• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal nsional tentang apendisitis (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal nsional tentang apendisitis (1)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2012 – September 2015

Abstract:

Appendicitis is an infammation of vermiform appendix. Acute infammation of the appendix needs to be treated immediately to prevent fatal complications. The incidence among females and males is slightly comparable, however, the incidence is higher among males than females in the age range between 20-30 years. The fundamental clinical decision in the diagnosis of a patient with suspected appendicitis is whether to do an operation or not. The meaningful evaluation of acute appendicitis balances early operative intervention to prevent operative risks. This study aimed to obtain the incidence of appendicitis at Prof. Dr. R.D Kandou Hosiptal Manado from October 2012 to September 2015. This was a retrospective descriptive study using data of the Department of Medical Record Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. The results showed that there were 650 patients. Most patients had acute appendicitis as many as 412 patients (63%) meanwhile chronic appendicitis was found in 38 patients (6%). Of 650 patients, 200 patients had complications; 193 patients (30%) with perforated appendicitis and 7 patients (1%) with appendicular mass. The most frequent age group to develop appendicitis was 20-29 years. The number of male patients was higher than the females. Keywords: appendicitis, incidence Abstrak: Apendisitis adalah adanya peradangan pada apendiks vermiformis. Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindak bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Insidens pada perempuan dan laki-laki umumnya

sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insidens pada laki-laki lebih tinggi. Keputusan klinis mendasar dalam mendiagnosis pasien dengan dugaan

apendisitis ialah apakah perlu dilakukannya operasi atau tidak. Evaluasi yang baik dari kasus apendisitis akut dapat mengurangi intervensi untuk operasi awal, dengan harapan dapat mengurangi risiko operasi yang tidak diperlukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D, Kandou Manado periode Oktober 2012 – September 2015. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif retrospektif dengan menggunakan data di Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa selama periode Oktober 2012 – September 2015 terdapat 650 pasien. Jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infltrat. Kelompok umur tersering yang menderita apendisitis ialah 20-29 tahun. Jumlah pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Kata kunci: apendisitis, angka kejadian Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus buntu, adalah salah satu organ visceral pada sistem gastrointestinal yang sering menimbulkan masalah kesehatan.1 Adanya peradangan pada apendiks vermiformis disebut dengan apendisitis.2

Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindak 231 Thomas, Lahunduitan, Tangkilisan: Angka kejadian apendisitis... bedah segera untuk mencegah

(2)

kausa laparotomi tersering pada anak dan orang dewasa.3 Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini menyebabkan rendahnya insidens kasus apendisitis pada usia tersebut.1 Setiap tahun rata-rata 300.000 orang menjalani apendektomi di Amerika Serikat, dengan perkiraan lifetime incidence berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan konfrmasi diagnosis.4 Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien lanjut usia, yaitu dengan periode angka kematian paling tinggi.5 Insidens pada perempuan dan laki-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi.1 Dalam bentuk tanda dan gejala fsik,

apendisitis adalah suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam jangka waktu yang bervariasi.6 Gejala awal

apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri

bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan dan spasme.7 Diagnosis

apendisitis sedikit menantang. Gejala klinis sering atipikal dan diagnosis apendisitis cukup sulit karena gejalanya yang tumpang tindih dengan kondisi lain. Keputusan klinis mendasar dalam mendiagnosis pasien dengan dugaan apendisitis ialah apakah perlu dilakukannya operasi atau tidak. Evaluasi yang baik dari apendisitis akut dapat mengurangi intervensi untuk operasi awal, dengan harapan dapat mengurangi risiko operasi yang tidak diperlukan.8 Menurut The Lancet perkembangan mortalitas apendisitis terlihat dimana pada tahun 1990 tingkat mortalitas pada keseluruhan umur adalah sebanyak 875.000 kematian sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 719.000 kematian.9 Secara nasional, perkembangan penyakit ini belum mendapat

