8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kinerja Komite Sekolah dalam MBS
Faisal (1981) dalam Rohmah (2010)
mengatakan hubungan antara sekolah dan
masyarakat dapat dilihat dari dua segi, yaitu: (1)
sekolah sebagai partner dari masyarakat dalam
melakukan fungsi pendidikan dan (2) sekolah
sebagai produser yang melayani pesanan-pesanan
pendidikan dari masyarakat lingkungannya. Untuk
itu, sekolah dan masyarakat harus saling bekerja
sama dan bertanggung jawab dalam proses
pendidikan disamping tanggung jawab pemerintah
pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Dengan kata
lain, keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat, melainkan juga pemerintah setempat
(propinsi dan kabupaten/kota), pihak sekolah,
orang tua, dan masyarakat atau stakeholder pendidikan.
Hal ini sesuai dengan konsep MBS yang kini
tidak hanya menjadi wacana, tetapi mulai
9
konsep tersebut adalah bagaimana agar sekolah
dan semua yang berkompeten atau stakeholder pendidikan dapat memberikan layanan pendidikan
yang berkualitas. Untuk itu diperlukan kinerja,
kerjasama yang sinergis dari pihak sekolah,
keluarga, dan masyarakat atau stakeholder lainnya secara sistematik sebagai wujud peran serta dalam
melakukan pengelolaan pendidikan (Hasbulah,
2006).
Hubungan harmonis antara sekolah dengan
masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite
Sekolah sangat diharapkan mampu
mengoptimalkan peran serta orang tua dan
masyarakat dalam memajukan program pendidikan
dalam bentuk seperti orang tua dan masyarakat
membantu menyediakan fasilitas pendidikan,
memberikan bantuan dana serta pemikiran atau
saran yang diperlukan untuk kemajuan sekolah.
Orang tua perlu memberikan informasi kepada
sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya serta
mengembangkan pengertian orang tua dan
masyarakat tentang program pendidikan yang
sedang diperlukan oleh masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam pendidikan
10
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 54.
Secara lebih spesifik, pada pasal 56 disebutkan
bahwa masyarakat dalam dewan pendidikan dan
Komite Sekolah/Madrasah yang berperan sebagai
berikut: (a) Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan
Komite Sekolah/ Madrasah, (b) Dewan pendidikan
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dengan memberikan masukan, dukungan tenaga,
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan
di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota
yang tidak mempunyai hubungan hirarkis, (c)
Komite Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiri
dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan,
dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
Secara kontekstual sesuai dengan Keputusan
Mendiknas No. 044/U/2002, keberadaan komite
sekolah berperan sebagai (a) Pemberi pertimbangan
11
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan
pendidikan, (b) Pendukung (supporting agency) baik
yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan, (c) Pengontrol (controlling agency) dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan, (d) Penghubung (Mediator)
dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Departemen Pendidikan Nasional dalam
partisipasi masyarakat (2001) menguraikan tujuh
peran Komite Sekolah terhadap penyelenggaraan
sekolah, yakni: (a) membantu meningkatkan
kelencaran penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar di sekolah baik sarana dan prasarana
maupun teknis pendidikan, (b) melakukan
pembinaan sikap dan perilaku siswa, (c) mencari
sumber pendanaan untuk membantu siswa yang
tidak mampu, (d) melakukan penilaian sekolah
untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum baik
intrakurikuler maupun ekstrakulikuler dan
pelaksanaan manajemen sekolah, kepala/ wakil
kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan, (e)
memberikan penghargaan atas keberhasilan
12
tentang usulan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS), (g) meminta sekolah agar
mengadakan pertemuan untuk kepentingan
tertentu.
Adapun Rohmah (2010) mengelompokkan
penjabaran peran Komite sekolah dalam kegiatan
operasionalnya, sebagai berikut: (1) sebagai pemberi
pertimbangan (advisory agency) yang indikator
kinerjanya dengan memberikan masukan dan
pertimbangan mengenai: kebijakan pendidikan,
program pendidikan, kriteria kinerja satuan, kriteria
tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan;
(2) sebagai pendukung (supporting agency) yang
indikator kinerjanya yaitu: mendorong orang tua
untuk berpartisipasi dalam pendidikan, mendorong
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan,
menggalang dana dalam rangka pembiayaan
pendidikan, mendorong tumbuhnya perhatian
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu,
mengesahkan rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sekolah (RAPBS), mendorong
tumbuhnya komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; (3)
13
indikator kinerjanya yaitu: melakukan evaluasi
dalam setiap kegiatan, melakukan pengawasan
terhadap kebijaksanaan program penyelenggaraan
pendidikan, melakukan pengawasan terhadap
kebijaksanaan program keluaran pendidikan; (4)
sebagai badan penghubung atau mediator yang
indikator kinerjanya yaitu: melakukan kerja sama
dengan masyarakat, menampung aspirasi, ide,
tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang
diajukan oleh masyarakat, menganalisis aspirasi,
ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.
