• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah Di SMP Mardi Rahayu Ungaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah Di SMP Mardi Rahayu Ungaran"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka ini akan diuraikan kajian teoritis yang digunakan untuk penelitian. Kajian teori ini terdiri dari beberapa sub bab yang saling berkaitan. Sub bab tersebut antara lain: konsep model pendidikan karakter, konsep pendidikan karakter, prinsip pendidikan karakter, pengelolaan pendidikan karakter, evaluasi pendidikan karakter, konsep budaya sekolah, prinsip pendidikan karakter berbasis budaya sekolah, pengelolaan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah, evaluasi dan tindak lanjut.

1.1.

Konsep Model Pendidikan Karakter

Menurut Triyanto (2010:73) ―model dimaknai

sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal‖. Sedangkan Sofyan Amri

(2013:13) menyatakan bahwa ―model merupakan

strategi atau cara melakukan suatu kegiatan” . Berangkat dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model merupakan sebuah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan. Dalam melakukan kegiatan diperlukan cara atau strategi yang sistematis. Dalam konteks pendidikan karakter pada penelitian ini bentuk model berupa strategi atau cara mengelola pendidikan karakter dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evalusi. Agar strategi dalam mengelola pendidikan karakter tersebut berjalan dengan baik, terprogram, konsisten dan terukur tingkat keberhasilannya diperlukan sebuah panduan pelaksanaan.

Untuk mengimplementasikan pendidikan karakter Riyanto (2010) menawarkan 4 (empat) model, yaitu :

(2)

8 2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan

karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap mata pelajaran,

3) model ekstrakurikuler melalui sebuah kegiatan tambahan yang berorintasi pembinaan karakter siswa, dan

4) model kolaborasi dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam seluruh kegiatan sekolah.

Ke empat model tersebut apabila dikaji memiliki kelebihan dan kekurangan. Setiap satuan pendidikan bisa memilih mana model yang paling tepat dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.

Model otonomi yang memposisikan pendidikan karakter sebagai mata sebuah pelajaran tersendiri menghendaki adanya rumusan yang jelas seputar standar isi, kompetensi dasar, silabus, rencana pembelajaran, bahan ajar, metodologi dan evaluasi pembelajaran. Jadwal pelajaran dan alokasi waktu merupakan konsekuensi lain dari model ini. Sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri pendidikan karakter akan lebih terstruktur dan terukur. Guru mempunyai otoritas yang luas dalam perencanaan dan membuat variasi program karena ada alokasi waktu yang dikhususkan untuk itu. Namun demikian model ini dengan pendekatan formal dan struktural kurikulum dikhawatirkan lebih banyak menyentuh aspek kognitif siswa,tidak sampai pada aspek afektif dan perilaku. Model seperti ini biasanya mengasumsikan tanggung jawab pembentukan karakter hanya ada pada guru bidang studi sehingga keterlibatan guru lain sangat kecil. Pada akhirnya pendidikan karakter akal gagal karena hanya mengisi intelektual siswa tentang konsep-konsep kebaikan, sementara emosional dan spiritualnya tidak terisi.

(3)

9 karakter positif siswa. Dengan model ini maka pendidikan karakter menjadi tanggung jawab kolektif seluruh komponen sekolah. Model ini dipandang lebih efektif dibandingkan dengan model pertama, namun memerlukan kesiapan, wawasan moral dan keteladanan dari seluruh guru. Satu hal yang lebih sulit dari pada pembelajaran karakter itu sendiri. Pada sisi lain model ini juga menuntut kratifitas dan keberanian para guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Model ketiga yang menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter melalui sebuah kegiatan di luar jam sekolah dapat ditempuh melalui dua cara. Pertama melalui suatu kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh pihak sekolah dengan seorang penanggung jawab. Kedua, melalui kemitraan dengan lembaga lain yang memiliki kapabilitas dalam pembinaan karakter. Model ini memiliki kelebihan berupa pengalaman kongkret yang dialami para siswa dalam pembentukan karakter. Ranah afektif dan perilaku siswa akan banyak tersentuh melalui berbagai kegiatan yang dirancang. Keterlibatan siswa dalam menggali nilai-nilai kehidupan melalui kegiatan tersebut akan membuat pendidikan karakter memuaskan dan menyenangkan.