perhatian yang serius. Hal ini ditunjukkan lewat minimnya data tentang penyakit ini. Demikian halnya dengan data di tingkat lokal Sulawesi Utara, yaitu di RSUP Prof. R.D Kandou Manado. Penelitian ini bertujuan yuntuk mendapatkan angka kejadian pasien apendisitis yang dirawat di Bagian Bedah RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado periode Oktober 2012 – September 2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medik (data sekunder) pasien apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Variabel penelitian ialah jumlah kasus, umur, jenis kelamin, dan

komplikasi. Subjek penelitian ialah semua pasien apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2012 - September 2015, terbukti telah dilakukan apendektomi dan tercatat dalam laporan operasi. HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian secara deskriptif retrospektif di Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Oktober 2012 – September 2015 didapatkan 650 pasien apendisitis. Tabel 1 memperlihatkan bahwa jumlah kasus apendisitis yang paling banyak ialah apendisitis akut sebanyak 412 kasus (63%), diikuti oleh apendisitis perforasi sebanyak 193 kasus (30%), dan

(3)

peripendikuler inflrat yang hanya ditemukan sebanyak 7 kasus (1%). Dari 650 kasus, hanya 31% yang mengalami komplikasi. 232 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Tabel 1. Distribusi pasien Apendisitis Diagnosa Jumlah % Apendisitis akut 412 63 Apendisitis kronik 38 6 Apendisitis perforasi 193 30 Periapendikuler infltrat 7 1 Total 650 100 Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kelompok umur 0-9 tahun terdapat 43 pasien (7%), kelompok umur 10-19 tahun terdapat 164 pasien (25%), kelompok umur 20-29 tahun terdapat 224 pasien (34%), kelompok umur 30-39 tahun terdapat 66 pasien (10%), kelompok umur 40-49 tahun terdapat 56 pasien (9%), kelompok umur 50-59 tahun terdapat 52 pasien (8%), dan kelompok umur >60 tahun terdapat 45 pasien (7%). Tabel 2. Distribusi pasien apendisitis berdasarkan kelompok umur Kelompok umur (Tahun) Jumlah % 0-9 43 7 10-19 164 25 20-29 224 34 30-39 66 10 40-49 56 9 50-59 52 8 >60 45 7 Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa dari 650 kasus, jenis kelamin laki-laki yang menderita apendisitis sebanyak 363 pasien (56%), sedangkan perempuan sebanyak 287 pasien (44%). Tabel 3. Distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah % Laki-laki 363 56 Perempuan 287 44 Total 650 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien apendisitis pada kelompok umur 0- 9 tahun terdapat 30 orang laki-laki dan 13 orang perempuan; pada kelompok umur 10-19 tahun terdapat 96 orang laki-laki dan 68 orang perempuan; pada kelompok umur 20-29 tahun terdapat 69 orang laki-laki dan 155 orang perempuan; pada kelompok umur 30-39 tahun terdapat 66 orang lakilaki dan tidak didapatkan pasien

perempuan; pada kelompok umur 40-49 tahun terdapat 46 orang laki-laki dan 10 orang perempuan; pada kelompok umur 50- 59 terdapat 31 orang laki-laki dan 21 orang perempuan; dan pada kelompok umur >60 tahun terdapat 25 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki-laki mendominasi dengan angka yang tinggi pada setiap kelompok umur kecuali pada kelompok umur 20-29 tahun dimana jenis kelamin perempuan memiliki jumlah yang lebih banyak daripada jenis kelamin lakilaki. Tabel 4. Distribusi pasien Apendisitis berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Kelompok umur (Tahun) Lakilaki Perempuan 0-9 30 13 10-19 96 68 20-29 69 155 30-39 66 - 40-49 46 10 50-59 31 21 >60 25 20 Tabel 5

