1
P
F/V&ADIL/U) -L'V'ti't.'fi-C’K'J&va V W
S K R I P S I :
2 . ?v*'&4DILA/V FeCtl'CHu
TRI S O E R J O H E N D R ASTO
TINJAUAN
PER A D I L A N IN A B SEN SI A PA D A
U N D A N G - U N D A N G N O M O R 7 / D r t / 1955
P AKTJ LTAS H U K U M U N I VE R ST T AS AI R L AN G G A
TINJAUAN PERADILAN IN ABSENSIA
PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 7/Drt/1955
SKRIPSI
Oleh :
TRI SOERJO HENDRASTO
038111031
PA K U LT A S HUKUM U N IV JSK 8 1 T A S A IRLA N G G A
S U K A B A Y A
53
DAFTAR BACAAN
A. Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi, cet. Ill, Erlangga, Jakar ta, 1983.
Djoko Prakoso, Peradilan In Absensia Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985o
Hermin Hadiati Koeswadji, Macam-macam Pidana Di Dalam KUHP Serta Hal-hal Yang Menvebabkan Gugurnya Hak Untuk Me nuntut Dan Men.ialani Pidana, Bagian Penerbitan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Jakarta..
H. Baharudin Lopa, Tindak Pidana Ekonomi Pembahasan Tindak Pidana Penvelundupan. Pradnya Paramita, Jakarta, 1980.
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Di Bidang Ekonomi (Dading).
Alumni, Bandung, 1 9 8 6 .
-Kitgb Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). CV. Aneka, Semarang, 1982.
K. Wanjik Saleh, Pelengkap KUHP, cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981 *
Moelnatnov Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta, 1983.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Hukum Bahasa Indonesia, cet. V, Balai Pustaka, Jakarta, 1978.
j H y l i i . i | ' i i r i i t' - 11 k 'K s r w i t i - s r !<• f i o p a t rn n i.iri j u f c V . a n s u r a t - -
: ; u r n i . i ' i u ; i t , --rv : : o h , i " T r t i U l a / o r t . - r c c h u * U l ' J c : i U r i / .
-‘ o r I ’-j 1 u , i P ( . r o i u n i . : / . c : p d c Y/ . r i n r . e m e r c t i
-U n j u t .
-I: fi« . / . i r > i - . v. ' . ^ u t I V '. r .- . d o U i u . r . r r r .
. i . i ' - l i . - i i - j i ^ o j > i ' ; o r . t . - ' T v n , - ; £ c r u ? r . : - - -
--• . k e o l l r o ; . '7" L c : : v . , ; • L. . •
'. t L i p^ti U ,J ;•«’!. ;• 11. 1c. •
C<i- ^ '.i i-.; - v i ! ) ■' : , '■ '.J.. d I
• : . u : v L I . , ' : . , ! , - t . u f c l i ; . a . r ' r . i i.
'.on, f al 11 !\'’i j.-> i [ 1.'.'j :*.?;• __
■*i-■f>-7'rj-r'‘y>,- doL-i ■:
: : L. ' ir.. ’i f , , - i a t- - v \o t u : / . • • - - - -- - - -- - - -M.. i . i :--\l r .i-.j., I r . u v > '.i i . ' t . - V . f i
-ljuk i -bu' . . Li c; .** I -» i u "l. : ; ■ , c:
• 1 ■1 ri! : ! ' •« . i ( i n n ’ t , i n ) ■‘■C. n ' - ‘
i-s. -tin . ■ ■■ 11 '■ , ■
; : / -\ !i. i I:-- 1 i ■ f ' « ; d 'v L ' . - v .. ;
-r ■■ j >, ' r.L i t ■ i . ■ ;'i
i ... ' Vi i .1 !•/, •.
i 1: \ i :
-10-t -10-t u 1 ^ 3 6 , o l e h : K . SOL' l Ai JT HI , S H , , s e b a g a i Haki m K e t u a , —
-l O t -l ui A , S H . , d an NY . EOEUI JAT 1 SANT OSO, S H . t m a s i n g —
ni j si . ’ itf a o b a ^ a i Hak i m A n g g o t a , p u t u a a n m ana p a d s h a r i i t u j u g a
-d i u c a j k a n -d a l a n p e r s i -d a n g a n y a n ^ -d i n y a t alc an t e r bn Vc a u n t u k —
umum, d i dar npi ng i o l o h i NY . HADJI it A I . E . M , , P a n L t e r a P e n g g a n t i
J’o n i ' a d i l a n N e g e r i t e r s e b u t , d e n g a n d i h a d i r i o l e h * .
---MY. N I L S HLNDAR'.VAf i TI , P e n un t ut ' Ur n un .
TINJAUAN PERADILAN IN ABSENSIA
PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 7/Drt/l955
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUH1
SYARAT-SYARA'I4 UNTUK MEMCAPAI GELAK
SARJANA HUKUM
Oleh :
TRI SOERJO HENDRASTO
038111031
PEMBIMJ5UJG DAN PEflGUJl
FAKULTAS HUKUM UNI ViSRSI'i'AS AIRLaNGGA
S U R A B A Y A
KATA PENGANTAR
D e n g a n-mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha E-
sa yang telah melimpahkan RachmadNya kepada saya, sehingga
tercapailah sebagian dari cita-cita saya, yaitu menyelesai-
kan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Suraba
ya.
Pembuatan skripsi ini adalah untuk memenuhi persya-
ratan dalam menyelesaikan stadi pada program strata 1 di
Fakultas Hukwn Universitas Airlangga.
Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak bantman yang
diberikan oleh para dosen dan rekan-rekan mahasiswa. Untuk
ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Woerjaningsih, S.H., selaku dosen pembimbing dan do-
sen penguji*
2. Bapak Harjono Kintaroem, S.H,, selaku dosen penguji.
3. Bapak Richard Wahjoedi, S.H., selaku dosen penguji.
4. Rekan-rekan yang telah ikut membantu dan mendukung ter-
vmjudnya skripsi ini.
Kiranya skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca
dan bagi pengembangan hukum pidana, khusu3nya dalam men^-
hadapi kssu3 pidana ekononi yang penyelesaiannya melalui
peradilan in absensia.
Demikian sedikit uraian kata pengantar dari saya de
ngan harapan semoga tulisan skripsi ini berguna untuk hsri
Akhirnya saya persembahkan skripsi ini untuk alma-
mater tercinta Fakultas Hukum Universitas Airlangga semo-
Halaman
KATA PENu aNTaR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I : PENDAHTJLUAN ... 1
1* Permasalahan : Latar Belakang Dan
Rumus-annya ... ... 1
2. Penjelasan Judul ... 00...*... . 4
3o Alasan Pemilihan Jadul 00... *...«<> 5
4-. Tujuan Penulisan ... . 6
5. Metodologi ... ° 7
6 . Pertanggungjawaban Sistematik ... 8
BAB II ■; BEBERAPA MACAM TINDAK PIDANA YANG DAPAT DI
ADILI SECARA IN ABSENSIA DAN PENGARUHNYA 10
1. Beberapa Tindak Pidana Yang Dapat Diadili
Secara In Absensia oo*.oooo.o*o.».»..*«* 10
2o Subyek Hukum Yang Dapat Diadili Secara
In Absensia .,. 0 • 0... 0 -..* ... oo.« 14
3* Pengaruh Peradilan In Absensia ... . 19
BAB III ; TUJUAN SERTA 3EBSRAPA KELEMAHAN PERADILAN IN
ABSENSIA DALAM TINDAK PIDANA EXONOKI . . , . 0 0 25
1. Pejabat Yang Berwenang dalam ilenangani
Kasus Tindak Pidana Ekonomi ... 25
2o Tujuan Peradilan In Absensia ... . 29
3o Kelemahan Peradilan In Absensia ... 32
BAB IV : KASUS DAN P E M B A H A S A M Y A ... ...37
1„ Duduk Perkara ...37
2. Pertimbangan H u k u m ...38
3. P e m b a h a s a n ... ... ...42
BAB V ; P E N U T U P ... ... ...50
1. Kesimpulan ... ... ...50
2. Saran • «•<,<>... »• •... o.. 52
DAFTAR BACAAN ... . ... ...53
BAB X
PENDAHULUAN
1 ♦ Permasalahan : Later Belakang dan Rumuaannva
Indonesia adalah negara yang sedang berkembang di-
segala bidang fisik baik fisik maupun mental. Pembangun-
an di bidang ekonomi merupakan sasaran utama disamping bi-
dang-bidang yang lain. Sejak kemerdekaan hingga saat ini
perekonomian Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Kemajuan tersebat jika tidak ditunjang oleh peran
serta masyarakat, maka hal tersebat tidak dapat berlang-
sung terus. Seperti diketahui bahwa akhir-akhir ini sering
terjadi penyimpangan atau tindak pidana ekonomi yang sangat
merugikan negara.
