• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengingat Kembali Bapak Jurnalis Indepen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mengingat Kembali Bapak Jurnalis Indepen"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Zia Dzulfia Fahmi

A.T, Pramoedya . 1985. Sang Pemula. Jakarta: Penerbit Hasta Mitra

1. Metodologi Penulisan

R.M. Tirto Adhi Soerjo selama ini hanya dikenal sebagai ‘Bapak Pers Nasional’, seperti yang telah diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah Indonesia setelah berhasil merebut kemerdekaan. Namun lewat rekaman sejarah, Pramoedya sadar bahwa peran R.M. Tirto Adhi Soerjo lebih dari sekadar perintis pers. Buku ini merupakan sebuah biografi perjalanan hidup seorang priayi Jawa yang lebih memilih untuk keluar dari kebiasaan leluhurnya: mengemis jabatan pada pemerintah kolonial. Seperti yang kita ketahui, setelah kebangkrutan kongsi dagang VOC pada abad ke-17, Indonesia mulai diperkenalkan pada sistem pemerintahan modern di mana kedudukan raja atau sultan tidak lagi kuat. Pemerintahan dipegang oleh Binennlandsch Bestuur dan Priayi sebagai pegawai negeri. Kedudukan priayi yang sebelumnya rendah mulai diangkat oleh pemerintah kolonial karena mereka dibutuhkan sebagai perpanjangantangan. Namun hal tersebut tidak membuat ia lupa daratan. Di usianya yang masih muda ia telah menjadi perintis banyak hal, bukan hanya dalam kemandirian pers pribumi, tetapi juga perjuangan keadilan bagi rakyat kecil, perintis kewirasastaan pribumi, hingga penggagas gerakan emansipasi wanita.

(2)

pada waktu itu, dan terakhir adalah kumpulan karya fiksinya. Keduanya, baik fiksi maupun non-fiksi yang dicantumkan dalam buku ini, merupakan karya jurnalistik yang sengaja dipilih agar membantu pembaca mengenal pribadi Tirto secara lebih cermat, meliputi cita-cita politik dan estetiknya, tempat ia berpijak dan pemihakannya, aktivitas dan produktivitasnya, emosi-emosi dan penalarannya, dengan kata lain: amal bakti bagi bangsanya.

Lewat buku ini kita tidak hanya akan mengenal lebih dalam perjuangan seorang jurnalis penggagas pers ‘dari pribumi untuk pribumi’, tetapi juga dapat mengetahui banyak hal, diantaranya bagaimana peran dan sifat priayi-- yang saat itu dapat dikatakan sebagai pegawai negeri—terhadap bangsanya sendiri, gagasannya tentang pergerakan perempuan, pentingnya berwiraswasta dan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma, dan yang terpenting dan akan dibahas lebih lanjut: kemunculan pers pribumi pertama serta perkembangannya dari sekadar saluran informasi, menjadi senjata perlawanan terhadap ketidakadilan yang diterima pribumi kecil (dalam kasus ini, karena biografi yang ditulis adalah Tirto Adhi Soerjo, maka surat kabar yang diangkat adalah Soenda Berita dan Medan Prijaji)

2. Substansi Buku

a. Gambaran Singkat Sang Pemula

(3)

hari. Ia sempat bersekolah di STOVIA, namun tidak lulus karena kesibukannya bekerja di surat kabar.