(4)

berdasarkan kelompok umur dan diagnosa Kelompok umur (Tahun) Apendisitis akut Apendisitis kronik Apendisitis perforasi Periapendiku ler infltrat 0-9 16 - 26 1 10-19 87 8 69 - 20-29 191 3 28 2 30-39 37 8 21 - 40-49 31 9 15 1 50-59 30 4 15 3 >60 20 6 19 - BAHASAN Hasil penelitian di bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado selama periode Oktober 2012 – September 2015

menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis akut yaitu sebanyak 412 pasien (63%) sedangkan apendisitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi adalah sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi apendisitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infltrat. Jumlah kasus apendisitis akut lebih tinggi daripada apendisitis kronik, apendisitis perforasi dan periapendikuler infltrat. Diagnosis apendisitis cukup menantang karena gejalanya yang sering tumpang tindih dengan kondisi lain, namun adanya tanda dan gejala yang khas membuat para klinisi dapat mendiagnosa lebih awal adanya apendisitis. Jumlah kasus apendisitis perforasi tergantung dari banyaknya kasus apendisitis akut karena apendisitis perforasi adalah komplikasi dari apendisitis akut yang tidak tertangani dengan cepat. Perforasi pada apendiks dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jangka waktu antara gejala dan penanganan, umur dan status imunitas.10 Adanya evaluasi yang bermakna serta intervensi operatif awal dapat mencegah komplikasi perforasi yang umumnya berbahaya.11 Apendisitis kronik yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebesar 6% dari 657 pasien.

Apendisitis kronik lebih jarang terjadi daripada apendisitis akut. Gejala yang dialami tidak jelas dan progresinya bersifat lambat. Di Amerika, insidens

apendisitis kronik hanya sebesar 1% diantara apendisitis yang lain.12 Distribusi pasien apendisitis berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita apendisitis ialah kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 224 pasien (34%). Jumlah pasien yang paling sedikit ditemukan pada kelompok umur 0-9 tahun yaitu 43 pasien (7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Körner bahwa apendisitis jarang terjadi pada anakanak.13 Diagnosa apendisitis pada anak sedikit sulit karena anak yang kurang komunikatif dan sukar untuk menentukan ada tidaknya rasa nyeri pada perut. Meskipun jarang ditemukan, namun harus tetap diawasi terutama pada anak-anak dengan riwayat nyeri kolik, muntah dan 234 Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 demam.14,15 Kelompok umur 20-29 tahun memiliki persentase yang paling tinggi diantara kelompok umur yang lain yaitu sebesar 34%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung pada tahun 2013 ditemukan bahwa kelompok umur terbanyak yang menderita apendisitis ialah kelompok umur 26-35 tahun.12 Gearhart dan Silen4 dalam bukunya mengatakan bahwa insidens puncak apendisitis akut ialah pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Hal ini sesuai dengan temuan bahwa insidens apendisitis tertinggi adalah pada umur 20-29 tahun. Berdasarkan jenis kelamin dari 650 kasus, jenis kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar 56%, sedangkan jenis kelamin perempuan hanya sebesar 44%. Ahmad10 dalam

(5)

mendominasi pada setiap kelompok umur disbandingkan dengan jenis kelamin perempuan, kecuali pada kelompok umur 20-29 tahun dimana jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa pada orang dewasa angka kejadian Apendisitis 1,4 kali lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Adapula yang

menjelaskan bahwa insidens tertinggi adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dimana jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi.1,12 Temuan penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, khususnya pada kelompok umur 20-29 tahun dimana pada kelompok umur ini dari 224 pasien yang

didiagnosis apendisitis terdapat 31% jenis kelamin laki-laki (69 pasien) dan 69% jenis kelamin perempuan (155 pasien). Berdasarkan kelompok umur dan

diagnosa, pada kelompok umur 0-9 tahun, apendisitis perforasi memiliki jumlah kasus yang lebih banyak dibandingkan dengan apendisitis akut. Insidens

