• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yang Harus Dipertimbangkan dalam Penerap (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Yang Harus Dipertimbangkan dalam Penerap (1)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Yang Harus Dipertimbangkan dalam Penerapan Aturan Thin Capitalization Oleh : Tri Utami Nurul Hidayah

Salah satu praktik yang dilakukan perusahaan multinasional (MNCs) dalam mengurangi beban pajak adalah melalui skema thin capitalization. Skema ini diantaranya dilakukan dengan membiayai anak perusahaan di negara lain yang bertarif pajak tinggi menggunakan utang, sehingga bunga utang bisa dikurangkan dari penghasilan anak. Sedangkan penghasilan bunga diterima oleh induk perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak rendah. Hal ini tentu meresahkan negara sebagai pihak yang memungut pajak. Oleh karena itu, negara melakukan berbagai upaya dalam menangkal praktik thin capitalization ini. Banyak tantangan yang dihadapi negara dalam menerapkan aturan thin capitalization. Hampir setiap negara memulai aturan thin capitalization dari pembatasan rasio debt to-equity (DER). Hal ini merupakan pendekatan logis karena utang yang tinggi menghasilkan beban bunga yang tinggi. DI Indonesia, pembatasan DER ini pernah diberlakukan dengan UU PPh Pasal 18 (1) dengan peraturan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/1984. Tetapi KMK ini ditunda pelaksanaannya dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 254/KMK.01/1985. Dan akhir-akhir ini muncul wacana dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk kembali memberlakukan peraturan ini. Menurut Webber, ada beberapa kendala dalam menerapkan aturan ini. Pertama, adanya prinsip netralitas pajak asing. Selain itu, pembatasan DER belum cukup mencegah adanya earnings stripping. Dan yang terakhir, adanya kesulitan dalam menentukan tingkat DER untuk berbagai industri. Ketiga hal ini pula yang harus dipertimbangkan DJP dalam memberlakukan kembali pembatasan DER, terutama poin ketiga.

Ada dua pilihan dalam penentuan utang yang dijadikan dasar penentuan rasio, yaitu semua utang atau hanya utang antarpihak berelasi saja. Utang antarpihak berelasi juga dibedakan lagi menjadi utang relasi perusahaan domestik dan utang MNCs dari relasi luar negeri. Untuk kepentingan mencegah profit shifting, akan lebih tepat ketika pembatasan DER diberlakukan untuk MNCs dari relasinya di luar negeri. Tetapi, salah satu unsur dalam prinsip netralitas pajak1 menurut Doernberg adalah capital import neutrality. Artinya darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Inilah hal pertama yang harus dipertimbangkan DJP sebelum memberlakukan kembali pembatasan DER, yaitu apakah hanya diberlakukan untuk utang dari pihak berelasi di luar negeri. Jika demikian, maka prinsip netralitas pajak mungkin tidak terpenuhi.

Kedua, pada dasarnya pembatasan rasio DER tidak membatasi jumlah utang secara absolut, dengan demikian tidak bisa mencegah earning stripping2. Jika memang MNCs bertujuan mengurangi pajak

penghasilannya, maka ia dapat menentukan seberapa banyak utang yang diperlukan untuk menggeser labanya. Dan pada saat yang sama, mereka menyuntikkan ekuitas dengan jumlah sesuai pembatasan. Hal ini sejalan dengan pendapat Seida dan Wempe (2004) bahwa sangat mudah bagi perusahaan untuk menghindari batas yang ditetapkan dengan meningkatkan ekuitas yang cukup untuk menekan utang yang diperlukan. Sehingga untuk menutupi kekurangan ini, perlu aturan lain yang mengikuti. Misalnya, Jerman dan Italia menerapkan peraturan yang secara langsung membatasi pemotongan biaya bunga hingga 30% dari EBITDA (Webber, 2010).

(2)

Aturan pembatasan DER rentan dengan penolakan dari pengusaha. Penolakan ini disebabkan karakteristik kebutuhan pembiayaan dan struktur modal yang berbeda-beda antarsektor industri. Sehingga penerapan satu tingkat batasan saja akan menyebabkan ketidakadilan. Penolakan juga bisa disebabkan karena kekawatiran pengusaha kehilangan pelanggannya. Bagaimana tidak, jika aturan ini diterapkan, tentu beban pajak perusahaan akan meningkat. Akibatnya, perusahaan akan cenderung menggeser beban ke masyarakat dalam bentuk kenaikan harga. Oleh karena itu, Pemerintah harus benar-benar mempertimbangkan besaran pembatasan rasio ini agar benar-benar efektif dan adil. Tiga kendala yang diungkapkan Webber di atas mendasari hal-hal yang harus dipertimbangkan DJP dalam menerapkan kembali aturan pembatasan DER. Pertama, adanya trade of jika penerapan batasan DER hanya berlaku untuk utang MNCs dari relasi di luar negeri. Di satu sisi akan tepat menyasar kemungkinan profit shifting dan di sisi lain bertentangan dengan prinsip netralitas pajak asing. Kedua, mudahnya MNCs menghindari batasan DER perlu dipertimbangkan agar DJP tidak mengandalkan aturan ini saja. Terakhir, yang paling penting, kebutuhan pendanaan industri yang berbeda-beda harus benar-benar dipertimbangkan dalam menentukan batasan rasio yang tepat. Hal ini yang memicu penolakan para pengusaha ketika DJP menerapkan aturan ini pada tahun 1984. Menentukan satu batasan yang adil untuk semua industri tentu sangat sulit. Peraturan yang ketat akan membatasi praktik penghindaran pajak, tapi mungkin gagal memenuhi prinsip keadilan.

Referensi :

Referensi

Dokumen terkait

Stimulasi simpatis menyebabkan konstriksi vena yang memeras lebih banyak darah dari vena ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir dan secara langsung

Segala puji hanya dipanjatkan kepada Allah Yang Maha Esa segala nikmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaiakan skripsi

Hasil penelitian menjelaskan bahwa secara parsial variabel Profit Sharing Finacing berpengaruh positif secara signifikan terhadap Return on Assets, variabel

Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan sapi Bali betina pada poel 1, 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa, lingkar dada pada setiap umur memiliki keeratan

Laporan Akhir yang lengkap dengan syor dan ulasan Pegawai Pengawal hendaklah dikemukakan untuk pertimbangan dan kelulusan Kuasa Melulus dalam tempoh empat (4)

Interaksi lama pengeringan dengan lama perendaman dalam krioprotektan berpengaruh nyata dalam menurunkan kadar air benih.Rataan kadar air benih dari lama

Subyek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002).Penelitian kualitatif yang penulis

Berdasarkan berbagai definisi post power syndrome di atas maka dapat disimpulkan bahwa post power syndrome adalah gejala-gejala pasca kekuasaan yang muncul berupa