Hakekat daripada tindak pidana ekonomi adalah nenge-
lakkan peraturan-peraturan yang ada untuk mencapai hasil
pemuasan yang sebesar-besarnya untuk pribadinya sendiri.
Perbuatan semacam ini dapat merugikan keuangan negara yang
tidak sedikit jumlahnya dan sering juga disusul dengan tin-
dakkan penguasaan salah satu hasil produksi.
Tujuan negara sudah jelas, yaitu suatu masyarakat
yang adail dan makmur baik materiil maupun spirituil ber-
dosarkan Pancasilo dan Undang-undang Dasar 194-5. Untuk men
capai tujuan bangse dsn negara sesuai dengan apa yang di -
cita-citakan di dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Panca-
sila, ternyata banyak hembatannya.
me-rongrong perekonoraian negara di dalam menyelenggarakan ro-
da pemerintahan, dikeluerkannya suatu perundang-undangan
yaitu Undang-undang Ho, 7/Drt/l955, tentang Pengusutan,
Penuntunan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (selanjut-
nya disingkat UUTPE), yang diundangkan pada tanggal 19 Mei
1955.
Perlu diketahui bahwa sejarah UUTPE yaita UU No. 7/
Drt/1955, tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tin
dak Pidana Ekonomi, sebelum menjadi Undang-undang telah ber-
kali-kali dirubah dan ditambah terutama pada pasal 1 sab e
yang telah dicabut dan diganti dan berturut-turut dirubah
dengan Undang-undang darurat tahun 1958-156 dan Perpu LN
1960-13; Perpu LN 1960-74; Perpu LN 1960-118. Sejak 1 Ja-
nuari 1961/13 Undang-undang Darurat IIo* 7 tahun 1955 men-
jadi Undang-undang* Keraudian Undang-undang No. 7/Drt/l955
mengalami perubahan legi dengan ; Perpu LN 1962-42; Perpu
LN 1962-43; Undang-undang LN 1964-101; Undang-undang LN
1964-131; Perpu No. 15 tahun 1962; Undang-undang No. 11 ta
hun 1965*
UUTPE yang berlaku sekaran^ ini nsrupaken hukum pi
dana khusus yang berarti terdapat penyinpangsn-penyimpengan
dari hukum pidana umum di dalam KUHP. Penyimpangan ini di-
perkanankan oleh adanya adagium " Lex specialis derogat le-
gis generalis n.
Diantara penyimpangan-penyimp,m.jan itu sialah diperkenan-
•*:u-3
ang di dalam pasal-pasal yang terdapat di dalam UUTPE.
Sifat-sifst kekhususan Tindak Pidana Ekonomi terae-
but antara lain diutarakan oleh sarjana-sarjana sebagai
berikut :
a. Peraturan-peraturan Ekonomi Sosial harus disesuai- kan dengan pesar dan dengan mudah berubah-ubah se~ suai dengan keadaan.
b* Peraturan-peraturan disusun aecara elastis dan ti- dak dapat ditempatkan di bawah "Stricta interpre - taaio,
c. Kesungguhan dari delik digantungksn pada pasar. d. Sanksi dapat diperhitungkan oleh mereka yang ber-
sangkutan (mereka yang bekerja di pasar) * 1
Dapat dipidanakan bahwa hukum sebagaimana tertuang
di dalam pasal 15 ayat 1 UUTPE dan dapat diiaksanakennya
peradilan in absensia sebagaimana diatur di dalam pasal 16
UUTPE merupakan pencerminan dari Lex Specialis dalam
per-adilan Tindak Pidana Ekonomi yang bertujuan untuk
memper-lancar peradilan Tindak Pidana Ekonomi sesuai dengan
poli-tik ekonomi, dalam upaya memperlancar penemuhan kebutuhan
konsumen (dalam hal ini adalah rakyatj.
Kelanceren pemenuhan kebutuhan rakyat akan san^at
menompang terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di-
cita-citakan0 Tata cara ini adalah berbeda kalau diban-
dingkan dengan KU.HP dan KUHAP aebagai Lex General (Hukum
Pidana Umum).
Dari uraian tersebut di atas maka timbulah beberapa
macam permasalahan antara lain, apakah yang dimaksud de
ngan peradilan in absensia dan dimanakah dasar hukum di-
mungkinkannya peradilan in absensia dalam kaitannya dengan
pelaksanaan UU No. 7/Drt/l955 ?*
Siapakah yang dapat diadili secara in absensia dan
apakah pengaruhnya dari pelaksanaan peradilan in absensia
dalam kaitannya dengan tindak pidana ekonomi terhadap per-
kerabangan negara*
Siapakah yang berwenang dalam menangani kasus tin
dak pidana ekonomi sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Apakah tujuan peradilan in absensia serta kelenahan-
kelemahan apakah yang terdapat dalam peradilan in absensia
di dalam penyelesaian suatu negara ?.
Permasalahan tersebut diatas merupakan permasalahan
yang penting dalam skripsi ini. Oleh karena itu merupakan
topik-topik pokok dalam penbahasan.
2. Peji.ielasan Judul
Skripsi saya ini berjudul " Tinjauan Peradilan In
Absensia Pada Undang-undgng :;o. 7/Drt/1955 n . Yang dimak
5
yang artinya pendapatan meninjau, pandangan, pendapat (se-
sudah menyelidiki, mempelajari)•
Sedangkan peradilan in absensia yaitu suatu pers-
dilan tanpa hadirnya terdakv/a. Jadi arti dari judul skrip
si saya !t Tinjauan Peradilan In Absensia Pada Undang-undang
No. 7/Drt/1955 " kurang lebih adalah pandangan, pendapat
terhadap pelaksanaan peradilan tanpa dihadiri oleh terdak-
wa. Dalam hal ini sudut pandangan tertuju pada pelaksana
an peradilan in abaensia dalam kaitannya dengan Undang-un-
dang Tindak Pidana Ekonomi, sebagai Hukum Pidana Khusus
dibandingkan dengan KUHP dan KUHAP sebagai Lex Generalis
(hukum pidana umum), juga akan dibahas tentang kemanfaatan
dan kelemahan dari peradilan in absensia (di Indonesia).
3. Alasan Pemilihan Judul
Seperti diketahui bahwa keadilan adalah tujuan dari
bangsa. Hal.ini tertuang pada dasar falsafah Pancasila,
sila Keadilan Bagi Seluruh Rahyat Indonesia. Oleh karena
itu perlu adanya jaminan rasa keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Tugas penegak hukum dalam hal ini diharapksn
tidak terlalu tergesa-gesa untuk mengajukan suatu perkara
secare in absensia, karena akan sangat besar dampaknya ba
gi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
p
Demikian juga halnya dengan majunya ilmu pengetahuan yang
membuat para penegak hukum untuk lebih jeli di dalam me-
nganalisa suatu kasus. Lebih-lebih kalau ditinjau dari
para pelaku tindak pidana ekonomi yang sebagian besar o-
leh orang-orang yang mempunyai kedudukan, kekayaan atau ■
yang mempunyai kekuasaan dan status sosial yang tinggi
yang membuat sulitnya untuk melakukan penangkapan.
Dari hal-hal tersebut di etas tertarik untuk menu-
lis skripsi dengan judul " lin^auan Peradilan In Absensia
Pada Uadang-undang No. 7/Drt/1955 "> agar pelaksanaan per
adilan in absensia dalam tindak pidana ekonomi dilaksana-
kan sesuai dengan perundangan yang berlaku. Disamping itu
perlu kecermatan dan kewsspadaan penuh, mengingat betapa
dampsk yang diakibatkan oleh peradilen in absensia di ha-
dapan kepastien hukum.
4. Tu.iuan Penulisan
Penulisan ini selain dipergunakan untuk melengkapi
dan memenuhi syarst untuk nencapai gelar kesarjanaan pada
Pakultas Hukum Universitas Airlsngga, juga untuk membantu
di dalam memecahkan suatu mssalah di kemudian hari.
Dengan tulisan ini aaya berharap bahv/a kasus bagi nahasis-
wa Fakultas Hukum Universitas Airlsngga serta masyarakat
pencari keadilan dapat mengetahui tatacara peradilan sece-
ra in absensia, khususnya di dalam tindak pidana ekonomi.
menambah perbandaharaan kepustakaan bagi para pencari ke-
adilan'o
5* Metodologj
a* Pendekataxi masalaho
Dalam skripsi ini saya menggunakan pendekatan masa-
lefa secara yoridik formal. Artinya segala permasalehan
ditelaah berdasarken peraturan-peraturan hukum positif
yeng berkaitan dengan pelaksanaan agar dapat menelaah ka-
sus-kasus secara yuridik*
b. Somber data.