perforasi tinggi pada anak disebabkan karena dinding apendiks anak yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses perdindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.1 Pada kelompok umur 10-19 tahun insidens apendisitis akut lebih tinggi daripada apendisitis perforasi. Adanya perkembangan maksimal dari jaringan limfoid di masa remaja menjadi faktor meningkatnya insidens apendiks untuk tersumbat, sehingga sumbatan yang sedikit saja akan menyebabkan tekanan intraluminal yang tinggi.16 Jumlah kasus apendisitis akut yang paling tinggi ditemukan pada kelompok umur 20-29 tahun (191 pasien). Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa insidens tertinggi adalah pada kelompok umur 20-30 tahun dan setelah itu menurun. Pada kelompok umur >60 tahun ditemukan bahwa apendisitis akut masih lebih banyak daripada apendisitis kronik, apendisitis perforasi, dan periapendikuler infltrat. Meskipun angka komplikasi apendisitis perforasi tidak terlalu tinggi, namun harus dievaluasi resiko terjadinya perforasi. Insidens perforasi pada pasien di atas 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa

penyempitan lumen dan arteriosklerosis yang dapat menyebabkan gangguan aliran arteri dan vena ke apendiks. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa usia di atas 60 tahun sudah tidak didapatkan lagi jaringan limfoid pada apendiks, terdapat perubahan pada lapisan serosa yang kurang elastik dibanding dengan lapisan mukosa sehingga menyebabkan respon terhadap tekanan intraluminal berbeda dengan pasien yang lebih muda. Kemampuan peregangan akibat

(6)

tahun yang paling banyak dijumpai ialah apendisitis akut dan yang paling sedikit ialah periapendikuler infltrat. 4. Pada keseluruhan kelompok umur, jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita apendisitis daripada jenis kelamin perempuan kecuali pada kelompok umur 20-29.

APPENDISITIS AKUT BAB I

PENDAHULUAN

(7)

ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun1 . Appendicitis dapat mengenai semua

kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifkan2 . Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka

appendectomy negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fsik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis2 Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinfamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan shock.

Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia 3 . BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3- 15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya4 . Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4 .

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis

bermula di sekitar umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5 . Gambar 1. Variasi lokasi Appendix 2.2 FISIOLOGI Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh5 . 2.3 INSIDENSI Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.

(8)

perbandingan 3:2. Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya. Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6 2.4 ETIOLOGI Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien

appendicitis yaitu7 : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species 2.5

PATOGENESIS Appendicitis terjadi dari proses infamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari Appendicitis dapat terjadi karena

berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering

disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fbrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis5 Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak5. Distensi appendiks

(9)

nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah

menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator infamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat infamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat infamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Infamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine5. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi

appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fsik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fsik5 Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat

mengindikasikan adanya abscess pelvis5 2.6 GAMBARAN KLINIS Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis

appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di

periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang

(10)

appendicitis retrocecal arau pelvis1. Jika infamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain

appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis1. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut difexikan 1 . Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter. 2.7 PEMERIKSAAN FISIK Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9. Secara klinis, dikenal beberapa

manuver diagnostik4 Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifk4 Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan

diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau

abscess.Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang

terinfamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis

terjadinya Obturator sign Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. Baldwin test: nyeri di fank bila tungkai kanan ditekuk. Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga

abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher. Dunphy sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifkasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor 6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya

(11)

Nyeri lepas 1 Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total poin 10 Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan11. 2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000- 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofl (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan

appendicitis1. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika infamasi appendiks terjadi di dekat ureter1. Ultrasonograf Ultrasonograf sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitiftas USG lebih dari 85% dan spesiftasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix1. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder

appendix sebagai hasil dari salphingitis atau infammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1. CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitiftas dan spesifsitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test

diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo” 2.9 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin Pada anak-anak balita àntara lain intususepsi,

divertikulitis, dan gastroenteritis akut. Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika

(12)

dewasa muda adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fsik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada skrotumnya. Pada wanita usia muda Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic

infammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi. Pada usia lanjut

Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium. 2.10 KOMPLIKASI 1.

