• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN MADU DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP JANTANISASI IKAN GUPPY

N/A
N/A
Romy Ardian

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN MADU DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP JANTANISASI IKAN GUPPY"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

Fuat Habibi Pengaruh pemberian madu dalam dosis berbeda pada ikan Guppy jantan (Poecilia reticulata) di bawah bimbingan Bapak. Ir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis madu yang berbeda terhadap maleisasi ikan guppy (Poecilia reticulata) dan menentukan dosis terbaik untuk maleisasi ikan guppy. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa maleisasi ikan guppy terbaik terdapat pada P1 (5 ml/L) dengan persentase 100%.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Madu dengan Dosis Berbeda pada Ikan Guppy Jantan (Poecilia reticulata)”.

Tabel  Halaman
Tabel Halaman

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Rumusan Masalah
  • Batasan Masalah dan Ruang Lingkup
  • Tujuan dan Manfaat
  • Hipotesis dan Asumsi

2 metiltestosteron, namun penggunaan bahan sintetis memiliki beberapa kelemahan. Selain harganya yang cukup mahal juga dapat merusak lingkungan dan organisme itu sendiri (Priyono et al., 2013). Oleh karena itu perlu dicari bahan alternatif yang lebih hemat, ekonomis dan tidak membahayakan lingkungan.Salah satu bahan alami yang berpotensi menggantikan hormon sintetik adalah madu. Penelitian yang dilakukan oleh Sukmara (2007) merendam larva ikan guppy dalam larutan madu dengan dosis 5 ml L-1 selama 10 jam menghasilkan 46,99% keturunan guppy jantan.

Pada penelitian yang dilakukan Wahyu dkk., (2018), perendaman larva ikan nila merah dalam 40 ml/L madu menghasilkan persentase ikan nila jantan sebesar 70,56%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soesanti et al., (2015) menghasilkan hasil perendaman larva ikan nila dalam 15 ml/L madu menghasilkan persentase ikan nila jantan sebesar 80%. Menurut Nurlina dan Zulfikar (2016), Chrysin merupakan zat yang berperan sebagai penghambat aromatase yang dapat meningkatkan hormon testosteron dan dapat menurunkan jumlah hormon estrogen sehingga gonad akan berdiferensiasi menjadi jantan.

Sedangkan menurut Novita (2013), chrysin merupakan salah satu jenis flavonoid yang menghambat kerja enzim penghasil estrogen sehingga meningkatkan hormon testosteron yang akan menyebabkan alat kelamin menjadi laki-laki. Perlunya batasan masalah dalam penelitian ini bertujuan agar tujuan yang telah ditetapkan tidak melenceng dan tetap fokus. Batasan masalah dan ruang lingkup penelitian ini hanya membahas pengaruh pemberian madu dengan dosis berbeda terhadap maleisasi ikan guppy (Poecilia reticulata).

TINJAUAN PUSTAKA

  • Klasifikasi dan Morfologi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
  • Ekologi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
  • Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
  • Madu
  • Jantanisasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
  • Kualitas Air

6 lebih menarik dan beragam dibandingkan ikan guppy betina, dan dari segi ekonomi, ikan guppy jantan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan guppy betina (Zipcodezzo, 2015). Ikan hanguppy (Poecilia reticulata) mempunyai ciri morfologi dengan bentuk tubuh yang ramping dan corak yang indah, sedangkan hunguppyfish memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan hanguppyfish (Hamonangan et al., 2018). Bentuk ekor ikan guppy pun bermacam-macam, berdasarkan bentuk ekornya, ikan guppy dibedakan menjadi : ikan guppy ekor lebar, ikan guppy ekor panjang dan ikan guppy ekor pendek. Masing-masing variasi mempunyai 4 jenis bentuk ekor ( Musani, 2011).

Herawati et al., (2013) menyatakan bahwa ikan guppy jantan lebih digemari masyarakat karena mempunyai morfologi yang lebih menarik. Pertumbuhan ikan guppy akan optimal pada daerah dengan pencahayaan yang baik, 3-4 minggu setelah menetas, ikan guppy jantan akan mengalami modifikasi sirip dubur (gonopodium). Adanya sel kromatofor pada dermis menjadikan warna ikan guppy jantan lebih menarik dibandingkan ikan guppy betina (Lesmana, 2002).

