• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARADIGMA ANTARA TEORI MAKNA HERSBERGER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PARADIGMA ANTARA TEORI MAKNA HERSBERGER"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PARADIGMA ANTARA TEORI MAKNA HERSBERGER DAN TEORI KEINDAHAN

VITRUVIUS TERHADAP EKSPRESI ESTETIKA SEBUAH OBJEK ARSITEKTUR

STUDI KASUS : MASJID RAYA SUMATRA BARAT

Lano Hapia Penta

ABSTRAK

Masjid adalah sebuah bangunan tempat beribadah umat muslim, dimana arah dan orientasi bangunan harus mengikuti kaidah – kaidah yang telah ditentukan dalam agama Islam. Masjid merupakan sebuah bangunan sakral, dan memiliki ciri arsitektur yang khusus dan dimaknai secara universal oleh umat muslim. Masjid Raya Sumatra Barat adalah sebuah karya arsitektur modern yang tidak memiliki bentuk yang dapat dimaknai melalui strukturalisme kebudayaan dan agama islam yang berkembang di Nusantara, tetapi secara holistic dapat dipahami sebagai sebuah masjid. Tulisan ini mengkaji Masjid Raya Sumatra Barat melalui pandangan makna Hersberger disandingkan dengan teori keindahan dari Vitruvius untuk mengkaji sejauh mana estetika masjid tersebut dapat menyampaikan pesan fungsi yang terkandung didalamnya. Dari hasil kajian tersebut dapat diungkapkan bahwa Masjid raya Sumatra Barat ini telah meninggalkan pemaknaan-pemaknaan estetika secara simbolik dan tanda yang berlaku pada bangunan sakral umat muslim di nusantara, tetapi disisi lain bangunan ini dapat menyajikan suatu keindahan yang absolute dan terukur menurut kaidah teori arsitektur vitruvius.

Kata Kunci : Masjid, Makna, Keindahan, Bahasa Bentuk

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Islam masuk ke Nusantara melalui interakasi perdagangan antara saudagar-saudagar dari timur tengah dengan pribumi. Interaksi yang timbul secara halus dan berlangsung cukup lama ini menghasilkan suatu interaksi budaya dan tatanan hidup baru. Interaksi budaya yang terjadi membuahkan suatu penyerapan budaya / akulturasi antara budaya timur tengah dan nusantara, hal ini dapat terlihat pada masjid – masjid di Nusantara yang memiliki ciri khas arsitektur yang unik dengan kandungan local dipadu dengan kaidah-kaidah arsitektur timur tengah dan aturan umat islam itu sendiri.

(2)

jelas dan hirarki bangunan yang jelas pula. Ekspresi arsitektur masjid yang kena kenal dan kita maknai turun – temurun ini merupakan pemaknaan yang terbentuk secara sinkronik dan diakronik dan diterjemahkan kedalam pengertian / pemahaman suatu bangunan peribadatan yang sacral dan suci.

Dalam perkembangan arsitektur pos-modern saat ini dimana pengambilan keputusan suatu bentuk arsitektur tidak lagi dibatasi oleh makna dan fungsi yang terkandung didalamnya, tetapi harus diterjemahkan kedalam sebuah karya yang dimaknai secara dekonstruksi, struktur bahasa akan sulit untuk membedah makna bentuk sebenarnya yang hendak dikomunikasikan oleh sang arsitek atau pun makna yang akan diungkapkan berdasrkan fungsinya.

Masjid Raya Sumatra Barat adalah sebuah karya arsitektur masa kini, dapat dibilang sebuah karya pos-modern, dimana kaidah-kaidah tradisional sudah ditinggalkan dalam pengambilan bahasa bentuk sebuah bangunan sakral umat islam di nusantara. Tulisan ini akan mengkaji pemahaman bentuk terhadap objek penelitian menurut kaidah teori – teori strukturalis dan kemudian disandingkan dengan teori keindahan Vitruvius.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana penilaian terhadap Masjid Raya Sumatera Barat jika dikaji dari teori pemaknaan dan semiotika arsitektur, berdasar struktur makna yang terkandung dalam bangunan peribadatan umat muslim di nusantara?

(3)

2.

