• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan PRAKTIKUM 1 Ikan Terbang dan Tal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan PRAKTIKUM 1 Ikan Terbang dan Tal"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN

ANALISIS ASPEK BIOLOGI (PERTUMBUHAN,

REPRODUKSI, DAN KEBIASAAN MAKAN) IKAN TERBANG

(

Hirundichthys oxycephalus

) DAN TALANG – TALANG

(

Chorinemus

tala

)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum mata kuliah Biologi Perikanan semester genap

Disusun oleh :

VIDYA YUSTINDRIARINI 230110140022

RIZKY ADIKUSUMA 230110140058

TANTI YUNITA LEMANSARI 230110140059

Perikanan A / 10

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, kepada kita semua, salawat serta salam semoga terlimpah curah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Berkat Rahmat-Nya, laporan praktikum ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan Praktikum ini adalah tugas dari mata kuliah Biologi Perikanan yang disusun untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Biologi Perikanan prodi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, yang berjudul “Analisis Aspek Biologi (Pertumbuhan, Reproduksi, dan Kebiasaan Makan) Ikan Terbang (Hirundichthys oxycephalus) dan Talang – Talang (Chorinemus tala)

Dalam pembuatan laporan ini penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih diantaranya, kepada Dosen Biologi Perikanan, asisten dosen serta semua rekan dan keluarga yang telah mendukung baik secara moril maupu materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Akhirnya kami berharap semoga apa yang ada dalam laporan ini dapat bermanfaat, untuk kami khususnya, dan untuk pembaca pada umumnya. Amin.

Jatinangor, Maret 2016

Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Maksud dan Tujuan 2

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Terbang 3

2.1.1 Morfologi Ikan Terbang 3

2.1.2 Klasifikasi Ikan Terbang 4

2.2 Hubungan Panjang Berat 4

2.3 Perbandingan Jenis Kelamin (Sex ratio) 6

2.4 Tingkat Kematangan Gonad 8

2.5 Indeks Kematangan Gonad 9

2.6 Hepatosomatik Indeks 10

2.7 Fekunditas 11

2.8 Posisi Inti Telur 12

2.9 Kebiasaan Makan 12

III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat 14

3.2 Alat dan Bahan 14

3.2.1 Alat 14

3.2.2 Bahan 14

3.3 Prosedur Kerja 14

3.3.1 Pengukuran Panjang dan Berat 15

3.3.2 Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad 15

3.3.3 Pengamatan IKG 15

3.3.4 Pengamatan Food and Feeding Habits 15

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengukuran

16

4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan Ratio Kelamin Kelompok 16 4.1.2 Hasil Pengamatan Reproduksi Kelompok 16 4.1.3 Hasil Pengamatan Food and Feeding Habit Kelompok 17 4.1.4 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Angkatan 17 4.1.5 Hasil Regresi Pertumbuhan Angkatan 27

4.1.6 Hasil Pengamatan Reproduksi Angkatan 33 4.1.7 Hasil Pengamatan Food and Feeding Habit 38

(5)
(6)

4.2 Pembahasan 43 4.2.1 Pembahasan Pertumbuhan dan Ratio 43

4.2.2 Pembahasan Reproduksi 44

4.2.3 Pembahasan Food and Feeding Habit 46

V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan 49

5.2 Saran

50

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

1. Data Pertumbuhan dan Ratio Kelamin………16 2. Data Reproduksi Ikan Terbang Jantan………....16 3. Data Pengamatan food and feeding habit Ikan Terbang

Jantan………. 17 4. Data Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin

Ikan Terbang Jantan Angkatan 17

5. Data Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin

Ikan Talang – Talang Angkatan 21

6. Distribusi Frekuesi Ikan Terbang Jantan 23 7. Distribusi Frekuesi Ikan Terbang Betina 24 8. Distribusi Frekuesi Ikan Talang - Talang Jantan 25 9. Distribusi Frekuesi Ikan Talang - Talang Betina 26 10. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Terbang Jantan 27

Angkatan

11. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Terbang Betina

Angkatan 29

12. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Talang - Talang Jantan

Angkatan 30

13. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Talang – Talang Betina

Angkatan 31

14. Data Reproduksi Ikan Terbang Jantan Angkatan 32 15. Data Reproduksi Ikan Terbang Betina Angkatan 33 16. Data Reproduksi Ikan Talang – Talang Jantan Angkatan 33 17. Data Reproduksi Ikan Talang – Talang Betina Angkatan 33 18. Data Reproduksi Ikan Terbang Betina 35 19. Data Reproduksi Ikan Talang Betina 36 20. Hasil Pengamatan Angkatan food feeding habit Ikan Terbang 38 21. Hasil Pengamatan Angkatan food feeding habit Ikan Talang 39 22. Indeks Propenderan Ikan Terbang 40

23. Indeks Propenderan Ikan Talang 41

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman

1. Ikan Terbang……….. 4

2. Grafik Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan……….. 5

3. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Terbang Jantan……… 23

4. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Terbang Betina………. 25 5. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Talang-Talang Jantan 26 6. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Talang-Talang Betina 27 7. Grafik TKG Ikan Terbang Jantan dan Betina 34 8. Grafik TKG Ikan Talang Jantan dan Betina 34 9. Grafik Ikan Terbang Jantan dan Betina 37 10. Grafik Ikan Talang Jantan dan Betina 37 11. Grafik Food and Feeding Ikan Terbang 41 12. Grafik Food and Feeding Ikan Talang 42

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Halaman

1. Alat dan Bahan Praktikum 50

2. Kegiatan Praktikum 51

3. Prosedur 52

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin (laut). Tempat diambilnya ikan yaitu dari laut Cilautereun yang lokasinya berada di Garut Selatan. Dinamakan Cilautereun karena air laut di muara Cilautereun bergerak bukan menuju laut menuju ke daerah muara.

Ikan terbang sangat digemari di Jepang karena telurnya yang dapat dimakan sebagai hidangan sushi. Nama latin ikan terbang adalah Hirundichthys oxycephalus. Di Jepang, ikan terbang dikenal dengan nama Tobiuo. Di Majene (Sulawesi Barat), mereka dikenal dengan panggilan ikan tuing-tuing. Ada sekitar 52 spesies ikan terbang di dunia, beberapa di antaranya memiliki dua pasang sirip (satu pasang di sekitar dada dan satu pasang di sekitar perut) yang jika dikembangkan terlihat ikan terbang seperti memiliki empat sayap. Ikan terbang dengan dua pasang sayap ini disebut dengan istilah biplanes, sedangkan ikan terbang yang hanya memiliki satu pasang sayap disebut monoplanes.

Analisis biologi berdasarkan aspek pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makan ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) dan ikan talang – talang (Chorinemus tala) dilakukan agar dapat menentukan pertumbuhan maksimal ikan, kapan ikan akan matang gonad dan dapat juga menentukan jumlah populasi spesies tersebut di alam. Aspek aspek biologi seperti ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian terhadap satu spesies yang hampir punah atau untuk mencegah populasi spesies tersebut agar berkelanjutan kehidupannya.

Penentuan pertumbuhan dan perkembangan pada ikan sangat penting karena sekaligus juga dapat menentukan umur ikan juga tingkat kematangan gonad ikan. Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang

(11)

secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi yaitu ovarium dan pembuluhnya. Sifat seksual sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina. Apabila suatu spesies ikan mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina maka spesies ikan mempunyai seksual dimorphisme (memperhatikan benda-benda yang terdapat pada tubuh ikan, atau morfologi). Apabila yang menjadi tanda itu warna maka ikan itu mempunyai seksual dichromatisme (memperhatikan warna yang terdapat pada tubuh dan bagian-bagian tubuh ikan) pada ikan jantan biasanya warnanya agak lebih cerah dan menarik daripada ikan betina.