Model ke empat menawarkan pelaksanaan pendidikan karakter secara kolaborasi dengan menerapkan ke tiga model diatas. Bagi sekolah yang sudah mapan dengan komitmen para pendidik dan tenaga pendidik yang kuat terhadap pelaksanaan pendidikan karakter, model ke empat tersebut baik untuk dilaksanakan.

(4)

10 kurikuler. Model otonomi jarang digunakan oleh sekolah karena harus menambah kurikulum baru. Sedangkan model kolaborasi juga jarang dilakukan oleh sekolah karena terlalu luas dan sekolah tidak bisa menjangakau semua dalam waktu yang bersamaan.

1.2.

Pendidikan Karakter

1.2.1.

Konsep Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa

Depdiknas (Zubaedi 2010:8) adalah ‖Bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak‖. Berkarakter berarti berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Sejalan dengan itu Sjarkawi (Doni Koesoemo 2011:80) menyatakan bahwa istilah karakter sama

dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ―ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir‖. Sebagian orang berpandangan seperti kedua pendapat tersebut yang mengisyaratkan bahwa karakter seseorang seolah-olah

sudah terbentuk dari ―sono”nya, sehingga seolah-olah karakter seseorang tidak bisa dirubah.

Pandangan yang berbeda tentang pengertian karakter disampaikan oleh Wilhelm (Almusanna

2010:247), menyatakan ―character can be measured corresponding to the individual’s compleance to a

behavioral standard or the individual’s compliance to

(5)

11 terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku.

Berdasarkan kedua pandangan yang berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki karakter dasar yang dibawa sejak lahir (biologis), namun dalam perkembangan kehidupan manusia dihadapkan pada pengaruh interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itu karakter seseorang merupakan perpaduan antara karakter bawaan dan karakter hasil interaksi dengan lingkungan yang diaktualisasikan dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian karakter seseorang bisa dirubah dan dibentuk. Pendidikan dapat membentuk karakter seseorang, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.

Pengertian pendidikan karakter menurut David

Elkind & Freddy Sweet (Zubaedi 2010:15) ― Character education is the deliberate effort to help peple

understand, care about, and act upon ethical value”.

Pendidikan karakter adalah usaha secara sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti. Sejalan dengan pendapat tersebut, Zubaedi (2010:17) menyatakan bahwa

―Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain: kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berpikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berpikir logis‖

(6)

12 merubah dan membentuk karakter siswa melalui pendidikan karakter. Sedangkan pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai-nilai karakter yang diharapkan oleh sekolah kepada peserta didik agar memiliki perilaku yang menunjukkan kecerdasan moral, tahu mana yang benar dan yang tidak benar, tahu mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh. Penanaman nilai-nilai karakter tersebut dilakukan melalui proses pengajaran dan pembiasaan atau pembudayaan.

Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Menurut Desain Induk Pendidikan Karakter (Kemendiknas, 2010: 8-9) Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana dalam bagan berikut

Gambar Bagan 2.1

Ruang Lingkup Pendidikan karakter

Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki unsur-unsur karakter inti sebagai berikut :

OLAH

(7)

13 Tabel 2.1

Konfigurasi Karakter Inti

No Kelompok

Konfigurasi

Karakter Inti

1 Olah Hati  Religius

 Jujur

 Tanggung jawab  Peduli sosial  Peduli lingkungan

2 Olah Pikir  Cerdas

 Kreatif

 Gemar membaca

 Rasa ingin tahu

3 Olah Raga  Sehat

 Bersih 4 Olah Rasa dan

Karsa

 Peduli

 Kerja sama (gotong

royong)

Dalam gambar ruang lingkup pendidikan karakter dan tabel konfigurasi karakter inti di atas nampak bahwa proses pendidikan karakter harus mencakup totalitas psikologis manusia yang meliputi kompetensi kognitif (olah pikir), afektif (olah rasa), dan psikomotorik (olah raga, olah rasa dan karsa). Ketiga kompetensi tersebut harus dikembangkan bersama, saling terkait antara satu dengan yang saling, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sehingga bentuk kegiatan dalam pendidikan karakter bisa membangun kepribadian peserta didik seutuhnya.