Data saya peroleh untuk membahas masalah skripsi i-
ni dtitik beratksn kepada studi kepustakaan dan karangan-
karangan ilmiah seperti tulisan para sarjana dan segala
yang berhubungan dengan masalah skripsi itu, data juga sa
ya peroleh melalui survey di Pengadilan Hegeri Surabaya
dengan kesus yang ada. Data ini sering disebut data pri
mer.
c. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data diperoleh melalui 2 cera, yaitu ;
1. Penelitien kepustakaan atau libray research yaitu ke
Pengadilan Negeri Surabaya dengan memperoleh data se~
kunder.
2. Penelitian lapangan atau field research yaitu ke Pen^a-
dilan ?Tegeri Surabaya dengan memperoleh data primer.
i. Pen^olshan dsta termasuk di d^lamnya analisa data.
8
Setelah data diperoleh, kemudian di pilah-pilah dan
dikelompokkan. Selsnjutnya data diproses serta dianalisa
sesuai dengan tinjauan secara yuridik formel, artinya ber-
dasarkan pada hukum yang berlaku di masyarakat.
6. Pertenggung.iawaban Sistematik
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang
dibagi dalam sub bab, Diadakan pembagian sub bab adalah
untuk memperjelas maksud dari isi penulisan* Pada Bab I
sebagai pendahuluan yang berisikan uraian singkat isi ka-
rangan, penjelas judul, alasan pemilihan judul, tujuan pe
nulisan, metodologi dan pertanggungjawaban sistematik.
Pada Bab II saya akan mencoba menguraikan mengenai
macam tindak pidana yang dapat diadili secara in absensia
dan pengaruhnya.
Disamping itu akan saya bahas tentang dasar hukum,
subyek hukum yang ada kaitannya dengan peradilan in absen
sia. Juga akan dibahas tentang pengaruh peradilan in ab
sensia.
Pada Bab III akan dibahas tentang pejabat yang ber-
wenang serta tujuan dan beberapa kelemahan peradilan in
absensia dalam tindak pidana ekonomi. Yang diutamakan a-
dalah tujuan daripada peradilan in absensia agar lebih di-
ketahui oleh masyarakat. Beberapa kelemahan dari peradil
an in absensia jika hal ini diliikjanak&r** Juga dibahas
jko-9
Pada Bab IV analisa kasus, akan dibahas tentang su-
rat putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya, yang berisi
peradilan in absensia yang dilakukan oleh ierdakwa H Sof-
yan*
Pada Bab Y, sebagai bab penutup saya simpulkan apa
yang telah saya uraikan pada bab-bab sebelumnya, dilanjut-
kan saran-saran apa bagaimana sebaiknya pelaksanaan pera
BEBERAPA MACAM TINDAK PIDANA YANG DAPAT DIADILI
SECARA IN ABSENSIA DAN PENGARUHNYA
1.. BiLberaaa Tindak Pidana Yang Dapat Diadili Secara In Ab-
sensia Dan Dasar Hukumy.a
Macam tindak pidana yang dapat diadili secara in
absensia dapat saya kemukakan disini yaitu pada perkara
pelanggaran. Perkara pelanggaran atau tindak pidana ringan
yaitu tindak pidana yang diancam dengan lebih dari 3 (ti
gs) bulan penjara dan atau denda Rp. 500,00 maka hakin da
pat melanjutkan sidang dan menjstuhkan putusan walaupun
terdakwa tidak hadir. Da'sar hukum dari perkara pelanggar
an pasal 214 KUHP,
Peradilan in absensia pada tindak pidana ekonomi,
sebenarnya mengatur dua hal yang menyebabkan seseorang di
adili secara in absensia, yaitu diatur oleh pasal 1 6 ayat
1 den yang diatur oleh pasal 16 ayat 6 Undang-undang ITo•
7/Drt?1955.
Peradilan in absensia pada perkara subversi yang
dasar hukumnya terdapat pada pssal 11 Undang-undang No.
11/PNPS/1963*
Sedangken peradilan in absensia pada perkara korup-
si desar hukwnnya yang dipakai adalah pasal 23 ayat 1 Un-
dsng-undang No, 3 tshun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupji.
I'll Jaya 3 teatanj peradilan in
11
absensia pada tindak pidana ekonomi seperti yang terdapat
di dalam pasal 16 UUTPE.
Di dalam Undang-undang No. 1 tahun 1981 (selanjut-
nya disingkat KUHAP) telah dijelaskan siapa yang dimaksud
dengan terdakwa. Hal semacam ini diatur dalam pasal 1 a-
yat 15 menyebutkan, " Terdakwa adalah seorang tersangka
yang dituntut, diperiksa dan diadili pada sidang penga-
dilen » . 3
Jadi berdasarkan KUHAP terdakwa adalah orang yeng disangka,
dituntut, diperiksa dan diadili kecuali ditetapkan lain o-
leh Undang-undang.
Seperti diketahui bahwa prinsip hadirnya terdakwa
di dalam satu perkara pidana adalah didasarkan kepada hak-
hak asasi dari terdakwa untuk mempertahankan hak-hak kebe-
basannya, harta bendanya, kehormatannya.
Hal ini berkaitan dengan jenis (macam) pidana yang
ada di dalam KUHP, khususnya pasal 10 KUHP* Pelaksanaan
peradilan in absensia tidak begitu saja dilakukan tanpa
memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain di dalam hal
ini pengadilan telah melakukan usaha-usaha untuk menangkap
terdakwa tidak berhasil, sehingga menghambat jalannya pe-
nyelesaian perkara yang bersangkutan.
3Aneka, Kitafr Undang-undanr, Hukuo Acara P i d m a Dan
Dasar hukum peradilan in absensia terdapat didalam dangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian un tuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pida na sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu,
sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak ber- laku lagi.5
Penjelasan umum pasal 284 ayat 2 huruf b angka 1 KUHAP ber
bunyi :
Yang dimaksud dengan "Ketentuan khusus acara pidana sebagaiman tersebut pada undang-undang tertentu" i- alah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana ter sebut pada antara lain :
1. Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi (Undang-undang No. 7 Drt tahun 1955).6
Memperhatikan penjelasan di atas, maka perlu terdak
wa hadir di dalam suatu perkara pidana. Hal ini sangat
membantu terdakwa dalam membela diri, jika memang benar-
benar terdakwa tersebut dapat membuktikan bahwa ia tidak
bersalah.
4Ibid., hal. 93.
5Ibid., hal. 129
13
Selain daripada hadirnya terdakwa juga sebagai alat untuk
mencari kebenaran fakta yang benar-benar ada serta mengum-
kan bukti sebanyak mungkin guna mendekati kebenaran yang
menyakinkan,
Di samping rumusan yang terdapat di dalam EUHAP ter-
sebut di atas masih ada penyimpangan lain terhadap keten-
tuan umum sebagaimana yang terdapat didalam pasal 77 KUHP
yang menyebutkan, " Kewenangan menuntut pidana hapus jika
7
terdakwa meninggal dunia "•
Penyimpangan itu adalah seperti yang terdapat didalam pa
sal 16 ayat 1 dan 6 UUTPE yang berbunyi :
1. Jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseo- rang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan yang tidak dapat diubah lagi, telah me- lakukan tindak pidana, make hakim atas tuntutsn pe- nuntut umum dengan putusan pengadilan dapat :
a. Memutus perampasa bareng-barang yang telah disi- ta. Dalam hal itu pasal 10 undang-undang darurat rat ini berlaku sepadan ;
b. Memutus bahwa tindakan tata tertib yang disebut
pada 8 sub c dan dilakukan dengan memberatkan
pada harta orang yang meninggal dunia itu,
6. Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan ka-
limat don di bawah a berlaku juge, jika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahv/a tindakan pidana itu dilakukan oleh seorang yang tidak dikenal.
TPE. Disamping itu didalam KUHAP bagian ke enam : Acera
pemeriksean cepat yang terdapat dalam pasal 214 mengatur
pelaksanaan peradilan in absensia.