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Biologi Perikanan ini adalah : 1. Mengetahui pertumbuhan ikan baik panjang dan berat 2. Mengetahui hubungan panjang dan berat

3. Mengenali perbedaan jenis kelamin jantan dan betina pada ikan terbang (Hirundichthys oxycephalus) secara morfologi dan anatomi.

4. Mengetahui tingkat kematangan gonad

5. Mengetahui ciri – ciri khusus ikan yang akan memijah dan setelah memijah

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Terbang

2.1.1 Morfologi Ikan Terbang

Ikan terbang merupakan ikan pelagis kecil yang hidup pada kedalaman hingga 20 meter. Ikan ini tersebar di Samudera Hindia, Samudera Atlantik, dan Samudera Pasifik. Ikan terbang banyak tersebar di wilayah khatulistiwa dan berjumlah sedikit di bumi bagian utara dan selatan (Hutomo et al., 1985).

Ikan terbang memiliki bentuk tubuh yang bulat memanjang seperti cerutu. Tubuhnya agak mampat pada bagian samping. Ikan terbang memiliki warna yang gelap di bagian atasnya dan warna yang cerah di bagian bawahnya. Warna gelap berfungsi sebagai kamuflase untuk menghindari pemangsa dari udara seperti burung. Sedangkan warna cerah di bagian bawah berfungsi sebagai kamuflase dari ikan-ikan pemangsa. Ikan terbang memiliki rahang yang sama panjang. Ikan terbang memiliki 10-12 duri-duri lemah pada sirip dorsalnya, pada sirip anal berjumlah 11-12, dan pada sirip pectoral sebanyak 14-15 dengan sirip pertama tidak bercabang (Parin, 1999).

Ciri khas dari ikan terbang adalah sirip pectoral yang lebar dibandingkan ikan-ikan pada umumnya. Sirip pectoral yang lebar diadaptasikan untuk melayang diatas permukaan air. Ikan terbang memiliki garis lateral pada bagian bawah tubuhnya (Hutomo et al., 1985) . Ikan terbang biasanya melayang di atas permukaan air untuk menghindari mangsa. Ikan terbang dapat mencapai jarak 400 meter.

(13)

2.1.2 Klasifikasi Ikan Terbang

Klasifikasi dari ikan terbang menurut Parin (1999) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Kelas : Osteichtyes Ordo : Beloniformes Famili : Exocoetidae Genus : Hirudichthys

Spesies : Hirudichthys oxycephalus

(Bleeker 1852) Gambar 1. Ikan Terbang (Sumber : dokumentasi pribadi)

2.2 Hubungan Panjang Berat

Berat dapat dianggap sebagai fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti daripada hukum kubik, dimana berat merupakan hasil pangkat tiga dari panjang. Namun, hubungan panjang dan berat pada ikan tidaklah demikian karena bentuk dan ukuran dari tiap ikan berbeda-beda (Effendi 2002).

Ukuran ikan ditentukan berdasarkan panjang dan beratnya. Ikan yang berumur lebih tua biasanya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding dengan ikan yang lebih muda. Ikan betina biasanya lebih berat dari ikan jantan pada usia yang sama. Saat matang telur, ikan cenderung lebih gemuk dan berat. Setelah bertelur, ukuran ikan menyusut kembali seperti semula. Panjang dan berat ikan juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan pada lingkungan hidupnya (Poernomo 2002).

(14)

W = a Lb Dengan keterangan :

W : Berat total ikan (g) L : Panjang ikan (mm) a : Konstanta

b : Eksponen atau sudut tangensial

Hasil dari plot data panjang dan berat ikan dalam suatu gambar, maka akan didapatkan grafik hubungan sebagai berikut :

Gambar 2. Grafik Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan (Sumber : Effendi 1997)

Persamaan diatas dapat digambarkan dalam bentuk linier dengan logaritma menjadi log W = log a + b log L. Nilai a dan b harus ditentukan, sedangkan nilai W dan L dapat diketahui dengan cara pengukuran dari ikan yang diteliti. Rumus untuk mencari nilai a adalah sebagai berikut (Lagler 1961) :

loga=

logW ×

(logL)2−

log

¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

Sedangkan untuk mencari nilai b rumusnya adalah sebagai berikut :

b¿

logW−¿ ¿ ¿

(15)

Hubungan antara panjang dan berat dapat dilihat dengan nilai konstanta b (Effendi 1997). Dengan kemungkinan nilai b dapat sama dengan tiga, lebih dari tiga, atau kurang dari tiga. Jika nilai b sama dengan tiga, maka hubungan yang terbentuk adalah hubungan isometrik dimana pertumbuhan panjang dan berat seimbang. Jika konstanta b bernilai lebih dari tiga, maka hubungan yang terbentuk adalah alometrik positif dimana pertumbuhan berat lebih besar dari pertumbuhan panjang. Jika konstanta b bernilai kurang dari tiga, maka hubungan yang terbentuk adalah alometrik negatif dimana pertumbuhan berat lebih kecil dari pertumbuhan panjang.

2.3 Perbandingan Jenis Kelamin (Sex Ratio)

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan seimbang yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Tetapi, perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002).

(16)

Penentuan jenis kelamin ikan menjadi sangat penting dalam kegiatan budidaya. Beberapa ikan mempunyai sifat hermaprodit, individu ikan akan berubah jenis kelaminya pada saat ikan mencapai bobot tertentu. Kondisi ini yang seringkali menyulitkan penetuan secara visual. Secara umum untuk membedakan ikan jantan atau betina dapat dilakukan dengan melakukan pemijatan pada bagian perut ikan (stripping) atau kanulasi (Permana 2007). Seksualitas ikan dapat ditentukan dengan mengamati ciri-ciri seksual sekunder dan seksual primer. Pengamatan seksual primer harus dengan pembedahan perut ikan. Sedangkan pengamatan seksual sekunder dengan memperhatikan ciri-ciri morfologi yaitu bentuk tubuh. Organ pelengkap dan warna (Andea 2005 dalam Putra 2012).

(17)

membedakan ikan jantan atau betina pada ikan nilem dapat dilakukan dengan melakukan pemijatan pada bagian perut ikan (stripping atau kanulasi) (Permana 2007).

Sifat seksual primer pada ikan berkaitan dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Sedangkan sifat seksual sekunder ialah tanda–tanda yang nampak dari luar dan dapat dipakai untuk membedakan antara jantan dan betina. Apabila pada suatu spesies ikan mempunyai morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan antara jantan dan betina, maka spesies tersebut mempunyai seksual dimorfisme (Effendi 2002).

2.4 Tingkat Kematangan Gonad

Organ reproduksi ikan memiliki proses perkembangan sesuai umur yang disebut dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Tingkat Kematangan Gonad yaitu tahapan perkembangan gonad sebelum hingga setelah memijah (Effendie 1979). Pengetahuan kematangan gonad ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang sudah matang gonad dengan ikan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan, ukuran atau umur ikan saat pertama kali matang gonad, mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan, dan frekuensi pemijahan dalam kurun waktu satu tahun (Effendie 1997).

Salah satu cara untuk mengukur Tingkat Kematangan Gonad yaitu dengan mengukur perbandingan panjang gonad dengan rongga tubuh. Selain itu dapat pula dilakukan dengan mengamati warna gonad, pembuluh darah, dan jumlah telur yang ada dalam gonad (Effendie 1979). Ada dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan mencapai kematangan gonad yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi yaitu jenis ikan, umur, ukuran, dan sifat fisiologis masing-masing ikan. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi yaitu ketersediaan makanan (Lagler et al., 1997). Proses perkembangan telur dan sperma serta pengeluarannya memerlukan energi ekstra serta kondisi yang baik (Royce 1972).

(18)

1. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung, testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.

