• Tidak ada hasil yang ditemukan

U N D A N G -U N D A N G NOMOR 7Drt1955

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "U N D A N G -U N D A N G NOMOR 7Drt1955"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1

P

F/V&ADIL/U) -L'V'ti't.'fi-C’K'J&va V W

S K R I P S I :

2 . ?v*'&4DILA/V FeCtl'CHu

TRI S O E R J O H E N D R ASTO

TINJAUAN

PER A D I L A N IN A B SEN SI A PA D A

U N D A N G - U N D A N G N O M O R 7 / D r t / 1955

P AKTJ LTAS H U K U M U N I VE R ST T AS AI R L AN G G A

(2)

TINJAUAN PERADILAN IN ABSENSIA

PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 7/Drt/1955

SKRIPSI

Oleh :

TRI SOERJO HENDRASTO

038111031

PA K U LT A S HUKUM U N IV JSK 8 1 T A S A IRLA N G G A

S U K A B A Y A

(3)

53

DAFTAR BACAAN

A. Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi, cet. Ill, Erlangga, Jakar­ ta, 1983.

Djoko Prakoso, Peradilan In Absensia Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985o

Hermin Hadiati Koeswadji, Macam-macam Pidana Di Dalam KUHP Serta Hal-hal Yang Menvebabkan Gugurnya Hak Untuk Me­ nuntut Dan Men.ialani Pidana, Bagian Penerbitan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jakarta..

H. Baharudin Lopa, Tindak Pidana Ekonomi Pembahasan Tindak Pidana Penvelundupan. Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.

H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Di Bidang Ekonomi (Dading).

Alumni, Bandung, 1 9 8 6 .

-Kitgb Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). CV. Aneka, Semarang, 1982.

K. Wanjik Saleh, Pelengkap KUHP, cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981 *

Moelnatnov Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta, 1983.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Hukum Bahasa Indonesia, cet. V, Balai Pustaka, Jakarta, 1978.

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

j H y l i i . i | ' i i r i i t' - 11 k 'K s r w i t i - s r !<• f i o p a t rn n i.iri j u f c V . a n s u r a t - -

: ; u r n i . i ' i u ; i t , --rv : : o h , i " T r t i U l a / o r t . - r c c h u * U l ' J c : i U r i / .

-‘ o r I ’-j 1 u , i P ( . r o i u n i . : / . c : p d c Y/ . r i n r . e m e r c t i

-U n j u t .

-I: fi« . / . i r > i - . v. ' . ^ u t I V '. r .- . d o U i u . r . r r r .

. i . i ' - l i . - i i - j i ^ o j > i ' ; o r . t . - ' T v n , - ; £ c r u ? r . : - - -

--• . k e o l l r o ; . '7" L c : : v . , ; • L. . •

'. t L i p^ti U ,J ;•«’!. ;• 11. 1c. •

C<i- ^ '.i i-.; - v i ! ) ■' : , '■ '.J.. d I

• : . u : v L I . , ' : . , ! , - t . u f c l i ; . a . r ' r . i i.

'.on, f al 11 !\'’i j.-> i [ 1.'.'j :*.?;• __

■*i-■f>-7'rj-r'‘y>,- doL-i ■:

: : L. ' ir.. ’i f , , - i a t- - v \o t u : / . • • - - - -- - - -- - - -M.. i . i :--\l r .i-.j., I r . u v > '.i i . ' t . - V . f i

-ljuk i -bu' . . Li c; .** I -» i u "l. : ; ■ , c:

• 1 ■1 ri! : ! ' •« . i ( i n n ’ t , i n ) ■‘■C. n ' -

i-s. -tin . ■■ 11 '■ , ■

; : / -\ !i. i I:-- 1 i ■ f ' « ; d 'v L ' . - v .. ;

-r ■■ j >, ' r.L i t ■ i . ■ ;'i

i ... ' Vi i .1 !•/, •.

i 1: \ i :

(11)
(12)
(13)

-10-t -10-t u 1 ^ 3 6 , o l e h : K . SOL' l Ai JT HI , S H , , s e b a g a i Haki m K e t u a , —

-l O t -l ui A , S H . , d an NY . EOEUI JAT 1 SANT OSO, S H . t m a s i n g —

ni j si . ’ itf a o b a ^ a i Hak i m A n g g o t a , p u t u a a n m ana p a d s h a r i i t u j u g a

-d i u c a j k a n -d a l a n p e r s i -d a n g a n y a n ^ -d i n y a t alc an t e r bn Vc a u n t u k —

umum, d i dar npi ng i o l o h i NY . HADJI it A I . E . M , , P a n L t e r a P e n g g a n t i

J’o n i ' a d i l a n N e g e r i t e r s e b u t , d e n g a n d i h a d i r i o l e h * .

---MY. N I L S HLNDAR'.VAf i TI , P e n un t ut ' Ur n un .

(14)

TINJAUAN PERADILAN IN ABSENSIA

PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 7/Drt/l955

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUH1

SYARAT-SYARA'I4 UNTUK MEMCAPAI GELAK

SARJANA HUKUM

Oleh :

TRI SOERJO HENDRASTO

038111031

PEMBIMJ5UJG DAN PEflGUJl

FAKULTAS HUKUM UNI ViSRSI'i'AS AIRLaNGGA

S U R A B A Y A

(15)

KATA PENGANTAR

D e n g a n-mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha E-

sa yang telah melimpahkan RachmadNya kepada saya, sehingga

tercapailah sebagian dari cita-cita saya, yaitu menyelesai-

kan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Suraba­

ya.

Pembuatan skripsi ini adalah untuk memenuhi persya-

ratan dalam menyelesaikan stadi pada program strata 1 di

Fakultas Hukwn Universitas Airlangga.

Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak bantman yang

diberikan oleh para dosen dan rekan-rekan mahasiswa. Untuk

ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Woerjaningsih, S.H., selaku dosen pembimbing dan do-

sen penguji*

2. Bapak Harjono Kintaroem, S.H,, selaku dosen penguji.

3. Bapak Richard Wahjoedi, S.H., selaku dosen penguji.

4. Rekan-rekan yang telah ikut membantu dan mendukung ter-

vmjudnya skripsi ini.

Kiranya skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca

dan bagi pengembangan hukum pidana, khusu3nya dalam men^-

hadapi kssu3 pidana ekononi yang penyelesaiannya melalui

peradilan in absensia.

Demikian sedikit uraian kata pengantar dari saya de­

ngan harapan semoga tulisan skripsi ini berguna untuk hsri

(16)

Akhirnya saya persembahkan skripsi ini untuk alma-

mater tercinta Fakultas Hukum Universitas Airlangga semo-

(17)

Halaman

KATA PENu aNTaR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHTJLUAN ... 1

1* Permasalahan : Latar Belakang Dan

Rumus-annya ... ... 1

2. Penjelasan Judul ... 00...*... . 4

3o Alasan Pemilihan Jadul 00... *...«<> 5

4-. Tujuan Penulisan ... . 6

5. Metodologi ... ° 7

6 . Pertanggungjawaban Sistematik ... 8

BAB II ■; BEBERAPA MACAM TINDAK PIDANA YANG DAPAT DI­

ADILI SECARA IN ABSENSIA DAN PENGARUHNYA 10

1. Beberapa Tindak Pidana Yang Dapat Diadili

Secara In Absensia oo*.oooo.o*o.».»..*«* 10

2o Subyek Hukum Yang Dapat Diadili Secara

In Absensia .,. 0 • 0... 0 -..* ... oo.« 14

3* Pengaruh Peradilan In Absensia ... . 19

BAB III ; TUJUAN SERTA 3EBSRAPA KELEMAHAN PERADILAN IN

ABSENSIA DALAM TINDAK PIDANA EXONOKI . . , . 0 0 25

1. Pejabat Yang Berwenang dalam ilenangani

Kasus Tindak Pidana Ekonomi ... 25

2o Tujuan Peradilan In Absensia ... . 29

3o Kelemahan Peradilan In Absensia ... 32

(18)

BAB IV : KASUS DAN P E M B A H A S A M Y A ... ...37

1„ Duduk Perkara ...37

2. Pertimbangan H u k u m ...38

3. P e m b a h a s a n ... ... ...42

BAB V ; P E N U T U P ... ... ...50

1. Kesimpulan ... ... ...50

2. Saran • «•<,<>... »• •... o.. 52

DAFTAR BACAAN ... . ... ...53

(19)

BAB X

PENDAHULUAN

1 ♦ Permasalahan : Later Belakang dan Rumuaannva

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang di-

segala bidang fisik baik fisik maupun mental. Pembangun-

an di bidang ekonomi merupakan sasaran utama disamping bi-

dang-bidang yang lain. Sejak kemerdekaan hingga saat ini

perekonomian Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Kemajuan tersebat jika tidak ditunjang oleh peran

serta masyarakat, maka hal tersebat tidak dapat berlang-

sung terus. Seperti diketahui bahwa akhir-akhir ini sering

terjadi penyimpangan atau tindak pidana ekonomi yang sangat

merugikan negara.