KAJIAN TEORITIS

Menurut Altman, sebagai produk budaya, arsitektur pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor budaya, dan teknologi. Faktor lingkungan, mencakup kondisi alamiah lingkungan seperti faktor geografis, geologis, iklim, suhu, dan sebagainya. Faktor teknologi, meliputi aspek pengelolaan sumber daya dan ketrampilan teknis membangun. Faktor budaya, di antara banyak definisi tentang kebudayaan, meliputi aspekaspek falsafah, kognisi lingkungan, persepsi, norma dan religi, struktur sosial dan keluarga, ekonomi, dan lain-lain.[1]

2.1. Tipologi Arsitektur Masjid di Nusantara

Tipologi adalah kajian tentang tipe. Tipe berasal dari kata Typos (bahasa Yunani), yang bermakna impresi, gambaran (imej), atau figur dari sesuatu. Secara umum, tipe sering digunakan untuk menjelaskan bentuk keseluruhan, struktur, atau karakter dari suatu bentuk atau objek tertentu . Bila ditinjau dari objek bangunan, tipologi terbagi atas tiga hal pokok, yaitu site (tapak) bangunan, form (bentuk) bangunan, dan organisasi bagian-bagian bangunan tersebut.[2]

Masjid merupakan bangunan yang penting bagi umat islam karena disanalah tempat segala kegiatan keislaman berlangsung, Masjid adalah tempat bersujudnya makhluk kepada Allah SWT pencipta alam semesta. Penampilan dan isi masjid mencerminkan derajat hubungan manusia dengan Allah SWT, dan antara manusia dengan manusia. Pada umumnya wajah masjid akan bergantung kepada taraf iman manusia, makin tinggi iman maka makin makmurlah masjid itu ataupun sebaliknya.

Bentuk dasar sebuah masjid tradisonal adalah berberbentuk segi empat, dengan sebuah serambi di bagian depan, dan empat buah soko guru / tiang yang menyangga atap masjid. Tipologi bentuk dasar atap biasanya diperlihatkan dengan bentuk atap tajug dengan memolo di puncak atap atau meru karena pengaruh Hindu, bentuk atap Kubah karena pengaruh Timur Tengah yang dibawa para Kyai/ Ulama masa lampau sesudah naik Haji. Sinkretisme terjadi dalam hal ini. Bentuk kubah selanjutnya menjadi simbol utama bahkan ciri khas masjid, sehingga kubah dipakai tidak selalu karena alasan fungsional tetapi penanda masjid menggantikan memolo. Tajug dan Kubah merupakan langgam pengaruh Hindu (meru atau candi) serta Pan Islam (kubah dan lengkungan pada elemen arsitektur). Ini adalah tipologi masjid tradisional Jawa, yang kemudian secara turun temurun diikuti masyarakat Islam di Nusantara.[3]

(4)

biasanya diimbangi dengan horisontalitas atap serambi berbentuk limasan. Bentuk masjid seperti sudah menjadi bahasa baku dalam arsitektur masjid di Nusantara, sehingga terjadi keterbatasan dan kekakuan dalam perkembangan desain arsitektur rumah peribadatan ini.

Gambaran secara garis besar mesjid kuno Jawa yang dibangun pada abad 15 dan 16 mempunyai ciri-cri sbb:

 atapnya bersusun lima, Menurut Graaf (1985), atap tersebut kemudian menjadi bersusun tiga setelah abad ke 17. Asal-usul dari atap bersusun ini sering menjadi perdebatan antara para ahli.

 bentuknya segi empat dan simetri penuh

 denahnya dikelilingi oleh kolam, yang digunakan

 sebagai air wudhu ketika akan sembahyang.

 Prototipe denahnya dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Gambar 01. Denah Masjid

1. Mihrab:Tempat kecil pada pusat tembok sebelah Barat dipakai oleh Imam mesjid

2. Ruang utama mesjid : Ruang yang dipakai untuk sembahyang oleh kaum pria. Di ruang utama inilah terdapat 4 buah sokoguru yang memikul atapnya. Sistim konstruksi mesjid kuno Jawa ini selanjutnya dipakai sebagai dasar sistim konstruksi rumah Jawa, lengkap dengan penanggap dan emperannya.