2. Dara Berkembang. Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.

3. Perkembangan I. Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat seperti serbuk putih. 4. Perkembangan II. Testis berwarna putih kemerah-merahan, tidak ada

sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur dapat dibedakan dengan jelas, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisis kira-kira dua pertiga ruang bawah.

5. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa dari telur ini jernih dan masak.

6. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut. Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal dalam ovarium.

7. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali, tidak ada telur yang bulat telur.

8. Salin. Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.

9. Pulih Salin. Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu merah

2.5 Indeks Kematangan Gonad

(19)

akan memijah, lalu berangsur-angsur menurun setelah memijah. Perbandingan nilai IKG betina lebih besar daripada jantan (Effendie 1997).

Rumus untuk menghitung IKG adalah sebagai berikut :

IKG=Bw ×Bg 100 %

Dengan keterangan :

IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) Bg = Berat Gonad (gram)

Bw = Berat Tubuh (gram)

2.6 HSI (Hepatosomatik Indeks)

Hepatosomatik Indeks (HSI) merupakan indeks yang menunjukan perbandingan berat tubuh dan berat hati dan dinyatakan dalam persen (Effendi 1997). Hepatosomatik indeks pada saat perkembangan kematangan gonad menjadi salah satu aspek penting, karena menggambarkan cadangan energin yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami perkembangan kematangan gonad. Dalam proses maturasi hepatosomatik indeks akan menurun berbanding terbalik dengan indeks gonadosomatik.

(20)

2.7 Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang telah matang sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah (Effendie 1979). Spesies ikan yang memiliki fekunditas tinggi biasanya melakukan pemijahan pada daerah permukaan. Sedangkan ikan yang memiliki fekunditas rendah akan melindungi telurnya dengan tanaman atau substrat lainnya. Lingkungan mempengaruhi fekunditas telur ikan (Nikolski 1963). Selain kondisi lingkungan, makanan juga mempengaruhi fekunditas (Wotton 1979 dalam Susilawati 2000). Meningkatnya ukuran tubuh ikan seiring dengan fekunditas, lalu akan menurun (Suwarni 1998).

Metode perhitungan fekunditas dapat dilakukan dengan cara berikut :

a. Mengitung langsung satu persatu telur ikan

b. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur yang dirumuskan sebagai berikut :

X : x = V : v Atau

F=Vv × x

Dengan keterangan :

X/F = Jumlah telur yang akan dicari x = Jumlah telur dari sebagian gonad V = Volume seluruh gonad

v = Volume sebagian gonad contoh

c. Metode gravimetrik

Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air. Selajutnya telur diambil sebagian kecil diukur beratnya dan jumlah telur dihitung. Dengan bantuan rumus berikut ini :

F=Gg ×n

Keterangan:

(21)

g = bobot sebagian gonad n = jumlah telur dari gonad

2.8 Posisi Inti Telur

Pergerakan inti telur terbagi kedalam tiga fase, yakni fase vitelogenik, kemudian fase awal matang, dan fase matang. Fase vitelogenik dicirikan dengan inti telur di tepi, fase awal matang dicirikan dengan inti telur berada di tengah, dan fase matang dicirikan dengan inti telur yang telah melebur atau mengalami GVBD (Germinal Visicle Break Down) yang dipengaruhi oleh proses steroidogenesis. Pergerakan inti telur akan berdampak positif terhadap tingkat pembuahan dalam proses pemijahan. Posisi inti yang melakukan peleburan dan berada di bawah mikrofil menyebabkan sperma mudah melakukan proses pembuahan.

Diameter telur diukur di bawah mikroskop binokuler dengan bantuan mikrometer okuler yang telah ditera sebelumnya. Pengukuran dilakukan pada telur yang telah berada pada tingkat kematangan gonad III dan IV. Perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad (Effendie 1997).Selanjutnya diameter telur dianalisis dalam bentuk histogram.

Diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Rodriquez etal. 1995):

Ds=D × d

Dengan Keterangan:

Ds = diameter telur sebenarnya (mm), D = diameter telur secara horizontal (mm), d = diameter telur secara vertikal (mm).

2.9 Kebiasaan Makan

(22)

makanan tersebut bertambah (Effendie 1979). Kebiasaan makanan ikan-ikan dapat berbeda sesuai perubahan waktu meskipun penangkapannya dilakukan pada tempat yang sama (Lagler 1966).

Berdasarkan sumber makanannya ikan dapat diklasifikan sebagai berikut : a. Herbivora

Ikan ini tidak memiliki gigi dan mempunyai tapis insang yang lembut dapat menyaring plankton dari air. Ikan ini tak mempunyai lambung sejati, tetapi terdapat bagian usus yang mempunyai jaringan otot kuat, mengekskresi asam, mudah mengembang, terdapat di bagian muka alat pencerna makananya. Ususnya panjang berliku-liku dindingnya tipis.

b. Karnivora

Ikan ini memiliki gigi untuk menyergap, menahan, dan merobek mangsa dan jari-jari tapis insangnya menyesuaikan untuk penahan, memegang, memarut, dan menggilas mangsa. Memiliki lambung sejati, palsu dan usus pendek, tebal dan elastis.

c. Omnivora

(23)

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum biologi perikanan mengenai Analisis Aspek Biologi pada Ikan Terbang dan Talang – Talang ini dilaksanakan pada Selasa, 22 Maret 2016 yang bertempat di laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Timbangan, untuk mengukur berat ikan, gonad, hati dan isi usus ikan

2. Pinset, untuk membantu proses pembedahan dan pengambilan organ dari perut

3. Pisau, untuk melakukan pembedahan 4. Gunting, untuk melakukan pembedahan

5. Cawan petri, untuk menyimpan gonad, hati dan isi usus 6. Mikroskop, untuk melihat telur ataupun melihat isi usus 7. Penggaris, untuk mengukur panjang ikan

8. Sonde, untuk mematikan ikan

9. Cover Glass, untuk meletakkan suatu objek yang akan diamati dengan mikroskop

3.2.2 Bahan 1. Ikan uji 2. Larutan serra

(24)

3.3 Prosedur Kerja

Ikan yang diteliti berjenis kelamin jantan, sehingga tidak dilakukan fekunditas, diameter telur dan posisi telur. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengukuran panjang dan berat, pengukuran tingkat kematangan gonad, pengukuran indeks kematangan gonad, dan food and feeding habits.

3.3.1 Pengukuran Panjang dan Berat

1. Ikan dimatikan dengan ditusuk bagian kepalanya 2. Ikan diukur dan ditimbang

3. Hasil pengukuran dicatat

3.3.2 Pengamatan Tingkat Kematangan Gonad

1. Ikan dibedah menggunakan gunting 2. Gonad ikan diamati

3. Gonad diamati dengan metode Kesteven 3.3.3 Pengamatan Indeks Kematangan Gonad

1. Gonad ditimbang

2. Indeks Kematangan Gonad dihitung dengan rumus yang sudah dijelaskan 3.3.4 Pengamatan Food and Feeding Habits

1. Usus ikan diambil 2. Isi usus ikan dikeluarkan

3. Isi usus ikan dilarutkan dengan akuades

(25)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengukuran

4.1.1 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Kelompok

Kelompok : 10

Hari/ Tanggal : Selasa, 22 Maret 2016

Spesies Ikan : Ikan Terbang

Asal Ikan : Cilautereun

Berdasarkan hasil pengamatan aspek biologi analisa pertumbuhan ikan terbang jantan diketahui :

Tabel 1. Data Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Ikan Terbang Jantan

4.1.2 Hasil Pengamatan Reproduksi Kelompok

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai analisa reproduksi ikan terbang jantan, didapatkan hasil :

Tabel 2. Data Pengamatan Reproduksi Ikan Terbang Jantan

TKG BG PG IKG

Pertumbuhan Kelamin

Panjang (mm)

Berat (gr) Jantan Betina

SL FL TL

(26)

(gr) (mm) (%)

Perkembangan II 2 9 1.6

Perhitungan :

1. Perhitungan IKG

IKG=BgBt ×100 %

IKG=1282 ×100 %

IKG=1.6 %

4.1.3 Hasil Pengamatan Food and Feeding Habits Kelompok

Berdasarkan hasil pengamatan food and feeding habits ikan terbang jantan, didapatkan hasil :

Tabel 3. Data Pengamatan Food and Feeding Habits Ikan Terbang Jantan Fitoplankton Zooplankton Benthos Bag.