1.2.2.

Prinsip Pendidikan Karakter

Kementerian Pendidikan Nasional dalam panduan pelaksanaan pendidikan karakter (Aqib dkk, 2011: 11) memberikan acuan bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

(8)

14 perasaan, dan perilaku;(3)Menggunakan

pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter;(4)Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;(5)Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik;(6)Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses;(7)Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik; (8)Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama; (9)Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter; (10)Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter; dan (11)Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik

(9)

15 bisa melibatkan tenaga medis dari Puskesmas sebagai nara sumber dan pelatih, dalam kegiatan pembentukkan karakter keimanan sekolah mengundang rohaniwan dari lembaga keagamaan. Bentuk kegiatan pendidikan karakter harus dikemas sedemikian rupa agar menarik dan menantang bagi siswa sehingga memotivasi siswa untuk membangun karakter diri dengan tumbuhnya perubahan tingkah laku ke arah yang positif sehingga pelaksanaan pendidikan karakter efektif. Pendidikan karakter harus dirancang secara terprogram dalam pengembangan kurikulum .

Prinsip dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter harus bisa membangun seluruh kompetensi kepribadian peserta didik dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku. Oleh karena itu proses pendidikan karakter harus ada dampak perubahan perilaku peserta didik ke arah yang positif. Ketiaka prilaku siswa menjadi positif akan berdampak pada kesuksesan prestasi baik akademik dan non akademik. Maka pengawasan dan penilaian proses pendidikan karakter perlu dilaksanakan dengan membuat instumen penilaian. Hal tersebut penting agar kepala sekolah dapat mengawal pelaksanaan pendidikan karakter seccara tuntas.

1.2.3.

Pengelolaan Pendidikan Karakter

Model pendidikan karakter di sekolah dikelola melalui tahap-tahap berikut

1) Perencanaan Pendidikan Karakter

(10)

16 Unsur-unsur yang direncanakan meliputi (a) pengembangan nilai-nilai karakter pada kurikulum dan pembelajaran, (b) penanaman nilai-nilai karakter pada pendidik dan tenaga kependidikan, (c) penanaman nilai-nilai karakter melalui pembinaan peserta didik, (d) penanaman nilai-nilai karakter melalui manajemen sarana dan pra sarana pendidikan, (e) penanaman nilai-nilai karakter melalui manajemen pembiayaan pendidikan.

Pusat Kurikulum, Kemendiknas (2009: 9-10) mengidentifikasi terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang dapat dikembangkan oleh sekolah yaitu (1) religius; (2)jujur; (3)toleransi; (4)disiplin; (5)kerja keras; (6)kreatif; (7)mandiri; (8)demokrasi; (9)rasa ingin tahu; (10)semangat kebangsaan;(11)cinta tanah air; (12)menghargai prestasi;(13)bersahabatan dan komunikasi;(14)cinta damai;(15)gemar membaca; (16)peduli lingkungan;(17)peduli sosial; dan (18)tanggung jawab. Secara rinci nilai-nilai karakter dan deskripsinya dapat dilihat pada tabel 1(lampiran4)

Meskipun telah terdapat 18 nilai karakter, namun satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah.

2) Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Pelaksanaan program dinyatakan efektif apabila hasil-hasil yang di capai sesuai dengan tujuan.

(11)

17 bila hasil pelaksanaan sesuai dengan tujuan. Dalam penelitian ini tujuan pendidikan karkter adalah terdapatnya perubahan perilaku peserta didik ke arah yang positif. Sedangkan efisiensi lebih mengacu pada pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan dan diiringi dengan biaya yang minimal atau biaya tetap namun hasil yang maksimal. Pada prinsip produktivitas menghendaki pelaksanaan program serta hasilnya dapat di ukur secara kuantitatif dan kualitatif minimal sesuai dengan tujuan. Setiap pelaksanaan program dan kegiatan penanaman nilai-nilai karakter ini hendaknya dapat ditunjukkan tentang hasil-hasil yang di capai.