2.2
Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan
di Sekolah
Strategi merupakan penentuan suatu tujuan
jangka panjang dari suatu lembaga dan aktivitas
yang harus dilakukan guna mewujudkan tujuan
tersebut, disertai alokasi sumber yang ada sehingga
tujuan dapat diwujudkan secara efektif dan efesien.
Penentuan tujuan dan aktivitas yang dilakukan
bermula dari kondisi saat ini yang ada dan kondisi
yang akan dicapai masa depan sebagai
tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis yang
14
strategi yang menekankan pada hasil (the output
oriented strategy), strategi yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan strategi
komprehensif (the comprehensive strategy).
Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top
down, di mana hasil yang akan dicapai baik
kuantitas maupun kualitas telah ditentukan dari
atas mulai dari pemeritah pusat, pemerintah daerah
propinsi, ataupun pemerintah daerah
kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil
yang herus dicapai telah dirumuskan dalam
Standar Kopetensi Lulusan dan Standar Kompetensi
Dasar. untuk mencapai standar yang telah
ditetapkan pemerintah juga akan menetapkan
berbagai standar yang lain , seperti standar proses,
standar pengelolaan, standar fasilitas, dan standar
tenaga pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan
sangat efektif karena sasarannya jelas dan umum,
sehingga apabila diikuti dengan pedoman,
pengendalian dan pengorganisasian yang baik serta
kebijakan yang memberikan dorongan sekaligus
ancaman bagi yang menyimpang, strategi ini akan
akan sangat efesien. Namun, dibalik kebaikan
15
kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yang
semakin besar antara sekolah yang maju dan
sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap
untuk mencapai hasil yang ditentukan akan dengan
mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak
siap sulit untuk mencapai hasil yang ditentukan
dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat
atau muncul keputus-asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada prosesi
muncul, tumbuh berkembang dan digerakkan mulai
dari bawah, yakni sekolah sendiri. Pelaksanaan
strategi ini sangat ditentukan oleh inisiatif dan
kemampuan dari sekolah. Karena sekolah memilki
peran yang sangat menentukan dan sekaligus
pengambil inisiatif, maka akan muncul semangat
dan kekuatan dari sekolah sesuai kondisi dari
masing-masing sekolah. Gerakan untuk
memperkuat diri dengan bekerjasama diantara
sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan
munculnya berbagai inovasi dan kreasi dari bawah.
Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah
dan kualitas sekolah tidak seragam, sehingga sulit
untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara
16
Layaknya, kalau ada dua pendapat yang bertolak
belakang akan muncul pendapat ke tiga yang
merupakan perpaduan diantaranya. Demikian pula
dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi
peningkatan mutu sekolah yang ketiga yang
merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah
ada. Strategi ini disebit strategi yang komprehensif
(the comprehensive strategy).
Strategi ini menggariskan bahwa hasil yang akan
dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yang
diwujudkan dalam dalam standar nasional. Untuk
mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan
dengan hasil juga ditentukan sebagai jaminan hasil
akan dicapai. Maka lahir lah pula standar proses,
standar pengelolaansekolah, standar guru, kepala
sekolah dan pengawas, standar keuangan, standar
isi kurikulum, serta standar sarana prasarana. Di
balik standar yang telah ditentukan dari atas
tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan otoritas
yang besar untuk mengelola sekolah dalam rangka
mencapai standar hasil di atas. Berdasarkan
strategi ini diperkiarakan akan muncul berbagai
inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak
mustahi akan muncul kenekaragaman dalam
17
kebutuhan lokal terakomodasi dengan strategi
komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi
cara mencapainya sesuai dengan kondisi lokal.