Hewan

Bag. Tumbuhan

Detritus Ikan

- - - - -

-4.1.4 Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Angkatan

Hari/ Tanggal : Selasa, 22 Maret 2016

(27)

Asal Ikan : Cilautereun

Jumlah Ikan : 60

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pertumbuhan ratio dan kelamin ikan terbang angkatan, diketahui :

Tabel 4. Data Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Ikan Terbang

Angkatan

Kel- Nama Praktikan

Pertumbuhan

Kelamin KelaminRasio Panjang (mm)

Berat

SL FL TL Jantan Betina

3A

Hilya Andiani

230 240 270 137.88

Freddy Aditya

Julian Alfath

6A

Fadhilah Rayafi

230 240 300 193.36

Mahesa Giyats

Reifolnanda

7A Fadilah Amelia 235 240 289 216.6

(28)

Deanta Faiz

Kel-Nama Praktikan

Pertumbuhan Kelamin KelaminRatio

Panjang (mm)

195 210 250 117.38

Farras Ghaly

Mukhamad Rifqi A.

10A

Vidya Yustindriarini

190 210 250 128

Rizky Adikusuma

Tanti Yunita

11A

Maryam Nurlatifah

215 221 267 147.28

Ahmad Fadhillah

Dita Azzohrah

13A Syifa Hanifah 160 165 200 62.86

(29)

M. Faisal A.

Anwar M. S.

15A

Tri Nurhadi

185 205 245 116.59

Hapsari

M. Rohimda

16A

Alya Mirza Artiana

158 170 202 72.12

Arief Hidayatullah

Helena Asut

17A

Fikri Khairi

185 201 240 118.97

Breagitta

Meiti Anita

18A

Nadia Maudina

220 235 275 163.17

Andreas Erik

Gilang Yandika

19A

Rofiah Khairunisa

164 183 220 102.6

Ahmad Reynaldi

(30)

21A

Wulan Sutiandari

235 248 312 191.12

Septy Audiyanti

M Agung Meidito

22A

Teguh Firmansyah

185 200 245 108.38

Nadimas

Sukma Widyawati

Kel- Nama Praktikan

Pertumbuhan Kelamin KelaminRatio

Panjang (mm)

Berat Jantan Betina SL FL TL

1B

Idzhar Syifana R

185 200 253 115

Agiandanu

Lina Aprilia

3B Firdaus 205 215 260 126

(31)

Imas Siti Zaenab

4B

Siti Laila Rufaidah

190 208 247 113

Ade Khoerul Umam

Ulfah M

5B

Pipit Widia Ningsih

230 250 280 197

Ilvan Aji P

Lena Lutfina

6B

Imas Siti Nurhalimah

210 223 270 136

Egi Sahril

Yunia Qonitatin AM

7B

Disa Nirmala

210 225 260 128

Hardiono Tondang

Zukhrufa Dewi

9B

Christ Permana

250 257 308 204

Syifa Mauladani

Darajat Prasetya W

(32)

12B

Ruli Aisyah

177 198 237 100.18

Adi Prasetyo

Eka Agustina

14B Neng Rima N 152 176 206 68.61

Achmad Raffi U

Indra Adiwiguna

15B Felisha Gitalasa 249 238 289 189.77

Januar Awalin H

Gusman Maulana

16B Adinda Kinasih J 195 210 255 132.01

Deliani D Freskya

Rezky Hartanto

17B Melinda Iriani 195 210 24 125.93

Arnesih

Mochmmad Elang

(33)

Panjang (mm)

Berat Jantan Betina SL FL TL

18B

Tuhpatur Rohmah

220 245 300 185.45

Amalia Fajri R

Ahmad Abdul G

19B

Nurhalimah

240 250 300 167.62

Egi Rhamadan

Agung Setiawan

20B

Hyunananda

184 203 249 115.24

Wahyu Setiawan

Intan Nadifah

21B

Ristiana Dewi

220 239 289 192.05

Rizki Ayu R

Ivan Maulana P

Gilang Ramadan

22B Ayang Denika 220 245 290 209.38

(34)

Annisa Putri S

1C

Sadra Muhammad

220 235 275 153.82

Laily Latifah

Hazimah Fikriyah

2C

Astri D.

195 205 250 118

Dyara Ridwantara

Helinda Utami

4C

Nita Ulfah

260 270 355 221

Ricky Rahmat M

Salma Azka

6C

Ghifar Hakim

190 210 260 125

Shelvy Vestadia

Ranti Rahmadina

7C

Alyannisa Ayu

235 240 300 184

M.Indra Nata

Esha Resti

9C Fakhrizal Dwi R 175 180 210 78.13

(35)

Rabgga Maulana

10C

Naufal Trofis

250 260 250 213.96

Tiara Ghasisany

Citra Melinda

Kel- Nama Praktikan

Pertumbuhan Kelamin KelaminRatio

Panjang (mm)

Berat Jantan Betina

SL FL TL

11C Arita

255 260 306 220.92

Bhayu P

M Fauzan Azima

12C

Dwi Ari

190 205 250 102.21

Anissa Irawati

Dwi Oktarahdiana

14C

Mauren Widiandoni

195 214 271 117.06

M Ikhsan C U

(36)

15C

Lutfi Rahman

220 235 285 151.94

Arsa Dipanoto

Try Setiani

∑ 34 9

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pertumbuhan ratio dan kelamin ikan talang - talang angkatan, diketahui :

Tabel 5. Data Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Ikan Talang - Talang

Angkatan

Kel- Nama Praktikan

Pertumbuhan Kelamin

Ratio Kelamin Panjang (mm)

Berat Jantan Betina

SL FL TL

1A

Melindda Fauziah

325 353 405 415

M. Syarif Maulana

Ahmad Resman

2A Delia Iga Utari 350 380 400 439.49

(37)

Satryo Bayuaji

4A

Isnaeni Faizah

395 430 475 659

Rahayu Ardinur

Iffa

Nendra Suhendra

5A

M. Fauzan Al Mubarok

270 295 330 198

Iis Risnawati

Bagas Jodi Santoso

Kel- Nama Praktikan

Pertumbuhan Kelamin

Rasio Kelamin Panjang (mm)

Berat Jantan Betina

SL FL TL

12A

Virida Martugi H.

270 295 330 179 √

Haniyah K

Zeind Ramadhan

14A Rihat 280 300 325 224.57 √

(38)

Alif

20A

Nur Anisa Diva

310 315 345 220.85 √

M. Triandi

M. Arief S.

2B

Sunendi

290 315 355 262 √ Usi Supinar

Isma Yuniar

8B

Gilang Fajar

380 405 445 590 √

Jian Setiawan

Asri Astuti

10B

Novi Puspitawati

265 294 328 185 √ Rizki Nugraha S

Mandala E

11B

Ayunani A

260 285 325 185.75

Indriani O A

Rifqi A

(39)

Anandita R

Dewanto B

3C Sulastin 380 405 453 571.57

M. Fitri Rizky

Sukma Akbar

5C Miko Kun Maliki 290 315 360 275

M. Ihsan Fadyla

Nurul Hidayati

8C Andreas Sugiharta 361 389 436 517

Annisa Nurjannah

Yoshua Edward

13C Dedeh Priyatna S 290 320 350 218.46

Galang Putra W.