b. Priayi yang Bukan Priayi

Setelah kebangkrutan VOC, seperti yang kita ketahui, Indonesia mulai diperkenalkan pada tata pemerintahan modern, yang dibawa oleh Daendles. Pemerintahan modern menggeser kedudukan raja atau sultan yang sebelumnya sangat kuat dalam tatanan masyarakat. Binnenlandsch Bestuur menggunakan Priayi sebagai perpanjangan tangan untuk berhubungan langsung dengan rakyat pribumi. Hal ini pada masa selanjutnya diterima dengan gembira oleh kasta priayi, karena lewat jalan ini, mereka bisa memperoleh kedudukan yang tinggi sebagai pejabat pemerintah dan kekayaan yang luar biasa banyak. Pram menyebutkan, bahwa kasta bangsawan-priayi merupakan golongan atas masyarakat yang konsumtif, tidak produktif, dan terlebih tidak kreatif. Mereka kebanyakan menggunakan jabatan sebagai alat memperkaya diri. Gelar menjadi sangat penting dan begitu diidam-idamkan, seperti Pangeran, Arya, Adipati, dan Tumenggung. Gelar ini selain membawa mereka setingkat dengan letnankolonel, juga membuat kedudukan mereka semakin tinggi di mata rakyat. Dan inilah yang dibenci oleh Tirto Adhi Soerjo. Ia sejak muda percaya bahwa seseorang, dalam bertahan hidup, harus percaya pada diri sendiri, berdiri di atas kaki sendiri, tidak takut akan kemiskinan, dan tidak takut tidak berpangkat. Prinsip tersebut dipengaruhi oleh perjalanan hidup kakeknya yang diberhentikan secara paksa dan tidak diperbolehkan bepergian jauh, juga perjuangan neneknya, R.A Tirtonoto, dalam mencari kebenaran dan keadilan atas perlakuan pemerintah terhadap mendiang suaminya. Selain itu, pendidikan barat yang ia terima juga menjadi pembanding atas kerakusan kastanya tersebut. setelah lulus dari sekolah dasar Belanda, ia melanjutkan sekolah ke STOVIA dan meninggalkan Rembang menuju Betawi. Sebagai seseorang yang lahir dari kelas bangsawan, pemilihan sekolah ini menjadi fenomena langka pada masanya, karena golongan bangsawan atas biasanya melanjutkan pelajaran ke sekolah untuk calom pegawai negeri. Sebuah persolan yang mudah dipahami, karena dokter pada masa itu dikenal dengan pekerjaan pengabdian, sedang pegawai negeri adalah pekerjaan memerintah. Pergaulan yang semakin luas membuat ia melepas semua ikatan dan aturan ketat keluarga ningrat-priayi. Dan tekadnya untuk berdiri di atas kaki sendiri tanpa mengemis pada kolonial pun menjadi semakin kuat.

(4)

Terjunnya Tirto Adhi Soerjo ke dalam dunia jurnalistik diawali dengan kegemarannya menulis. Saat masih berada dalam kelas persiapan (usianya pada saat itu sekitar 14 -15 tahun) ia sudah mengirimkan berbagai tulisan ke sejumlah kabar terbitan Betawi, dan selanjutnya mulai benar-benar terjun ke dalamnya dengan membantu Chabar Hindia Olanda (terbit: Batavia, 1888 – 1897) yang dipimpin oleh Alex Regensburg selama dua tahun, lalu karena surat kabar tersebut bangkrut, ia pindah menjadi pembantu Pembrita Betawi ( 1884 – 1916) pimpinan Overbeek Bloem, lalu pindah lagi menjadi pembantu tetap Pewarta Priangan di Bandung.

Perlu diketahui, meski nama-nama surat kabar di atas menggunakan nama melayu, namun pemilik, pendiri, dan pengelolanya bukan murni dari pribumi. Pribumi masih sekadar menjadi pembantu. Sifat pers dan penerbit pada masa itu lebih ke arah perniagaan semata, di mana orang-orang didalamnya menjual tulisan dan informasi dengan berbagai macam bentuk. Pers belum sampai pada tahap pembentukan pendapat umum, atau menurut Tirto sendiri di kemudian hari “pengawal pikiran umum’. Namun keadaan tersebut berubah setelah kedatangan Karel Wiljbrands, seseorang yang langsung diangkat menjadi pimpinan redaksi Niews van den Dag voor Nederlandsch Indie yang akan terbit di Betawi, sedapur dengan Pembrita Betawi. Tirto, yang saat itu menjabat sebagai redaktur kepala dan penanggungjawab Pembrita Betawi langsung berada dalam pengaruhnya. Wiljbrands mengajarkannya banyak hal: bagaimana cara untuk kelak memiliki terbitan sendiri, mempelajari hukum untuk mengetahui batas-batas kekuasaan Hindia Belanda: hak dan kewajibannya, juga tata pemerintahan.