2.3
Permasalahan dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan
Masalah yang serius dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik
pendidikan formal maupun informal. Hal itulah yang
menyebabkan rendahnya sumber daya manusia.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan merupakan proses yang terintegrasi dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu
sendiri. Pendidikan menjadi penentu kemajuan dan
ketahanan suatu bangsa di masa depan.
Pendidikan merupakan salah satu alternatif
strategis dalam mencerdaskan bangsa dan modal
utama pembangunan. (Depdiknas, 2001: 2).
Sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1
Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan
ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang
18
Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan
permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah
mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan
manajemen, dapat terpecahkan. Desentralisasi
pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan
yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat
sekolah secara individual. Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) bertujuan untuk meningkatkan
kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata
sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah
yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas,
efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi
pendidikan (Depdiknas, 2007 : 16). MBS memiliki
unsur pokok sekolah (constituent) memegang
kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di
sekolah.
Melalui pendidikan manusia dapat menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut akan
menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan hidup,
baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat dan banga. Terciptanya sumberdaya
19
pendidikan. Kesadaran pemerintah meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam berbagai
usaha pembangunan pendidikan. Usaha ini
dilaksanakan antara lain melalui pengembangan
kurikulum, perbaikan kurikulum, pengembangan
sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan,
pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya. Tetapi, berbagai upaya tersebut belum
cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan
(Depdiknas, 2001: 2).
Berbagai masalah menjadi penghambat bagi
tercapainya tujuan peningkatan kualitas
pendidikan, khususnya pendidikan formal di
sekolah. Berikut ini beberapa masalah yang
menyebabkan peningkatan mutu pendidikan di
sekolah belum berjalan secara maksimal :
1.Akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan
pendidikan kepada masyarakat masih sangat
rendah.
2.Penggunaan sumber daya yang tidak optimal dan
rendahnya anggaran pendidikan merupakan
kendala yang besar.
3.Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan
20
4.Sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang
terjadi di lingkungannya.
Beragamnya hambatan itu menjadikan
penyelsaian persoalan pendidikan tidak akan dapat
diselesaikan hanya oleh sekolah. Untuk
melaksanakan program-progamnya, sekolah perlu
mengundang berbagai pihak yaitu kelurga,
masyarakat, dan dunia usaha/ industri untuk
berpatisipasi secara aktif dalam berbagai program
pendidikan. Partisipasi ini perlu dikelola dan
dikoordinasikan dengan baik, terutama dalam
peningkatan mutu pendidikan lewat suatu wadah
yaitu Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten/ Kota
dan Komite Sekolah di setiap satuan pendidikan.
(Depdiknas, 2001).
Manajemen hubungan sekolah dengan
masyarakat termasuk salah satu substansi
manajemen pendidikan yang sangat krusial. Posisi
krusialnya terletak pada keharusan menyatuhnya
kembali berbagai kelembagaan pendidikan, yaitu
kelembagaan pendidikan keluarga kelembagaan
pendidikan sekolah dan kelembagaan pendidikan
masyarakat. Dalam perspektif ilmu pendidikan,
kelembagaan pendidikan tersebut berhimpit dengan
21
memberdayakan dan meningkatkan peran
masyarakat, sekolah harus dapat membina kerja
sama dengan orang tua dan masyarakat,
menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan
bagi peserta didik dan warga sekolah. Seiring
dengan makin kukuhnya pendidikan sekolah,
pengembangan hubungan sekolah dengan
masyarakat haruslah dilakukan oleh sekolah agar
makin banyak multi stake holders yang dapat dilayani dan dapat diresap aspirasinya. Kepuasan
multi stake holders dan curtomer pendidikan, untuk era sekarang dan kedepan, dipandang urgen paling tidak dari perspektif Total Quality Management (TQM) yang kini juga sudah merambah ke dunia
pendidikan.
