensi memerah ASI dengan kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan memiliki perilaku atau kebiasaan yang sangat baik, dimana sebagian besar ibu yang menyusui bayi usia 3-6 bulan pada saat bekerja meluangkan waktu istirahatnya di sela-sela pekerjaannya untuk memerah ASI karena ingin memberikan ASI ekslusif kepada bayinya.

Salah satu faktor yang mendukung tingginya angka partisipasi ibu untuk memerah ASI adalah adanya dukungan dari suami dan keluarga, menurut Anik (2012) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara social support ( suami atau teman laki-laki) dengan produksi ASI, faktor dukungan suami berhubungan bermakna terhadap pemberian ASI ekslusif selama 4 bulan. Rutinitas pekerjaan rumah tangga membuat ibu kelelahan dan stress, sehingga dibutuhkan dukungan dari keluarga.Dukungan dari suami atau orang yang serumah dapat berupa membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangganya, dengan demikian maka ibu dapat tenang dan santai yang akhirnya dapat memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya.

. Selain kedua faktor tersebut, faktor tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ibu, sehingga

termotivasi untuk memerah ASI pada saat bekerja. Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak 60% responden berpendidikan D3 dan sebagian kecil atau 10% responden berpendidikan SMA. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan dari responden sangat berpengaruh terhadap motivasi ibu menyusui untuk memerah ASI pada saat bekerja, dimana responden terbanyak adalah ibu dengan tingkat pendidikan D3 keperawatan.Adanya pengetahuan tentang menyusui dan manajemen Laktasi yang diperoleh pada saat menempuh pendidikan juga Selain itu tersebarnya leaflet, seminar dan kelas antenatal tentang manajemen Laktasi yang ada di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan juga merupakan hal yang berpengaruh pengetahuan tentang frekuensi memerah ASI. Menurut Biancuzzo.M. (2003) menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengikuti antenatal care secara teratur mempunyai motivasi yang tinggi untuk menyusui dan berhubungan secara positif dengan kecukupan produksi ASI.

. Menurut Tempat kerja merupakan salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap pelaksanaan memerah ASI pada saat ibu menyusui sedang bekerja dimana motivasi ibu memberikan ASI karena terpengaruh oleh teman pekerja yang juga memberikan ASI (Bridges, 1997).Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar atau 60% responden bekerja di unit perawatan dan sebagian kecil atau 10% responden bekerja di unit Rekam Medis. Para responden dengan tempat kerja dekat dengan lokasi ruang Laktasi mempunyai frekuensi memerah ASI yang lebih baik jika dibandingkan dengan responden dengan letak tempat kerja lebih jauh dari lokasi ruang Laktasi.

(5)

SURYA 125 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 wanita yang memiliki jam kerja lebih lama

(Novayelinda,, 2012).

Menurut Jan Riordan (2010) Hal yang menjadi perhatian bagi wanita bekerja dalam pemberian ASI adalah bagaimana mempertahankan produksi ASI selama jam kerja.Pengeluaran ASI yang teratur dan adanya fasilitas penyimpanan ASI merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut karena pengeluaran ASI secara teratur akan merangsang produksi ASI lebih banyak. Wyatt 2002 mengidentifikasi 5 fasilitas yang dapat disediakan oleh tempat kerja untuk tetap memberikan ASI yaitu: pompa ASI, ruangan untuk memerah ASI atau ruang untuk menyusui, adanya lemari pendingin untuk tempat menyimpan ASI dan adanya dukungan dari tempat kerja.Memerah ASI merupakan salah satu solusi untuk tetap memberikan ASI di tempat kerja. Adanya informasi tentang menejemen pemberian ASI pada saat kembali bekerja, adanya fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI, waktu istirahat khusus untuk memerah ASI dan waktu kerja yang fleksibel merupakan factor yang dapat meningkatkan motivasi ibu untuk memerah ASI atau menyusui saat sudah kembali bekerja ( Kosmala-Anderson dan Wallace, 2006)

Dengan adanya fasilitas yang di sediakan oleh rumah sakit muhammadiyah Lamongan seperti klinik Laktasi, ruang memompa ASI, pompa ASI elektrik dan juga lemari pendingin untuk menyimpan ASI serta adanya kebijakan tersendiri dari unit keperawatan selama 2 bulan pertama setelah cuti melahirkan, seorang perawat pasca bersalin hanya akan bekerja pada shif dinas pagi saja, hal ini sangat membantu dan meningkatkan kemauan ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan untuk memerah ASI saat bekerja sehingga ibu tetap dapat menjaga produksi ASI meskipun telah kembali bekerja.