Arif Rochman

16C Salma Khairunnisa 285 295 325 197.23 √

Rahmi Rahmawati

(40)

Agung Prabowo

∑ 4 13

Pengelompokan Data Panjang Hasil Pecobaan

Pengelompokan data dilakukan berdasarkan metoda statistika menggunakan distribusi frekuensi (Sudrajat dan Tjutju 2010). Metode yang dapat digunakan untuk mengelompokan data menggunakan tabel distribusi frekuensi adalah berdasarkan kaidah Struges. Jumlah kelas interval dapat dihitung dengan rumus berikut :

K = 1 + 3,3 Log n

Dimana :

K = Jumlah Kelas Interval

n = Jumlah Data observasi

log = Logaritma

Perhitungan Data Panjang Ikan Terbang Jantan

Dari data tersebut maka dapat dihitung jumlah kelas ikan terbang jantan dari 34 data tersebut:

K = 1 + 3,3 Log n

(41)

K = 6

Untuk menghitung panjang kelas dari 34 data tersebut adalah :

Panjang Kelas=Xmaximum−¿Xminimum

Jumlah Kelas ¿

Panjang Kelas=355−2006

Panjang Kelas=26

Sehingga panjang kelas yang didapatkan adalah 26

Tabel 6. Distribusi Frekuesi Ikan Terbang Jantan

Kelas Ke Batas Bawah Batas Atas Nilai Tengah Frekuensi

1 200 226 213 2

2 227 253 240 11

3 254 280 267 12

4 281 307 294 6

5 308 334 321 2

(42)

213 240 267 294 321 348 0

2 4 6 8 10 12 14

2

11

12

6

2

1

Grafk Pertumbuhan Ikan Terbang Jantan

Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Terbang Jantan

Perhitungan Data Panjang Ikan Terbang Betina

Dari data tersebut maka dapat dihitung jumlah kelas ikan terbang betina dari 9 data tersebut:

K = 1 + 3,3 Log n

K = 1 + 3,3 Log 9

K = 4

Untuk menghitung panjang kelas dari 34 data tersebut adalah :

Panjang Kelas=Xmaximum−¿Xminimum

Jumlah Kelas ¿

(43)

Panjang Kelas=25

Sehingga panjang kelas yang didapatkan adalah 25

Tabel 7. Distribusi Frekuesi Ikan Terbang Betina

Kelas

Ke Batas Bawah Batas Atas Nilai Tengah

Frekuens i

1 206 231 219 3

2 232 257 245 2

3 258 283 271 0

4 284 309 297 4

219 245 271 297

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

3

2

0

4

Grafk Pertumbuhan Ikan

Terbang Betina

(44)

Perhitungan Data Panjang Ikan Talang Jantan

Dari data tersebut maka dapat dihitung jumlah kelas ikan talang jantan dari 4 data tersebut:

K = 1 + 3,3 Log n

K = 1 + 3,3 Log4

K = 3

Untuk menghitung panjang kelas dari 4 data tersebut adalah :

Panjang Kelas=Xmaximum−¿Xminimum

Jumlah Kelas ¿

Panjang Kelas=355−3253

Panjang Kelas=10

Sehingga panjang kelas yang didapatkan adalah 10

Tabel 8. Distribusi Frekuesi Ikan Talang - Talang Jantan

Kelas

Ke Batas Bawah Batas Atas Nilai Tengah

Frekuens i

1 325 335 330 2

(45)

3 346 356 351 1

330 341 351

0 0.5 1 1.5 2 2.5

2

1 1

Grafk Pertumbuhan Ikan Talang Jantan

Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Talang-Talang Jantan

Perhitungan Data Panjang Ikan Talang –Talang Betina

Dari data tersebut maka dapat dihitung jumlah kelas ikan talang betina dari 13 data tersebut:

K = 1 + 3,3 Log n

K = 1 + 3,3 Log 13

(46)

Untuk menghitung panjang kelas dari 13 data tersebut adalah :

Panjang Kelas=Xmaximum−¿Xminimum

Jumlah Kelas ¿

Panjang Kelas=475−5325

Panjang Kelas=30

Sehingga panjang kelas yang didapatkan adalah 30

Tabel 9. Distribusi Frekuesi Ikan Talang - Talang Betina

Kelas Ke Batas Bawah Batas Atas Nilai

Tengah

Frekuens i

1 325 355 340 6

2 356 386 371 1

3 387 417 402 2

4 418 448 433 2

(47)

340 371 402 433 464 0

1 2 3 4 5 6 7

6

1

2 2 2

Grafk Pertumbuhan Ikan Talang Betina

Gambar 6. Grafik Distribusi Frekuensi Ikan Talang – Talang Betina

4.1.5 Hasil Regresi Pertumbuhan Angkatan

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai hasil regresi pertumbuhan angkatan, diketahui :

Tabel 10. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Terbang Jantan Angkatan

Kel- TL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W

3A 270 137.88 2.43 2.14 5.91 5.20

8A 255 114.89 2.41 2.06 5.79 4.96

9A 250 117.38 2.40 2.07 5.75 4.96

10A 250 128 2.40 2.11 5.75 5.05

(48)

13A 200 62.86 2.30 1.80 5.29 4.14

15A 245 116.59 2.39 2.07 5.71 4.94

16A 202 72.12 2.31 1.86 5.31 4.28

17A 240 118.97 2.38 2.08 5.67 4.94

18A 275 163.17 2.44 2.21 5.95 5.40

21A 312 191.16 2.49 2.28 6.22 5.69

22A 220 102.6 2.34 2.01 5.49 4.71

3B 260 126 2.41 2.10 5.83 5.07

4B 247 113 2.39 2.05 5.72 4.91

5B 280 197 2.45 2.29 5.99 5.61

6B 270 136 2.43 2.13 5.91 5.19

7B 260 128 2.41 2.11 5.83 5.09

9B 308 204 2.49 2.31 6.19 5.75

12B 237 100.18 2.37 2.00 5.64 4.75

15B 289 189.77 2.46 2.28 6.06 5.61

16B 255 132.01 2.41 2.12 5.79 5.10

(49)

18B 300 185.45 2.48 2.27 6.14 5.62

19B 300 167.62 2.48 2.22 6.14 5.51

20B 249 115.24 2.40 2.06 5.74 4.94

21B 289 192.05 2.46 2.28 6.06 5.62

1C 275 153.82 2.44 2.19 5.95 5.33

2C 250 118 2.40 2.07 5.75 4.97

4C 355 221 2.55 2.34 6.50 5.98

6C 260 125 2.41 2.10 5.83 5.06

7C 300 184 2.48 2.26 6.14 5.61

12C 250 102.21 2.40 2.01 5.75 4.82

14C 271 117.06 2.43 2.07 5.92 5.03

15C 285 151.94 2.45 2.18 6.03 5.36

∑ 82.30 72.41 199.30 175.47

loga=

logW ×

(logL)2−

log

¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

loga=(72,41×199,30)−(82,30×175,47)

(50)

loga=−9,8686576,9

loga=¿ ¿- 3.3295

b¿

logW−¿ ¿ ¿

b¿72,41−¿ ¿ ¿

b¿2.2553

2.25 2.30 2.35 2.40 2.45 2.50 2.55 2.60

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

f(x) = 2.26 x − 3.33 R² = 0.88

Relasi Panjang Berat Ikan Terbang Jantan

Linear ()

Panjang

B

o

b

o

t

Tabel 11. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Terbang Betina Angkatan

Kel- TL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W

6A 300 193.36 2.48 2.29 6.14 5.66

7A 289 218.6 2.46 2.34 6.06 5.76

(51)