Sebagai lembaga yang menjadi pertemuan
antar kultur peserta didik, tenaga pendidikan dan
tenaga kependidikan. Sekolah juga diharapkan
mampu melakukan hubungan multi kultural
dengan masyarakat yang juga multi kultur. Agar
partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan,
selayaknya lembaga pendidikan melakukan
hubungan-hubungan sosial. Hubungan sosial ini
harus dibangun, lebih baik dengan tokoh-tokoh
22
pada posisi grass root. Lazimnya ketika dengan elit atau tokoh masyarakat sudah dapat dibangun
hubungan denga grass root-nya akan menjadi lancar. Komite sekolah sebagai pendukung
(supporting) baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan, minimal dalam
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu, dalam bentuk kegiatan-kegiatan
sebagai berikut : (a) mengadakan pertemuan secara
berkala dengan stakeholder dilingkungan sekolah; (b) mendorong peran serta masyarakat dan dan
dunia usaha/industri untuk mendukung
penyelenggaraan pembelajaran yang bermutu; (c)
memotivasi masyarakat yang kalangan menengah
ke atas untuk meningkatkan komitmennya bagi
upaya peningkatan mutu pembelajaran disekolah;
(d) mendorong orang tua dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan seperti: (1)
mendorong peran serta masyarakat dan dunia
usaha dalam penyediaan sarana dan prasarana
serta biaya pendidikan untuk masyarakat tidak
mampu; (2) ikut memotivasi masyarakat untuk
23
Komite sekolah dibentuk sebagai pengganti
Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
Penggantian nama BP3 menjadi komite sekolah
didasarkan atas perlunya keterlibatan masyarakat
secara penuh dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Keberadaan dewan pendidikan dan
komite sekolah ini telah mengacu kepada Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah. Komite sekolah adalah badan yang
mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Salah satu tujuan
pembentukan komite sekolah adalah meningkatkan
tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Hal ini berarti peran serta masyarakat sangat
dibutuhkan dalam meningkatkan layanan
pendidikan, bukan hanya sekadar memberikan
bantuan berwujud material saja, namun juga
diperlukan bantuan yang berupa pemikiran, ide,dan
gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan sekolah.
Komite sekolah mempunyai peran yang sangat
strategis, karena komite sekolah berperan sebagai
24
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan, badan
pendukung (supporting agency) baik yang berwujud
finansial, pemikiran maupun tenaga dalam
penyelesaiaan pendidikan di satuan pendidikan,
badan pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelengaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan serta
mediator antara pemerintah (executive) dengan masyarakat di lingkungan satuan pendidikan (SK
Mendiknas Nomor044/U/2002 tanggal 2 April 2002
tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah). (Depdiknas, 2002).
Pengefektifan komite sekolah juga merupakan
bagian dari konsep Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), yang akan memberikan jaminan pelibatan
stakeholders pendidikan dalam mendukung proses pendidikan secara lebih luas. MBS merupakan pola
manajemen baru yang bertujuan untuk
memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan yang lebih besar kepada sekolah
(pengelola sekolah) untuk mengelola sekolah
tersebut dalam rangka untuk meningkatkan mutu
sekolahnya. Salah satu indikator keberhasilan
25
diidentifikasi: (1) adanya peningkatan otonomi atau
kemandirian sekolah dalam mengelola sekolahnya;
(2) adanya perubahan dalam sistem pengambilan
keputusan ke arah pengambilan keputusan secara
partisipatif, yang melibatkan semua komponen
sekolah; (3) adanya peningkatan peran serta
orangtua siswa dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan; dan (4) adanya upaya
dalam perbaikan praktik pembelajaran, menuju
pembelajaran yang efektif dalam rangka untuk
meningkatkan mutu sekolah. Komite sekolah
diharapkan menjadi mitra satuan pendidikan yang
dapat menyalurkan aspirasi serta prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan.
Keberhasilan suatu sekolah tidak hanya dilihat
dari kegiatan belajar mengajar saja yang
merupakan keterpaduan dari komponen
pendidikan, seperti kurikulum, tenaga, sarana dan
prasarana. Keberhasilan suatu sekolah juga harus
dilihat dari besarnya peran masyarakat dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan di
sekolah. Peran yang dimaksud meliputi peran
dalam bidang perencanaan, pengawasan, dan
26
dilakukan masyarakat melalui dewan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah.
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:199)
berpendapat bahwa sumbangan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan tidak hanya
berbentuk materi tetapi tenaga dan pemikiran.
Sejalan dengan pendapat tersebut, pada era
otonomi daerah, sekolah lebih bergerak secara
mandiri dalam meningkatkan kinerja manajemen
penyelenggaraan pendidikan.