Appendicular infltrat: Infltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. 2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar. 3. Perforasi 4. Peritonitis 5. Syok septik 6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar 7. Gangguan

peristaltik 8. Ileus 2.11 PENATALAKSANAAN Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fsik. n Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. n Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan

appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative n Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post opersi. n Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob n Antibiotika

preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik proflaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan

Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus,

Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides. Teknik operasi

(13)

waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia

cicatricalis. 2 lapis M.rectus abd. sayatan b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop

Faktor Prediksi Perforasi Apendiks pada Penderita Apendisitis Akut Dewasa di RS Al-Ihsan Kabupaten

(14)

Morbiditas dan mortalitas apendisitis akut disebabkan oleh perkembangan apendisitis akut menjadi perforasi apendiks. Hal-hal yang menyebabkan kerentanan apendiks belum banyak diteliti dan belum diketahui penyebab pastinya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memprediksi terjadinya perforasi apendiks. Penelitian dengan desain kasus kontrol menggunakan data sekunder berupa rekam medis penderita apendisitis akut dewasa di RS Al-Ihsan Kabupaten Bandung tahun 2013–2014 dengan jumlah kasus (perforasi apendiks) 36 kasus dan kontrol (nonperforasi) 93 kasus. Analisis data yang dilakukan meliputi deskriptif, chi-square, receiver operating characteristic, dan regresi logistik multivariat. Dua faktor prediksi yang bermakna sebagai faktor prediksi perforasi apendiks dalam analisis regresi logistik multivariat adalah suhu badan di atas 37,50C dengan odds ratio (OR) 7,54 (IK 95%: 2,01–28,33), jumlah leukosit di atas 11.500/mm3 dengan OR 12,12 (IK 95%: 4,03–36,48). Perlu validasi pemeriksaan suhu badan di RS, penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor prediksi lainnya, persiapan operasi segera untuk pencegahan komplikasi perforasi apendiks, dan pemberian informasi ke masyarakat bahwa sakit perut dapat bersifat gawat darurat. Kata kunci:

Apendisitis akut, faktor prediksi, perforasi apendiks Predictive Factors for Perforated Appendix in Acute Appendicitis Adult Patients in Al-Ihsan Hospital Bandung Regency 2013–2014 Abstract Appendix perforation is the causation for acute appendicitis morbidity and mortality. Factors that may cause appendix vulnerability has not been extensively studied before and the main cause is still yet unknown. The goal of this study was to analyze what factors that could be used to predict appendix perforation. This study was a case control study using 2013–2014 medical records in Al-Ihsan Hospital Bandung Regency as data. Case group pooled from 36 perforated appendix adult (above 15 years old) patients, while control group pooled from 93 non perforated appendix adult patients. Data analysis conducted were descriptive, chi-square, receiver operating

characteristic, and multivariate logistic regression. There were two prediction factors which signifcantly associated with perforated appendix. Those were body temperature above 37.5°C with odds ratio (OR) 7.54 (95% CI: 2.01–28.33), and leucocytes count above 11,500/mm3 with OR 12.12 (95% CI: 4.03–36.48).