Menurut Kordi dan Tanjung dalam Malik dkk., (2019), suhu untuk memelihara ikan guppy adalah 27-30oC dengan pH 6,5-7,2 dan kandungan oksigen terlarut 3-6,8 mg/L masih dapat ditoleransi oleh ikan guppy. ikan. Sedangkan Effendi (2003) menyatakan kadar amonia <0,2 mg/L masih cukup baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan guppy. Sukmara (2008) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut untuk memelihara ikan guppy tidak boleh kurang dari 3 mg/L.

METODE PENELITIAN

  • Tempat dan Waktu Penelitian
  • Bahan dan Alat Penelitian
  • Prosedur Penelitian
  • Rancangan Percobaan
  • Parameter Penelitian
  • Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan pakan yaitu pakan buatan berupa pelet ikan hias sebanyak 250 gram untuk makanan induk ikan guppy, 1 kaleng artemia sebagai makanan larva ikan guppy dan 10 kaleng tubifex untuk ikan guppy. makanan benih. Stok yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 ekor ikan guppy jantan dan 30 ekor ikan guppy betina dengan perbandingan 1:2. Pembibitan ikan guppy juvenil dilakukan pada wadah berupa toples berukuran 10 liter, pembibitan ikan guppy jantan dan betina dilakukan pada wadah terpisah, dan pemberian pakan berupa pelet ikan hias dilakukan secara ad libitum pada pagi hari, sore dan malam hari.

Setelah induk guppy melahirkan, larva ditempatkan pada wadah tersendiri sebelum direndam dengan dosis yang bervariasi tergantung perawatannya. Hasil uji pendahuluan dengan menggunakan dosis yang ditentukan ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah. Priyono (2013) menyatakan bahwa untuk menghasilkan persentase ikan guppy jantan tertinggi digunakan madu dengan cara direndam selama 12 jam dengan dosis 5 ml/l.

Oleh karena itu pada penelitian ini larva ikan guppy direndam selama 12 jam dalam madu alami berdasarkan takaran yang telah ditentukan. Ikan guppy jantan diukur dengan membandingkan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan hidup pada akhir penelitian. Data yang diamati pada penelitian ini adalah malesisasi ikan guppy setelah larva direndam dalam larutan madu selama 12 jam dengan dosis berbeda untuk setiap perlakuan.

Tabel 3.1. Bahan  dan Alat Penelitian Yang Dibutuhkan
Tabel 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Yang Dibutuhkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelulushidupan Larva

Dalam dua puluh wadah, jumlah ikan guppy dihitung kembali pada akhir penelitian untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup larva pada setiap perlakuan. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy pada setiap penelitian dipengaruhi oleh konsentrasi madu pada setiap perlakuan; perlakuan dengan dosis madu tertinggi yaitu P4 memberikan tingkat kelangsungan hidup terendah, sedangkan perlakuan tanpa madu memberikan tingkat kelangsungan hidup tertinggi. Perlakuan dengan madu pada media penelitian menyebabkan tingginya angka maleisasi, namun jika konsentrasi madu yang diberikan terlalu tinggi maka akan mengakibatkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy.

Hal ini disebabkan oleh kandungan madu yang terlarut pada media penelitian dapat menurunkan kualitas air sehingga mengganggu sistem pernafasan larva ikan guppy. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy pada penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk histogram pada Gambar 4.1. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi madu pada media penelitian menyebabkan larva ikan guppy menjadi stres dan mati.

Pada perlakuan P1, tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy sebesar 87% dengan media penelitian 5 ml/L madu, sedangkan tingkat kelangsungan hidup pada P2 dengan jumlah 6 ml/L madu menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 67%. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy pada perlakuan P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kelangsungan hidup larva ikan guppy pada perlakuan P3 sebesar 53% dan P4 sebesar 47%. Hal ini menjelaskan bahwa perbandingan antara perlakuan P1 dan P4 berbeda sangat nyata, dan untuk lebih jelasnya lihat uji Newman Keuls Advanced Study terhadap kelangsungan hidup larva ikan guppy pada Lampiran 3.

Identifikasi Kelamin Ikan

Hal ini menyatakan bahwa pemberian madu mempunyai perbedaan yang sangat nyata terhadap kelangsungan hidup larva ikan guppy dan dilanjutkan dengan uji Student Newman Keuls diperoleh hasil perbandingan perlakuan P1 dan P4 dengan hasil F hitung 40,00 > dari F tabel. Sarida et al., dalam Saputra dan Iskandar (2020) mengatakan bahwa pada proses maleisasi, madu akan masuk ke dalam tubuh ikan guppy kemudian menyerap kandungan zat aktifnya melalui proses difusi sehingga perkembangan seksual ikan menjadi jantan. Menurut Zairin (2002), ikan guppy mempunyai dimorfisme yang jelas antara jantan dan betina sehingga mudah membedakan jantan dan betina berdasarkan morfologi tubuhnya.