(5)

4. Pawestren: Tempat sembahyang bagi wanita.

5. Kolam: Tempat berisi air yang digunakan untuk wudhu.

6. Garis axis menuju Mekah: Garis maya sebagai orientasi pada pembangunan sebuah mesjid.

7. Makam: Kuburan.

8. Pagar Keliling: Pagar pembatas komplek mesjid.

9. Gerbang: Pintu masuk utama di komplek mesjid atau makam

(6)

Gambar 03. Masjid Jepara abad 17

Gambar 04. Masjid Kuno di Padang, Sumatera Barat

2.2. Teori Makna dan Estetika dalam Arsitektur

(7)

dalam perancagan arsitektur. Fungsi dan bentuk merupakan unsur yang banyak disepakati oleh paar-pakar arsitektur, namun makna adalah unsur ketiga yang mulai dimunculkan oleh Capon untuk mengganti unsure ketiga dari teori arsitektur yaitu keteknikan dan keindahan. [4]

Menurut Capon Makna berpasangan dengan Will (kehendak), sedangkan menurut Salura, makna berpasangan dengan tampilan-pesan. Dalam segitiga bentuk-fungsi-makna, arsitektur berada dipusat segita tersebut dan mempunyai garis hubungan kesetiap titiknya. Dalam siklus perputaran bentuk-fungsi-makna, bentuk akan menampilkan pesan makna, baik pesan dari fungsi atau pun pesan struktur yang membawa arti bagi penggunanya.

Arsitektur merupakan suatu hasil karya dari pemikiran manusia akan pemenuhan kebutuhan tempat bernaung, dimana pada awalnya aspek fungsi saja yang menjadi intensitas perancangan. Namun sejalan dengan peradaban manusia yang semakin berkembang, arsitektur menjadi suatu metaphor akan sebuah pesan baik dari sebuah fungsi atau pesan dari sebuah peradabadan itu sendiri.

Pesan yang terkandung dalam sebuah karya arsitektur dapat diungkapkan atau dianalogikan menjadi suatu struktur bahasa (linguistik) untuk dapat dicerna makna yang terkandung didalamnya. Analogi Linguistik menganut pandangan bahwa bangunan-bangunan dimaksudkan untuk menyampaikan informasi kepada para pengamat dengan salah satu dari tiga cara sebagai berikut:

• Model Tata bahasa

Arsitektur dianggap terdiri dari unsur-unsur (kata-kata) yang ditata menurut aturan (tata bahasa dan sintaksis) yang memungkinkan masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu cepat memahami dan menafsirkaa apa yang disampaikan oleh bangunan tersebut. lni akan tercapai jika 'bahasa' yang digunakan adalah bahasa umum/publik yang dimengerti semua orang.

• Model Ekspresionis

Dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu wahana yang digunakan Arsitek untuk mengungkapakan sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Dalam hal ini Arsitek berusaha menggunakan 'bahasa'nya pribadi (parole). Bahasa tersebut mungkin dimengerti orang lain dan mungkin juga tidak.

• Model Semiotik

(8)

A. Teori Makna dari Robert G. Hersberger

1. Representational meaning

Lingkungan sekitar yang mempengaruhi arsitektural harus diketahui, ini mewakili organisme manusia sebagai persepsi, idea.

2. Responsive meaning

 Terdiri dari tanggapan individu yang sudah direpresentasikan secara individu, meliputi respon perasaan, evaluasi, atau menentukan sesuatu. Menampilkan keadaan lingkungan sekitar atau ide yang muncul sebagai apa yang seharusnya dilakukan.

 Terdapat perbedaan diantara pengertian arsitektural diatas yaitu responsive meaning tergantung pada representational meaning.

Dua pengertian diatas antara representational meaning dan responsive meaning sangat penting untuk menentikan perkiraan prilaku. Arsitek pertama harus mengerti secara baik terhadap representasi dimana pengguna dalam bangunannya akan terbentuk, arsitek harus mampu mempelajari penggunan bagaimana beraktivitas terhadap apa yang mereka representasikan, arsitek juga harus mampu membuat perhitungan yang masuk akal bagaimana pengguna akan berprilaku pada bangunannya.

