• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DIJADIKAN DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL A. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Permohonan Pembuatan Akta Keterangan Lunas oleh Notaris - Analisis Yuridis Akta K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DIJADIKAN DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL A. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Permohonan Pembuatan Akta Keterangan Lunas oleh Notaris - Analisis Yuridis Akta K"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG DIJADIKAN DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL

A. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Permohonan Pembuatan Akta Keterangan Lunas oleh Notaris

Perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perjanjian tidak bernama (on benoemde), hal ini disebabkan karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan suatu perjanjian yang timbul karena kebutuhan masyarakat yang menghendakinya. Namun demikian perjanjian pengikatan jual beli tetap tunduk pada hukum perjanjian yang termuat didalam KUH Perdata

Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan, mempunyai sifat sistem terbuka. Maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

Perjanjian adalah sebagai perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal dengan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.29

Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan

(2)

sesuatu.30Menurut Van Dunne perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.31

Sedangkan pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan diri terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih. Dari definisi perjanjian yang diterangkan di atas terlihat bahwa suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji atau kesanggupan oleh para pihak, baik secara lisan maupun secara tertulis untuk melakukan sesuatu atau menimbulkan akibat hukum.

Syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi : untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut merupakan syarat yang mutlak yang harus ada atau dipenuhi dari suatu perjanjian, tanpa syarat-syarat tersebut maka perjanjian dianggap tidak pernah ada.Kedua syarat yang pertama yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan dinamakan syarat subyektif karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal, dinamakan syarat obyektif dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

30R. Subekti,

Hukum Perjanjian, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1998, hal 1

31Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of

(3)

Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi salah satu atau keduanya, maka perjanjian dapat dituntut pembatalannya.Dalam arti, bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.Pihak yang menuntut pembatalan tersebut, adalah salah satu pihak vang dirugikan atau pihak yang tidak cakap.Sedangkan dalam hal apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.

Untuk lebih jelasnya berikut sedikit penjelasan tentang keempat syarat sahnya perjanjian, yaitu :

1. Sepakat Mereka Yang Mengikatkan Diri

Syarat ini merupakan syarat mutlak adanya sebuah perjanjian, dimana kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari perjanjian yang dilakukan/diadakan itu, dan apabila mereka tidak sepakat maka tidak ada perjanjian.Kesepakatan yang dibuat menunjukkan bahwa mereka (orang-orang) yang melakukan perjanjian, sebagai subyek hukum tersebut mempunyai kesepakatan (kebebasan) yang bebas dalam membuat isi perjanjian serta tidak boleh adanya unsur paksaan.

(4)

seperti paksaan yang terjadi sebagai akibat terjadinya kelalaian atau wanprestasi dan satu pihak kemudian melakukan penggugatan ke muka pengadilan dan sebagai akibatnya pengadilan memaksa untuk memenuhi prestasi.32

Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian menjadi batal jika terdapat paksaan terdapat dalam Pasal 1323 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi : paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut telah tidak dibuat, serta ketentuan dalam Pasal 1325 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi : paksaan mengakibatkan batalnya suatu perjanjian tidak saja apabila dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat perjanjian, tetapi juga apabila paksaan itu dilakukan terhadap suami atau istri atau sanak keluarga dalam garis keatas maupun kebawah.

Mengenai kekeliruan dapat terjadi terhadap orang maupun benda, sedangkan yang dimaksud dengan penipuan ialah apabilasalah satu pihak dengan sengaja memberikan hal atau sesuatu yang tidak benar, atau dengan akal cerdik sehingga orang menjadi tertipu.Dan apabila penipuan dilakukan maka perjanjian yang dibuat dapat batal. Sesuai dengan Pasal 1328 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi : penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah

(5)

sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut.