2.4
Partisipasi Masyarakat
Davis (dalam Mulyasa, 2003) memberikan definisi
peran serta sebagai, “mental and emotional development of a person in a group situasional which encourage him to contribute to the goal of the group and share responsibility of them”. Hal ini berarti, peran serta tidak sekedar menjalankan suatu
kegiatan semata, tetapi juga melibatkan mental dan
emosional dalam keterlibatan diri. Seseorang yang
memiliki motivasi dari dalam akan berusaha
mengembangkan rasa kreativitas dan inisiatifnya ke
arah tercapainya suatu tujuan. Adanya peran serta
dapat mendorong seseorang lebih bertanggung
27
dalam suatu kelompok daripada tanggung jawab
mekanis semata.
UU Sisdiknas mengatur juga mengenai peran
serta mayarakat dalam pendidikan. Beberapa pasal
dan ayat UU Sisdiknas dengan tegas menyatakan
peran serta masyarakat dalam pendidikan, yaitu:
masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan
nonformal, sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan social dan budaya untuk kepentingan
masyarakat (pasal 55 ayat 1); penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan
dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi
pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya
sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal
55 ayat 2); masyarakat berperan dalam peningkatan
mutu pelayanan pendidikan meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah/Madrasah (pasal 56 ayat 1) Dewan
Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
28
tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota yang
tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat
2) (Depdiknas, 2005).
Namun pemahaman masyarakat dalam
berpartisipasi pada penyelenggaraan pendidikan
ketika MBS dilaksanakan, sebagian menyentuh
aspek fisik atau gedung dan peralatan lain saja.
Wujudnya dalam bentuk sumbangan BP3 dan
bantuan lain berupa material. Kesadaran dan
partisipasi untuk membantu siswa belajar dan
terlibat dalam menyusun rencana sekolah,
penyelenggaraan pendidikan dan proses belajar
belum optimal dilaksanakan (Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010).
Dalam buku Era Mutu SMP (2010) tergambarkan
bahwa belum optimalnya partisipasi masyarakat
disebabkan tidak dipahaminya konsep dan tujuan
kebijakan MBS oleh masyarakat, kurangnya
informasi mengenai kebijakan MBS, tidak adanya
waktu dari masyarakat selaku partisipasi dan
karena rendahnya pendidikan masyarakat. Selain
itu, jaringan kerjasama yang dilakukan sekolah
masih terbatas hanya dengan orangtua siswa dan
29
daerah dan banyak yang belum melakukan
kerjasama dengan pihak swasta.
2.5
Komite Sekolah
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang
mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik
pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan
sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah
(kepmendiknas : 2002)
Komite sekolah merupakan pengganti Badan
Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Secara
substansial kedua organisasi tersebut tidak memiliki
perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada
pengoptimalan peran serta masyarakat dalam
mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan di
sekolah yang bersangkutan.
Komite sekolah dibentuk dengan tujuan berikut:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta
prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program pendidikan di
30
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan,
akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu di satuan pendidikan (kepmendiknas,
2002).
Sebagai organisasi di sekolah, Komite Sekolah
memiliki sejumlah fungsi, yaitu:
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat
(perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide,
tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.
Berkaitan dengan fungsi-fungsi terebut, komite
sekolah memiliki peran besar dalam menentukan
kemajuan pelayanan pendidikan di sekolah. Adapun
31
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam
penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan
di satuan pendidikan.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang
berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga
dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan
(kepmendiknas, 2002).
Mutu dalam konteks "hasil" pendidikan
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah
pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang
dicapai atau hasil pendidikan (student achievement)
dapat berupa hasil tes kemampuan akademis. Selain
itu, dapat pula berupa prestasi di bidang
nonakadeik, seperti olah raga, seni atau
keterampilan tertentu (komputer, beragam jenis
teknik, jasa). Bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti
32
peningkatan mutu sekolah itulah komite sekolah
memiliki peran besar.
Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah
merupakan satu bentuk desentralisasi yang
berlangsung sampai ke ujung tombak pendidikan di
lapangan. Jika kantor cabang dinas pendidikan
kecamatan dan dinas pendidikan kabupaten/ kota
lebih memiliki kinerja sebagai fasilitator dalam
proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan
penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran
nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan. Hal ini disebabkan karena proses
interaksi edukatif di sekolah merupakan inti dari
proses pendidikan yang sebenarnya. Oleh karena
itu, bentuk desentralisasi pendidikan yang paling
mendasar adalah yang dilaksanakan oleh sekolah
dengan menggunakan Komite Sekolah sebagai
wadah pemberdayaan peran serta masyarakat
(Kusdaryani dkk, 2008).