4.2.2 Produksi ASI

Berdasarkan hasil penelitian sebagian responden atau 55%mempunyai produksi ASI yang baik.Hal ini disebabkan karena ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sering memerah ASI. Kurangnya frekuensi memerah ASI akan menyebabkan berkurangnya pula produksi ASI. Upaya untuk meningkatkan produksi ASI adalah mengosongkan kedua payudara secara bergantian salah satunya adalah dengan cara

memerah ASI pada saat ibu menyusui sedang bekerja. Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa frekuensi memerah ASI yang baik memberikan dampak yang baik pula pada produksi ASI ibu yang bekerja. Selain itu juga diperoleh data bahwa terdapat hampir dari sebagian ibu menyusui atau 45% ibu yang produksi ASI-nya kurang. Menurut Suradi (2008) menyusui atau memerah ASI tiap 2-3 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi, di mana ibu-ibu pada umumnya menyusui atau memerah ASI 8 kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi terutama pada awal-awal menyusui, khususnya empat bulan pertama. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dan kelenjar payudara untuk memproduksi ASI.Hal ini menunjukkan bahwa dengan memerah ASI baik dengan menggunakan tangan maupun dengan menggunakan pompa dapat memberikan dampak seperti memijat pada payudara dan sekaligus pula mengosongkan isi payudara. Menurut Naqiyyah (2011) mengosongkan kedua payudara ibu baik secara menyusui langsung ataupun dengan cara memerah ASI maka produksi ASI akan semakin banyak, justru sebaliknya apabila ibu tidak menerapkan pola menyusui yang benar dengan frekuensi yang jarang dan menyelingi dengan susu formula maka kemungkina besar produksi ASI akan berkurang. Ibu yang mengkonsumsi rokok dan alkohol juga dapat mempengaruhi produksi ASI karena zat yang ada didalam rokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin yang akan menghambat oksitosin, sedangkan jika mengkonsumsi alkohol dosis rendah disatu sisi akan membuat ibu rileks sehingga membantu pengeluaran ASI tetapi di sisi lain kandungan ethanol yang terdapat dalam alkohol dapat pula menghambat produksi ASI (Arifin, 2004). Menurut Soetjiningsih. (2012) bayi yang cukup menerima ASI akan menunjukkan frekuensi buang air kecil yang sering, setidaknya bayi akan ganti popok 6-8 kali atau 5-6 diapers perhari. Urine tanpa warna atau kuning pucat.bayi tampak puas dan senang selama rata-rata 1-3 jam tenggang waktu menyusui. bayi tampak sehat, turgor baik dan bayi cukup aktif.

(6)

SURYA 126 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 4.2.3 Hubungan frekuensi memerah

ASIdengan produksi ASI

Berdasarkan hasil crosstab frekuensi memerah ASI dengan produksi ASI didapatkan data bahwa seluruh ibu atau 100% ibu dengan frekuensi memerah ASI kurang maka produksi ASI ibu juga kurang dan untuk ibu menyusui dengan frekuensi memerah ASI baik hampir seluruhnya atau 78,6% mempunyai produksi ASI yang baik pula tetapi ada juga sebagian kecil atau 21,4% ibu yang memerah ASI dengan kategori baik tetapi mempunyai produksi ASI yang kurang. Pada Ibu dengan frekuensi memerah ASI baik maka Berdasarkan tabel 4.6 hasil uji korelasi Spearman dengan nilai koefisien 0,724 dan nilai (p)= 0,000 berarti H1 diterima yang artinya ada hubungan frekuensi memerah ASI dengan produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Pada Ibu dengan frekuensi memerah ASI baik maka produksi ASI ibu akan baik juga penyabab utamanya adalah adanya supply by demand yaitu persediaan cadangan air susu ibu dimana apabila ibu sering mengosongkan payudaranya dengan cara menyusui langsung ataupun memerah ASI maka produksi ASI akan semakin banya pula, justru sebaliknya apabila ibu tidak menerapkan pola menyusui yang benar dengan frekuensi yang jarang menyusui ataupun memerah ASI dan menyelingi dengan pemberian susu formula maka kemungkinan besar produksi ASI akan berkurang ( Naqiyya, 2011). Pada penelitian ini didapatkan sebagian kecil atau 21,4% ibu memerah ASI dengan frekuensi yang baik tetapi produksi ASI kurang.