2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan

Kecakapan untuk membuat suatu perikatan mengandung makna bahwa pihak-pihak yang membuat perjanjian/perikatan tersebut merupakan orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap oleh atau menurut hukum, sehingga perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai hukum pula.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), hanya diterangkan tentang mereka/pihak-pihak yang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Sehingga pihak diluar yang tidak cakap tersebut dianggap cakap untuk melakukan perbutan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1329 KUHPer yang berbunyi : setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. 33

Pihak yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum diatur dalam Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi “tak cakap unuk membuat suatu perjanjian adalah” :

a. Orang-orang yang belum dewasa

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menentukan bahwa mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak pernah kawin

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

(6)

Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan menurut Pasal 433-462 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap, walaupun ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Disamping itu orang-orang dewasa yang mempunyai sifat pemboros dapat juga ditaruh dibawah pengampuan.

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang diterapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Menurut Pasal 108 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) perempuan yang telah bersuami dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, kecuali jika ia didampingi atau diberi izin tertulis dari suaminya. Sedangkan pada Pasal 109 KitabUndang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menentukan pengecualian dari pasal 108 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu bahwa istri dianggap telah memperoleh izin atau bantuan dari suami dalam hal membuat perjanjian untuk keperluan rumah tangga sehari-hari atau sebagai pengusaha membuat perjanjian kerja, asalkan untuk keperluan rumah tangga.

(7)

3. Suatu Hal Tertentu

Maksud dari kata suatu hal tertentu pada persyaratan sahnya suatu perjanjian adalah obyek dari pada perjanjian.Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) ditentukan bahwa objek perjanjian tersebut haruslah merupakan barang-barang yang dapat ditentukan nilainya atau dapat diperdagangkan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1333 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi : "Suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah itu barangtidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.34

4. Suatu Sebab Yang Halal

Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu bahwa isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, norma-norma, kesusilaan, dan ketertiban umum.Misalnya : seseorang mengadakan transaksi jual-beli senjata api tanpa dilindungi oleh surat-surat yang sah dalam hal pemilikan senjata api, maka perjanjian yang dilakukan adalah batal, karena tidak memenuhi syarat mengenai suatu sebab yang halal yaitu prestasi yang dilakukan telah melanggar undang-undang tentang pemilikan senjata api.

Menurut Pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) : "Suatu perjanjian tanpa sebab (causal), atau telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan." Sedangkan Pasal 1336 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), menegaskan bahwa jika tidak dinyatakan

(8)

sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun ada sesuatu sebab lain dari pada yang dinyatakan perjanjiannya namun demikian adalah sah.35

Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian adalah : a. Ada pihak yang saling berjanji;

b. Ada Persetujuan;

c. Ada tujuan yang hendak di capai;

d. Ada Prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan objek perjanjian;

e. Ada bentuk tertentu (lisan atau tertulis);

f. Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi objek perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap.36

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas mengenai perjanjian. Asas-asas tersebut adalah :

a. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme adalah bahwa suatu perikatan itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain bahwa perikatan sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan.37

35Arifin Rachman, Hukum Perikatan Menurut KUH Perdata, Eresco, Bandung, 2012, hal. 26 36

Henny Rahmita, Hukum Perikatan Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Bina Cipta, Jakarta, 2009H, hal. 21

(9)

Sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), dinyatakan bahwa syarat sahnya sebuah perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Maksudnya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

Sesuai Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), dinyatakan bahwa syarat sahnya sebuah perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak.Maksudnya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanyakesepakatan para pihak.Kesepakatan tersebut dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai alat bukti.

Sehubungan dengan kata sepakat, maka dalam ilmu hukum ditemukan tiga teori kata sepakat yaitu:38

1) Teori Kehendak (WiIIstheorie)

Menurut teori ini bahwa kehendak para pihak telah bertemu dan mengikat, maka telah terjadi suatu perjanjian.

2) Teori Pernyataan (ultingstheorie)

Menurut teori ini dinyatakan bahwa apa yang dinyatakan oleh seseorang dapat dipegang sebagai suatu perjanjian. Jadi tidak perlu dibuktikan apakah pernyataannya sesuai dengan kehendaknya ataukah tidak.Karena itu, dengan pernyataan dari seseorang, maka telah ada suatu konsensus.Teori ini merupakan kebalikan dari teori kehendak.