Hakekat daripada tindak pidana ekonomi adalah nenge-

lakkan peraturan-peraturan yang ada untuk mencapai hasil

pemuasan yang sebesar-besarnya untuk pribadinya sendiri.

Perbuatan semacam ini dapat merugikan keuangan negara yang

tidak sedikit jumlahnya dan sering juga disusul dengan tin-

dakkan penguasaan salah satu hasil produksi.

Tujuan negara sudah jelas, yaitu suatu masyarakat

yang adail dan makmur baik materiil maupun spirituil ber-

dosarkan Pancasilo dan Undang-undang Dasar 194-5. Untuk men­

capai tujuan bangse dsn negara sesuai dengan apa yang di -

cita-citakan di dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Panca-

sila, ternyata banyak hembatannya.

(20)

me-rongrong perekonoraian negara di dalam menyelenggarakan ro-

da pemerintahan, dikeluerkannya suatu perundang-undangan

yaitu Undang-undang Ho, 7/Drt/l955, tentang Pengusutan,

Penuntunan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (selanjut-

nya disingkat UUTPE), yang diundangkan pada tanggal 19 Mei

1955.

Perlu diketahui bahwa sejarah UUTPE yaita UU No. 7/

Drt/1955, tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tin­

dak Pidana Ekonomi, sebelum menjadi Undang-undang telah ber-

kali-kali dirubah dan ditambah terutama pada pasal 1 sab e

yang telah dicabut dan diganti dan berturut-turut dirubah

dengan Undang-undang darurat tahun 1958-156 dan Perpu LN

1960-13; Perpu LN 1960-74; Perpu LN 1960-118. Sejak 1 Ja-

nuari 1961/13 Undang-undang Darurat IIo* 7 tahun 1955 men-

jadi Undang-undang* Keraudian Undang-undang No. 7/Drt/l955

mengalami perubahan legi dengan ; Perpu LN 1962-42; Perpu

LN 1962-43; Undang-undang LN 1964-101; Undang-undang LN

1964-131; Perpu No. 15 tahun 1962; Undang-undang No. 11 ta­

hun 1965*

UUTPE yang berlaku sekaran^ ini nsrupaken hukum pi­

dana khusus yang berarti terdapat penyinpangsn-penyimpengan

dari hukum pidana umum di dalam KUHP. Penyimpangan ini di-

perkanankan oleh adanya adagium " Lex specialis derogat le-

gis generalis n.

Diantara penyimpangan-penyimp,m.jan itu sialah diperkenan-

(21)

•*:u-3

ang di dalam pasal-pasal yang terdapat di dalam UUTPE.

Sifat-sifst kekhususan Tindak Pidana Ekonomi terae-

but antara lain diutarakan oleh sarjana-sarjana sebagai

berikut :

a. Peraturan-peraturan Ekonomi Sosial harus disesuai- kan dengan pesar dan dengan mudah berubah-ubah se~ suai dengan keadaan.

b* Peraturan-peraturan disusun aecara elastis dan ti- dak dapat ditempatkan di bawah "Stricta interpre - taaio,

c. Kesungguhan dari delik digantungksn pada pasar. d. Sanksi dapat diperhitungkan oleh mereka yang ber-

sangkutan (mereka yang bekerja di pasar) * 1

Dapat dipidanakan bahwa hukum sebagaimana tertuang

di dalam pasal 15 ayat 1 UUTPE dan dapat diiaksanakennya

peradilan in absensia sebagaimana diatur di dalam pasal 16

UUTPE merupakan pencerminan dari Lex Specialis dalam

per-adilan Tindak Pidana Ekonomi yang bertujuan untuk

memper-lancar peradilan Tindak Pidana Ekonomi sesuai dengan

poli-tik ekonomi, dalam upaya memperlancar penemuhan kebutuhan

konsumen (dalam hal ini adalah rakyatj.

Kelanceren pemenuhan kebutuhan rakyat akan san^at

(22)

menompang terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di-

cita-citakan0 Tata cara ini adalah berbeda kalau diban-

dingkan dengan KU.HP dan KUHAP aebagai Lex General (Hukum

Pidana Umum).

Dari uraian tersebut di atas maka timbulah beberapa

macam permasalahan antara lain, apakah yang dimaksud de­

ngan peradilan in absensia dan dimanakah dasar hukum di-

mungkinkannya peradilan in absensia dalam kaitannya dengan

pelaksanaan UU No. 7/Drt/l955 ?*

Siapakah yang dapat diadili secara in absensia dan

apakah pengaruhnya dari pelaksanaan peradilan in absensia

dalam kaitannya dengan tindak pidana ekonomi terhadap per-

kerabangan negara*

Siapakah yang berwenang dalam menangani kasus tin­

dak pidana ekonomi sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Apakah tujuan peradilan in absensia serta kelenahan-

kelemahan apakah yang terdapat dalam peradilan in absensia

di dalam penyelesaian suatu negara ?.

Permasalahan tersebut diatas merupakan permasalahan

yang penting dalam skripsi ini. Oleh karena itu merupakan

topik-topik pokok dalam penbahasan.

2. Peji.ielasan Judul

Skripsi saya ini berjudul " Tinjauan Peradilan In

Absensia Pada Undang-undgng :;o. 7/Drt/1955 n . Yang dimak­

(23)

5

yang artinya pendapatan meninjau, pandangan, pendapat (se-

sudah menyelidiki, mempelajari)•

Sedangkan peradilan in absensia yaitu suatu pers-

dilan tanpa hadirnya terdakv/a. Jadi arti dari judul skrip­

si saya !t Tinjauan Peradilan In Absensia Pada Undang-undang

No. 7/Drt/1955 " kurang lebih adalah pandangan, pendapat

terhadap pelaksanaan peradilan tanpa dihadiri oleh terdak-

wa. Dalam hal ini sudut pandangan tertuju pada pelaksana­

an peradilan in abaensia dalam kaitannya dengan Undang-un-

dang Tindak Pidana Ekonomi, sebagai Hukum Pidana Khusus

dibandingkan dengan KUHP dan KUHAP sebagai Lex Generalis

(hukum pidana umum), juga akan dibahas tentang kemanfaatan

dan kelemahan dari peradilan in absensia (di Indonesia).

3. Alasan Pemilihan Judul

Seperti diketahui bahwa keadilan adalah tujuan dari

bangsa. Hal.ini tertuang pada dasar falsafah Pancasila,

sila Keadilan Bagi Seluruh Rahyat Indonesia. Oleh karena

itu perlu adanya jaminan rasa keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia. Tugas penegak hukum dalam hal ini diharapksn

tidak terlalu tergesa-gesa untuk mengajukan suatu perkara

secare in absensia, karena akan sangat besar dampaknya ba­

gi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.

p

(24)

Demikian juga halnya dengan majunya ilmu pengetahuan yang

membuat para penegak hukum untuk lebih jeli di dalam me-

nganalisa suatu kasus. Lebih-lebih kalau ditinjau dari

para pelaku tindak pidana ekonomi yang sebagian besar o-

leh orang-orang yang mempunyai kedudukan, kekayaan atau ■

yang mempunyai kekuasaan dan status sosial yang tinggi

yang membuat sulitnya untuk melakukan penangkapan.

Dari hal-hal tersebut di etas tertarik untuk menu-

lis skripsi dengan judul " lin^auan Peradilan In Absensia

Pada Uadang-undang No. 7/Drt/1955 "> agar pelaksanaan per­

adilan in absensia dalam tindak pidana ekonomi dilaksana-

kan sesuai dengan perundangan yang berlaku. Disamping itu

perlu kecermatan dan kewsspadaan penuh, mengingat betapa

dampsk yang diakibatkan oleh peradilen in absensia di ha-

dapan kepastien hukum.

4. Tu.iuan Penulisan

Penulisan ini selain dipergunakan untuk melengkapi

dan memenuhi syarst untuk nencapai gelar kesarjanaan pada

Pakultas Hukum Universitas Airlsngga, juga untuk membantu

di dalam memecahkan suatu mssalah di kemudian hari.

Dengan tulisan ini aaya berharap bahv/a kasus bagi nahasis-

wa Fakultas Hukum Universitas Airlsngga serta masyarakat

pencari keadilan dapat mengetahui tatacara peradilan sece-

ra in absensia, khususnya di dalam tindak pidana ekonomi.

(25)

menambah perbandaharaan kepustakaan bagi para pencari ke-

adilan'o

5* Metodologj

a* Pendekataxi masalaho

Dalam skripsi ini saya menggunakan pendekatan masa-

lefa secara yoridik formal. Artinya segala permasalehan

ditelaah berdasarken peraturan-peraturan hukum positif

yeng berkaitan dengan pelaksanaan agar dapat menelaah ka-

sus-kasus secara yuridik*

b. Somber data.