Strategi pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan satu-kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan.

Menurut pedoman pendidikan karakter (Kemendiknas, 2011:10-11) strategi pelaksanaan pendidikan karakter tersebut meliputi :

1. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik dapat menggunakan pendekatan konstektual sebagai konsep belajar dan mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

2. Pengembangan budaya sekolah

Pengembangan budaya sekolah dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri yang meliputi: a. Kegiatan rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan

(12)

18 yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat yang terkena musibah.

b. Keteladanan, merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kepandidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain.

c. Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak disepanjang 3. Kegiatan ekstra kurikuler.

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Mengacu pada hasil penelitian Teerakiat dan teori Berkowitzt, dalam tesis ini peneliti membatasi hanya meneliti dan mengembangkan penelitian pada strategi pelaksanaan pendidikan karakter melalui pengembangan budaya sekolah yang dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri. Hal tersebut dilakukan agar pelaksanaan pendidikan karakter dapat secara efektif berdampak pada perubahan perilaku peserta ke arah prilaku positif dalam kegiatan keseharian di sekolah.

3) Evaluasi Pendidikan Karakter

(13)

19 Doni Koesoemo (2010:281 menyatakan bahwa penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain.

Menurut Noeng Muhadjir dan Burhan Nurgiantoro, 2011:191-192) karakter yang baik melibatkan pemahaman perhatian, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika. Pendekatan yang holistik terhadap pengembangan karakter untuk mengembangkan kognitif, emosi, dan aspek perilaku. Peserta didik berkembang untuk memahami nilai inti dengan mempelajarinya, mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti dan komitmen mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional (2010: 10), untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah langkah berikut

1) menetapkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati,

2) menyusun berbagai instrumen penilaian, 3) melakukan pencatatan terhadap pencapaian

indikator,

4) melakukan analisis dan evaluasi , 5) melakukan tindak lanjut.

(14)

20 1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian

indikator sekolah dan kelas dalam pengembangan pendidikan karakter ;

2) Penilaian menggunakan kriteria yakni berdasarkan pencapaian keberhasilan indikator dalam pengembangan pendidikan karakter ; 3) Penilaian dilakukan secara individual, kelompok

(kelas) dan berkelanjutan; 4) Hasil penilaian ditindaklanjuti ;

5) Penilaian di sesuaikan dengan indikator sekolah dan kelas dalam pengembangan pendidikan karakter.

Langkah-langkah penilaian pendidikan karakter dilakukan secara bertahap dimulai dengan menetapkan indikator nilai-nilai yang disepakati sekolah. Nilai-nilai tersebut mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah. Nilai-nilai tersebut merupakan budaya yang menjadi basis pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Maka agar nilai-nilai tersebut dapat terukur perlu dibuat instrument indikator operasionalnya dan kriteria tingkat keberhasilannya. Dalam proses penilaian perlu adanya pengawasan sasaran yang dinilai dan pencatatan tiap indikator penilaian. Setelah penilaian dilakukan tidak aberhenti pada nilai, melainkan perlu ditinjaklanjuti dalam rangka pendampingan dan pembimbingan kepada peserta didik. Dalam melaksanakan penilaian pendidikan karakter perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian pada umumnya yaitu (1) sahih (valid), (2) objektif, (3) adil, (4) terpadu, (5) terbuka, (6) menyeluruh, (7) berkesinambungan, (8) sistematis, (9) menggunakan acuan kriteria, (10) akuntabel, dan (11) nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan.

.

1.3. Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

(15)

21 membangun karakter anak, salah satu strateginya dapat dilakukan melalui proses pembudayaan di lingkungan sekolah atau melalui budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter berbasis budaya sekolah mencakup semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, dan tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.