Ketentuan tentang Komite Sekolah tertuang
dalam UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004.
Kelahiran dari Komite Sekolah juga didukung dari
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
33
tertuang dalam Keputusan Mendiknas Nomor
044/U/2002 tanggal 2 April tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Seiring dengan
perkembangannya, keberadaan Komite Sekolah
diperkuat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Depdiknas, 2005).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 56 ayat 3
menyatakan bahwa Komite Sekolah/Madrasah
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, saran dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dengan
kata lain, Komite Sekolah adalah lembaga mandiri
yang beranggotakan orang tua atau wali peserta
didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat
yang peduli pendidikan sesuai dengan PP No. 19,
tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
oleh satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Esensi dari partisipasi Komite Sekolah adalah
peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan
34
pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas
individu dan masyarakat. Hal tersebut dapat
memperluas kapasitas manusia untuk
meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen
pemberdayaan masyarakat (Ariyati, 2011). Maka
sekolah sebagai suatu organisasi untuk mengukur
keberhasilan dilihat dari kinerja proses (mutu
proses) dan kinerja output (mutu lulusan).
Komponen yang digunakan sebagai indikator untuk
mengukur keberhasilan sekolah terdiri atas:
ketercapaian tujuan sekolah, organisasi dan
manajemen sekolah, tenaga kependidikan, kegiatan
belajar-mengajar, lingkungan sekolah,
pengembangan sarana dan prasarana pendidikan,
kesiswaan, dan hubungan sekolah dengan
masyarakat (Depdikbud, 1997). Untuk
penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan
melalui perwakilan fungsi stakeholder dengan jalan membentuk Dewan Pendidikan di tingkat
Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah di tingkat
satuan pendidikan sesuai dengan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002.
Latar belakang adanya Komite Sekolah tidak
dapat dipisahkan dengan keberadaan organisasi
35
(POMG) dan Badan Pembantu Penyelenggaraan
Pendidikan (BP3). Dalam proses pembahasan nama
tersebut, disepakati bahwa nama Komite Sekolah
adalah nama generik dimana merupakan nama
substansi yang disepakati bersama pada saat proses
pembentukannya secara transparan, demokratis,
dan akuntabel (Kementerian pendidikan dan
kebudayaan, 2012).
Komite Sekolah adalah suatu pengaturan atau
pemanfaataan potensi yang ada pada badan mandiri
yang mewadahi kinerja serta masyarakat dalam
rangka peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan.
Hal ini sejalan dengan Sagala (2008) dalam Ariyati
(2011) yang menyatakan bahwa peran serta
masyarakat yang mendukung manajemen sekolah
adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari agar peran
serta masyarakat menjadi sebuah sistem yang
terorganisasi.
Sesuai Kepmendiknas Nomor 044/U/2002,
Komite sekolah dibentuk dengan tujuan (a)
mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa
masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan
36
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan; (c) menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan
(Pantjastuti, 2008). Adapun fungsi Komite Sekolah
adalah untuk (a) mendorong tumbuhnya perhatian
dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; (b)
melakukan kerjasama dengan masyarakat dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
yang bermutu; (c) menampung dan menganalisis
aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; (d)
memberikan masukan, pertimbangan, dan
rekomendasi pada satuan pendidikan mengenai
kebijakan dan program pendidikan, rencana
anggaran dan belanja sekolah, kriteria peran satuan
pendidikan, kriteria tenaga pendidikan, kriteria
fasilitas pendidikan dan hal-hal lain yang terkait
dengan pendidikan; (e) mendorong orang tua dan
masyarakat berpatisipasi dalam pendidikan guna
mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan; (f) melakukan evaluasi dan pengawasan
37
keluaran pendidikan di satuan pendidikan
(Pantjastuti, 2008).
Dalam era MBS menuntut adanya pembenahan
dalam pengelolaan pendidikan selaras dengan
tuntutan perubahan yang dilandasi oleh adanya
kesepakatan, komitmen, kesiapan membangun
budaya baru dan profesionalisme dalam
mewujudkan masyarakat sekolah yang memiliki
loyalitas terhadap peningkatan mutu sekolah. Oleh
karena itu, keanggotaan Komite Sekolah melibatkan
dua unsur, yakni unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat, unsur dewan guru, yayasan/lembaga
penyelenggara pendidikan serta Badan
Pertimbangan Desa.