Data saya peroleh untuk membahas masalah skripsi i-

ni dtitik beratksn kepada studi kepustakaan dan karangan-

karangan ilmiah seperti tulisan para sarjana dan segala

yang berhubungan dengan masalah skripsi itu, data juga sa­

ya peroleh melalui survey di Pengadilan Hegeri Surabaya

dengan kesus yang ada. Data ini sering disebut data pri­

mer.

c. Pengumpulan Data.

Pengumpulan data diperoleh melalui 2 cera, yaitu ;

1. Penelitien kepustakaan atau libray research yaitu ke

Pengadilan Negeri Surabaya dengan memperoleh data se~

kunder.

2. Penelitian lapangan atau field research yaitu ke Pen^a-

dilan ?Tegeri Surabaya dengan memperoleh data primer.

i. Pen^olshan dsta termasuk di d^lamnya analisa data.

(26)

8

Setelah data diperoleh, kemudian di pilah-pilah dan

dikelompokkan. Selsnjutnya data diproses serta dianalisa

sesuai dengan tinjauan secara yuridik formel, artinya ber-

dasarkan pada hukum yang berlaku di masyarakat.

6. Pertenggung.iawaban Sistematik

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang

dibagi dalam sub bab, Diadakan pembagian sub bab adalah

untuk memperjelas maksud dari isi penulisan* Pada Bab I

sebagai pendahuluan yang berisikan uraian singkat isi ka-

rangan, penjelas judul, alasan pemilihan judul, tujuan pe­

nulisan, metodologi dan pertanggungjawaban sistematik.

Pada Bab II saya akan mencoba menguraikan mengenai

macam tindak pidana yang dapat diadili secara in absensia

dan pengaruhnya.

Disamping itu akan saya bahas tentang dasar hukum,

subyek hukum yang ada kaitannya dengan peradilan in absen­

sia. Juga akan dibahas tentang pengaruh peradilan in ab­

sensia.

Pada Bab III akan dibahas tentang pejabat yang ber-

wenang serta tujuan dan beberapa kelemahan peradilan in

absensia dalam tindak pidana ekonomi. Yang diutamakan a-

dalah tujuan daripada peradilan in absensia agar lebih di-

ketahui oleh masyarakat. Beberapa kelemahan dari peradil­

an in absensia jika hal ini diliikjanak&r** Juga dibahas

(27)

jko-9

Pada Bab IV analisa kasus, akan dibahas tentang su-

rat putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya, yang berisi

peradilan in absensia yang dilakukan oleh ierdakwa H Sof-

yan*

Pada Bab Y, sebagai bab penutup saya simpulkan apa

yang telah saya uraikan pada bab-bab sebelumnya, dilanjut-

kan saran-saran apa bagaimana sebaiknya pelaksanaan pera­

(28)

BEBERAPA MACAM TINDAK PIDANA YANG DAPAT DIADILI

SECARA IN ABSENSIA DAN PENGARUHNYA

1.. BiLberaaa Tindak Pidana Yang Dapat Diadili Secara In Ab-

sensia Dan Dasar Hukumy.a

Macam tindak pidana yang dapat diadili secara in

absensia dapat saya kemukakan disini yaitu pada perkara

pelanggaran. Perkara pelanggaran atau tindak pidana ringan

yaitu tindak pidana yang diancam dengan lebih dari 3 (ti­

gs) bulan penjara dan atau denda Rp. 500,00 maka hakin da­

pat melanjutkan sidang dan menjstuhkan putusan walaupun

terdakwa tidak hadir. Da'sar hukum dari perkara pelanggar­

an pasal 214 KUHP,

Peradilan in absensia pada tindak pidana ekonomi,

sebenarnya mengatur dua hal yang menyebabkan seseorang di­

adili secara in absensia, yaitu diatur oleh pasal 1 6 ayat

1 den yang diatur oleh pasal 16 ayat 6 Undang-undang ITo•

7/Drt?1955.

Peradilan in absensia pada perkara subversi yang

dasar hukumnya terdapat pada pssal 11 Undang-undang No.

11/PNPS/1963*

Sedangken peradilan in absensia pada perkara korup-

si desar hukwnnya yang dipakai adalah pasal 23 ayat 1 Un-

dsng-undang No, 3 tshun 1971 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupji.

I'll Jaya 3 teatanj peradilan in

(29)

11

absensia pada tindak pidana ekonomi seperti yang terdapat

di dalam pasal 16 UUTPE.

Di dalam Undang-undang No. 1 tahun 1981 (selanjut-

nya disingkat KUHAP) telah dijelaskan siapa yang dimaksud

dengan terdakwa. Hal semacam ini diatur dalam pasal 1 a-

yat 15 menyebutkan, " Terdakwa adalah seorang tersangka

yang dituntut, diperiksa dan diadili pada sidang penga-

dilen » . 3

Jadi berdasarkan KUHAP terdakwa adalah orang yeng disangka,

dituntut, diperiksa dan diadili kecuali ditetapkan lain o-

leh Undang-undang.

Seperti diketahui bahwa prinsip hadirnya terdakwa

di dalam satu perkara pidana adalah didasarkan kepada hak-

hak asasi dari terdakwa untuk mempertahankan hak-hak kebe-

basannya, harta bendanya, kehormatannya.

Hal ini berkaitan dengan jenis (macam) pidana yang

ada di dalam KUHP, khususnya pasal 10 KUHP* Pelaksanaan

peradilan in absensia tidak begitu saja dilakukan tanpa

memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain di dalam hal

ini pengadilan telah melakukan usaha-usaha untuk menangkap

terdakwa tidak berhasil, sehingga menghambat jalannya pe-

nyelesaian perkara yang bersangkutan.

3Aneka, Kitafr Undang-undanr, Hukuo Acara P i d m a Dan

(30)

Dasar hukum peradilan in absensia terdapat didalam dangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian un­ tuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pida­ na sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu,

sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak ber- laku lagi.5

Penjelasan umum pasal 284 ayat 2 huruf b angka 1 KUHAP ber­

bunyi :

Yang dimaksud dengan "Ketentuan khusus acara pidana sebagaiman tersebut pada undang-undang tertentu" i- alah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana ter­ sebut pada antara lain :

1. Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi (Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955).6

Memperhatikan penjelasan di atas, maka perlu terdak­

wa hadir di dalam suatu perkara pidana. Hal ini sangat

membantu terdakwa dalam membela diri, jika memang benar-

benar terdakwa tersebut dapat membuktikan bahwa ia tidak

bersalah.

4Ibid., hal. 93.

5Ibid., hal. 129

(31)

13

Selain daripada hadirnya terdakwa juga sebagai alat untuk

mencari kebenaran fakta yang benar-benar ada serta mengum-

kan bukti sebanyak mungkin guna mendekati kebenaran yang

menyakinkan,

Di samping rumusan yang terdapat di dalam EUHAP ter-

sebut di atas masih ada penyimpangan lain terhadap keten-

tuan umum sebagaimana yang terdapat didalam pasal 77 KUHP

yang menyebutkan, " Kewenangan menuntut pidana hapus jika

7

terdakwa meninggal dunia "•

Penyimpangan itu adalah seperti yang terdapat didalam pa­

sal 16 ayat 1 dan 6 UUTPE yang berbunyi :

1. Jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseo- rang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan yang tidak dapat diubah lagi, telah me- lakukan tindak pidana, make hakim atas tuntutsn pe- nuntut umum dengan putusan pengadilan dapat :

a. Memutus perampasa bareng-barang yang telah disi- ta. Dalam hal itu pasal 10 undang-undang darurat rat ini berlaku sepadan ;

b. Memutus bahwa tindakan tata tertib yang disebut

pada 8 sub c dan dilakukan dengan memberatkan

pada harta orang yang meninggal dunia itu,

6. Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan ka-

limat don di bawah a berlaku juge, jika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahv/a tindakan pidana itu dilakukan oleh seorang yang tidak dikenal.

(32)

TPE. Disamping itu didalam KUHAP bagian ke enam : Acera

pemeriksean cepat yang terdapat dalam pasal 214 mengatur

pelaksanaan peradilan in absensia.

2. Subyek Hukum Yang Dapat,D_isdjJ:L_S_ecar_a In Absensia

Sebagai perbandingan tentang orang-orang yang dapat

diadili secara in absensia, saya kutibksn pendapat Djoko

Prakoso, dalam bukunya Peradilan In Absensia di Indonesia

menyebutkan :

1. Adakalanya terdakwa tidak dapat dihadapkan ke sidang pengadilan, karena terdakwa bertempat tinggal di lu- ar negeri atau bepergian ke luer negeri untuk meng- hindari tuntutan, sehingga atas dasar berlakunya hu- kum pidana yang terbatas dalam wileyah negara, pe- nangkapan tidak dapat dilakukan begitu saja, walau- pun alamatnya diketahui dengan jelas.