1B 253 115 2.40 2.06 5.77 4.95

14B 206 68.61 2.31 1.84 5.35 4.25

22B 290 209.38 2.46 2.32 6.06 5.72

9C 210 78.13 2.32 1.89 5.39 4.40

10C 250 213.96 2.40 2.33 5.75 5.59

11C 306 220.92 2.49 2.34 6.18 5.83

∑ 21.67 19.42 52.19 46.86

loga=

logW ×

(logL)2−

log

¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

loga=(19,42×52,19)−(21,67×46,86)

(9×52,19)−52,192

loga=−4.5182

b¿

logW−¿ ¿ ¿

b¿19,42−(9×21,67−0,00362)

(52)

2.30 2.32 2.34 2.36 2.38 2.40 2.42 2.44 2.46 2.48 2.50 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

f(x) = 2.77 x − 4.52 R² = 0.83

Linear ()

Tabel 12. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Talang Jantan Angkatan

Kel- TL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W

2B 355 262 2.55 2.42 6.50 6.17

10B 328 185 2.52 2.27 6.33 5.70

13B 339 217.85 2.53 2.34 6.40 5.92

16C 325 197.23 2.51 2.29 6.31 5.76

∑ 10.11 9.32 25.54 23.55

loga=

logW ×

(logL)2−

log

¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

loga=(9,32×25,54)−(10,11×23,55)

(4×25,54)−25,542

(53)

b¿

logW−¿ ¿ ¿

b¿9,32−(410,11×−0,00032)

b¿3.6646

2.51 2.51 2.52 2.52 2.53 2.53 2.54 2.54 2.55 2.55 2.56 2.15

2.20 2.25 2.30 2.35 2.40 2.45

f(x) = 3.66 x − 6.93 R² = 0.93

Linear ()

Tabel 13. Data Regresi Pertumbuhan Ikan Terbang Betina Angkatan

Kel- TL Bobot Log L (X) Log W(Y) (Log L)2 Log L.Log W

1A 405 415 2.61 2.62 6.80 6.83

2A 400 439.49 2.60 2.64 6.77 6.88

4A 475 659 2.68 2.82 7.16 7.55

(54)

12A 330 179 2.52 2.25 6.34 5.67

14A 325 224.57 2.51 2.35 6.31 5.91

20A 345 220.85 2.54 2.34 6.44 5.95

8B 445 590 2.65 2.77 7.01 7.34

11B 325 185.75 2.51 2.27 6.31 5.70

3C 453 571.57 2.66 2.76 7.05 7.32

5C 360 275 2.56 2.44 6.53 6.24

8C 436 517 2.64 2.71 6.97 7.16

13C 350 218.46 2.54 2.34 6.47 5.95

∑ 33.53 32.61 86.52 84.27

loga=

logW ×

(logL)2−

log

¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿ ¿

loga=(32,61×86,52)−(33,53×84,27)

(13×86,52)−86,522

loga=¿ ¿- 6.3897

b¿

logW−¿ ¿ ¿

(55)

b¿3.4501

2.50 2.52 2.54 2.56 2.58 2.60 2.62 2.64 2.66 2.68 2.70 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

f(x) = 3.45 x − 6.39 R² = 0.97

Linear ()

4.1.6 Hasil Pengamatan Reproduksi Angkatan

Berdasarkan data yang diperoleh mengenai reproduksi ikan terbang jantan dan betina juga ikan talang – talang jantan dan betina angkatan dapat dijabarkan sebagai berikut :

(56)

Tabel 15. Data Reproduksi Ikan Terbang Betina Angkatan

Tabel 16. Data Reproduksi Ikan Talang-talang Jantan Angkatan

(57)

o al Dara BerkembDara ang

Perkemban

gan I Perkembangan II Bunting Mijah Salin

1 185-197 1 1

2 217-262 1 1

(58)

Dara

JANTAN TALANG - TALANG

BETINA TALANG TALANG

(59)
(60)
(61)

Table 19. Data Reproduksi Ikan Talang-talang Betina

berkembang 659 3.68 9 0.56% 3.95 5.5

0.60

berkembang 179 1.42 8 0.79%

14A Perkembanga

8B Bunting 590 4.89 14.5 0.83% 8.28 7 1.40 %

11B Perkembanga

n I 197 1.42 11 0.72% 0.23 3

(62)

3C Perkembanga n I

571.5

7 6.95 12.5 1.22% 4.37

0.76 %

5C Bunting 275 34 11 12.36 % 2.32

0.84

% 4 6

8C Perkembanga

n I 517

10.3

1 8.2 1.99%

13C Dara Berkembang

218.4

6 3.39 8.5 1.55% 3.3

(63)

76.32% 23.68%

Ikan Terbang

Gambar 9. Grafik Ikan Terbang Jantan dan Betina

23.53%

76.47%

Ikan Talang-Talang

(64)

4.1.7 Hasil Pengamatan Food and Feeding Habits Angkatan

Pengamatan food and feeding habits juga dilakukan oleh seluruh angkatan dari Perikanan 2014 dari kelas A sampai kelas C. Hasil pengamatan food and feeding habits dari ikan terbang yang diteliti oleh Perikanan 2014 adalah sebagai berikut.

Tabel 20. Hasil Pengamatan angkatan dari Food and Feeding Habits ikan tebang

Kel-14A 1 1 Omnivora

15A

12B 1 1 Omnivora

(65)

21B

22B 1 1 Omnivora

1C 1 Herbivora

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Perikanan 2014, diperoleh data sebagai berikut.

(66)

2B 4

Rumus penghitungan indeks preponderan menurut Effendie (1979) adalah sebagai berikut :

IPi = Σ Vi x Oi XVi x Oi 100 % Dengan keterangan :

IPi : Indeks Preponderan

Vi : Persentase volume satu macam makanan

Oi : Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑ Vi x Oi : Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapat Indeks preponderan dari ikan terbang dan ikan talang-talang adalah sebagai berikut :

Tabel 22. Indeks preponderan ikan terbang

IP Persentase

Ip fitoplankton 21%

Ip zooplankton 37%

Ip benthos 3%

Ip Bag. Hewan 34%

Ip Ikan 5%

(67)

Tabel 23 . Indeks preponderan ikan talang-talang

IP %

Ip fitoplankton 23%

Ip zooplankton 42%

Ip Benthos 4%

Ip Bag. Hewan 23%

Ip. Ikan 8%

1 2 3 4 5

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

21%

37%

3%

34%

5%

Food Habit Ikan Terbang

(68)

1 2 3 4 5

Food Habit Ikan Talang-Talang

Gambar 12. Grafik Food and Feeding Habit ikan talang-talang Keterangan :

1 : Fitoplankton 2 : Zooplankton 3 : Benthos 4 : Bagian Hewan 5 : Ikan lain

Tidak terdapat Indeks perponderan tumbuhan dan detritus karena pada ikan yang diteliti tidak terdapat sisa-sisa tumbuhan dan detritus dari ususnya. 4.1.8 Tingkat Trofik

Tingkat trofik menunjukkan kategori ikan berdasarkan golongan makanannya. Rumus untuk menghitung tingkat trofik ikan adalah sebagai berikut :

Tp¿1+∑(Ttp x Ii100 )

Dengan keterangan : Tp : Tingkat trofik ikan

Ttp : Tingkat trofik kelompok ikan pakan ke-p

(69)

Setelah dilakukan perhitungan, didapat nilai trofik untuk ikan terbang adalah 2,79 dan ikan talang-talang adalah 2,77.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Pertumbuhan dan Ratio