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia, pekerjaan sangat berpengaruh pada pola menyusui atau memerah pada ibu menyusui yang bekerja semakin sibuk pekerjaan seseorang maka akan semakin sedikit waktu luang yang di gunakan untuk memerah ASI atau menyusui bayi sebaliknya jika pekerjaan itu memiliki waktu luang yang banyak maka waktu luang yang dimiliki untk menyusui juga makin banyak(Vita, 2012). Semakin baik frekuensi memerah ASI maka semakin baik pula produksi ASI yang dapat diasumsikan bahwa bahwa frekuensi bayi menyusu secara langsung ataupun dengan memerah ASI hal itu mempengaruhi produksi dan kelancaran keluarnya ASI. hal ini senada dengan pendapat Utami Roesli ( 2011 ) yang menyatakan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi produksi ASI pada masa Laktasi diantaranya adalah

frekuensi menyusui dan salah satu factor dominan yang mempengaruhi produksi ASI pada ibu yang bekerja adalah frekuensi memerah ASI.

Menurut Mykie Nghiem (2008).langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan frekuensi pemberian ASI adalah dengan cara menyusui atau memerah ASI setiap dua sampai tiga jam sekali atau memerah ASI, ataupun menyusui sebanyak delapan kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi.Pada ibu yang bekerja memompa atau memerah ASI dapat dilakukan selama 15 menit tiap beberapa jam sekali saat bekerja, lebih dianjurkan untuk memompa dengan menggunakan pompa yang dapat memompa 2 payudara sekaligus, hal ini lebih menstimulasi produksi ASI dibandingkan dengan hanya menggunakan satu untuk bergantian. Salah satu faktor perancu pada penelitian ini adalah kemungkinan adanya perbedaan asumsi penggantian Diapers oleh ibu, apakah diapers itu sudah penuh oleh air kencing atau belum. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa frekuensi memerah ASI yang baik sangat efektif untuk menjaga produksi ASI tetap tinggi pada ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sehingga pemberian ASI ekslusif tetap bisa terlaksana meskipun ibu bekerja.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulansebagai berikut:

1) Frekuensi memerah ASI pada ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan lebih dari sebagian baik.

2) Produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sebagian baik.

3) Terdapat hubungan yang signifikan antarafrekuensi memerah ASI dengan produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan dimana sebagian besar ibu menyusui yang memerah ASI saat bekerja dengan frekuensi baik mempunyai produksi ASI yang baik pula

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saransebagai berikut :

(7)

SURYA 127 Vol. 01, No. XVII, Maret 2014 yang bekerja untuk tetap memerah ASI

meskipun saat bekerja sehingga dapat tercapai pemberian ASI Ekslusif.

2) Bagi instansi penelitian: Diharapkan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan tetap mempertahan kan fasilitas Klinik Laktasi yang sudah ada dan bisa lebih mengoptimalkan lagi keberadaan dan layanan di klinik Laktasi sehingga program ASI Ekslusif bisa tercapai terutama bagi para karyawan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. JUGA dapat membuat aturan tertulis ( SOP ) untuk memberikan waktu tersendiri bagi ibu-ibu menyusui yang ingin memerah ASI pada saat bekerja sehingga tidak menyita waktu istirahat ataupun waktu makan bagi ibu-ibu yang sedang bekerja dan tidak merasa canggung dengan teman kerja di ruangan yang ditinggalkan.

.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M.Siregar. (2004), Pemberian ASI Ekslusif Dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta :EGC Anik Maryunani, (2012), ASI Ekslusif Dan

Menejemen Laktasi. Jakarta, Trans infomedia

Biancuzzo.M. (2003). Breast Feeding The New Born, Jakarta :EGC.