Further studies and body temperature validation on each hospital are needed to fnd other prediction factors, preparing pre operative equipment for immediate defnite measure like surgery to prevent the complication of perforated

appendix, and education to people that abdominal pain is not always causing by gastric problem and it might be a case of emergency. Key words: Acute

appendicitis, perforated appendix, predictive factors Global Medical and Health Communication, Vol. 4 No. 2 Tahun 2016 115 Pendahuluan Apendisitis akut merupakan peradangan yang terjadi di apendiks vermiformis dan merupakan penyebab tersering nyeri akut abdomen serta menghasilkan jenis operasi yang paling sering dilakukan di dunia.1 Apendisitis akut mampu berkembang menjadi perforasi apendiks yang nantinya dapat mengakibatkan 67% kematian pada kasus-kasus apendisitis akut.2 Apendektomi yang dini telah lama

(15)

intra-abdomen atau septikemia gram negatif.4 Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang dapat memberikan prediksi perforasi apendiks terhadap penderita apendisitis akut berusia di atas 15 tahun di RS Al-Ihsan Kabupaten Bandung. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan desain studi kasus kontrol. Populasi sumber

penelitian ini adalah pasien apendisitis akut dewasa (≥15 tahun) di RS AlIhsan Kota Bandung periode Januari 2013 sampai Juni 2014. Sampel diambil dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi, diambil dari tahun terdekat ke tahun terjauh. Kriteria inklusi kasus adalah pasien dewasa yang berusia di atas 15 tahun yang didiagnosis apendisitis akut, mendapatkan terapi apendektomi, dan didiagnosis pascaoperasi perforasi apendiks. Kriteria inklusi pada grup kontrol adalah pasien dewasa di atas 15 tahun, didiagnosis apendisitis akut, telah mendapatkan terapi apendektomi, dan didiagnosis pascaoperasi bukan sebagai perforasi apendiks. Kriteria eksklusi kedua grup adalah data rekam medis yang tidak lengkap. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara

konsekutif dengan jumlah yang minimal sampel berdasarkan rumus penentuan hipotesis odds ratio tidak sama dengan satu. Jumlah subjek yang diperlukan dalam penelitian ini pada grup kasus minimal sebanyak 28 subjek dan grup kontrol minimal sebanyak 84 subjek. Variabel yang diukur terdiri atas variabel tergantung, yaitu integritas apendiks (perforasi atau tidak) yang dinilai secara makroskopis lewat temuan operasi. Variabel bebas yang diukur adalah Gambar 1 Teknik Pengambilan Sampel Populasi sumber Rekam Medis Kriteria Inklusi Kasus: 1. Pasien dewasa (usia ≥15 tahun) 2. Diagnosis apendisitis akut 3. Apendektomi 4. Diagnosis perforasi apendiks Kriteria Inklusi Kontrol: 1. Pasien dewasa (usia ≥15 tahun) 2. Diagnosis apendisitis akut 3. Apendektomi 4. Diagnosis bukan perforasi apendiks Populasi eligible Eksklusi 28 kasus 84 kontrol Consecutive sampling Usia? Jenis kelamin? Pendidikan terakhir? Kelas rawat? Bagian? -Antibiotik? - Jarak rumah? - Demam 55 1 3 4 4 ≤55 35 97 89 96 Jenis kelamin Laki-laki 18 50 34 37 Perempuan 18 50 59 63 Kelas rawat Kelas di atas kelas III 15 42 45 48 Kelas III 21 58 48 52 Masuk melalui Poliklinik 5 14 49 53 UGD 31 86 44 47 Pemberian antibiotik Ya 24 67 34 37 Tidak 12 33 59 63 Suhu badan

Demam (>37,5°C) 16 44 4 4 Tidak demam (12 jam 18 50 56 60 ≤12 jam 18 50 37 40 perforasi apendiks terjadi, timbul kontaminasi dalam dinding perut

sehingga waktu operasi akan menjadi lebih lama. Karena lama operasi

(16)