Pada perlakuan P1 hasil penelitian menunjukkan persentase maleisasi tertinggi adalah 100%, hal ini dikarenakan dosis madu yang diberikan pada media budidaya tidak terlalu tinggi sehingga masih dapat ditoleransi oleh larva ikan guppy. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar dkk., (2018) pada penggunaan madu untuk larva ikan cupang jantan dan menghasilkan dosis terbaik yaitu 5 ml/l dengan persentase ikan jantan sebesar 85,14%. Pasalnya, tingginya konsentrasi madu pada media budidaya membuat larva ikan guppy sulit beradaptasi dan mengalami stres hingga berujung pada kematian.

Madu yang diberikan pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 dapat menghasilkan persentase ikan guppy jantan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dkk. (2018) tentang “Maskulinisasi Larva Ikan Cupang Dengan Madu Alami Menggunakan Metode Drenching” yaitu menggunakan dosis 5/ml/l dengan lama perendaman selama 24 jam dan menghasilkan persentase pejantan terbanyak. Ikan cupang 85,14%. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Johan dan Hasby (2021) menunjukkan bahwa hasil perendaman larva ikan todak dengan madu damil dapat meningkatkan persentase ikan jantan sebesar 72,05%.

Gambar 4.2. Histogram Persentase Jantanisasi Ikan Guppy
Gambar 4.2. Histogram Persentase Jantanisasi Ikan Guppy

Kualitas Air

Kadar amonia pada medium pada penelitian ini adalah ppm, tingginya kadar amonia dipengaruhi oleh konsentrasi madu yang ditambahkan pada medium penelitian. Dengan demikian, kadar amonia media pada penelitian ini masih cukup aman bagi kehidupan ikan guppy. Dengan membandingkan hasil maleisasi ikan guppy pada masing-masing perlakuan, maka perlakuan dengan persentase hasil maleisasi terbaik terdapat pada P1, disusul P2, P3, P4 dan persentase hasil maleisasi terendah terdapat pada P0 dengan perlakuan tanpa madu pada media penelitian.

Madu yang diberikan pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 mampu menghasilkan persentase ikan guppy jantan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0 (kontrol). Hal ini disebabkan kandungan madu berupa chrysin yang berfungsi untuk pengarahan seksual. Jika menyasar alat kelamin ikan, penggunaan bahan alami berupa madu memang dapat memberikan hasil yang signifikan, namun penggunaan dosis yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup larva ikan guppy. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bahan alami untuk pejantan ikan guppy dengan dosis yang lebih rendah, sehingga pengendalian genital dapat dilakukan secara maksimal tanpa mengakibatkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan uji.

Pengaruh lama waktu perendaman induk dalam larutan madu terhadap perubahan jenis kelamin anakan ikan gapi (Poecilia reticulata). Cocos nucifera) untuk maskulinisasi ikan guppy (Poecilia reticulata). Pemanfaatan madu dalam mengoptimalkan produksi ikan guppy jantan (Poecilia reticulata) dengan lama perendaman yang berbeda. Pengaruh Perendaman Induk Ikan Guppy (Poecilia reticulata) dalam Madu Terhadap Sex Ratio Jantan (Sex Reversal) Ikan Guppy.

KESIPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Namun penambahan madu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rendahnya kelangsungan hidup larva ikan guppy, hal ini dikarenakan konsentrasi madu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kualitas air yang merupakan faktor penting bagi pertumbuhan larva.

Saran

Pengaruh perendaman induk betina dalam ekstrak Purwoceng (Pimpinela alpina) pada ikan guppy jantan (Poecilia reticulata). Maskulinisasi ikan gapi (Poecilia reticulata) melalui perendaman ibu hamil dalam larutan madu dengan lama perendaman yang berbeda-beda.

Gambar

Tabel  Halaman
Gambar  Halaman
Tabel 3.1. Bahan  dan Alat Penelitian Yang Dibutuhkan
Tabel 3.2. Hasil Uji Pendahuluan Jantanisasi dan Kelulushidupan.
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tuy PhËt gi¸o TiÓu Thõa ®· ph¸t triÓn m¹nh mÏ vµ nhanh chãng trë thµnh t«n gi¸o chÝnh thèng cña toµn céng ®ång ng­êi Khmer Nam Bé, nh­ng ¶nh h­ëng vµ gi¸ trÞ cña c¸c thÇn, c¸c h×nh