1.3.1.

Konsep Budaya Sekolah

Sekolah adalah institusi social. Institusi adalah organisasi yang dibangun masyarakat untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidupnya. Untuk maksud tersebut sekolah harus memiliki budaya sekolah yang kondusif, yang dapat memberi ruang dan kesempatan bagi setiap warga sekolah untuk mengoptimalkan potensi dirinya masing-masing. Koentjaraningrat (2003:72) mendevinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar . Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh Zamroni (2011: 297) ) bahwa

Budaya sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada .

(16)

22 Budaya sekolah adalah pola nilai-nilai,

prinsip-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah

Memperhatikan konsep diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan sistem nilai-nilai, prinsip—prinsip, pola kehidupan, kepercayaan nilai, dan tradisi yang terbentuk dari rangkaian kebiasaan dan sejarah sekolah, serta cara pandang dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada di sekolah yang mencakup kehidupan semua warga sekolah. Yang dimaksud warga sekolah terdiri dari peserta didik, pendidik, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan. Oleh karena itu budaya sekolah dapat dibentuk oleh warga sekolah dan menjadi ciri khas sekolah yang berbeda dengan sekolah lain.

Dalam konteks pendidikan karakter berbasis budaya sekolah, dapat disimpulkan bahwa setiap sekolah dapat menyelenggarakan pendidikan karakter sesuai dengan nafas, nilai-nilai, visi, misi dan tujuan satuan pendidikan. Budaya sekolah sebagai basis untuk melaksanakan pendidikan karakter meliputi nilai-nilai yang diyakini dan menjadi komitmen sekolah tersebut untuk membangun karakter peserta didik dan seluruh warga sekolah.

1.3.2.

Prinsip Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

(17)

23 implementasinya, prinsip-prinsip pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan satu-kesatuan program kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu program pendidikan karakter secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah di satuan pendidikan perlu melibatkan seluruh warga satuan pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar.

Mengacu pada Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Kemendiknas (2011: 11), prosedur pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui tahapan berikut

1) Melaksanakan sosialisasi pendidikan karakter dan melakukan komitment bersama antara seluruh komponen warga sekolah ( tenaga pendidik dan kependidikan serta komite sekolah)

2) Membuat komitmen dengan semua stakeholder (seluruh warga sekolah, orang tua siswa, komite, dan tokoh masyarakat setempat) untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter

3) Melakukan analisis konteks terhadap kondisi sekolah (internal dan eksternal) yang dikaitkan dengan nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Analisis ini dilakukan untuk menetapkan nilai-nilai dan indikator keberhasilan yang diprioritaskan, sumber daya, sarana yang diperlukan, serta prosedur penilaian keberhasilan

4) Menyusun rencana aksi sekolah berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan karakter

5) Membuat perencanaan dan program pendidikan karakter

6) Melakukan pengkondisian

7) Melakukan penilaian keberhasilan dan supervisi 8) Melakukan penyusunan KTSP yang memuat

pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter.

(18)

24 komitmen semua stakeholder sekolah, analisis konteks internal dan internal untuk menentukan nilai-nilai karakter sekolah yang akan dikebangkan, membuat program rencana aksi, pengawasan, bahkan sampai dengan penilaian dan tindak lanjut. Semua tahap tersebut dilakukan secara terprogram ke dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut.

1.3.3.

Pengelolaan

Pendidikan

Karakter

Berbasis Budaya Sekolah

Pengelolaan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dilakukan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1) Perencanaan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya sekolah

Mengacu pada tahapan pegintegrasian yang disampaikan Kemendiknas (2011:11), kegiatan perencanaan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah meliputi :

1. Menentukan nilai-nilai karakter yang diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisis konteks dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana dan kondisi yang ada dan dideskripsikan 2. Menentukan bentuk kegiatan untuk

mengembangkan nilai-nilai karakter

(19)

25 Tabel 2.2

Format Nilai karakter dan Deskripsi No Nilai Karakter

Yang Dikembangkan Deskripsi 1

2 3 Dst

Mengacu pada Desain Induk Pendidikan Karakter dari Kemendiknas ( 2010: 8-9) , menyatakan bahwa pendidikan karakter melalui pengembangan budaya sekolah dirancang dalam bentuk 4 (empat) kegiatan pengembangan diri berdasarkan nilai-nilai karakter yang hendak dikembangkan sekolah. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi pembiasaan sehingga akan membangun karakter siswa. Bentuk kegiatan tersebut meliputi kegiatan rutin, spontanitas, keteladanan, dan pengkondisian.