Bridges, C.B., Frank, D.I. & Curtis, J. (1997).‘ Employers attitude towards breastfeeding in the workplace’. Journal of Human Lactation, 13(3), 215-219 Bobak, (2010). Keperawatan Maternitas, Jakarta

:Bukukedokteran EGC.

Jan Riordan, Karen Wambach (2010). Breastfeeding and Human Lactation. Jones & Bartlett Learning. https://books.google.co.id/books

Danuatmadja, Bonny. (2006), Buku Ajar Konsep Kebidanan, Jakarta: Puspaswara

Keperawatan Pada Ibu Post Partum Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Mitra Wacana. Novayelinda, Rini (2012).Pemberian ASI:

Telaah Literatur Pemberian ASI Dan Ibu Bekerja. Jurnal Ners Indonesia Vol 2, No 2 (2012) Diperoleh dari URL :

https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/

article/view/2028

Kosmala-Anderson J1, Wallace LM.(2006).

Breastfeeding works: the role of employers in supporting women who wish to breastfeed and work in four organizations in England. J Public

Health (Oxf). 2006 Sep;28(3):183-91.

Epub 2006 Jul 22.

DOI:10.1093/pubmed/fdl012

Mykie Nghiem .(2008).Employees’ Guide to Breastfeeding and Working. The U.S. Department of Health and Human Services, Health Resources and Services Administration (HRSA), Maternal and Child Health Bureau. Url :

https://uhs.berkeley.edu/sites/default/file

s/wellness-womenshealth_breastfeedingandworkin g.pdf

Naqiyyahsyam, 2011. 5 Langkah memerah ASI, http://www.naqiyyahsyam.com/2011/08 /5-langkah-memerah-asi.html

Riksani. (2012). Keajaiban ASI.Jakarta: Dunia Sehat.

Sulistyowati.Ari. (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Jogjakarta: Andi Offset.

Soetjiningsih. (2012), ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta : EGC. Suradi, Tobing.(2008). Manfaat ASI Dan

Menyusui. Jakarta: FKUI

Utami Roesli. (2011). Panduan Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Ekslusif. Jakarta: Pustaka Bunda.

Vita, Sandi Nuryani. (2012). Gambaran Pemberian ASI Pada Ibu Pekerja BuruhPabrik Di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Surakarta. Skripsi Program Sarjana Keperawatan FIK-UMS Surakarta, Naskah Publikasi. Wyatt SN.(2002). Challenges of the working

breastfeeding mother. Workplace solutions. AAOHN J. 2002 Feb;50(2):61-6[PubMed}

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.6 Tabel Silangfrekuensi memerah ASI Muhammadiyah Lamongan dengan  produksi ASI pada ibu menyusui yang bekerja di RS Muhammadiyah Lamongan

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan pemasaran langsung ( direct marketing ) yang dilakukan rumah sakit Islam Malahayati adalah salah satu kegiatan promosi yang dilakukan oleh bagian

Salah satu wujud keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamujudalam membangun kota mamuju sebagai kota wisata, yaitu dengan menata dan mengelola obyek

Antiok sidan Flav onoid Kurkumin Wet _Abilit y L a b kelarutan bulk _dens ity.

Sebelumnya disinggung dalam memasarkan produk ikan salai Patin produksi pengolah di desa Penyasawan dipasarkan melalui dua sistem pemasaran, yaitu sistem pemasaran langsung

Berdasarkan Data Monografi Desa Beji terlihat bahwa penduduk yang menempati tingkat pendidikan paling banyak dari tahun ke tahun adalah tingkatan Sekolah Dasar, dan urutan

antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan Kerangka Acuan Kerja yang telah ditentukan dalam Kontrak, maka PPK bersama penyedia dapat melakukan perubahan

Jenis panci aluminium yang mempunyai kualitas yang baik adalah panci jenis Eagle karena mempunyai laju korosi yang paling lambat dibandingkan dengan Djawa dan Orchid..

Kewajiban memberikan perlindungan anak walaupun sudah disadari merupakan kewajiban bersama, namun perlu diberikan landasan hukum secara khusus disamping yang sudah