Dari dua kategori pengertian arsitektur diatas terdapat beberapa sub-kategori pengertian yang berguna untuk membedakan perkiraan arsitektural antara lain :

Representational meaning dapat disimpulkan 2 kategori utama yaitu

1. Presentational meaning

 Bentukan arsitektural dalam kasus ini harus dapat menjelaskan kepada penonton dalam hal ini klien dan pengguna, bentukan ini seharusnya tidak muncul sebagai sebuah tanda saja karena representasi membangkitkan tidak hanya pengalaman bentuk sebelumnya tetapi hasil pengamatan dari bentukan.

 Seharusnya terbentuk secara ikonik merepresentasikan secara struktural yang sama terhadap hasil pengamatan bentukan.

(9)

 Bentukan disini dapat dikategorikan sebagai ukuran, organisasi, kekuatan, tekstur, dimensi ruang, dan potensi yang ada.

2. Referential meaning

 Bentuk kali ini bertindak sebagai sebuah tanda atau simbol dari beberapa objek atau kegiatan lainnya, contoh yang tepat adalah berupa “kata-kata” kaitannya dengan bentuk dalam arsitektur hal ini sering kali menjadi hal penting sebagai referensi.

 Yang paling mendasar level dari referential meaning adalah pengakuan dari kegunaan (use, purpose, or value), dari kegiatan bagaimana memfungsikan dalam sebuah bangunan. Ini merupakan hal utama dimana ruang, bentuk, dan warna dari bangunan dapat dibaca penggunaannya.

Responsive meaning terdapat 3 kategori yaitu

1. Affective meaning

 Pertama ketika representasi telah terbentuk sebaiknya memiliki respon individu lebih lanjut yang dihubungkan dengan representasi , respon ini dimaksudkan sebagai “affective meaning”.

 Bangunan harusnya mempunyai kombinasi yang tepat dari garis, warna, dan tekstur.

 Affective meaning juga mempelajari respon yang berdasarkan pengalaman, jika arsitek

tidak memasukkan unsur nilai budaya dari para pengguna terhadap bangunannya dia tidak akan bisa memprediksi bagaimana desainnya akan berdampak pada “users”.

2. Evaluative meaning

 Nilai, kriteria, standard atau tingkah laku dimana pengalaman sebelumnya yang telah dimiliki membawa arsitek untuk fokus dalam representasi dan mengingatkan pengguna apa yang arsitek simpulkan bahwa bangunan adalah nyaman dan tidak nyaman, bagus dan tidak bagus, disini arsitek bertujuan menilai kembali apa yang menjadi tujuan utama dan memutuskan kebijakan tertentu.

 Tidak dimungkinkan membuat suatu desain tanpa memuaskan semua pengguna.

3. Prescriptive meaning

 Arsitektur biasanya prescriptive (bersifat menentukan) dalam arti untuk menentukan sesuatu yang dibuat masuk akal atau nyaman dari pengaturan sebuah bentukan.

(10)

B. Teori Estetika dan Keindahan (venustas) dari Vitruvius

Teori keindahan secara umum menurut dasar pemikiran Timur, seperti diuraikan Sachari (2001), antara lain didasarkan pada hubungan alam dengan semesta (Taoisme), manusia dengan masyarakat (Konfusianisme), hubungan manusia dengan yang mutlak (Budhisme). Keseimbangan alam merupakan ukuran keindahan menurut pemikiran Timur.

Keindahan (venustas) adalah satu komponen dalam teori tentang lingkup Arsitektur oleh Vitruvius. Uraian tentang venustas meliputi banyak teori juga. Mengingat Venustas atau estetika ini dapat bersifat sangat subyektif, dapat menjadi keindahan formal, keindahan menurut budaya atau keindahan yang bersifat seni.

Dalam kajian keindahan menurut Arsitektur, yang dimaksud dengan keindahan formal adalah keindahan yang bisa diterima oleh masyarakat pada satu masa. Keindahan budaya adalah keindahan yang terjadi oleh kesepakatan satu kaum yang terjadinya karena berhubungan dengan ritual atau kepercayaan tertentu. sedangkan keindahan seni sangat bersifat subyektif dan tergantung pada konsep yang ingin dicapai.