1) Kegiatan Rutin , yaitu kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta didik secara terus-menerus dan konsisten setiap saat.

2) Kegiatan Spontan : Bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu terjadi keadaan tertentu.

3) Kegiatan Keteladanan : Perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah yang bisa ditiru oleh peserta didik.

(20)

26 Nilai-nilai karakter yang dikembangkan sekolah dan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan pada 4 (empat) kegiatan di atas dapat menggunakan format pada tabel berikut

Tabel 2.3

Format Nilai-nilai Karakter dan Bentuk Kegiatan

(Rutin, Spontan, Keteladanan, Pengkondisian)

2) Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Mengacu pada tahapan pelaksanaan pendidikan karakter Kemendiknas (2011:11), pelaksanaan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dilaksanakan dengan kegiatan yang diprogramkan berupa Program Aksi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah dapat menggunakan format pada tabel berikut

No Nilai Karakter yang dikembangkan

Bentuk Kegiatan

(21)

27 Tabel 2.4

Format Program Aksi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Kegiatan Nilai Karakter

Waktu Pelaksanaan

Penanggu ng Jawab

1. Kegiatan Rutin

1)

2) dst

2. Kegiatan Spontan

1)

2)dst

3. Keteladanan

1)

2)dst

4. Pengkondisian

1)dst

3. Evaluasi Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

(22)

28 obyek yang dinilai adalah ketersediaan / keadaan sarana dan pra sarana pendukung terlaksananya pendidikan karakter.

Mengacu pada prinsip-prinsip dan langkah-langah pendidikan karakter yang telah disampaikan di atas, penilaian pendidikan karakter berbasis budaya sekolah dilakukan berdasarkan indikator perilaku dari nilai-nilai karakter dalam berbagai kegiatan yang telah ditetapkan oleh sekolah melalui penilaian individual. Penilaian dilakukan oleh tim penilai pelaksanaan pendidikan karakter yang melibatkan bidang kesiswaan, guru BK, guru agama, guru dan wali kelas secara terus-menerus, setiap saat baik di kelas atau sekolah. Tehnik penilaian yang digunakan adalah Observasi, yaitu penilaian yang dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap individu. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan dengan pemberian skor pencapaian dalam waktu tertentu berdasarkan indikator perilaku yang diharapkan.

Hasil perolehan nilai tersebut dijadikan sebagai data kuantitatif yang akan diolah sebagai indikator pencapaian keberhasilan pengembangan nilai-nilai karakter. Dari hasil penilaian kuantitatif melalui pengamatan tersebut dapat dibuat kesimpulan yang dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.

1.BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator).

2. MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).

(23)

29 4. MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten). Instrumen observasi berupa lembar penilaian yang didalamnya merupakan pedoman penskoran dengan berbagai kriteria yang dinilai, skor penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Likert berikut ini

1.Tidak pernah : Skor 1 2.Kadang-kadang : Skor 2

3.Sering : Skor 3

4.Selalu : Skor 4

Perhitungan penilaian setiap nilai-nilai karakter menggunakan rumus sebagai berikut

Skor Perolehan/Skor Maksimal x 100 %

Berdasarkan perolehan nilai-nilai karakter tersebut akan diperoleh kualifikasi sebagai berikut :

1. BT (Belum Terlihat) : Skor 0 % - 25% (Kurang)

2. MT (Mulai Terlihat) : Skor 26% – 50% (Cukup)

3. MB (Mulai Berkembang) : Skor 51 % – 75% (Baik)

4. MK (Membudaya) : Skor 76 % – 100% (Sangat Baik)

(24)