2. Dapat pula terjadi bahv/a terdakwa tidak dapat diha­ dapkan ke sidang pengadilan, karena telah melarikan diri sebelum dilakukan penangkapan atau pemeriksaan meskipun bukti-buktinya cukup ada.

3* Alternetif terakhir ialah apabile terdakwa meninggal dunia sehingga menurut pasal 77 KUHP hak penuntutan menjadi gugur.3

Berbicara mengenai siapa saja yang dapat diadili secara in

absensia selain yang tersebut di atas masih dapat saya

ke-mukakan disini yakni merupakan perluasan dari subyek hukum

pidana. Di dalam KUHP hanya mengenai oreng sebagai subyek

hukum. Hal ini tampak pada rudek3i tiap-tiap pasal yang

d Lnuloi dengan kata " barang iiiapa " contohnya pasal 3$ 2

Djoko Prakoso, In Ab d i

(33)

15

KUHP, yang berbunyi :

Barang siapa mengarabil barang sesuatu, yang seluruh- nya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan mak- sud untuk memiliki secara melawan hukum, dianca/n ka- rena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupi­

ah. 9

Untuk lebih jelasnya bahwa hukum bukan subyek hu­

kum menurut KUHP tercermin dalam pasal 59 KUHP yang ber­

bunyi ;

Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan peng-

urus, atau komiaaris-komisaris, maka pengurus, anggo- ta badan pengurus atau komisaria yang ternyats tidak

ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana. 1 0

Sedangkan dalam hukum pidana ekonomi, terhadap badan hu­

kum, perseroan, perserikatan orang atau yayasan dapat di-

jatuhkan pidana dan tindakan tatatertib. Pasal yang ber-

hubungan dengan badan hukum yaitu pasal 15 ayat 1 UUTPE :

Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas name suatu badan hukum, suatu perseorangan, au- atu perserikatan yang lainnya atau suatu yayasan, ma- ks tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tatatertib dijstuhkan, baik terhadap badan hukum, peeseroen, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mcreka yang membsri perintah melakukan tin­ dak pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap keduanya.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahv/a selain

m snusia maka badan hukum ju^e merapakan subyek hukiun, kare­

na badan hukum tersebut dapat dijatuhk^n pidana yang bcrupa

(34)

tata tertib. Di dalam hukum pidana umum atau pidana bia-

sa (dalam KUHP) maka di dalam peradilan yang tanpa di ha-

diri oleh terdakwa meninggal dunia maka habislah riwayat-

nya atau dengan kata lain gugurlah tuntutan pidana terha­

dap orang tersebut (pasal 77 KUHP). Hal ini telah dije-

laskan di muka. Akan tetapi di dalam pasal 16 ayat 6 UU-

TPE menyatakan lain yaitu bahwa orang yang meninggal du­

nia dapat diadili dan dijatuhi hukumgn walaupun jenisnya

terbatas. Dalam pasal ini juga mempersamakan orang tidak

dikenal dengan orang yang telah meninggal dunia sehingga

orang yang tidak dikenal dapat diadili tanpa kehadirannya.

Hal ini dapat dilakukan jika terbukti atau ada buk-

ti-bukti kuat bahwa terdapat barang-barang sebagai akibat

dari tindak pidana ekonomi, tetapi tersangka tersebut ti­

dak dikenal. Untuk memperkuat pendapat mengenai orang

yang tidak dikenal dikeluarkan PERPU No. 15 tahun 1962 ngan pertmta.ra per;vakil^n K.I. y*-<ng bersangkutan

atau dengan surat p*,nggilan yang ditempelkan pada tempat pongumuman di p^ngadilan negeri atau yang tidak dapat menghadap kepada in^tansi yang menic.ng- gilnya.

b. Setiap orang y^ng dik«*t-jhui nnmrjiya akan tetapi

tidak di^otsaai •,l • ’u : U^-.nr.ya, yang t-il^h di-

psnggil dzr\z*r* r./i - n \ y--ng 3iteai.jj)k r*

(35)

17

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa yang dimakeud

dengan orang yang tidak dikenal apabila orang tersebut sa­

me sekali tidak dikenal baik nama maupun alsmatnya, dalam

hal ini biasanya terjadi pada tindak pidana penyelundupan

yang meninggalkan barang-barang selundupan di dalam kapal

atau tongkang di pantai atau muara sungai, dalam gudang-

gudang dan lain-lain karena takut tertangkap, sedangkan

barang-barang tersebut oleh penyelidik di jadikan barang

bukti.

Untuk tindak pidana ekonomi dapat dianggap tidak di

kenal walaupun nama dan alamatnya kadang-kadang diketahui

tetapi karena sesuatu sebab ia tidak dapat diperiksa seba­

gai terdakwa.

Seperti dijelaskan di atas ketentuan yang terdapat

di dalam pasal 77 KUHP yaitu yenj pada pokoknya menyebutkan

hak untuk menuntut pidana gugur kerena si tertuduh mening­

gal dunia. Ketentuan ini adalah merupakan konsekwensi da­

(36)

Jadi hanya dapat dituntut dari diri orang yang melakukan

1 1 itu sendiri.

Mengenai pengertian istilah tidak dikenal,

dikemu-kakan juga pendapat dari Andi Hamzah dalam bukunya yang

berjudul Hukum Pidana Ekonomi mengatakan :

Orang yang tidak dikenal yang diadili dengan in ab­ sensia ( judgement by default, where the' defendent does not appear), terjadi jika terdapat bukti-bukti dengan alat-alat bukti berupa barang-barang sitaan tentang terjadinya delik ekonomi, tetapi pembuatnya

tidak kenal. 1 2

Kemudian dalam praktek pengadilan untuk memberikan peng­

ertian orang yang tidak dikenal ada 2 penafsiran :

a* Penafsiran sempit :

"Orang yang tidak dikenal" adalah sungguh-sungguh tidak dikenal,

b. Penafsiran luas :

Orang yang tidak dikenal adalah fisik ada tetapi setelah dicsri oleh perantaranya alat-alat negara tidak terdapat dimsna alamatnya yang setepat-te-

patnya. 1 3

Dari isi kedua penafsiran jelaslah bahwa sarana orang ti­

dak dikenal banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang me-

lakukan tindak pidana ekonomi sambil menunggu perkaranya

diputu3 oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum

te-Hermin Hadiati Koeswaji, Macam-macam Pidana di

am KUHP Serta Hal-hal Yang Menyebabkfi.n Gu^u m v a Hak Un­

tuk Menuntut Dan Men.ialani Pidqnfl, Departemen Hukum Pida­ na Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 1981, hsl. 45.

(37)

3* Pengaruh Peradilan In Absensia

Dengan adanya peradilan in absensia maka akan tim­

bal pengaruh, baik pengaruh positif maupan pengaruh yang

negatifc Pengaruh positif memang dapat segera dirasakan

yaitu dangan berkurangnya tunggakan-tunggakan perkara yang

menumpuk di pengadilan ataupun denda-denda (piutang nega-

ra) yang merupakan salah satu sumber penghasilan negara.

Pengaruh tersebut memang beralasan, karena dengan

perkara yang belum diputus atau perkara yang seharusnya

sudah diputus akan tetapi berhubung si terdakwa tidak ha-

dir, maka hal tersebut akan membuat perkara tersimpan dan

tertunda eksekusinya. Hal inilah yang menjadi beban tang-

gung jawab jaksa sebagai eksekutor hakim, yang dengan san-

dirinya akan menambah kerugian negara, akibat denda (piu­

tang negara) yang tidak tertagih.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa dengan

adanya peradilan in absensia negara banyak memperoleh pe-

masukan serta para penegak hukum tidak terlalu banyak me-

nanggung beban yang belum terselesaikan. Pengaruh lain

dengan adanya peradilan in absensia yaitu bahwa barang-ba­

rang yang dirampas oleh penegak hukum dapat segera diman-

faatkan untuk diambil menjadi milik negara. Dengan demi-

kian maka negara mendapat pemasukan dari barang-barang ha-

sil kejahatan tersebut* Khususnya dalara tindak pidana e-

konomi yang biasanya adalah kasua-kasua penyelundupan-pe-

(38)

dimanfaat-kan, sehingga peredaran barang dalam masyarakat tidak ter-

sendat-sendat. Kemudian penggunaan barang-barang tersebut

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Selain pengaruh-pengaruh yang diuraikan di atas ya­

itu pengaruh positif, maka juga terdapat pengaruh negatif*

Yang dimaksud disini adalah hal-hal yang dapat merugikan

disegala bidang termasuk keuangan negara.

Dalam pasal tersebut telah dijelaskan tentang jenis

(macam) pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tin­

dak pidana ekonomi. Sesuai dengan bunyi dari pasal 16 a-

yat 1 UUTPE tersebut maka bagi pelaku akan dikenakan tin­

dakan tata tertib serta perampasan barang-barang yang te­

lah disita yang diduga kuat sebagai barang dari hasil ke-

jahatan.