(5)

letnankolonel). Ia memfitnah dengan cara mengirimkan sirat pada Gubernur Jenderal Rooseboom yang menyatakan bahwa Brotonegoro merupakan otak dari segala kerusuhan yang terjadi di Karesidenan Madiun, dan masih banyak kejelekan lainnya. Melihat hal ini, Tirto segera menghimpun data tentang ketidakbenaran Donner. Beberapa koran lain ikut juga mengecam Donner. Tirto berseru pada pemerintah agar dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Brotodiningrat akhirnya dibawa ke pengadilan untuk diperiksa, namun Donner menghalangi munculnya saksi dengan menggunakan kekuasaannya sebagai residen. Pada akhirnya Bupati Madiun dinyatakan bersalah dan dibuang ke Padang. Namun Tirto tidak menyerah sampai disana, ia bersama Pembrita Betawi terus berusaha membongkar kejanggalan-kejanggalan yang ada. Meski tidak berhasil karena kuatnya aparat melindungi Donner, namun peristiwa ini menjadi awal dari perjuangan Tirto lewat tulisan.

d. Menjadi Sang Penggagas

Ia telah mempelajari banyak hal lewat pengalamannya. Pengaruh dari pembimbing sekaligus rekan jurnalis Wiljbrands, tulisan Multatuli, mempelajari adil dari Islam, membentuk ia menjadi seorang penggagas banyak hal pada masanya. Ia menggunakan pers dan perdagangan untuk memajukan bangsa, dan Soenda Berita menjadi laboratorium pertamanya.

1. Soenda Berita

(6)

tinggalkan karena hendak belajar hukum di Betawi dan diambil alih oleh August Waardenburg. SB hanya bertahan terbit selama empat tahun (1903 – 1906). Meski begitu, selain sebagai surat kabar ‘dari pribumi untuk pribumi’ pertama, ia jugamenjadi pelopor dalam sejarah pers nasional yang membuka ruang untuk wanita pribumi. Rubrik yang: masak-memasak, sulam, bordir, urusan rumah tangga, dll. Dan yang lebih penting ialah: ditulis oleh wanita sendiri.

2. Medan Prijaji

Medan Prijaji mulai terbit Januari tahun 1907, sepulangnya ia dari pengembaraannya di Maluku. Kurangnya dokumen antara tahun 1905 – 1906 membuat alasan mengapa ia pergi ke Maluku tidak diketahui. Jika sebelumnya Tirto dikenal sebagai jurnalis yang sabar, terbuka, dan lembut, setelah kepulangannya dari Maluku ia berubah menjadi lebih garang dan menggunakan setiap kesempatan untuk menampar aparat pemerintah. Hal tersebut diperkirakan karena selama di Maluku ia baru benar-benar melihat kebiadaban pemerintah, yang membuat rakyat Maluku menjadi miskin, dirundung kelaparan, pernag kolonial, dan penyakit. Hatinya yang sakit melihat itu semua membuat ia semakin keras melawan kolonial. Dari sana ia menyimpulakan bahwa ia harus kembali berjuang, dan Medan Prijaji sebagai alatnya. Delapan butir gagasan menjadi dasar pendirian MP: memberi informasi, menjadi penyuluh keadilan, memberi bantuan hukum, tempat orang tersia-sia mengadukan haknya, lapangan pekerjaan bagi yangmembutuhkan, penggerak bangsa untuk berorganisasi, memajukan bangsa, dan memperkuat bangsanya dengan usaha perdagangan.

(7)

Tirto untuk memajukan bangsanya melalui pers terlampau terlalu cepat dan terburu-buru.

Sepak terjang Tirto Adhi dalam usaha memajukan bangsanya rupanya mulai menimbulkan keresahan dan kecemburuan karena suksesnya Tirto membangun satu lagi surat kabar khusus wanita, Poetri Hindia. Kecemburuan itu datang dari rekan sesama jurnalis, G. Francis. Ia mulai melancarkan serangan-serangan untuk menjatuhkan Tirto dan berhasil membuatnya dikirim kepembuangan di Telukbetung, Lampung selama dua bulan. Pembuangan tidak membuat intuisinya sebagai seorang jurnalis mati. Disana justru ia mengusut dan membongkar penyalahgunaan kekusaan mulai dari kepala kampung sampai Residen Lampung, sehingga hanya dalam waktu dua bulan pemerintah dipaksa menampung akibat pembongkarannya, dan perbaikan tata pemerintahan. Sepulangnya ke Bogor, ia disambut banyak orang. Juga banyak surat-surat permohonan bantuan hukum dari banyak daerah, Betawi, Bandung, Tangerang, Jogja, Solo, Madiun, Semarang, Surabaya.