Anggota Komite Sekolah dari unsur
masyarakat dapat berasal dari komponen-komponen
sebagai berikut: (a) perwakilan orangtua/wali
peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih
secara demokratis; (b) tokoh masyarakat (ketua
RT/RW/RK, kepala dusun, ulama, budayawan,
pemuka adat); (c) anggota masyarakat yang
mempunyai perhatian atau dijadikan figur dan
mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu
pendidikan; (d) pejabat pemerintah setempat (Kepala
38
dan instansi lain); (e) Dunia usaha/industri
(pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); (f)
pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada
peningkatan mutu pendidikan; (g) perwakilan forum
alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa dan
mandiri. Sedangkan anggota Komite Sekolah yang
berasal dari unsur dewan guru, yayasan/lembaga
penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan
Desa sebanyak- banyaknya berjumlah tiga orang.
Secara keseluruhan, jumlah anggota Komite Sekolah
sekurang-kurangnya sembilan orang dan jumlahnya
harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban,
serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan
di dalam AD/ART (Sutikno, 2004).
2.6
Kinerja Komite Sekolah
Komite Sekolah dibentuk dengan maksud agar
ada suatu organisasi masyarakat sekolah yang
konsen, komit, dan mempunyai loyalitas serta
peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah.
Organisasi yang dibentuk ini dapat dikembangkan
secara khas dan berakar dari budaya, demografis,
ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang
dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh
39
manapun adanya harus merupakan pengembangan
kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Hal
ini mengandung pengertian bahwa Komite Sekolah
harus mengembangkan konsep yang berorientasi
pada sifat khas sekolah, yang difokuskan pada
peningkatanmutu pelayanan pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah
sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah
adalah:
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program
pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi
transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan
pendidikan
Kinerja Komite Sekolah sebagai suatu wadah
masyarakat dalam berpartisipasi terhadap
peningkatan mutu pelayanan dan hasil pendidikan
40
supporting agency, controlling agency dan mediator
agency antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan. Sedangkan
fungsinya adalah mendorong tumbuhnya perhatian
dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,
melakukan kerja sama dengan masyarakat dan
pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu, menampung dan
menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat, memberikan masukan, pertimbangan,
dan rekomendasi kepada satuan pendidikan,
mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi
dalam pendidikan guna mendukung peningkatan
mutu dan pemerataan pendidikan, menggalang
dana masyarakat serta melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
Sebagai realisasi dari kinerja peran Komite
Sekolah serta manifestasi dari sistem pendidikan
yang demokratis, maka Komite Sekolah melakukan
akuntabilitas publik secara periodik kepada
41
keberhasilan serta kelebihan sekolah, baik dalam
proses pembelajaran maupun dalam sarana
prasarana pendidikan dapat diketahui dan
dinikmati bersama. Hal ini berakibat mereka
sebagai pengguna/pelanggan (customer) jasa
pendidikan maupun partner akan merasa puas
terhadap pelayanan (service) sekolah tersebut.
Sebaliknya, apabila diketahui bahwa sekolah terkait
mengalami kemunduran, kegagalan serta
kekurangan maka dengan serta-merta Komite
Sekolah beserta stakeholder akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari solusi
bersama demi kesuksesan dan peningkatan mutu
sekolah tersebut (Misbah:2009).
2.7
Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang Komite Sekolah telah
banyak dilakukan. Hal ini terbukti dari banyak dan
bergamnya karya ilmiah tentang komite sekolah,
baik yang berupa artikel maupun laporan hasil
penelitian. Di antaranya sebagai berikut:
1.Armansyah ( 2009), Peranan dan Pemberdayaan
Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan
Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai. Tesis.
42
keberadaan Komite Sekolah dalam
Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota
Binjai telah melaksanakan perannya
sebagaimana yang diharapkan dalam hal dana
komite sekolah berhasil mendapatkan dana dari
masyarakat sekitar yang peduli akan pendidikan,
sedangkan pada perannya sebagai mediator dan
pendukung belum sepenuhnya terlaksana.