Kenyataannya dengan diputusnya suatu perkara secara

in absensia tersebut, maka terdakwa terbebas dari segala

kewajiban yang menyangkut kejahaten yang pernah dilakukan.

Hakim dan jaksa hendaknya waspada terhadap pelaksanaan per­

adilan in absensia, yang kemungkinan tertangkap kecil se-

kali sehingga memudahkan terdakwa melarikan diri untuk se-

mentara dan juga kebanyakan kasus tersebut dilakukan oleh

orang-orang kaya.

Ditinjau dari segi teori pemindahan sebenarnya per­

adilan in absensia pada tindak pidana ekonomi tidak ada gu-

(39)

21

yang diadili kebanyakan adalah orang-orang kaya. Dengan

kenyataan mereka itu dapat untuk raelarikan diri dan mem-

bebaskan diri dari tanggung jawab sebagai pelaku kejahat-

an. Alangkah baiknya jika saja dilaksanakan peradilan in

absensia tidak begitu saja dilaksanakan tanpa memenuhi

syarat-syarat tertentu, yang dimaksud di sini adalah bah­

wa pelaku seyogyanya telah dipanggil secara sah dan usaha

dari penegak hukum untuk dilaksanakan namun tidak berha-

sil.

Pelaksanaan peradilan in absensia, khususnya dalam

tindak pidana ekonomi kurang dirasakan sebagai pidana ba­

gi pelakunya, karena pada dasarnya terhadapnya tidak da­

pat dilaksanakan apa-apa selain barang-barang yang telah

disita.

Begitu pentingnya kehadiran terdakwa dalam

persi-dangan ysng memeriksa mengenai dirinya hal ini diatur di

dalam pasal 154 ayat 4 dan 6 KUHP (Kitab Undang-undang

Hukum Pidana) No. 8 Tahun 1981 berbunyi sebagai berikut :

Ayat 4 menyatakan :

Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah te­ tapi tidak datang disidang tanpa alasan yang sah, pe- meriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa di- penggil sekali lagi.

Ayat 6 menyatakan :

(40)

Dari isi pasal tersebut menandakan betapa pentingnya keha-

diran terdakwa dalam sideng pengadilan. Dengan sarana i-

ni membuktikan bahwa UUTPE masih memberikan kesempatan ke-

pada pelaku untuk memberikan perlawanan guna membela diri

di muka hakim.

Seperti diuraikan di muka bahwa tindak pidsna eko­

nomi kebanyakan dilakukan oleh orang-orang kaya, sehingga

mereka dapat melarikan diri untuk sementara menunggu per-

karanya diputus aecara in absensia. Kemudian yang menja-

di masalah adalah, bagaimana jika temy e t a orang yang me­

larikan diri tersebut yang menggunakan sarana sebagai o-

rang tidak dikenal menurut PERPU Ho. 15 tahun 1962, kemu­

dian pelaku tindak pidana tersebut muncul kembali.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, maka

dapat saya kutibkan pendapat A. Hamzah "dengan sendirinya

tidak dapat dimajuksn ke muka sidang pengadilan lagi,

ka-15 rena alasan ne bis in idem

Dengan sarana yang ada tersebut, maka kemungkinan

besar dapat dipergunakan oleh pembuat delik untuk sementa-

ra melarikan diri.

Pengaruh negatif yang lain dengan adanya peradilan

in absensia yaitu bahwa peradilan tersebut banyak

diguna-1 5

(41)

kan oleh oknum-oknura yang tidak bertanggung jawab,

Seba-gai contoh yang saya ambil dari buku Djoko Prakoso dapat

saya kemukakan disini yaitu yang dilakukan oleh pihak

pe-nangkap atau pengusut dengan jalan menyuruh lari pelaku

tindak pidana sehingga secara langsung barang tersebut

1 6 menjadi milik negara*

Hal-hal tersebut di atas itulah yang membuat nega­

ra selalu dirugikan oleh akal licik dari pedagang atau

pengusaha yang b e m a u n g di bawah sarana peradilan in ab­

sensia. Kemudian dapat juga saya kemukakan di sini kare-

na para pelaku tindak pidana ekonomi adalah orang-orang

kaya, sehingga sia-sia juga usaha penangkapan pelaku.

Karena mereka mamakai azas ne bis in idem, dan oleh kare­

na itu janganlah tergesa-gesa bagi hakim untuk memutuskan

suatu perkara secara in absensia bagi mereka yang melaku­

kan tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian bagi

negara tidak sedikit. Yang menjadi dasar dari ajaran ini

ne bis in idem ialah :

a, Untuk menjunjung tinggi keluhuran Negara serta ke- hormatan peradilan, yaitu dalam hal ini hakim se- bagai alat perlengkapan negara. Adapun ratio dari pada azas "ne bis in idem" yang pertama ini ialah, andaikata dengan keputusan hakim yang telah mem­ punyai kekuatan hukum yang tetap itu terdakwa di- bebaskan karena tidak cukup adanya alat-alat itu

(42)

ditambah sehingga menjadikan terdakwa tersebut ter-

bukti bersalah, maka andaikata ketentuan pasal 7 6

KUHP itu tidak ada, maka terdakwa dapat, dituntut

kembali dan dijatuhi putusan yang berbeda. Dalam

hal yang demikian ini maka apakah nilai dari kepu- tusan hakim itu, yang membawa akibat ketidak perca- ya dari masyarakat atas keputusan hakim sebagai a- lat perlengkapan negara.

b. Untuk memberifcan rasa kepastian hukum bagi seseo- rang yang p e m a h di jatuhi pidana. Adapun ratio dari dasar yang kedua ini adalah bahwa atas kepu­ tusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu janganlah orang merasa gelisah, dan selalu dalam keadaan ketakutan karena suatu perka­ ra yang baginya telah p e m a h diputus.17

Dari uraian tersebut di atas maka jelaslah bahwa

pengaruh baik positif ma'upun negatif dari peradilan in ab­

sensia perlu mendapatkan perhatian yeng serius dari peme-

rintahan dalam hal ini penegak hukum di dalam menjalankan

tugasnya sebagai pengayom masyarakat di dalam menuju ma­

syarakat yang adil dan makmur berdssarkan Pancasila dan

Undang-undang Dasar 1945*

1 7

(43)

BAB III

TUJUAN SERTA BEBERAPA KELEMAHAN PERADILAN IN ABSENSIA

DALAM TINDAK PIDANA EKONOMI

1. Pelabat Yang Berwenang Dalam Menangani Kasus Tindak Pi­

dana Ekonomi*

Sebelum membicarakan tujuan serta kelemahan dari

tindak pidana ekonomi, maka akan saya ketengahkan terlebih

dahulu tentang pejabat atau alat-alat pengusut yang berwe-

nang mengani kasus tindak pidana ekonomi tidak berbeda de­

ngan alat-alat pengusut dalam hukum pidana biasa, hanya

saja ditambah dengan mereka yang ditunjuk oleh Perdana Men-

teri sesudah mendengar Menteri yang bersangkutan,

Berdasarkan pasal 17 ayat 1 UUTPE menyebutkan bah­

wa " Selain daripada mereka yang pada umumnya dibebani pe-

ngusutan tindak pidana, maka yang berhak mengusut tindak

pidana ekonomi ialah pegav/ai-pegawai yang ditunjuk oleh

Perdana Menteri setelah mendengar Menteri yang bersangkut-

an "* Jadi dalam hal ini pejabat yang berwenang berdasar­

kan undang-undang khusus.

Sebelum membicarakan pejabat yang berwenang dalam

menangani kasus tindak pidana ekonomi lebih dahulu akan

saya uraikan apa arti dari penyidik. Adapun arti daripada

penyidik tersebut seperti yang tertuang di dalam pasal 6

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa :

l. Penyidik adalah :

(44)

b. pejabat negeri sipil tertentu yang diberi wewe- nang khusus oleh undang-undang.

20 Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 akan diatur lebih lanjut dalam per-

aturan pemerintah.18

Dari isi tersebut jelaslah bahwa polisi merupakan alat pe-

nyidik. Selain daripada itu isi dari .pasal 6 KUHAP ter­

sebut di atas, maka polisi dalam kasus tindak pidana eko­

nomi dilakukan pembagian tugas ke dalam oleh polisi sendi-

ri0 Jadi pasal 6 KUHAP tersebut dapat dikatakan sebagai

dasar pembagian tugas ke dalam oleh polisi dalam menangani

tindakan pidana ekonomi.

Kemudian selain daripada itu juga di dalam UU Ho.