Tahun 1909 – 19011 menjadi tahun kejayaan MP, karena surat kabar tersebut berhasil membongkar banyak peristiwa bagi kepentingan rakyat kecil. Samapi 1909, orang yang telah bebas berkat usaha Tirto melalui pers maupun bantuan hukum mencapai 225 orang yang datang dari berbagai latar belakang. Tiras MP sebagai harian pada saat itu bahkan meloncat naik menjadi 2000. Namun kejayaan ini tidak berjalan lama. MP harus gugur pada Agustus 1912 dengan beberapa penyebab: persaingan dengan publikasi surat kabar lain di Jawa Tengah, dicabutnya iklan-iklan dari perusahaan besar, finansir Eropa yang enggan memberikan kredit, dan kekuasaan pengadilan kolonial mendapat bahan secukupnya untuk menghentikan kegiatannya (hal ini terkait kasus Bupati Rembang). Tirto Adhi Soerjo tenggelam dalam hutang yang tidak dapat dibayar dan oleh para pemberi hutang ia digugat dan disandera. Persidangan pada 17 Desember 1912 menyatakan ia bersalah dan dijatuhi hukuman buang di Ambon selama 6 bulan setelah masa penyaderaan. Penyanderaan dan pembuangannya telah memutuskannya dari dunia luar. Mentalnya patah. Dan itu bukan pekerjaan sulit bagi pemerintah.

e. Kekuatan Pers

(8)

yang sadar politik. Sifatnya yang radikal membuat banyak pengiklan takut dan enggan untuk memasang iklannya lagi. Hal tersebut diperparah dengan adanya surat-surat rahasia Rinkes kepada Gubernur Jenderal yang menjelek-jelekkan MP, terutama Tirto Adhi Soerjo.

Kelebihan Buku

Pramoedya mengolah buku ini berdasarkan dokumen dan data-data yang kredibel, sehingga layak untuk dibaca dan dijadikan penelitian lebih lanjut. Bahasa yang digunakan mengalir. Pembagian buku meski tidak benar-benar secara kronologis, namun tetap dapat dimengerti. Setiap orang yang memiliki pengaruh besar dalam perjalanan hidup Tirto Adhi Soerjo diceritakan secara cukup gamblang. Bagian kedua dan ketiga dari buku juga dicantumkan tulisan-tulisan milik Tirto Adhi Soerjo, sehingga membuat pembaca dapat lebih mengenal sosok tersebut. Pram selalu berhasil mengawinkan sejarah dan sastra dengan baik.

Kekurangan Buku

Referensi

Dokumen terkait

Belanja modal diperoleh berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap indeks pembangunan manusia dalam horizon waktu 2 periode, hal ini ditunjukkan oleh

Implementasi tahun ke-2 proyek PHK-PKPD Fakultas Kedokteran UMI resminya dimulai bulan Januari 2012 tetapi karena masalah revisi TOR yang baru mulai dilakukan pada bulan

Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke Kas Daerah atau ketempat lain yang ditunjuk dengan

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan Permendagri

Analisis dan pembahasan hasil pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kinerja usaha tas tenun Mamasa apakah sudah memenuhi kriteria kelayakan usaha yang

NARA REBRISAT B 111 13 392 Pada FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017.. 1745/Pid.Sus/2016/PN.MKS) dibimbing oleh Bapak Slamet Sampurno selaku Pembimbing I

Program Bulan Pastoral dengan tema ” Menjadi Gereja yang Hidup dan Menarik sebagai Sakramen Kerajaan Allah di tengah Masyarakat ”, diselenggarakan sesuai dengan

Jika besi tidak ada, sintesis ferritin dihambat oleh protein yang mengikat urutan yang disebut elemen respons‐besi (iron‐response elements) yang terletak pada daerah leader