30 Tabel 2.5

Format Instrumen Penilaian

Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah Nilai Karakter yang

Dikembangkan Indikator Perilaku

Skor 1 2 3 4 1. Kegiatan Rutin

1) 2) 3)dst

2. Kegiatan Spontan 1)

2) 3)dst

3. Keteladanan 1)

2) 3)dst

4. Pengkondisian 1)

2) 3)dst

Petunjuk pengisian :

1) Berilah tanda v (contreng) pada lajur skor sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dengan ketentuan

1. : jika tidak pernah dilakukan 2. : jika jarang dilakukan

3. : jika sering dilakukan 4. : jika selalu dilakukan

2) Jumlahkan skor nilai setiap indikator perilaku 3) Hitunglah setiap nilai karakter dengan rumus

Nilai karakter = skor perolehan/skor maksimal X 100%

1.4.

Tinjauan Peneliti Terdahulu

(25)

31 Topik yang diteliti adalah tentang model pendidikan

karakter yang efektif dan efisien karena saat ini banyak

fenomena sosial di kalangan pelajar yang

mengindikasikan karakter kurang baik. SMA Negeri 1 Sidoarjo merupakan salah satu sekolah yang telah melaksanakan pendidikan karakter dan hasilnya telah diakui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pengakuan tersebut tertuang dalam hasil monitoring dan evaluasi untuk indikator standar kompetensi lulusan yang berkaitan dengan karakter siswa yang tangguh memperoleh nilai maksimal, yaitu 10.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan model pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Sidoarjo dan mengetahui hasil dari pendidikan tersebut. Penelitian ini bersifat ex post facto, dengan menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, angket, dan

wawancara. Dari hasil analisis data dapat disimpulkan

bahwa model pendidikan karakter di SMA Negeri 1 Sidoarjo menggunakan pendekatan komprehensif, yaitu pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam semua kegiatan di sekolah baik kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler. Model pendidikan tersebut mampu membangun karakter religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, menghargai prestasi, cinta damai, peduli sosial, dan tanggung jawab peserta didik dengan baik. Karakter yang ditanamkan di sekolah masih melekat kuat pada diri peserta didik sampai mereka menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi dan berada di tengah-tengah masyarakat.

Pendidikan karakter ternyata juga mampu

(26)

32 orang lain berpengaruh pada kreativitas seseorang. Sikap dan perilaku sabar, sopan santun, dan

menghargai orang lain yang berbeda agama

berpengaruh terhadap karakter cinta damai dan kepedulian sosial.

Penelitian di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter dilakukan dengan berbasis budaya sekolah, yaitu penanaman nilai-nilai karakter sekolah yang diyakini dapat mebangun karakter positif siswa. Pendidikan karakter yang dilaksanakan di SMA negeri 1 Sidoharjo dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif secara implisit ke dalam semua kegiatan sekolah dinyatakan mampu membangun karakter siswa, bahkan mampu meningkatkan prestasi kademik siswa. Ukuran penilaian keberhasilan pendidikan karakter dalam penelitian tersebut berupa prestasi akademik siswa. Dalam penelitian tersebut penulis dapat mengambil pembelajaran untuk penelitian ini bahwa nilai-nilai karakter merupakan budaya sekolah yang sangat efektif untuk membangun karakter peserta didik karena terbukti mampu meningkatkan prestasi akademik siswa. Maka nilai-nilai karakter tersebut perlu menjadi komitmen seluruh warga sekolah untuk dikembangkan dalam pelaksnaan pendidikan karakter. Namun penelitian tersebut belum memaparkan bagaimana proses penilaian tiap-tiap karakter sehingga berdampak terhadap prestasi siswa.