13 tahun 1961 ( Undang-undang Pokok Kepolisian ) pasal 2

ayat 2 yang menyatakan bahwa " Dalam bidang peradilan me-

ngadakan penyelidikan atas kejahatan dan pelanggaran

me-nurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang Hukum acara

19 Pidana dan lain-lain peraturan Negara nc

Jadi tugas dari kepolisian di dalam bidang peradilan ada­

lah mengadakan penyelidikan dan lain-lain peraturan Hega-

ra. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa polisi ada­

lah alat penyidik sesuai dengan undang-undang, sedangkan

dalam kasus tindak pidana ekonomi pembagian tugasnya dila­

kukan oleh polisi ekonomi.

18

Aneka, op cit., hal. 15.

(45)

27

Pengaturan dalam rangka penyelidikan suatu perkara dilaku­

kan dengan peraturan Menteri sesuai dengan pasal 12 UU Po-

kok Kepolisian menyebutkan " Penyelidikan perkara dilaku­

kan oleh pejabat-pejabat Kepolisian tertentu yang

selan-20

jutnya diatur dengan Peraturan Menteri ! , 0

Dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas sebagai dasar

untuk pejabat kepolisian dalam melakukan penyelidikan sua­

tu perkara negara (dalam hal ini tindak pidana ekonomi)*

Kemudian dalam membicarakan jaksa sebagai alat pe-

ngusut dapat dilihat di dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 15 ta­

hun 1961 ( Undang-undang Pokok Kejaksaan Republik Indone­

sia Dalam pasal tersebut menyetakan bahwa " mengadakan

penyelidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran

serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyelidik

menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang Hukum acara

Pi-21

dana dan lain-lain peraturan Negara 11.

Dengan adanya ketentuan tersebut dapat dikatakan

bahwa jaksa juga alat pengusut untuk mengadakan penyelidik

lanjutan. Sebenamya semua jaksa adalah alat pengusut hu­

kum pidana, tetapi dalam menangani perkara pidana ekonomi

dilakukan oleh jaksa ekonomi sesuai dengan pasal 2 ayat 1

huruf b UU No. 15 tahun 1961 yang menyatakan bahwa ” Menja-

lank8n keputusan dan penetapan hakim Pidana

(46)

Seperti juga di dalam pasal 33 UUTPE yang menyatakan bah­

wa :

1. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seo- rang hakim atau lebih dibantu oleh seorang panite- ra atau lebih dan seorang jaksa atau lebih yang se- mata-mata diberi tugas masing-masing mengadili dan menuntut perkara pidana ekonomi»

2. Pengadilan tersebut ayat 1 Pengadilan Ekonomi.

<

Jadi hanya jaksa ekonomi yang berwenang mengadakan penun­

tutan, dan jaksa ekonomi diangkat oleh jaksa Agung.

Jaksa ekonomi berbeda dengan jaksa biasa, karena hanya me-

nagani penuntutan khusus saja yaitu delam penuntutan dan

peradilan ekonomi, Perbedaan lain ialah bahwa jaksa ekono­

mi berhak mendapatkan tunjengsn khusus menurut surat kepu-

tusan Presiden Repablik Indonesia tanggal 17 Nopember 19 6 4

No. R.a/D/144/1964. Selain itu jaksa ekonomi dapat perso-

alan-persoalan ekonomi. Dari uraian tersebut di atas ma-

sih ada lagi pejabat yang berwenang dalam menangani kasus

tindak pidana ekonomi seperti yang tertuang di dalam pasal

17 UUTPE yang menyatakan bahwa :

1. Selain daripada mereka yang pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana, maka yang berhak mengusut tindak pidana ekonomi ialah pegawai-pegawai yang di tunjuk oleh Perdana Menteri 3etelah mendengar Men- ri yang bersangkutan.

2o Semua pegawai dibebani pengusutan tindak pidana e- konomi dibebani juga pengusutan tindak pidana yang

disebut dalam pasal 2 6, 3? dan 3 3 undang-undang da-

rurat ini.

(47)

29

Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa pasal 17 TO-

TPE adalah merupakan perluasan daripada pejabat-pejabat

yang berwenang menangani kasus tindak pidana ekonomi.

Juga dari uraian tersebut dapat menentukan pejabat

yang dapat atau berwenang dalam menyelesaikan kasus tin­

dak pidana terutama tindak pidana ekonomi*

2. Tu.iuan Pelskaanaan Peradilan In Absensia

Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terdahulu,

maka dapat saya katakan di sini bahwa tujuan dari peradil­

an in absensia yaitu memperkecil tunggakan perkara. Tuju-

an tersebut di atas bukan merupakan satu-satunya tujuan

utama, akan tetapi merupakan salah satunya saja*

Kemudian kalau dilihat dari arti ekonomi yaitu ilmu

yang mempelejari manusia tentang usaha dan tindakkannya

untuk mencapai kemakmuran. Dengan demikian jelaslah bahwa

ilmu ekonomi adalah tindakan dari manusia untuk mengejar

kemakmuran0 Jadi ilmu ekonomi sebenarnya mempelajari ma­

nusia dalam usahanya memberantas kemiskinan. Akan tetapi

manusia dalam mengejar kemakmuran tersebut tanpa memperha­

tikan alat pemuas yang terbatas jumlahnya. Jadi ilmu ter­

sebut sebagai dasar agar manusia tidak seenaknya mengguna-

kan alat pemuas kebutuhan yang berlebih-lebihan, sehingga

perekonomian masyarakat dapat berjalan dengan lancar.

Sedangkan kalau dilihat dari segi politik atau ke-

(48)

merupakan usaha untuk mempengaruhi ekonomi di suatu daerah

wilayah tertentu.

Kalau melihat arti daripada tindak pidana ekonomi

adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan dalam per-

aturan hukum di bidang ekonomi„ Jadi jelaslah bahwa tin­

dakan pidana ekonomi adalah suatu perbuatan yang menggang-

gu kelancaran perekonomian negara* Hal ini kalau dikait-

kan dengan tujuan negara yang mengusahakan agar barang ke-

tuhan hidup rakyat dapat segera terpenuhi, diatas masih

banyak lagi tujuan daripada peradilan in absensia yaitu

berkurangnya piutang negara. Yang dimaksud piutang negara

itu adalah denda-denda yang belura terbayar akibat tertun-

dahnya suatu perkara.

Seperti dalam kasus penyelundupan yang dimungkinkan

diadakan peradilan in absensia maka denda tersebut dibayar

dengan barang-barang yang ditangkap dari pelanggar-pelang-

gar yang tidak dikenal. .Barang-barang tersebut menjadi

milik negara dan penggunaannya ditentukan oleh Menteri Ke­

uangan.

Peradilan in absensia pada tindak pidana ekonomi me­

rupakan cara penyelesaian kasus yang sangat tepat dibanding-

kan melalui peradilan pidana umum. Sebab di dalam peradil­

an pidana umum h a d i m y a terdakwa merupakan syarat utama da­

lam menyelesaikan perkara pid3na.

Hal ini tertuang di dalam pasal 145 dan KUHAP yang me­

(49)

31

Pasal 145 KUHAP :

1. Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan di­ lakukan secara sah, apabila disampaikan dengan su- rat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat ting­ galnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketa- hui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.

2 0 Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya a- tau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hu­ kum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.

3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan, surat panggil­ an disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah ta­ hanan negara.

4. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri a- taupun oleh orang lain atau melalui orang lain, di-■lakukan dengan tanda penerimaan.

5» Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman ter­ akhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.22

Pasal 146 KUHAP :

1. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai,23

Dari kedua pasal tersebut jelaslah bahwa sebelum dilakukan

peradilan secara in absensia, hak-hak dari terdakwa masih

dilindungi. Dengan kata lain bahwa diadakannya peradilan

secara in absensia hanyalah untuk kasus-kasus yang memang

22Ibid, hal. 70

(50)

benar-benar terdakwa tidak ada dan hal tersebutlah yang

sangat merugikan negara, apalagi jika dikaitkan dengan ka­

sus yang menyangkut keuangan negara*

3* Kelemahan Peradilan In Absensia

Sebelum membicarakan tentang kelemahan peradilan

in absensia akan saya uraikan terlebih dahulu mengenai per­

adilan in absensiao

Menurut pengertian dari peradilan in absensia sen-

diri seperti apan yang terdapat di dalam buku Djoko Prako-

so bahwa " Sesungguhnya pengertian mengadili atau menjatuh-

kan hukuman secara in absensia, ialah mengadili seseorang

terdakwa dan dapat menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdak­

wa itu sendiri

Jadi seperti dalam bab-bab yang terdahulu yaitu bah­

wa perairan in absensia adalah surat peradilan yang tanpa

dihadiri oleh terdakwa dan hal ini seperti yang tertuang

dalam pasal 16 UUTPE. Dan juga dapat saya katakan disini

bahwa selain orang yang meninggal dunia juga orang yang ti­

dak dikenal dan badan hukum dapat diadili secara in absen­

sia. Dari uraian tersebut jela3lah bahwa semuanya untuk

mempercepat proses penyeleseian perkara, dalam hal ini per­

kara yang tanpa dihadiri terdakwa.