2. Subyek Hukum Yang Dapat,D_isdjJ:L_S_ecar_a In Absensia
Sebagai perbandingan tentang orang-orang yang dapat
diadili secara in absensia, saya kutibksn pendapat Djoko
Prakoso, dalam bukunya Peradilan In Absensia di Indonesia
menyebutkan :
1. Adakalanya terdakwa tidak dapat dihadapkan ke sidang pengadilan, karena terdakwa bertempat tinggal di lu- ar negeri atau bepergian ke luer negeri untuk meng- hindari tuntutan, sehingga atas dasar berlakunya hu- kum pidana yang terbatas dalam wileyah negara, pe- nangkapan tidak dapat dilakukan begitu saja, walau- pun alamatnya diketahui dengan jelas.
2. Dapat pula terjadi bahv/a terdakwa tidak dapat diha dapkan ke sidang pengadilan, karena telah melarikan diri sebelum dilakukan penangkapan atau pemeriksaan meskipun bukti-buktinya cukup ada.
3* Alternetif terakhir ialah apabile terdakwa meninggal dunia sehingga menurut pasal 77 KUHP hak penuntutan menjadi gugur.3
Berbicara mengenai siapa saja yang dapat diadili secara in
absensia selain yang tersebut di atas masih dapat saya
ke-mukakan disini yakni merupakan perluasan dari subyek hukum
pidana. Di dalam KUHP hanya mengenai oreng sebagai subyek
hukum. Hal ini tampak pada rudek3i tiap-tiap pasal yang
d Lnuloi dengan kata " barang iiiapa " contohnya pasal 3$ 2
Djoko Prakoso, In Ab d i
15
KUHP, yang berbunyi :
Barang siapa mengarabil barang sesuatu, yang seluruh- nya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan mak- sud untuk memiliki secara melawan hukum, dianca/n ka- rena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupi
ah. 9
Untuk lebih jelasnya bahwa hukum bukan subyek hu
kum menurut KUHP tercermin dalam pasal 59 KUHP yang ber
bunyi ;
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan peng-
urus, atau komiaaris-komisaris, maka pengurus, anggo- ta badan pengurus atau komisaria yang ternyats tidak
ikut campur melakukan pelanggaran tindak pidana. 1 0
Sedangkan dalam hukum pidana ekonomi, terhadap badan hu
kum, perseroan, perserikatan orang atau yayasan dapat di-
jatuhkan pidana dan tindakan tatatertib. Pasal yang ber-
hubungan dengan badan hukum yaitu pasal 15 ayat 1 UUTPE :
Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas name suatu badan hukum, suatu perseorangan, au- atu perserikatan yang lainnya atau suatu yayasan, ma- ks tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tatatertib dijstuhkan, baik terhadap badan hukum, peeseroen, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mcreka yang membsri perintah melakukan tin dak pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap keduanya.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahv/a selain
m snusia maka badan hukum ju^e merapakan subyek hukiun, kare
na badan hukum tersebut dapat dijatuhk^n pidana yang bcrupa
tata tertib. Di dalam hukum pidana umum atau pidana bia-
sa (dalam KUHP) maka di dalam peradilan yang tanpa di ha-
diri oleh terdakwa meninggal dunia maka habislah riwayat-
nya atau dengan kata lain gugurlah tuntutan pidana terha
dap orang tersebut (pasal 77 KUHP). Hal ini telah dije-
laskan di muka. Akan tetapi di dalam pasal 16 ayat 6 UU-
TPE menyatakan lain yaitu bahwa orang yang meninggal du
nia dapat diadili dan dijatuhi hukumgn walaupun jenisnya
terbatas. Dalam pasal ini juga mempersamakan orang tidak
dikenal dengan orang yang telah meninggal dunia sehingga
orang yang tidak dikenal dapat diadili tanpa kehadirannya.
Hal ini dapat dilakukan jika terbukti atau ada buk-
ti-bukti kuat bahwa terdapat barang-barang sebagai akibat
dari tindak pidana ekonomi, tetapi tersangka tersebut ti
dak dikenal. Untuk memperkuat pendapat mengenai orang
yang tidak dikenal dikeluarkan PERPU No. 15 tahun 1962 ngan pertmta.ra per;vakil^n K.I. y*-<ng bersangkutan
atau dengan surat p*,nggilan yang ditempelkan pada tempat pongumuman di p^ngadilan negeri atau yang tidak dapat menghadap kepada in^tansi yang menic.ng- gilnya.
b. Setiap orang y^ng dik«*t-jhui nnmrjiya akan tetapi
tidak di^otsaai •,l • ’u : U^-.nr.ya, yang t-il^h di-
psnggil dzr\z*r* r./i - n \ y--ng 3iteai.jj)k r*
17
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa yang dimakeud
dengan orang yang tidak dikenal apabila orang tersebut sa
me sekali tidak dikenal baik nama maupun alsmatnya, dalam
hal ini biasanya terjadi pada tindak pidana penyelundupan
yang meninggalkan barang-barang selundupan di dalam kapal
atau tongkang di pantai atau muara sungai, dalam gudang-
gudang dan lain-lain karena takut tertangkap, sedangkan
barang-barang tersebut oleh penyelidik di jadikan barang
bukti.
Untuk tindak pidana ekonomi dapat dianggap tidak di
kenal walaupun nama dan alamatnya kadang-kadang diketahui
tetapi karena sesuatu sebab ia tidak dapat diperiksa seba
gai terdakwa.
Seperti dijelaskan di atas ketentuan yang terdapat
di dalam pasal 77 KUHP yaitu yenj pada pokoknya menyebutkan
hak untuk menuntut pidana gugur kerena si tertuduh mening
gal dunia. Ketentuan ini adalah merupakan konsekwensi da
Jadi hanya dapat dituntut dari diri orang yang melakukan
1 1 itu sendiri.
Mengenai pengertian istilah tidak dikenal,
dikemu-kakan juga pendapat dari Andi Hamzah dalam bukunya yang
berjudul Hukum Pidana Ekonomi mengatakan :
Orang yang tidak dikenal yang diadili dengan in ab sensia ( judgement by default, where the' defendent does not appear), terjadi jika terdapat bukti-bukti dengan alat-alat bukti berupa barang-barang sitaan tentang terjadinya delik ekonomi, tetapi pembuatnya
tidak kenal. 1 2
Kemudian dalam praktek pengadilan untuk memberikan peng
ertian orang yang tidak dikenal ada 2 penafsiran :
a* Penafsiran sempit :
"Orang yang tidak dikenal" adalah sungguh-sungguh tidak dikenal,
b. Penafsiran luas :
Orang yang tidak dikenal adalah fisik ada tetapi setelah dicsri oleh perantaranya alat-alat negara tidak terdapat dimsna alamatnya yang setepat-te-
patnya. 1 3
Dari isi kedua penafsiran jelaslah bahwa sarana orang ti
dak dikenal banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang me-
lakukan tindak pidana ekonomi sambil menunggu perkaranya
diputu3 oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum
te-Hermin Hadiati Koeswaji, Macam-macam Pidana di
am KUHP Serta Hal-hal Yang Menyebabkfi.n Gu^u m v a Hak Un
tuk Menuntut Dan Men.ialani Pidqnfl, Departemen Hukum Pida na Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 1981, hsl. 45.
3* Pengaruh Peradilan In Absensia
Dengan adanya peradilan in absensia maka akan tim
bal pengaruh, baik pengaruh positif maupan pengaruh yang
negatifc Pengaruh positif memang dapat segera dirasakan
yaitu dangan berkurangnya tunggakan-tunggakan perkara yang
menumpuk di pengadilan ataupun denda-denda (piutang nega-
ra) yang merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
Pengaruh tersebut memang beralasan, karena dengan
perkara yang belum diputus atau perkara yang seharusnya
sudah diputus akan tetapi berhubung si terdakwa tidak ha-
dir, maka hal tersebut akan membuat perkara tersimpan dan
tertunda eksekusinya. Hal inilah yang menjadi beban tang-
gung jawab jaksa sebagai eksekutor hakim, yang dengan san-
dirinya akan menambah kerugian negara, akibat denda (piu
tang negara) yang tidak tertagih.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa dengan
adanya peradilan in absensia negara banyak memperoleh pe-
masukan serta para penegak hukum tidak terlalu banyak me-
nanggung beban yang belum terselesaikan. Pengaruh lain
dengan adanya peradilan in absensia yaitu bahwa barang-ba
rang yang dirampas oleh penegak hukum dapat segera diman-
faatkan untuk diambil menjadi milik negara. Dengan demi-
kian maka negara mendapat pemasukan dari barang-barang ha-
sil kejahatan tersebut* Khususnya dalara tindak pidana e-
konomi yang biasanya adalah kasua-kasua penyelundupan-pe-
dimanfaat-kan, sehingga peredaran barang dalam masyarakat tidak ter-
sendat-sendat. Kemudian penggunaan barang-barang tersebut
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Selain pengaruh-pengaruh yang diuraikan di atas ya
itu pengaruh positif, maka juga terdapat pengaruh negatif*
Yang dimaksud disini adalah hal-hal yang dapat merugikan
disegala bidang termasuk keuangan negara.