Chi-Ming (Angela), 2012 mengadakan penelitian tentang : Moral and character education in Taiwan. Pendidikan moral dan karakter di Taiwan

Kebijakan pendidikan moral dan karakter di taiawan

adalah "Moral and Character Education Improvement

Program” (MCEIP), Moral dan Program Peningkatan Pendidikan Karakter", yang menekankan pendidikan

karakter berbasis budaya sekolah untuk

menyeimbangkan budaya Timur dan Barat, budaya tradisional dan modern. Sejarah dan pengembangan moral dan karakter pendidikan di Taiwan mencakup bidang pendidikan , budaya dan politik . Sejumlah isu ,

(27)

33 pendidikan karakter perlu ditangani dan diambil pelajaran di seluruh dunia dan pendidik sebagai

berikut:(1)Bagaimana menyeimbangkan identitas

budaya dan perbedaan dalam diversifikasi masyarakat; (2)Cara mengolah orang saleh dan warga negara yang

baik dalam masyarakat global;(3)Carauntuk

membangun kembali legitimasi dan pendekatan

interdisipliner dalam masyarakat belajar;(4)Bagaimana

menghubungkan teori dan praktek untuk

meningkatkan kualitas dalam masyarakat postmodern. Dari refleksi atas pengalaman Taiwan, beberapa implikasi dan saran untuk pendidikan moral dan karakter adalah bagaimana menyeimbangkan nilai-nilai universal dan karakteristik lokal, dari pendidikan moral dan karakter membutuhkan perhatian dan usaha-usaha yang mendukung dan memfasilitasi gagasan tentang pendidikan moral dan karakter.

Menurut penelitian di atas, penulis dapat mengambil pembelajaran untuk penelitian ini bahwa membangun karakter berarti membangun moral, maka tujuan pendidikan karakter pada hakekatnya adalah untuk membangun moral peserta didik. Dengan moral yang terbangun, maka peserta didik akan memiliki kecerdasarn moral sehingga tahu mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, mana yang tidak baik dan bisa menentukan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Penulis juga

mengambil pembelajaran tentang pentingnya

menyeimbangkan budaya lokal dan budaya global. Hal ini penting mengingat kemerosotan moral anak dan

remaja sebagai dampak negatif dari pengaruh

globalisasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi informasi. Maka perlu dikembangkan nilai-nilai karakter yang mengakomodasi penyeimbangan budaya tersebut agar dampak positif globalisasi dapat tertanam dalam karakter peserta didik. Nilai-nilai

karakter tersebut misalnya tanggung jawab,

(28)

34

1.5.

Kerangka Pikir Penelitian

Alur pikir dalam penelitian ini menggunakan kerangka pikir berikut

LATAR BELAKANG MASALAH

FENOMENA DILAPANGAN

PANDUAN PENGELOLAAN MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS BUDAYA

SEKOLAH Reasear

ch and Informati on

collection

Planning Develope Preliminari

Form of product

Gambar

Gambar Bagan 2.1 Ruang Lingkup Pendidikan karakter
Tabel 2.1 Konfigurasi Karakter Inti
Tabel 2.2 Format Nilai karakter dan Deskripsi
Tabel 2.3 Format Nilai-nilai Karakter dan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Hasil model regresi tabel ANOVA atau uji F, ternyata variabel kepuasan konsumen, zona toleransi dan citra perusahaan apabila secara bersama – sama memiliki

Contoh indikator buatan adalah kertas lakmus yang terdiri dari lakmus merah dan lakmus biru, kertas lakmus kertas yang diberi senyawa kimia sehingga akan menunjukkan warna yang

Ujian semula ke atas negara lain dapat dijadikan asas perbandingan dengan dapatan kajian ini untuk memperkembangkan pemadanan antara perakaunan pengurusan dengan faktor

Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.. Penyelesaian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Pola hubungan patron - klien antara punggawa dengan sawi pada masyarakat nelayan di Desa Tamasaju Kecamatan Galesong Utara

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu perangkat yang dapat mengeringkan pakaian kapan saja, tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses

Cerita sejarah tradisional Masjid Agung Demak didirikan oleh Sunan Kalijaga pada 1478 yang juga sebagai salah satu Walisongo dan, ketika Demak Bintoro telah

Pendapatan total keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani, hasil usaha penggemukan sapi potong, dan hasil usaha lain dalam satu tahun