Namun dalam hal pemberdayaan yang dilakukan
oleh komite sekolah juga belum sepenuhnya
terlaksana hal ini dikarenakan pemberdayaan
yang dialaksanakan oleh Dinas Pendidikan kota
Binjai maupun pihak sekolah masih sebatas
pemahaman tentang komite sekolah
2. Rahmawati, (2008.) Pemberdayaan Komite
Sekolah di Sekolah Unggulan Kota Yogyakarta.
Ilmu Pendidikan/Administrasi Pendidikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan
program kerja komite sekolah di SMA Unggulan
Kota Yogyakarta telah berjalan secara efektif. Hal
ini ditandai dengan adanya pemahaman
pengurus komite sekolah dan kepala sekolah
terhadap tugas dan peran komite sekolah dan
peran serta aktif komite sekolah dalam
43
pendukung pelaksanaan program komite sekolah
di SMA Unggulan Kota Yogyakarta meliputi:
adanya komitmen yang tinggi dari komite sekolah
untuk membantu sekolah; dukungan dana, ide,
tenaga dan fasilitas yang memadai; terjalinnya
komunikasi yang baik; koordinasi yang baik; latar
belakang pendidikan anggota komite sekolah; dan
kepala sekolah yang selalu proaktif. Faktor
penghambat pelaksanaan program komite
sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta adalah
faktor kesibukkan pengurus komite sekolah dan
jadwal/waktu pertemuan yang terbatas. (2)
Pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan
Kota Yogyakarta dilakukan dengan berbagai
upaya komunikasi intensif dan terbuka antara
pihak sekolah dengan komite sekolah, dan
pelibatan komite sekolah dalam penyelenggaraan
program kerja sekolah yang bersifat strategis.
Secara umum kinerja komite sekolah berdampak
positif terhadap terhadap mutu pendidikan di
SMA Unggulan Kota Yogyakarta. Hal ini ditandai
dengan adanya dukungan materiil maupun
nonmateriil dalam berbagai program peningkatan
44
3.Penelitian Gelgel,( 2005) meneliti berjudul “evaluasi kinerja komite sekolah jenjang sekolah menengah pertama (smp) di kabupaten
buleleng tahun 2005”. Berdasarkan penelitian
diperoleh hasil sebagai berikut. Terdapat variansi
kinerja Komite Sekolah yang mencolok antara
satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sebagian
besar sekolah kinerjanya tidak berhasil dan
kurang berhasil, sebagian lainnya sudah berhasil
dan sangat berhasil. Terdapat kesenjangan atau
perbedaan dalam penilaian kinerja Komite
Sekolah antara Kepala Sekolah dan Pengurus
Komite Sekolah. Rerata indeks kinerja Komite
Sekolah, yang juga menggambarkan Kinerja
Komite Sekolah tingkat kabupaten Buleleng dari
aspek kegiatan operasioanl menurut Kepala
Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah
sama-sama menilai kurang berhasil. Sedangkan, dari
aspek SDM dan fasilitas organisai menurut
penilaian Kepala Sekolah masih kurang berhasil,
sedangkan menurut penilaian Komite Sekolah
berhasil. Sehubungan dengan hasil penelitian ini,
dapat diajukan saran penting dilakukan
pembinaan terhadap Komite Sekolah agar kinerja
45
dapat dilakukan oleh jajaran Dinas Pendidikan
Nasional, Dewan Pendidikan, maupun LSM
bidang pendidikan. Untuk meningkatkan kinerja
Komite Sekolah, penguatan kelembagaan Komite
Sekolah melalui reorganisai dan pengadaan
fasilitas organisai patut dipertimbangkan untuk
dilaksanakan.
2.8
Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir yang mendasari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
Berdasarkan kerangka berfikir di atas peneliti
bermaksud mendeskripsikan kinerja Komite Sekolah Kinerja Komite Sekolah
Badan pertimbangan
(advisor)
Badan Pendukung
Badan pengontrol
Meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan sekolah
Komite Sekolah sebagai organisasi
46
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program-program sekolah. Upaya yang dilakukan
oleh Komite dan pihak Sekolah bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan
sekolah. Unsur pokok lembaga non-struktural yang
disebut komite sekolah sekolah yang anggotanya
terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator,
orang tua, anggota masyarakat dan murid. Dalam
penelitian ini difokuskan pada kinerja komite
sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan
program dan evaluasi program yang diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan dan mutu