Dalam pasal tersebut telah dijelaskan tentang jenis
(macam) pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tin
dak pidana ekonomi. Sesuai dengan bunyi dari pasal 16 a-
yat 1 UUTPE tersebut maka bagi pelaku akan dikenakan tin
dakan tata tertib serta perampasan barang-barang yang te
lah disita yang diduga kuat sebagai barang dari hasil ke-
jahatan.
Kenyataannya dengan diputusnya suatu perkara secara
in absensia tersebut, maka terdakwa terbebas dari segala
kewajiban yang menyangkut kejahaten yang pernah dilakukan.
Hakim dan jaksa hendaknya waspada terhadap pelaksanaan per
adilan in absensia, yang kemungkinan tertangkap kecil se-
kali sehingga memudahkan terdakwa melarikan diri untuk se-
mentara dan juga kebanyakan kasus tersebut dilakukan oleh
orang-orang kaya.
Ditinjau dari segi teori pemindahan sebenarnya per
adilan in absensia pada tindak pidana ekonomi tidak ada gu-
21
yang diadili kebanyakan adalah orang-orang kaya. Dengan
kenyataan mereka itu dapat untuk raelarikan diri dan mem-
bebaskan diri dari tanggung jawab sebagai pelaku kejahat-
an. Alangkah baiknya jika saja dilaksanakan peradilan in
absensia tidak begitu saja dilaksanakan tanpa memenuhi
syarat-syarat tertentu, yang dimaksud di sini adalah bah
wa pelaku seyogyanya telah dipanggil secara sah dan usaha
dari penegak hukum untuk dilaksanakan namun tidak berha-
sil.
Pelaksanaan peradilan in absensia, khususnya dalam
tindak pidana ekonomi kurang dirasakan sebagai pidana ba
gi pelakunya, karena pada dasarnya terhadapnya tidak da
pat dilaksanakan apa-apa selain barang-barang yang telah
disita.
Begitu pentingnya kehadiran terdakwa dalam
persi-dangan ysng memeriksa mengenai dirinya hal ini diatur di
dalam pasal 154 ayat 4 dan 6 KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana) No. 8 Tahun 1981 berbunyi sebagai berikut :
Ayat 4 menyatakan :
Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah te tapi tidak datang disidang tanpa alasan yang sah, pe- meriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa di- penggil sekali lagi.
Ayat 6 menyatakan :
Dari isi pasal tersebut menandakan betapa pentingnya keha-
diran terdakwa dalam sideng pengadilan. Dengan sarana i-
ni membuktikan bahwa UUTPE masih memberikan kesempatan ke-
pada pelaku untuk memberikan perlawanan guna membela diri
di muka hakim.
Seperti diuraikan di muka bahwa tindak pidsna eko
nomi kebanyakan dilakukan oleh orang-orang kaya, sehingga
mereka dapat melarikan diri untuk sementara menunggu per-
karanya diputus aecara in absensia. Kemudian yang menja-
di masalah adalah, bagaimana jika temy e t a orang yang me
larikan diri tersebut yang menggunakan sarana sebagai o-
rang tidak dikenal menurut PERPU Ho. 15 tahun 1962, kemu
dian pelaku tindak pidana tersebut muncul kembali.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, maka
dapat saya kutibkan pendapat A. Hamzah "dengan sendirinya
tidak dapat dimajuksn ke muka sidang pengadilan lagi,
ka-15 rena alasan ne bis in idem
Dengan sarana yang ada tersebut, maka kemungkinan
besar dapat dipergunakan oleh pembuat delik untuk sementa-
ra melarikan diri.
Pengaruh negatif yang lain dengan adanya peradilan
in absensia yaitu bahwa peradilan tersebut banyak
diguna-1 5
kan oleh oknum-oknura yang tidak bertanggung jawab,
Seba-gai contoh yang saya ambil dari buku Djoko Prakoso dapat
saya kemukakan disini yaitu yang dilakukan oleh pihak
pe-nangkap atau pengusut dengan jalan menyuruh lari pelaku
tindak pidana sehingga secara langsung barang tersebut
1 6 menjadi milik negara*
Hal-hal tersebut di atas itulah yang membuat nega
ra selalu dirugikan oleh akal licik dari pedagang atau
pengusaha yang b e m a u n g di bawah sarana peradilan in ab
sensia. Kemudian dapat juga saya kemukakan di sini kare-
na para pelaku tindak pidana ekonomi adalah orang-orang
kaya, sehingga sia-sia juga usaha penangkapan pelaku.
Karena mereka mamakai azas ne bis in idem, dan oleh kare
na itu janganlah tergesa-gesa bagi hakim untuk memutuskan
suatu perkara secara in absensia bagi mereka yang melaku
kan tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian bagi
negara tidak sedikit. Yang menjadi dasar dari ajaran ini
ne bis in idem ialah :
a, Untuk menjunjung tinggi keluhuran Negara serta ke- hormatan peradilan, yaitu dalam hal ini hakim se- bagai alat perlengkapan negara. Adapun ratio dari pada azas "ne bis in idem" yang pertama ini ialah, andaikata dengan keputusan hakim yang telah mem punyai kekuatan hukum yang tetap itu terdakwa di- bebaskan karena tidak cukup adanya alat-alat itu
ditambah sehingga menjadikan terdakwa tersebut ter-
bukti bersalah, maka andaikata ketentuan pasal 7 6
KUHP itu tidak ada, maka terdakwa dapat, dituntut
kembali dan dijatuhi putusan yang berbeda. Dalam
hal yang demikian ini maka apakah nilai dari kepu- tusan hakim itu, yang membawa akibat ketidak perca- ya dari masyarakat atas keputusan hakim sebagai a- lat perlengkapan negara.
b. Untuk memberifcan rasa kepastian hukum bagi seseo- rang yang p e m a h di jatuhi pidana. Adapun ratio dari dasar yang kedua ini adalah bahwa atas kepu tusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu janganlah orang merasa gelisah, dan selalu dalam keadaan ketakutan karena suatu perka ra yang baginya telah p e m a h diputus.17
Dari uraian tersebut di atas maka jelaslah bahwa
pengaruh baik positif ma'upun negatif dari peradilan in ab
sensia perlu mendapatkan perhatian yeng serius dari peme-
rintahan dalam hal ini penegak hukum di dalam menjalankan
tugasnya sebagai pengayom masyarakat di dalam menuju ma
syarakat yang adil dan makmur berdssarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945*
1 7
BAB III
TUJUAN SERTA BEBERAPA KELEMAHAN PERADILAN IN ABSENSIA
DALAM TINDAK PIDANA EKONOMI
1. Pelabat Yang Berwenang Dalam Menangani Kasus Tindak Pi
dana Ekonomi*
Sebelum membicarakan tujuan serta kelemahan dari
tindak pidana ekonomi, maka akan saya ketengahkan terlebih
dahulu tentang pejabat atau alat-alat pengusut yang berwe-
nang mengani kasus tindak pidana ekonomi tidak berbeda de
ngan alat-alat pengusut dalam hukum pidana biasa, hanya
saja ditambah dengan mereka yang ditunjuk oleh Perdana Men-
teri sesudah mendengar Menteri yang bersangkutan,
Berdasarkan pasal 17 ayat 1 UUTPE menyebutkan bah
wa " Selain daripada mereka yang pada umumnya dibebani pe-
ngusutan tindak pidana, maka yang berhak mengusut tindak
pidana ekonomi ialah pegav/ai-pegawai yang ditunjuk oleh
Perdana Menteri setelah mendengar Menteri yang bersangkut-
an "* Jadi dalam hal ini pejabat yang berwenang berdasar
kan undang-undang khusus.
Sebelum membicarakan pejabat yang berwenang dalam
menangani kasus tindak pidana ekonomi lebih dahulu akan
saya uraikan apa arti dari penyidik. Adapun arti daripada
penyidik tersebut seperti yang tertuang di dalam pasal 6
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa :
l. Penyidik adalah :
b. pejabat negeri sipil tertentu yang diberi wewe- nang khusus oleh undang-undang.