Dalam kajian Arsitektur, keindahan sangat berhubungan dengan masa atau jaman dimana keindahan tersebut dapat diterima oleh masyarakat sebagai pemilik, pengamat dan penikmat. Keindahan berhubungan dengan masa adalah disebabkan selera masyarakat dalam menanggapi keindahan itu sendiri. keindahan dalam masa tersebut dapat disebut dengan mode atau style. Sehingga sebenarnya dalam Arsitektur pun tidak ada keindahan yang mutlak. Keindahan Arsitektur dapat dibenarkan apabila menyatu dengan komponen arsitektur yang lain, dimana menurut teori Vitruvius, komponen Arsitektur meliputi Venustas, Utilitas dan Firmitas.

Keindahan menurut Budaya, dalam Arsitektur lebih bersifat mutlak, disebabkan untuk berbuat keindahannya, memiliki aturan-aturan baku yang tidak boleh dilanggar, baik dalam menata massa bangunan, ruang, warna sampai pada ornamen pengisi.

Menurut Vitruvius di dalam bukunya “De Architectura” (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilikKeindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas);arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsurtersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern,arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapatdikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsure estetika maupun psikologis.

“…and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in good taste, and when its

(11)

Proporsi dan simetri merupakan faktor yang dianggap Vitruvius mempengaruhi keindahan. Hal ini ia dasarkan pada tubuh manusia yang setiap anggota tubuhnyamemiliki proporsi yang baik terhadap keseluruhan tubuh dan hubungan yang simetrikaldari beberapa anggota tubuh yang berbeda ke pusat tubuh. Hal ini, kemudian,diilustrasikan oleh Leonardo daVinci pada Vitruvian Man.Venustas meliputi seni, keindahan, dan tampak. Dahulu venustas merupakan halyang terakhir difikirkan, sekarang seorang arsitek berupaya mentranformasikan utilitasdan firmitas sebagai bagian dari venustas. Utilitas dan firmitas menghasilkan bentukdasar, yang kemudian diperindah sesuai tujuannya ataupun hanya ekspresisaja.Keindahan didapat berdasarkan dari pengalaman dan juga budaya. Keindahan jugabisa dilihat dari berdasarkan zaman dan juga seimbang dan selaras denganalam.Venustas dilihat dari kriterianya, yaitu:

 Unsur desain : material

 Asas desain : berdasarkan teori teori arsitektur

(12)

3.

MASJID RAYA SUMATERA BARAT DIKAJI DARI TEORI MAKNA ESTETIKA DAN

TEORI KEINDAHAN VITURVIUS

3.1. Masjid Raya Sumatera Barat

Masjid Raya Sumatera Barat adalah masjid terbesar di Sumatera Barat, terletak menghadap Jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Masjid ini masih dalam tahap konstruksi sejak peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007. Pembangunan dikerjakan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi. Kompleks Masjid Raya Sumatera Barat menempati area seluas 40.343 meter persegi di perempatan Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan. Bangunan utama yakni masjid terdiri dari tiga lantai dengan denah seluas 4.430 meter persegi.[7]

Gambar 05. Masjid Raya Sumatera Barat

Masjid ini tidak memiliki kubah melainkan beratap khas rumah Minangkabau. Masyarakat Sumatera Barat terkenal dengan pepatah Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, yang artinya adat bersendikan kepada agama, dan agama bersendikan kitabullah (Al-Quran). Sebenarnya, atap masjid ini menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan empat kabilah suku Quraisy saat berselisih pendapat mengenai pemindahan batu Hajar Aswad di Mekkah. Bila diperhatikan, keempat sudut dari atap masjid ini berbentuk gonjong yang seperti yang terdapat pada rumah adat Minangkabau.