Tahun 2016 118 apendiks yang diteliti dalam penelitian ini tidak menunjukkan hubungan dengan kelas rawat secara langsung maupun status ekonomi secara tidak langsung. Kemungkinan terdapat faktor lain yang lebih menentukan perforasi apendiks dibandingkan dengan status ekonomi dalam penelitian ini. Penundaan apendektomi menjadi faktor risiko terjadi perforasi apendiks seperti yang diteliti oleh Busch dkk. di Swiss.7 Penundaan >12 jam meningkatkan odds untuk terkena perforasi apendiks sebanyak 1,4 kali bila dibanding dengan penundaan ≤12 jam.7 Berbeda dengan penundaan apendektomi di RS Al-Ihsan tidak berhubungan dengan risiko Tabel 3 Hubungan antara Faktor Prediksi dengan Perforasi Apendiks Faktor Prediksi Kasus Kontrol OR IK 95% p Usia (tahun) >55 1 4 0,64 0,01–6,74 1,00 ≤55 35 89 Jenis kelamin Laki-laki 18 34 1,74 0,74–4,05 0,17 Perempuan 18 59 Masuk lewat Poliklinik 5 49 0,14 0,04–0,43 0,0001 UGD 31 44 Antibiotik Ya 24 23 3,47 1,43–8,58 0,0029 Tidak 12 42 Kelas rawat Kelas di atas kelas III 15 45 0,76 0,32–1,77 0,56 Kelas III 21 48 Lama masuk RS–operasi >12 jam 18 56 0,66 0,28–1,54 0,36 ≤12 jam 18 37 Suhu badan >37,5°C 16 4 17,8 4,89–78,63 0,00 ≤37,5°C 20 89 Jumlah leukosit ≥11.500 31 23 18,6 6,04–66,69 0,0000 11.500/mm3 memiliki risiko 12,12 kali untuk mengalami perforasi apendiks setelah dikontrol oleh faktor peningkatan suhu badan. Penderita apendisitis akut dengan suhu >36,5°C memiliki risiko 7,54 kali mengalami perforasi apendiks sesudah dikontrol oleh peningkatan jumlah sel leukosit. Perforasi apendiks menimbulkan reaksi berupa infamasi peritoneal lewat kebocoran isi dari usus ke sekitar peritoneum. Peritoneum dipersaraf cabang saraf yang sama dengan yang mempersaraf dinding

abdomen, sangat sensitif terhadap nyeri, panas, sentuhan, dan tekanan.8 Rasa nyeri hebat yang muncul ini akan membuat penderita untuk segera datang ke UGD. Jumlah leukosit yang tinggi menjadi pertimbangan bagi dokter untuk memberikan antibiotik pada saat admisi di UGD. Peningkatan suhu yang terjadi merupakan mekanisme adaptif untuk kontrol infeksi. Fenomena ini disebabkan oleh stimulus eksternal (biasanya mikrob) yang memicu fagosit untuk

mengeluarkan hormon penyebab demam (pirogen endogen). Pirogen tersebut bersirkulasi ke area hipotalamus anterior dan preoptik yang meningkatkan set-point temperatur tubuh.9 Apendisitis berdasarkan atas patofsiologi akan menyebabkan disfungsi mukosa yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhannya bakteri dan menimbulkan mekanisme adaptif berupa

(17)

Referensi

Dokumen terkait

MEDIA SOSIAL LINE@ MUSIK INDIE BANDUNG SEBAGAI SARANA PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan

produksiyang dikeluarkan selama proses produksi dengan menggunakan metode target costing.Pada saat melakukan perhitungan biaya produksi perusahaan juga melakukan identifikasi

Sedang PT.SAU memiliki sebagian dokumen yang menyangkut tanggung jawab sosial pemegang izin sesuai dengan peraturan perundangan yang relevan/berlaku seperti

267 RIAN HIDAYAT DESAIN KOMUNIKASI VISUAL (DKV) LULUS. 268 RIDHA NURAZIZAH

Think of all those secretaries!-corruption breeding corruption from pa- pyrus to papyrus, and from the last disintegrating scrolls to the first new-fangled parch- ment books, with

[r]

Bungkil Inti Kelapa Sawit mempunyai serat kasar yang cukup tinggi dan batas penggunaanya dalam ransum sangat terbatas khususnya bagi ternak unggas, oleh karena itu harus