20 Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 akan diatur lebih lanjut dalam per-
aturan pemerintah.18
Dari isi tersebut jelaslah bahwa polisi merupakan alat pe-
nyidik. Selain daripada itu isi dari .pasal 6 KUHAP ter
sebut di atas, maka polisi dalam kasus tindak pidana eko
nomi dilakukan pembagian tugas ke dalam oleh polisi sendi-
ri0 Jadi pasal 6 KUHAP tersebut dapat dikatakan sebagai
dasar pembagian tugas ke dalam oleh polisi dalam menangani
tindakan pidana ekonomi.
Kemudian selain daripada itu juga di dalam UU Ho.
13 tahun 1961 ( Undang-undang Pokok Kepolisian ) pasal 2
ayat 2 yang menyatakan bahwa " Dalam bidang peradilan me-
ngadakan penyelidikan atas kejahatan dan pelanggaran
me-nurut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang Hukum acara
19 Pidana dan lain-lain peraturan Negara nc
Jadi tugas dari kepolisian di dalam bidang peradilan ada
lah mengadakan penyelidikan dan lain-lain peraturan Hega-
ra. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa polisi ada
lah alat penyidik sesuai dengan undang-undang, sedangkan
dalam kasus tindak pidana ekonomi pembagian tugasnya dila
kukan oleh polisi ekonomi.
18
Aneka, op cit., hal. 15.
27
Pengaturan dalam rangka penyelidikan suatu perkara dilaku
kan dengan peraturan Menteri sesuai dengan pasal 12 UU Po-
kok Kepolisian menyebutkan " Penyelidikan perkara dilaku
kan oleh pejabat-pejabat Kepolisian tertentu yang
selan-20
jutnya diatur dengan Peraturan Menteri ! , 0
Dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas sebagai dasar
untuk pejabat kepolisian dalam melakukan penyelidikan sua
tu perkara negara (dalam hal ini tindak pidana ekonomi)*
Kemudian dalam membicarakan jaksa sebagai alat pe-
ngusut dapat dilihat di dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 15 ta
hun 1961 ( Undang-undang Pokok Kejaksaan Republik Indone
sia Dalam pasal tersebut menyetakan bahwa " mengadakan
penyelidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran
serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyelidik
menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang Hukum acara
Pi-21
dana dan lain-lain peraturan Negara 11.
Dengan adanya ketentuan tersebut dapat dikatakan
bahwa jaksa juga alat pengusut untuk mengadakan penyelidik
lanjutan. Sebenamya semua jaksa adalah alat pengusut hu
kum pidana, tetapi dalam menangani perkara pidana ekonomi
dilakukan oleh jaksa ekonomi sesuai dengan pasal 2 ayat 1
huruf b UU No. 15 tahun 1961 yang menyatakan bahwa ” Menja-
lank8n keputusan dan penetapan hakim Pidana
Seperti juga di dalam pasal 33 UUTPE yang menyatakan bah
wa :
1. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seo- rang hakim atau lebih dibantu oleh seorang panite- ra atau lebih dan seorang jaksa atau lebih yang se- mata-mata diberi tugas masing-masing mengadili dan menuntut perkara pidana ekonomi»
2. Pengadilan tersebut ayat 1 Pengadilan Ekonomi.
<
Jadi hanya jaksa ekonomi yang berwenang mengadakan penun
tutan, dan jaksa ekonomi diangkat oleh jaksa Agung.
Jaksa ekonomi berbeda dengan jaksa biasa, karena hanya me-
nagani penuntutan khusus saja yaitu delam penuntutan dan
peradilan ekonomi, Perbedaan lain ialah bahwa jaksa ekono
mi berhak mendapatkan tunjengsn khusus menurut surat kepu-
tusan Presiden Repablik Indonesia tanggal 17 Nopember 19 6 4
No. R.a/D/144/1964. Selain itu jaksa ekonomi dapat perso-
alan-persoalan ekonomi. Dari uraian tersebut di atas ma-
sih ada lagi pejabat yang berwenang dalam menangani kasus
tindak pidana ekonomi seperti yang tertuang di dalam pasal
17 UUTPE yang menyatakan bahwa :
1. Selain daripada mereka yang pada umumnya dibebani pengusutan tindak pidana, maka yang berhak mengusut tindak pidana ekonomi ialah pegawai-pegawai yang di tunjuk oleh Perdana Menteri 3etelah mendengar Men- ri yang bersangkutan.
2o Semua pegawai dibebani pengusutan tindak pidana e- konomi dibebani juga pengusutan tindak pidana yang
disebut dalam pasal 2 6, 3? dan 3 3 undang-undang da-
rurat ini.
29
Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa pasal 17 TO-
TPE adalah merupakan perluasan daripada pejabat-pejabat
yang berwenang menangani kasus tindak pidana ekonomi.
Juga dari uraian tersebut dapat menentukan pejabat
yang dapat atau berwenang dalam menyelesaikan kasus tin
dak pidana terutama tindak pidana ekonomi*
2. Tu.iuan Pelskaanaan Peradilan In Absensia
Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terdahulu,
maka dapat saya katakan di sini bahwa tujuan dari peradil
an in absensia yaitu memperkecil tunggakan perkara. Tuju-
an tersebut di atas bukan merupakan satu-satunya tujuan
utama, akan tetapi merupakan salah satunya saja*
Kemudian kalau dilihat dari arti ekonomi yaitu ilmu
yang mempelejari manusia tentang usaha dan tindakkannya
untuk mencapai kemakmuran. Dengan demikian jelaslah bahwa
ilmu ekonomi adalah tindakan dari manusia untuk mengejar
kemakmuran0 Jadi ilmu ekonomi sebenarnya mempelajari ma
nusia dalam usahanya memberantas kemiskinan. Akan tetapi
manusia dalam mengejar kemakmuran tersebut tanpa memperha
tikan alat pemuas yang terbatas jumlahnya. Jadi ilmu ter
sebut sebagai dasar agar manusia tidak seenaknya mengguna-
kan alat pemuas kebutuhan yang berlebih-lebihan, sehingga
perekonomian masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
Sedangkan kalau dilihat dari segi politik atau ke-
merupakan usaha untuk mempengaruhi ekonomi di suatu daerah
wilayah tertentu.
Kalau melihat arti daripada tindak pidana ekonomi
adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan dalam per-
aturan hukum di bidang ekonomi„ Jadi jelaslah bahwa tin
dakan pidana ekonomi adalah suatu perbuatan yang menggang-
gu kelancaran perekonomian negara* Hal ini kalau dikait-
kan dengan tujuan negara yang mengusahakan agar barang ke-
tuhan hidup rakyat dapat segera terpenuhi, diatas masih
banyak lagi tujuan daripada peradilan in absensia yaitu
berkurangnya piutang negara. Yang dimaksud piutang negara
itu adalah denda-denda yang belura terbayar akibat tertun-
dahnya suatu perkara.
Seperti dalam kasus penyelundupan yang dimungkinkan
diadakan peradilan in absensia maka denda tersebut dibayar
dengan barang-barang yang ditangkap dari pelanggar-pelang-
gar yang tidak dikenal. .Barang-barang tersebut menjadi
milik negara dan penggunaannya ditentukan oleh Menteri Ke
uangan.
Peradilan in absensia pada tindak pidana ekonomi me
rupakan cara penyelesaian kasus yang sangat tepat dibanding-
kan melalui peradilan pidana umum. Sebab di dalam peradil
an pidana umum h a d i m y a terdakwa merupakan syarat utama da
lam menyelesaikan perkara pid3na.
Hal ini tertuang di dalam pasal 145 dan KUHAP yang me
31
Pasal 145 KUHAP :
1. Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan di lakukan secara sah, apabila disampaikan dengan su- rat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat ting galnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketa- hui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
2 0 Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya a- tau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hu kum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.
3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan, surat panggil an disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah ta hanan negara.
4. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri a- taupun oleh orang lain atau melalui orang lain, di-■lakukan dengan tanda penerimaan.
5» Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman ter akhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.22
Pasal 146 KUHAP :
1. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai,23
Dari kedua pasal tersebut jelaslah bahwa sebelum dilakukan
peradilan secara in absensia, hak-hak dari terdakwa masih
dilindungi. Dengan kata lain bahwa diadakannya peradilan
secara in absensia hanyalah untuk kasus-kasus yang memang
22Ibid, hal. 70
benar-benar terdakwa tidak ada dan hal tersebutlah yang
sangat merugikan negara, apalagi jika dikaitkan dengan ka
sus yang menyangkut keuangan negara*
3* Kelemahan Peradilan In Absensia
Sebelum membicarakan tentang kelemahan peradilan
in absensia akan saya uraikan terlebih dahulu mengenai per
adilan in absensiao
Menurut pengertian dari peradilan in absensia sen-
diri seperti apan yang terdapat di dalam buku Djoko Prako-
so bahwa " Sesungguhnya pengertian mengadili atau menjatuh-
kan hukuman secara in absensia, ialah mengadili seseorang
terdakwa dan dapat menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdak
wa itu sendiri
Jadi seperti dalam bab-bab yang terdahulu yaitu bah
wa perairan in absensia adalah surat peradilan yang tanpa
dihadiri oleh terdakwa dan hal ini seperti yang tertuang
dalam pasal 16 UUTPE. Dan juga dapat saya katakan disini
bahwa selain orang yang meninggal dunia juga orang yang ti
dak dikenal dan badan hukum dapat diadili secara in absen
sia. Dari uraian tersebut jela3lah bahwa semuanya untuk
mempercepat proses penyeleseian perkara, dalam hal ini per
kara yang tanpa dihadiri terdakwa.
33
Akan tetapi cara tersebut di atas juga terdapat kelemahan-
kelemahan yang dapat juga merugikan kepentingan negara.
Hal juga dikaitkan penjelasan orang yang termasuk
tidak dikenal,. maka sarana orang tidak dikenal tersebut
banyak disalah gunakan oleh pelaku kejahatan. Dalam hal
ini orang tidak dikenal dapat disebutkan di sini yaitu o-
rang yang melarikan diri sebelum dilakukan penangkapan a-
tau pemekriksaan meskipun bukti-bukti cukup kuat.
Sedangkan orang yang tidak dikenal yaitu orang yang ber-
tempat tinggal diluar negeri untuk menghindari penuntutan.
Kelemahan yang terdapat dalam peradilan ini yaitu
adanya sarana orang tidak dikenal tersebut. Seperti yang
telah diuraikan terdahulu bahwa peradilan secara in absen
sia selain terdakwa meninggal dunia jaga orangnya tidak
dikenal nama maupun tempat tinggal kecuali nama dan tempat
tinggalnya di luar negeri. Dalam hal ini peran penegak hu-
kwn yang berkaitan langsung heruslah lebih waspada dan se
bagai contoh dapat saya kemukakan disini yaitu kasus-kasus
di dalam penyelundupan yang sudah jelas pada waktu diada-
kan penangkapan yang tertinggal hanyalah kapal serta ba-
rang-barang yang tidak bertuan. Oleh karena itu para pe
negak hukuin dalam menjalankan tugasnya haruslah tidak ter-
gesa-gesa dalam mengadili secara in absensia untuk tindak
pidana ekonomi sesuai pasal 145 dan 146 KUHAP, sebab kedua
ten-tang tata cara pemeriksaan di sidang pengadilan yaitu ten
tang panggilan dan dakwaan.
Seperti di dalam bukunya A. Hamzah yang menyatakan bahwa
adanya kerugian jika seseorang cepat-cepat diadili secara
in absensia karena mereka kemungkinan besar menggunakan
sarana orang tidak dikenal untuk menghindari penuntutan
dan menunggu perkaranya diputus dan kemudian muncul
kemba-25 li di bawah perlindungan azas ne bis in idem,
Peradilan secara in absensia ini merupakan banyak
memberikan bantuan bagi penegak hukum yaitu banyaknya per
kara dengan cepat dapat terselesaikan, sedangkan bagi ne
gara dapat *berkurangnya tunggakan atau piutang negara dari
pada kasus yang belum terselesaikan. Untuk menyelesaikan
kasus orang meninggal dunia dapat dilakukan peradilan se
cara in absensia dengan putusan perampasan barang-barang
yang disita dan tindakan tata tertib yang dapat diberatkan
pada harta orang meninggal itu. Jika pelaku kejahatan itu
adalah orang yang tidak dikenal, maka barang-barang yang
ditinggalkan oleh penyelundup diambil nenjadi milik negara
dan penggunaannya ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Disamping itu dengan adanya peralihan ini negara banyak ju
ga menderita kerugian dari ulah para pelaku tindak pidana
ekonomi terutama mereka yang menggunakan sarana orang
35
dak dikenal«
Sekarang banyak diteraui kasus-kasus tindak pidana
ekonomi khususnya yang berhubungan dengan peradilan in ab
sensia yaitu mereka menggunakan akal licik mereka dengan
jalan mengirim harta kekayaan mereka ke negaranya dan me-
ninggalkan barang-barang yang sudah tidak berharga lagio
Sebenarnya bagi terdakwa masih banyak upaya-upaya
hukum yang dapat digunakan di dalam persidangan. Seperti
di dalam pasal 214 KUHAP yang mengatu tatacara mengadakan
perlawanan atau verset atau putusan pengadilan.
Bunyi daripada pasal 214 KUHAP ayat 4 menyatakan bahwa :
" Dalam hal putusan dijatuhkan diluar hadirnya terdakwa
dan putusan ini berupa pidana perampasan kemerdekaan,
ter-2 6 dakwa dapat raengajukan perlawanan "•
Dari uraian pasal tersebut di atas sudah jelas bahwa hak
asasi dari terdakwa lebih diutamakan di dalam persidangan.
Seperti yang dikatakan oleh bekas menteri kehakiman
ysng dahulu yaitu Prof. Oemar Senoadji, S.H. beliau
menga-takan bahwa " terdakwa yang tidak mau menggunakan haknya
hanya untuk membela diri di pengadilan yaitu dengan
isti-27 lah terdakwa yang melang ".
Djoko Prakoso, op cit., hal. 56*.
Jelaslah sudah bahwa sebelum diadili secara in ab-
senaia telah dilakukan usaha-usaha untuk mengadakan hu-
bungan terhadap terdakwa. Kalau dilihat dari usaha-usaha
yang dilakukan oleh pihak pengadilan, maka dapat saya ka-
takan di sini bahwa peradilan in absensia merupakan tera-
khir untuk menyederhanakan prosedur penuntutan.
Peradilan tersebut dilaksanakan berhubung terdakwa
raemang dilihat benar-benar menghindarkan diri dari penun
tutan. Jika dilihat dari terdakwanya sendiri, maka dapat
saya katakan bahwa terdakwa menyia-nyiakan kesempatan yang
diberikan kepadanya untuk membela diri di hadapan hakim
yang bebas, karena terdakwa di beri kesempatan untuk mem-
buktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Jadi dengan kata lain bahwa kelemahan peradilan in
absensia ialah jika terdakwa memang benar-benar tidak di
kenal sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit ba
gi negera0 Di lain pihak peradilan in absensia sebenarnya
tidak perlu terjadi karena usaha-usaha untuk memanggil
terdakwa telch dilakukan oleh pengadilan semaksimal mung-
kin, kecuali jika hal itu memang di kehendaki oleh terdak
BAB IV
KASUS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan saya coba menganalisa atau mem-
berikan tanggapan tentang suatu perkara pidana khusus ya
itu tindak pidana ekonomi yang terjadi di daerah hukum
Pengadilan Negeri Surabaya yang diadili secara in absensia*
Kasus tersebut telah diadili dengan daftar putusan No.
2/PID.EK/1986/PN.SBY.
Di dalam hal ini saya akan membahas tentang isi da
ri putusan Pengadilan Negeri tersebut, mengingst yang men-
jadi pokok bahasan dalam skripsi saya adalah mengenai per
adilan in absensia.
1. Duduk Perkara.
H. Sofyan yang tidak diketahui alamatnya pada tang-
gal 1 Desember 1984 atau tanggal 14 Desember 1984 setidak-
tidaknya dalam tahun 1984, telah memasukkan atau mencoba
memasukkan dari luar negeri kedalam Wilayah Republik In
donesia, barang berupa : bawang putih ex luar negeri se-
banyak 295 peti, berat lebih kurang 10 ton, yang diangkut
ke Pelabuhan Gresik atau ke Pelabuhan Sumbawa lewat pulau
Abang Riau, melalui alur barat/Bui Pisang Tanjung Perak
Surabaya, ataupun di tempat lain setidak-tidaknya dalam
wilayah hukum Pengadilan Negeri/Ekonomi Surabaya.
Barang tersebut dimuat dengan perahu Layar KAKYA IjIURiII II
tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan Ordonansi Bea dan
Reglemen yang terlampir padanya.
Perbuatan atau rangkaian perbuatan terdakwa melang-
gar pasal 26 b Ordonansi Bea ( Stbl.1931 No<> 741 ) yo pa
sal 1 ke 1 yo pasal 16 ayat 6 Undang-undang No. 7/Drt/1955
yo Undang-undang No. 15/Prp/1962.