3.2. Kajian Makna dan Estetika pada Arsitektur Masjid Raya Sumatera Barat

(13)

Akan tetapi pada kenyataannya, banyak masyarakat hanya mengerti fungsi dan menyukai desainnya saja tanpa mengerti makna yang tersampaikan dalamkarya tersebut. Padahal bentuk bangunan yang mencerminkan fungsi tidak harus seragamdengan bangunan lain yang memiliki fungsi sama. Dibutuhkan harmoni dalam bentuk arsitektur tersebut, melalui penyesuaian dengan keadaan lingkungan dan sosial sekitarnya. Harmoni dalam desain dapat dilihat pada arsitektur lokal, yang memiliki karakter,makna dan perbedaan masing-masing sesuai dengan keadaan lingkungan dan sosial tempatmereka berasal. Ini merupakan suatu bukti karya yang mengikuti alam. Penciptaan ruang yang serasi dan sesuai, sebagai wujud perhatian dan pemahaman masyarakat masa lampau terhadapalam dan budaya yang terwujud dalam karya arsitekturnya. Dalam hal ini arsitektur yangdiciptakan berpengaruh dalam membentuk perilaku pengguna, karena memang sudah sesuaiatau memang disesuaikan dengan cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama olehsebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

A. Pembahasan Menurut teori Makna Hersbergers 1. Makna Representasional

Makna repsentasional adalah makna yang berdasarkan sebuah tanda dimana, tanda ini akan mengkomunikasikan kemapada masyarakat tertentu dengan norma-norma tertentu pula. Pada kasus masjid ini, dimana symbol adalah menjadi penanda secara presentasional yang memberikan arti dari sebuah lambang yang secara sinkronik terdapat pada setiap bangunan masjid. Pada Masjid Sumatera Barat simbol-simbol agama islam tidak muncul, baik pada atap masjid atau pun ornament dinding, yang terlihat malah bintang David yahudi.

(14)

Gambar 06A. Simbol David Star (bintang yahudi) pada Masjid Raya Sumatera Barat

Kemudian jika kita mengkaitkan pemaknaan secara referensional, dimana bangunan masjid yang kita kenal sebagai tempat beribadah kepad Tuhan Yang Maha Esa ( Allah SWT) dan diterjemahkan dengan banguanan persegi dengan atap yang memusat dan mengerucut ke langit sebagai symbol dari aspek ketuhanan. Hal ini tidak muncul pada bangunan masjid studi kasus, atap tidak memilik pusat pada bagian tengahnya yang mengerucut ke langit, tetapi malah memilik empat sudut yang menyerupai tanduk kerbau ( filosofi rumah adat Bagonjong).

Gambar 07. Bentuk atap masjid di Nusantara sebagai aspek kosmologis

Gambar 07A. Atap Masjid Raya Sumatera Barat

(15)

akses masuk. Karena bangunan pada masjid studi kasus berbentuk persegi dengan setiap sudut memiliki bentuk yang sama, orientasi bangunan tidak nampak jelas dan baku.

2. Makna Responsif

Makna Afektif : Perasaan dan emosi seseorang ketika melihat suatu bentuk bangunan. Respons ini didasari oleh pengalaman dan budaya pengguna. Bangunan masjid secara keseluruhan dipahami sebagai bangunan yang suci dan sakral, tempat manusia berkomunikasi dengan penciptanya. Tatanan arsitektur masjid menjadi baku, mulai dari pagar yang mengelilingi, pintu masuk utama, area bersuci, dan tempat solat, dengan orientasi menghadap kiblat.

Perasaan dan emosi terhadap masjid ini sangat dipahami oleh kaum muslim, dimana batas-batas dan bentuk bangunan sudah menjadi suatu patokan yang baku dan berlaku pada masyarakat nusantara. Maka ketika timbul bentuk baru terhadap sebuah bangunan masjid modern seperti Masjid Raya Sumatera Barat, akan timbul suatu kebingungan akan wujud baru tersebut. Bentuk baru tersebut akan dipahami sebagai suatu bangunan yang dianggap tidak mewakili fungsinya dan jauh dari kesan sakral.

Makna Evaluatif : Penghayatan seseorang terhadap representasi dan emosi seketika berdasarkan kompetensinya. Makna itu timbul berdasarkan fungsi ruang dan kenyamanan pengguna saat berada di dalam sebuah karya arsitektur. Bangunan Masjid Raya Sumatera Barat ini memang dari segi tampilan fasad dan bahasa bentuk tidak mencerminkan suatu bangunan masjid yang telah kita pahami selama ini, tetapi dari segi fungsinya sebagai tempat beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan dapat terakomodasi dengan baik oleh bangunan ini.