(51)

33

Akan tetapi cara tersebut di atas juga terdapat kelemahan-

kelemahan yang dapat juga merugikan kepentingan negara.

Hal juga dikaitkan penjelasan orang yang termasuk

tidak dikenal,. maka sarana orang tidak dikenal tersebut

banyak disalah gunakan oleh pelaku kejahatan. Dalam hal

ini orang tidak dikenal dapat disebutkan di sini yaitu o-

rang yang melarikan diri sebelum dilakukan penangkapan a-

tau pemekriksaan meskipun bukti-bukti cukup kuat.

Sedangkan orang yang tidak dikenal yaitu orang yang ber-

tempat tinggal diluar negeri untuk menghindari penuntutan.

Kelemahan yang terdapat dalam peradilan ini yaitu

adanya sarana orang tidak dikenal tersebut. Seperti yang

telah diuraikan terdahulu bahwa peradilan secara in absen­

sia selain terdakwa meninggal dunia jaga orangnya tidak

dikenal nama maupun tempat tinggal kecuali nama dan tempat

tinggalnya di luar negeri. Dalam hal ini peran penegak hu-

kwn yang berkaitan langsung heruslah lebih waspada dan se­

bagai contoh dapat saya kemukakan disini yaitu kasus-kasus

di dalam penyelundupan yang sudah jelas pada waktu diada-

kan penangkapan yang tertinggal hanyalah kapal serta ba-

rang-barang yang tidak bertuan. Oleh karena itu para pe­

negak hukuin dalam menjalankan tugasnya haruslah tidak ter-

gesa-gesa dalam mengadili secara in absensia untuk tindak

pidana ekonomi sesuai pasal 145 dan 146 KUHAP, sebab kedua

(52)

ten-tang tata cara pemeriksaan di sidang pengadilan yaitu ten­

tang panggilan dan dakwaan.

Seperti di dalam bukunya A. Hamzah yang menyatakan bahwa

adanya kerugian jika seseorang cepat-cepat diadili secara

in absensia karena mereka kemungkinan besar menggunakan

sarana orang tidak dikenal untuk menghindari penuntutan

dan menunggu perkaranya diputus dan kemudian muncul

kemba-25 li di bawah perlindungan azas ne bis in idem,

Peradilan secara in absensia ini merupakan banyak

memberikan bantuan bagi penegak hukum yaitu banyaknya per­

kara dengan cepat dapat terselesaikan, sedangkan bagi ne­

gara dapat *berkurangnya tunggakan atau piutang negara dari­

pada kasus yang belum terselesaikan. Untuk menyelesaikan

kasus orang meninggal dunia dapat dilakukan peradilan se­

cara in absensia dengan putusan perampasan barang-barang

yang disita dan tindakan tata tertib yang dapat diberatkan

pada harta orang meninggal itu. Jika pelaku kejahatan itu

adalah orang yang tidak dikenal, maka barang-barang yang

ditinggalkan oleh penyelundup diambil nenjadi milik negara

dan penggunaannya ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Disamping itu dengan adanya peralihan ini negara banyak ju­

ga menderita kerugian dari ulah para pelaku tindak pidana

ekonomi terutama mereka yang menggunakan sarana orang

(53)

35

dak dikenal«

Sekarang banyak diteraui kasus-kasus tindak pidana

ekonomi khususnya yang berhubungan dengan peradilan in ab­

sensia yaitu mereka menggunakan akal licik mereka dengan

jalan mengirim harta kekayaan mereka ke negaranya dan me-

ninggalkan barang-barang yang sudah tidak berharga lagio

Sebenarnya bagi terdakwa masih banyak upaya-upaya

hukum yang dapat digunakan di dalam persidangan. Seperti

di dalam pasal 214 KUHAP yang mengatu tatacara mengadakan

perlawanan atau verset atau putusan pengadilan.

Bunyi daripada pasal 214 KUHAP ayat 4 menyatakan bahwa :

" Dalam hal putusan dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa

dan putusan ini berupa pidana perampasan kemerdekaan,

ter-2 6 dakwa dapat raengajukan perlawanan "•

Dari uraian pasal tersebut di atas sudah jelas bahwa hak

asasi dari terdakwa lebih diutamakan di dalam persidangan.

Seperti yang dikatakan oleh bekas menteri kehakiman

ysng dahulu yaitu Prof. Oemar Senoadji, S.H. beliau

menga-takan bahwa " terdakwa yang tidak mau menggunakan haknya

hanya untuk membela diri di pengadilan yaitu dengan

isti-27 lah terdakwa yang melang ".

Djoko Prakoso, op cit., hal. 56*.

(54)

Jelaslah sudah bahwa sebelum diadili secara in ab-

senaia telah dilakukan usaha-usaha untuk mengadakan hu-

bungan terhadap terdakwa. Kalau dilihat dari usaha-usaha

yang dilakukan oleh pihak pengadilan, maka dapat saya ka-

takan di sini bahwa peradilan in absensia merupakan tera-

khir untuk menyederhanakan prosedur penuntutan.

Peradilan tersebut dilaksanakan berhubung terdakwa

raemang dilihat benar-benar menghindarkan diri dari penun­

tutan. Jika dilihat dari terdakwanya sendiri, maka dapat

saya katakan bahwa terdakwa menyia-nyiakan kesempatan yang

diberikan kepadanya untuk membela diri di hadapan hakim

yang bebas, karena terdakwa di beri kesempatan untuk mem-

buktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Jadi dengan kata lain bahwa kelemahan peradilan in

absensia ialah jika terdakwa memang benar-benar tidak di­

kenal sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit ba­

gi negera0 Di lain pihak peradilan in absensia sebenarnya

tidak perlu terjadi karena usaha-usaha untuk memanggil

terdakwa telch dilakukan oleh pengadilan semaksimal mung-

kin, kecuali jika hal itu memang di kehendaki oleh terdak­

(55)

BAB IV

KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan saya coba menganalisa atau mem-

berikan tanggapan tentang suatu perkara pidana khusus ya­

itu tindak pidana ekonomi yang terjadi di daerah hukum

Pengadilan Negeri Surabaya yang diadili secara in absensia*

Kasus tersebut telah diadili dengan daftar putusan No.

2/PID.EK/1986/PN.SBY.

Di dalam hal ini saya akan membahas tentang isi da­

ri putusan Pengadilan Negeri tersebut, mengingst yang men-

jadi pokok bahasan dalam skripsi saya adalah mengenai per­

adilan in absensia.

1. Duduk Perkara.

H. Sofyan yang tidak diketahui alamatnya pada tang-

gal 1 Desember 1984 atau tanggal 14 Desember 1984 setidak-

tidaknya dalam tahun 1984, telah memasukkan atau mencoba

memasukkan dari luar negeri kedalam Wilayah Republik In­

donesia, barang berupa : bawang putih ex luar negeri se-

banyak 295 peti, berat lebih kurang 10 ton, yang diangkut

ke Pelabuhan Gresik atau ke Pelabuhan Sumbawa lewat pulau

Abang Riau, melalui alur barat/Bui Pisang Tanjung Perak

Surabaya, ataupun di tempat lain setidak-tidaknya dalam

wilayah hukum Pengadilan Negeri/Ekonomi Surabaya.

Barang tersebut dimuat dengan perahu Layar KAKYA IjIURiII II

(56)

tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan Ordonansi Bea dan

Reglemen yang terlampir padanya.

Perbuatan atau rangkaian perbuatan terdakwa melang-

gar pasal 26 b Ordonansi Bea ( Stbl.1931 No<> 741 ) yo pa­

sal 1 ke 1 yo pasal 16 ayat 6 Undang-undang No. 7/Drt/1955

yo Undang-undang No. 15/Prp/1962.

Terdakwa H. Sofyan yang tercantum dalam berita aca­

ra tersebut tidak dapat diketemukan lagi baik di dalam ma-

upun di luar Wilayah Republik Indonesia, maka pemeriksaan

perkara ini oleh Pengadilan Negeri Surabaya di lakukan se­

cara in absensia0

2° Pertimbangan Hukum

Setelah mendengar pula uraian requisitoir Jaksa/Pe-

nuntut Umum, yang pada pokoknya berpendapat bahwa perbuatan

terdakwa in absensia H. Sofyan sebagaimana tersebut dalam

surat dakwaan, telah terbukti dengan sah menurut hukum dan

kenyakinan, perbuatan mana melanggar pasal 2b o Ordonansi

Bea ( Stbl. 1931 No. 714 ) yo p a s a l 1 ke 1 yo pasal 16 a -

yat 6 Undang-undang No. 7/Drt/l955 yo Undang-undang No.

15/Prp/1962 dan oleh karena itu menuntut agar terdakwa in

absensia di jatuhi pidana penjara 3 e l a m a 3 tahun dan denda

Rp. 500.000,00 Subsidair 4 bulan penjara, dan agar biaya

perkara dibebankan kepada negara.