Terdakwa H. Sofyan yang tercantum dalam berita aca
ra tersebut tidak dapat diketemukan lagi baik di dalam ma-
upun di luar Wilayah Republik Indonesia, maka pemeriksaan
perkara ini oleh Pengadilan Negeri Surabaya di lakukan se
cara in absensia0
2° Pertimbangan Hukum
Setelah mendengar pula uraian requisitoir Jaksa/Pe-
nuntut Umum, yang pada pokoknya berpendapat bahwa perbuatan
terdakwa in absensia H. Sofyan sebagaimana tersebut dalam
surat dakwaan, telah terbukti dengan sah menurut hukum dan
kenyakinan, perbuatan mana melanggar pasal 2b o Ordonansi
Bea ( Stbl. 1931 No. 714 ) yo p a s a l 1 ke 1 yo pasal 16 a -
yat 6 Undang-undang No. 7/Drt/l955 yo Undang-undang No.
15/Prp/1962 dan oleh karena itu menuntut agar terdakwa in
absensia di jatuhi pidana penjara 3 e l a m a 3 tahun dan denda
Rp. 500.000,00 Subsidair 4 bulan penjara, dan agar biaya
perkara dibebankan kepada negara.
Jaksa/Penuntut Umum dalam p e r s i d a n g a n telah mengaju-
1) Sekantong kecil bawang putih sebagai contoh, yaitu si-
sa dari 295 bawang putih seberat kurang lebih 9.564 kg
yang pada tanggal 23 Januari 1985, telah dilelang dengan
hasil penjualan lelang sebesar Rp.9.753*835*00
2) Surat tanda bukti penerimaan sementara dari Bank Indo
nesia tanggal 11 Pebruari 1985 atas penyerahan uang se
banyak Rp. 9.753*835,00 dari Kejaksaan Negeri Tanjung
Perak, sebagai simpanan tertutup.
Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti
dalam persidangan, diperoleh fakta-fakta sebagai
beri-kut :
1) Terdakwa (in absensia) pada tanggal 20 Nopember 1984,
telah menyewa perahu layar " KARYA MURNI II " milik
Abdul Halim Mustofao
2) Abdul Halim Mustofa telah mengangkut 295 peti bawang
putih berat lebih kurang 10 ton milik terdakwa tanpa
dilindungi oleh surat-surat/dokumen-dokumen yang sah,
kecuali surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala
Kampung Pulau Abang.
3) Mustari, saksi ahli dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak
yang memberikan kesaksian bahwa, bawang putih tersebut
berasal dari luar negeri*
4) Ladjahu, pekerja di perahu layar " KARYA MURNI II M
yang memberikan kesaksian bahwa, perahu layar tersebut
telah memuat bawang putih d^iri pulau Abang sebanyak
dilin-dungi dokumen-dokumen yang sah.
5) Ho Isnawi, pimpinan " UD RACHMAD " memberikan kesaksi-
an bahwa, ia telah menolak membeli bawang putih milik
terdakwa yang diangkut dan ditawarkan oleh Abdul Halim
Mustofa*
6) Suwamo, dari kesatuan Polisi Perairan Daerah Jatim mem
berikan kesaksian bahwa, ia telah memeriksa perahu la-
yar 11 KARYA MURNI II " dan mendapatkan 295 peti bawang
putih dari luar negeri, tanpa dilindungi surat-surat
yang sah.
7) Saksi-saksi Abdul Halim, H. Isnawi dan Ladjudi tidak
mengetahui tempat tinggal yang pasti dari terdakwa,
yang jelas di daerah Sumbawa*
8) Akibat perbuatan terdakwa tersebut, negara dirugikan
dalam pendapatan bea masuk sekitar kurang lebih seba-
nyak R p e 2.397.394,48.
Dengan adanya fakta-fakta di atas maka terdakwa di-
persalahkan telah melakukan perbuatan tindak pidana seba
gaimana ditentukan dalam pasal 26 b Ordonansi Bea ( Stbl.
1931 Hoc 471 ) yo pasal 1 ke 1 yo pasal 1b ayat 6 Undang-
undang No. 7/Drt/1955 yo Undang-undang No. 15/Prp/1962
yang unsurnya adalah sebagai berikut :
1) Mernasukkan atau mencoba memasukkan barang dari luar ne
geri ke wilayah Republik Indonesia.
indah-kan ketentuan Ordonansi Bea dan Reglement yang terlam-
pir padanya.
3) Tidak diketeraukan lagi di wilayah Indonesia.
Dengan berdasarkan pada keterangan-keterangan saksi
dan bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan*
Majelis Hakim berpendapat bahwa ketiga unsur dari pasal-
pasal yang didakwakan kepada terdakwa telah terpenuhi, se
hingga karenanya kesalahan terdakwa atas perbuatan yang di
dakwakan terhadap dirinya adalah terbukti dengan sah dan
menyakinkan®
Oleh karenanya terdakwa harus dinyatakan salah me-
ngenai perbuatan dan harus pula dijatuhi pidana. Oleh ka
rena terdakwa dalam perkara ini in absensia, maka Majelis
Hakim tidak perlu mempertimbangkan atas pidana yang dija-
tuhkan bagi terdakwa«
MENGADILI
" Menyatakan terdakwa in absensia bernama : H* Sof
yan, bersalah melakukan kejahatan : " Memasukkan barang da
ri luar negeri ke dalam daerah pabean Indonesia tanpa meng-
indahkan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi dari Reglement
yang terlampir padanya "•
" Memidana terdakwa in absensia di atas dengan pida
na penjara selama 3 (tiga) tahun serta denda sebesar Rp.
500o000,00 (Lima ratus ribu rupiah), atau jika tidak diba-
Majelis menyatakan terdakwa in absensia b e m a m a H.
Sofyan bersalah melakukan kejahatan dengan jalan memasuk-
kan barang dari luar negeri ke dalam daerah Pabean Indone
sia. tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi
dari Reglement yang terlampir padanya, serta memidana ter
dakwa in absensia di atas dengan pidana penjara selama 3
(tiga) tahun serta denda sebesar Rp<> 500o000,00 (lima ra-
tus ribu rupiah), atau jika tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 4 (empat) bulan dan menetapkan ba
rang bukti berupa :
1 o Uang tunai sebesar Rp o 9 o 7 5 3 « 8 3 5 , 0 0 sebagai barang buk
ti pengganti 2 9 5 peti bawang putih yang telah dilelang
oleh Kantor Lelang Negara di Surabaya sesuai dengan ri-
salah lelang No, 1 3 9 / 1 9 8 4 - 1 9 8 5 tanggal 2 3 Januari 1 9 8 5 ,
dirampas untuk negara.
2 . Surat penerimaan sementara dari Bank Indonesia tanggal
11 Pebruari 1 9 8 5 atas penyerahan uang sebanyak Rp.
9 o 7 5 3 o 8 3 5 , 0 0 dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak sebagai
hasil penjualan lelang 2 9 5 peti bawang putih.
Dari tuntutan Jaksa dan pertimbangan Majelis Hakim
tersebut maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan harus
pula dipidana.
3° Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas perlu diperraasalahkan,
unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 26 b Ordonansi
Bea yo pasal 1 ke 1 yo pasal 16 ayat 6 UUTPE yo Undang-on-
dang Noo 15/Prp/1962.
Untuk lebih jelaanya, maka dapat dikeraukakan :
Pertama, dalam pasal 26 b Ordonansi bea disebutkan,
barang siapa memasukkan atau mengeluarkan atau mencoba me
masukkan atau mengeluarkan barang-barang ts.pa mengingat
akan peraturan-peraturan dari Ordonansi ir dan Reglement-
reglement yang terlampir padanya, akan dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya
Rp. 10,000,00 (sepuluh ribu rupiah)0
Jadi kalau ada orang yang memasukkan atau mengeluarkan a-
tau mencoba memasukkan atau mengeluarkan barang-barang
tanpa dilindungi dokumen resmi a t 3 U sah, maka dilarang o-
leh pasal inio
Dalam tuduhan yang dijatuhkan terhadap H. Sofyan
yaitu pasal 2 6 b Ordonansi Bea yang meyebutkan bahwa ia
setidak-tidaknya dalam tahun 1984 telah memasukkan atau
mencoba memasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Repu-
blik Indonesia, hal ini telah memenuhi unsur-unsur yang
ada di dalam pasal 26 b Ordonansi Bea.
Kedua, dalam pasal 1 ke 1 yo pasal 26 ayat 6 UUTPE
disebutkan tentang perbuatan yang dapat dipandang sebagai
tindak pidana ekonomi. Sedangkan pada pasal 16 ayat 6 di-