(16)

B. Pembahasan menurut teori Keindahan / Venustas Vitruvius

1. Proporsi dan Simetri

Arsitektur Masjid Raya Sumatera Barat ini dibangun diatas lah terbuka yang luas sehingga arsitek dapat dengan leluasa mengembangkan idea keindahan dan estetikanya. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad, proporsi atap yang baik ini memberikan keindahan tersendiri dengan konstruksi yang menarik dan jujur.

Gambar 08. Konstruksi atap dengan proporsi yang seimbang

(17)

2. Geometri dan Oranamen

Keindahan geometri pada garis-garis bangunan masjid ini mengesankan suatu kekokohan dan kesatuan, dan bentuk – bentuk geometri yang sebagai syarat keindahan dari Vitruvius di terjemahkan dalam ornament yang berbentuk fractal dari bentuk – bentuk geometri.

Gambar 10. Keindahan geometri dan ornamen

(18)

4.

KESIMPULAN

Masjid Raya Sumatera Barat ini jika dikaji dari teori makna Herseberger telah mengalami pergeseran makna representative dari bangunan – bangunan masjid yang telah ada sebelumnya di nusantara. Aspek – aspek symbol dan penanda sebagai sebuah bangunan masjid yang sakrla sudah dihilangkan atau di stilasi kedalam bentuk yang lain, sehingga pemahaman akan objek Masjid Raya Sumatera Barat ini menjadi suatu bahasa bentuk yang baru dengan filosofis yang tidak dipahami masyarakat secara awam.

Tabel 01. Makna Masjid Raya Sumatera Barat

Namun apabila dikaji makna secara lebih dalam secara represif, Masjid Raya Sumatera Barat ini tetap dapat dikatakan sebuah masjid dengan fungsi yang benar, dimana hirarki ruang dan bangunan tetap menurut kaidah dan norma peribadatan yang berlaku pada umat islam.

Tabel 02. Susunan keindahan Vitruvius pada Masjid Raya Sumatera Barat

(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Irwin Altman. 1980. Environmental and Culture. Plenum Press.

2. Paul Alan Johnson. 1994. The Theory of Architecture; Concept, Themes, & Practices. Van

Nostrand Reinhold.

3. Josef Projotomo. 2001. Arsitektur Masjid tanpa Arsitek. Simposium Nasional Ekspresi Islami dalam Arsitektur Nusantara- 4 (SNEIDAN-4). Semarang: UNDIP

4. Purnama Salura. 2010. Arsitektur Yang Membodohkan. CSS Publishing. Bandung

5. Hersberger.Robert G. 1974. Predicting the Meaning of Architecture. In Designing for

Human Behavior. Stroudsburg. DH and Ross.

6. Agus Sachari. 2001. Pengantar Estetika. Penerbit ITB

7. Wikipedia.com. 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Sumatera_Barat.

Gambar

Gambar 01. Denah Masjid
Gambar 02. Masjid Banten abad 16
Gambar 03. Masjid Jepara abad 17
Gambar 05. Masjid Raya Sumatera Barat
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tentang Perencanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini di PAUD IT Auladuna Kota Bengkulu terhadap program tahunan, program

Untuk  semua  kawan  yang  belum  disebutkan  dan  mungkin  terlalu  banyak  untuk  di  sebutkan  lagi.  Saya  ucapkan  terima  kasih  sebesar  besarnya 

Berikan tanda (v) pada kolom kelemahan pada tabel 1 berikut ini, apabila faktor-faktor tersebut menjadi kekuatan dalam strategi pengembangan usaha jamur tiram. Tentukan

4.6 Melakukan Melakukan pencatatan pencatatan elemen elemen basis basis akuntansi, struktur lengkap kode rekening akuntansi, struktur lengkap kode rekening untuk kelompok

Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian terapi musik klasik terhadap keluhan mual muntah pada pasien post kemoterapi karena kanker di unit Sitostatika

Tujuan dari penelitian ini menguji kualitas air pada sumber air tanah yang ditinjau dari beberapa parameter kimia yaitu suhu, pH dan kandungan Besi (Fe) dimana

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa proses penyampaian edukasi pengelolaan lingkungan adalah persepsi masyarakat Kelurahan Bandungrejosari dan Kelurahan Bareng