Pertumbuhan merupakan parameter utama untuk ikan – ikan bernilai ekonomis, karena pertumbuhan menentukan hasil produksi. Pertumbuhan di definisikan sebagai perubahan panjang atau berat yang terjadi pada suatu individu atau populasi yang merupakan tanggapan atau respon terhadap perubahan makanan yang tersedia dalam waktu tertentu (Effendie 1997). Laju pertumbuhan organisme di suatu perairan bergantung pada kondisi lingkungan dimana organisme itu berada. Pertumbuhan ada dua macam yaitu pertumbuhan isometrik dan allometrik. Pertumbuhan isometrik dimaksudkan sebagai perubahan yang bersifat seimbang dalam tubuh suatu organisme sementara pertumbuhan allometrik merupakan perubahan yang berhubungan dengan kematangan gonad. Berdasarkan data yang diamati dari sampel ikan terbang jantan, diketahui bahwa :

SL (Standart Length) = 190 mm TL (Total Length) = 210 mm FL (Fork Length) = 250 mm

Data diambil agar nantinya dapat diketahui berapa umur ikan, ukuran ikan pertama kali matang gonad juga panjang dan berat maksimum ikan tersebut. Total ikan terbang yang diperoleh sebanyak 41 ekor yang terdiri dari 9 ekor betina dan 34 ekor jantan. Ikan jantan pada umumnya memiliki tubuh yang lebih kecil dari betina. Berdasarkan data angkatan yang diperoleh, ikan terbang betina mempunyai nilai interval antara 284 – 309 dengan panjang kelas 25. Sementara ikan terbang jantan mempunyai nilai interval yaitu 254 – 280 dengan panjang kelas sebanyak 26. Hasil ini diketahui melalui perhitungan distribusi frekuensi.

(70)

ikan yang ada di suatu perairan maka pertumbuhannya semakin menurun karena energi yang diperoleh dari makanan dimanfaatkan untuk pertumbuhan gonad. Hubungan panjang berat ikan dalam suatu populasi didapat dengan mencari regresi pertumbuhannya terlebih dahulu yang diambil dari data panjang dan bobot ikan satu angkatan. Hubungan panjang berat ikan terbang jantan diketahui r = 0.8799 dan b = 2.2553 dibulatkan menjadi 2.3 yang bersifat allometrik negatif karena b<3 yang berarti penambahan panjang lebih cepat dari penambahan beratnya. Sementara untuk ikan betina didapat r = 0.8292 dan b = 2.7734 atau dibulatkan menjadi 2.8 yang berarti b<3 dan bersifat allometrik negatif

Ikan talang – talang merupakan ikan pelagis yang terdapat di perairan tropis. Dari hasil pengamatan ikan talang – talang baik betina maupun jantan diketahui bahwa interval rasio pertumbuhan ikan talang – talang untuk betina yaitu 325 – 355 dengan panjang kelas sebanyak 30 kemudian untuk ikan jantan dari banyak sampel sebanyak 4 ekor didapatkan interval 325 – 335 dengan panjang kelas 10. Jumlah betina ikan talang – talang lebih dominan yaitu 12 ekor. Distribusi frekuensi ikan talang – talang betina lebih besar dari pada ikan talang – talang jantan disebabkan oleh jumlah ikan talang – talang betina yang lebih banyak darpada ikan talang – talang jantan juga karena ikan talang – talang jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dari ikan betina. Nilai koefisien (K) ikan talang betina adalah 5 dan nilai koefisien (K) ikan jantan adalah 3. Hubungan panjang berat ikan talang diketahui r = 0.9292 dan b = 3.6646 atau dibulatkan menjadi 3.7 yang bersifat allometrik postif karena b > 3 dan mempunyai arti yaitu pertambahan panjangnya lebih lambat dari pada pertambahan beratnya dan untuk betina di dapatkan data r = 0.972 b = 3.4501 atau dibulatkan menjadi 3.4 yang bersifat allometrik positif.

4.2.2 Pembahasan Reproduksi

(71)

seksual primer dengan membedah tubuh ikan tersebut. Setelah itu diamati ciri seksual sekunder dengan memperlihatkan bentuk tubuh pada organ pelengkap lainnya.

Ikan yang diamati adalah ikan terbang jantan dan hasilnya dapat dilihat pada tabel diatas. Tingkat kematangan gonad (TKG) dari ikan pada kelompok kami berada pada fase perkembangan dua dengan ciri testes warna putih kemerahan, tidak mengeluarkan sperma ketika perut di tekan, dimana organ seksual mengisi ruang bawah perut. Selain TKG, nilai-nilai yang dapat dihubungkan dengan tingkat kematangan gonad adalah Indeks Kematangan Gonad (IKG), yaitu persen perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Umumnya pertambahan pada jantan sebesar 5-10% (Effendie 2002). Nilai IKG ikan kelompok kami adalah 2%. Nilai IKG kelompok kami tergolong rendah terlebih jika dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu berat tubuh pertama matang gonad pada ikan terbang. Namun, rendahnya nilai IKG kelompok kami bisa disebabkan karena berat tubuh ikan yang relatif rendah juga, yaitu sekitar 128 gram, karena menurut Effendie (2002) ikan yang mempunyai berat tubuh lebih berat maka akan memiliki berat gonad yang jauh lebih berat.

Pengamatan reproduksi ikan terbang angkatan juga terdiri dari rasio tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad. Pada perhitungan rasio tingkat kematangan gonad angkatan, maka 50 data diatas dikelompokan menjadi 7 kelas berdasarkan fase perkembangan gonad. Didapatkan hasil, jumlah ikan Terbang pada fase dara adalah 6 pada ikan jantan dan tidak ada pada ikan betina, pada fase dara berkembang ada 7 pada ikan jantan dan tidak ada pada ikan betina, fase perkembangan I adalah 11 pada ikan jantan dan 3 pada ikan betina, fase perkembangan II, ada 8 padaikan jantan dan 2 pada ikan betina, fase bunting ada 1 pada ikan jantan dan 1 pada ikan betina, fase mijah tidak ada pada ikan jantan dan 3 pada ikan betina, dan fase salin ada 1 pada ikan jantan dan tidak ada pada ikan. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa baik ikan jantan maupun ikan betina sebagian besar berada fase perkembangan I.

(72)

perhitungan rasio tingkat kematangan gonad angkatan, maka 50 data diatas dikelompokan menjadi 7 kelas berdasarkan fase perkembangan gonad. Didapatkan hasil, jumlah ikan Terbang pada fase dara adalah 1 pada ikan jantan dan tidak ada juga pada ikan betina, pada fase dara berkembang ada 1 pada ikan jantan dan 4 pada ikan betina, fase perkembangan I adalah 1 pada ikan jantan dan 4 pada ikan betina, fase perkembangan II, ada 2 padaikan jantan dan 3 pada ikan betina, fase bunting tidak ada pada ikan jantan dan 2 pada ikan betina, fase mijah tidak ada pada ikan jantan dan tidak ada juga pada ikan betina, pada ikan talang tidak sampai pada fase salin baik itu ikan talang jantan maupun ikan talang betina. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa baik ikan jantan maupun ikan betina sebagian besar berada fase perkembangan II.

Cepatnya tingkat reproduksi dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti curah hujan, dan ketersediaan jantan yang lebih banyak, karena telah disebutkan oleh Effendi (2002) bahwa ukuran ikan pada saat pertama kali gonadnya matang, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

4.2.3 Pembahasan Food and Feeding Habits

Pada gambar 11. Terlihat bahwa ikan terbang paling banyak memakan zooplankton, yaitu sebesar 37 persen, disusul oleh pemakan bagian hewan yaitu sebesar 34 persen, pemakan fitoplankton sebesar 21 persen, pemakan ikan lain sebanyak 5 persen, dan pemakan benthos sebanyak 3 persen. Tingkat trofik dari ikan terbang yaitu sebesar 2,79. Hal ini membuktikan bahwa ikan terbang yang diteliti bersifat omnivora. Hal ini juga terbukti dengan adanya sisa-sisa pencernaan berupa fitoplankton, zooplankton, benthos, beberapa bagian hewan dan ikan lainnya.