Jaksa/Penuntut Umum dalam p e r s i d a n g a n telah mengaju-

(57)

1) Sekantong kecil bawang putih sebagai contoh, yaitu si-

sa dari 295 bawang putih seberat kurang lebih 9.564 kg

yang pada tanggal 23 Januari 1985, telah dilelang dengan

hasil penjualan lelang sebesar Rp.9.753*835*00

2) Surat tanda bukti penerimaan sementara dari Bank Indo­

nesia tanggal 11 Pebruari 1985 atas penyerahan uang se

banyak Rp. 9.753*835,00 dari Kejaksaan Negeri Tanjung

Perak, sebagai simpanan tertutup.

Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti

dalam persidangan, diperoleh fakta-fakta sebagai

beri-kut :

1) Terdakwa (in absensia) pada tanggal 20 Nopember 1984,

telah menyewa perahu layar " KARYA MURNI II " milik

Abdul Halim Mustofao

2) Abdul Halim Mustofa telah mengangkut 295 peti bawang

putih berat lebih kurang 10 ton milik terdakwa tanpa

dilindungi oleh surat-surat/dokumen-dokumen yang sah,

kecuali surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala

Kampung Pulau Abang.

3) Mustari, saksi ahli dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak

yang memberikan kesaksian bahwa, bawang putih tersebut

berasal dari luar negeri*

4) Ladjahu, pekerja di perahu layar " KARYA MURNI II M

yang memberikan kesaksian bahwa, perahu layar tersebut

telah memuat bawang putih d^iri pulau Abang sebanyak

(58)

dilin-dungi dokumen-dokumen yang sah.

5) Ho Isnawi, pimpinan " UD RACHMAD " memberikan kesaksi-

an bahwa, ia telah menolak membeli bawang putih milik

terdakwa yang diangkut dan ditawarkan oleh Abdul Halim

Mustofa*

6) Suwamo, dari kesatuan Polisi Perairan Daerah Jatim mem­

berikan kesaksian bahwa, ia telah memeriksa perahu la-

yar 11 KARYA MURNI II " dan mendapatkan 295 peti bawang

putih dari luar negeri, tanpa dilindungi surat-surat

yang sah.

7) Saksi-saksi Abdul Halim, H. Isnawi dan Ladjudi tidak

mengetahui tempat tinggal yang pasti dari terdakwa,

yang jelas di daerah Sumbawa*

8) Akibat perbuatan terdakwa tersebut, negara dirugikan

dalam pendapatan bea masuk sekitar kurang lebih seba-

nyak R p e 2.397.394,48.

Dengan adanya fakta-fakta di atas maka terdakwa di-

persalahkan telah melakukan perbuatan tindak pidana seba­

gaimana ditentukan dalam pasal 26 b Ordonansi Bea ( Stbl.

1931 Hoc 471 ) yo pasal 1 ke 1 yo pasal 1b ayat 6 Undang-

undang No. 7/Drt/1955 yo Undang-undang No. 15/Prp/1962

yang unsurnya adalah sebagai berikut :

1) Mernasukkan atau mencoba memasukkan barang dari luar ne­

geri ke wilayah Republik Indonesia.

(59)

indah-kan ketentuan Ordonansi Bea dan Reglement yang terlam-

pir padanya.

3) Tidak diketeraukan lagi di wilayah Indonesia.

Dengan berdasarkan pada keterangan-keterangan saksi

dan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan*

Majelis Hakim berpendapat bahwa ketiga unsur dari pasal-

pasal yang didakwakan kepada terdakwa telah terpenuhi, se­

hingga karenanya kesalahan terdakwa atas perbuatan yang di

dakwakan terhadap dirinya adalah terbukti dengan sah dan

menyakinkan®

Oleh karenanya terdakwa harus dinyatakan salah me-

ngenai perbuatan dan harus pula dijatuhi pidana. Oleh ka­

rena terdakwa dalam perkara ini in absensia, maka Majelis

Hakim tidak perlu mempertimbangkan atas pidana yang dija-

tuhkan bagi terdakwa«

MENGADILI

" Menyatakan terdakwa in absensia bernama : H* Sof­

yan, bersalah melakukan kejahatan : " Memasukkan barang da­

ri luar negeri ke dalam daerah pabean Indonesia tanpa meng-

indahkan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi dari Reglement

yang terlampir padanya "•

" Memidana terdakwa in absensia di atas dengan pida­

na penjara selama 3 (tiga) tahun serta denda sebesar Rp.

500o000,00 (Lima ratus ribu rupiah), atau jika tidak diba-

(60)

Majelis menyatakan terdakwa in absensia b e m a m a H.

Sofyan bersalah melakukan kejahatan dengan jalan memasuk-

kan barang dari luar negeri ke dalam daerah Pabean Indone­

sia. tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi

dari Reglement yang terlampir padanya, serta memidana ter­

dakwa in absensia di atas dengan pidana penjara selama 3

(tiga) tahun serta denda sebesar Rp<> 500o000,00 (lima ra-

tus ribu rupiah), atau jika tidak dibayar diganti dengan

pidana kurungan selama 4 (empat) bulan dan menetapkan ba­

rang bukti berupa :

1 o Uang tunai sebesar Rp o 9 o 7 5 3 « 8 3 5 , 0 0 sebagai barang buk­

ti pengganti 2 9 5 peti bawang putih yang telah dilelang

oleh Kantor Lelang Negara di Surabaya sesuai dengan ri-

salah lelang No, 1 3 9 / 1 9 8 4 - 1 9 8 5 tanggal 2 3 Januari 1 9 8 5 ,

dirampas untuk negara.

2 . Surat penerimaan sementara dari Bank Indonesia tanggal

11 Pebruari 1 9 8 5 atas penyerahan uang sebanyak Rp.

9 o 7 5 3 o 8 3 5 , 0 0 dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak sebagai

hasil penjualan lelang 2 9 5 peti bawang putih.

Dari tuntutan Jaksa dan pertimbangan Majelis Hakim

tersebut maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan harus

pula dipidana.

3° Pembahasan

Berdasarkan uraian di atas perlu diperraasalahkan,

(61)

unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 26 b Ordonansi

Bea yo pasal 1 ke 1 yo pasal 16 ayat 6 UUTPE yo Undang-on-

dang Noo 15/Prp/1962.

Untuk lebih jelaanya, maka dapat dikeraukakan :

Pertama, dalam pasal 26 b Ordonansi bea disebutkan,

barang siapa memasukkan atau mengeluarkan atau mencoba me­

masukkan atau mengeluarkan barang-barang ts.pa mengingat

akan peraturan-peraturan dari Ordonansi ir dan Reglement-

reglement yang terlampir padanya, akan dipidana penjara

selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya

Rp. 10,000,00 (sepuluh ribu rupiah)0

Jadi kalau ada orang yang memasukkan atau mengeluarkan a-

tau mencoba memasukkan atau mengeluarkan barang-barang

tanpa dilindungi dokumen resmi a t 3 U sah, maka dilarang o-

leh pasal inio

Dalam tuduhan yang dijatuhkan terhadap H. Sofyan

yaitu pasal 2 6 b Ordonansi Bea yang meyebutkan bahwa ia

setidak-tidaknya dalam tahun 1984 telah memasukkan atau

mencoba memasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Repu-

blik Indonesia, hal ini telah memenuhi unsur-unsur yang

ada di dalam pasal 26 b Ordonansi Bea.

Kedua, dalam pasal 1 ke 1 yo pasal 26 ayat 6 UUTPE

disebutkan tentang perbuatan yang dapat dipandang sebagai

tindak pidana ekonomi. Sedangkan pada pasal 16 ayat 6 di-

Referensi

Dokumen terkait

Diantara pemikirannya adalah mengenai konsep falah, hayyah thayyibah, dan tantangan ekonomi umat Islam, kebijakan moneter, lembaga keuangan syariah yang lebih ditekankan kepada

Cerdas, Memiliki inovasi dalam pembuatan media penyimpanan online khusus Subbagian perencanaan Tangguh, Pembuatan Dropbox dengan rapi tersusun sesuai tipe berkas

Dengan bertambahnya jumlah siswa, maka BPK PENABUR Cicurug memiliki kepercayaan diri sebagai sekolah yang diakui perkembangannya, walaupun daya saing dengan sekolah negeri

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Pertimbangan guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pelajaran PKn di SMA Negeri

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Mata Kuliah Blok 10 Lbm

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah dengan judul Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Pasca Operasi Ruptur Anterior Cruciate Ligamen, Lateral

2017 Seminar Internasional Panitia Institut Kegiatan “Art, Design, Religion, Teknologi dilaksanakan. and Humanities” Bandung tanggal 13 November 2017

Pada pertemuan pertama, siswa diberikan materi pelafalan angka 1 sampai 10. Respon siswa sangat baik, siswa memperhatikan pengucapan kemudian menirukan dan materi