(73)

penyebaran jenis makanan yang paling banyak di suatu perairan akan menyebabkan pengambilan dari jenis makanan tersebut bertambah.

Pada gambar 12. Terlihat bahwa ikan terbang paling banyak memakan zooplankton. Nilai yang dicapai juga cukup tinggi dibandingkan dengan sumber makanan lainnya, yaitu sebesar 42 persen, disusul oleh pemakan zooplankton dan pemakan bagian hewan yaitu sebesar 23 persen, pemakan ikan lain sebesar 8 persen, dan pemakan benthos sebanyak 5 persen. Tingkat trofik dari ikan terbang yaitu sebesar 2,77. Hal ini membuktikan bahwa ikan terbang yang diteliti bersifat omnivora.

(74)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum kali ini adalah

a. Ikan terbang merupakan ikan pelagis yang hidup di Samudera Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Ikan terbang banyak hidup di daerah khatulistiwa. b. Ikan terbang jantan lebih kecil ukurannya dari ikan betina. Pengukuran

pertumbuhan ikan terbang dimaksudkan agar dapat megetahui umur ikan, selain itu dapat juga diketahui tingkat kematangan gonad dan ketersediannya di alam.

c. Ikan Talang merupakan ikan pelagis, ikan ini banyak di buru oleh para pemancing. Ikan Talang jantan berukuran lebih kecil dari ikan betina. d. Reproduksi pada ikan terbang ini, dilihat dari nilai TKG, baik ikan jantan

maupun ikan betina sebagian besar berada fase perkembangan I dan perkembangan II.

e. Food habit dari ikan terbang yaitu bersifat omnivora. Pengaruh kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh banyak faktor.

5.2 Saran

(75)

DAFTAR PUSTAKA

Armanto, Dony. 2012. Analisis Aspek Biologi Ikan Terbang Cheilopogon

katoptron Bleeker, 1865 di Perairan Pemuteran, Bali Barat. Universitas Indonesia

Effendie, M.I., 1997. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal.

Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Perikanan IPB. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. 163 hal.

Herawati, Titin. 2014. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Universitas Padjadjaran

Komarawidjaja, W., Sutrisno Sukimin, dan Entang Arman. 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Tek. Ling. P3TL-BPPT. 6. (1): 268-273

Kordi, et,al. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Leget, R., and R. Dubois. 1992. What factors influencing fish recruitment. The Netherlands Journal Sea Research. 48 (1): 15-17.

Lisovenko, L.A. and D.P. Andrianov. 1991. Determination of absolute fecundity of intermittenly spawning fishes. Voprosy ikhtiologii. 31(4): 631-641. Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second

Edition. Prentice Hall, New Jersey.

Nagahama, Y. 1983. The functional morphology of teleost gonads. Rev. Fish Biol. Fish. 7: 1-34.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press.London. 352 p. Tang, U.M. dan Affandi, R. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian

Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau, Pekanbaru. 153 hal.

Tiews, K., Ronquilo, I.A., and Caces-Borja. 1970. On the biology of round scads (Decapterus Bleeker) in Philippines waters. Proc. Indo. Pacific Fish. Counc. 13 (II): 82-106.

Tomiyama, T & Hibiya, T. 1979. Fisheris in Japan. Jacks & Pompanas. Japan Marine Products Photo Material Association.

(76)
(77)

LAMPIRAN

I. Lampiran Alat dan Bahan

Cawan Petri Pipet Tetes

(Sumber : Dokumentasi Pribadi) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Timbangan Penggaris

(78)

II. Lampiran Kegiatan

Penimbangan Bobot Ikan terbang (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Ikan Terbang Bobot Gonad

(Sumber : Dokumentasi Pribadi) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

(79)

III. Lampiran Prosedur Percobaan

Diambil ikan. Diambil ikan.

Diukur panjang ikan terbang, baik TL (Total Length), SL (Standart Length), FL (Fork Length) dengan menggunakan penggaris, satuan yang

digunakan adalah milimeter.

Diukur panjang ikan terbang, baik TL (Total Length), SL (Standart Length), FL (Fork Length) dengan menggunakan penggaris, satuan yang

digunakan adalah milimeter.

Ditimbang bobot ikan terbang dengan menggunakan timbangan, satuan yang digunakan adalah gram.

Ditimbang bobot ikan terbang dengan menggunakan timbangan, satuan yang digunakan adalah gram.

Dicatat dalam table pengamatan (terlampir). Dicatat dalam table pengamatan (terlampir).

Diamati ciri-ciri seksual sekunder menurut literature yang tersedia. Diamati ciri-ciri seksual sekunder menurut literature yang tersedia.

Dilakukan pembedahan pada ikan terbang, lalu dicari organ gonad yang terletak pada rongga perut.

Dilakukan pembedahan pada ikan terbang, lalu dicari organ gonad yang terletak pada rongga perut.

Diambil gonad yang ada dari dalam perut, hingga terpisah dari organ lainnya.

Diambil gonad yang ada dari dalam perut, hingga terpisah dari organ lainnya.

Diukur gonad ikan dengan menggunakan penggaris dan ditimbang gonad ikan dengan menggunakan timbangan.

Diukur gonad ikan dengan menggunakan penggaris dan ditimbang gonad ikan dengan menggunakan timbangan.

Diamati gonad tersebut dan tentukan TKG ikan terbang dengan cirri yang terdapat pada literature.

Diamati gonad tersebut dan tentukan TKG ikan terbang dengan cirri yang terdapat pada literature.

Dihitung IKG dengan menggunakan rumus. Dihitung IKG dengan menggunakan rumus.

Diambil usus, urut usus hingga keluar isi dari usus. Diambil usus, urut usus hingga keluar isi dari usus.

Diamati di bawah mikroskop. Diamati di bawah mikroskop.

Gambar

Gambar 2. Grafik Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan(Sumber : Effendi 1997)
Tabel 2. Data Pengamatan Reproduksi Ikan Terbang Jantan
Tabel 3. Data Pengamatan Food and Feeding Habits Ikan Terbang Jantan
Tabel 4. Data Pengamatan Pertumbuhan dan Ratio Kelamin Ikan Terbang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari bentuk fisik gonad ikan jantan dan betina pada usia yang sama terlihat bahwa gonad ikan jantan lebih cepat berkembang dibanding gonad betina (Gambar 5),

Keseimbangan jumlah ikan jantan dan betina mengindikasikan bahwa satu ikan bentong jantan akan membuahi satu ikan bentong betina (Senen et al, 2011) Rasio kelamin ini tidak berbeda

Ikan cupang jantan memiliki pola perilaku yang lebih aktif dibandingkan dengan ikan cupang betina, hal tersebut terlihat dari jumlah tingkah laku yang dilakukan oleh ikan

Ikan cupang jantan memiliki pola perilaku yang lebih aktif dibandingkan dengan ikan cupang betina, hal tersebut terlihat dari jumlah tingkah laku yang dilakukan oleh ikan

waktu yang digunakan oleh ikan untuk mulai pingsan yaitu pada ikan jantan. adalah 1.31.66.s sedangkan pada ikan betina adalah

Pada selang kelas 65 – 76 luas relung ikan betina (3,59) lebih besar dari ikan jantan (3,09), menunjukkan bahwa ikan betina memanfaatkan jenis organisme makanan yang lebih

Hibrida ikan lele dari strain betina Masamo-jantan Sangkuriang mempunyai nilai heterosis lebih besar dibandingkan nilai yang dihasilkan oleh ikan lele Sangkuriang-2

Tujuan dari jantanisasi adalah untuk mengalihkan kelamin ikan guppy betina ke jantan agar jumlah ikan guppy jantan lebih banyak dibandingkan dengan ikan guppy betina, ikan guppy jantan