(10)

3) Teori Kepercayaan (Vertrauwenstheorie)

Menurut teori ini apa yang secara wajar dapat dipercaya dari seseorang manusia yang wajar, dapat dipegang sebagai suatu persetujuan. Dengan demikian apa yang secara wajar dapat dipercaya dari seseorang akan menimbulkan kata sepakat. b. Asas kebebasan berkontrak

Kebebasan berkontrak39, adalah salah satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia menyatakan, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : Membuat atau tidak membuat perjanjian; Mengadakan perjanjian dengan siapapun; Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya; Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Sedangkan Abdulkadir Muhammad berpendapat, kebebasan

berkontrak dibatasi dalam :40

1) Tidak dilarang oleh undang-undang; 2) Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan 3) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum. c. Asas Pacta Sunt Servada

Asas Pacta Sunt Servada berkaitan dengan akibat dari perjanjian, yaitu asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam

39 Mariam Darus Badrulzaman, dkk.,

Kompilasi Hukum Perikatan, PT Cira Aditya Bakti, 2001, Bandung, hal 84

(11)

Pasal 1338 KUHPer yang menyebutkan : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), dikenal adanya asas konsensualisme sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus tersebut, dan pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.

Menurut para ahli hukum, azas tersebut harus disempurnakan dari Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan bukan dari Pasal 1338 (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Karena Pasal 1338 (1) yang berbunyi : "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.41

Jadi bilamana sudah tercapai kata sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun ada perjanjian-perjanjian yang lahirnya tidak cukup hanya dengan adanya sepakat saja, tetapi disamping itu diperlukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata dan perjanjian-perjanjian "formal" atau perjanjian-perjanjian riil, itu adalah pengecualian.

(12)

Perjanjian formal contohnya adalah perjanjian"perdamaian" yang menurut Pasal 1851 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) harus diadakan secara tertulis (kalau tidak maka tidak sah). Sedangkan untuk perjanjian riil adalah misalnya perjanjian `'Pinjam pakai" yang menurut Pasal 1740 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) baru tercipta dengan diserahkannya barang yang menjadi objeknya atau perjanjian "Penitipan" yang menurut Pasal 1694 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) baru terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan.42

Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah. Persyaratan yang timbul dari undang-undang misalnya jual beli harus telah lunas baru Akta Jual Beli (AJB) dapat di tandatangani. Pada umumnya persyaratan yang sering timbul adalah persyaratan yang lahir dari kesepakatan para pihak yang akan jual beli, misalnya pada waktu akan melakukan jual beli, pihak pembeli menginginkan adanya sertipikat hak atas tanah yang akan dibelinya sedangkan hak atas tanah yang akan dijual belum mempunyai sertipikat, dan dilain sisi, misalnya pihak pembeli belum

(13)

mampu untuk membayar semua biaya hak atas tanah secara lunas, sehingga baru dibayar setengah dari harga yang disepakati.43

Pada dasarnya perjanjian pengikatan jual beli yang dibahas dalam penelitian ini adalah perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah antara pihak penjual dengan pihak pembeli yang dilakukan dengan menggunakan akta di bawah tangan, dimana pihak pembeli melakukan pembelian tanah tersebut dengan cara mencicil harga tanah yang dibayar oleh pembeli dalam jangka waktu tertentu yaitu satu bulan sekali dengan menggunakan uang muka sebagai tanda jadi dari pembelian hak atas tanah tersebut. Perjanjian pengikatann jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak pembeli dalam penelitian ini disebabkan karena pihak pembeli tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli secara tunai hak atas tanah tersebut dari pihak pembeli.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah perjanjian antara calon pembeli dan calon penjual obyek tanah dan bangunan yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB). Karena obyek tanah dan bangunan termasuk dalam benda tidak bergerak (benda tetap) yang pengalihannya (jual beli) harus dibuat dengan akta Notaris/PPAT dalam bentukAkta Jual Beli(AJB),maka sebelum dibuatnya AJB biasanya perlu dilakukan serangkaian persiapan. Bagi pemilik tanah perorangan, misalnya, calon pembeli biasanya perlu melakukan pengecekan tanah ke kantor pertanahan, sementara calon penjual perlu meminta uang muka sebagai tanda keseriusan. Bagi perusahaan developer, misalnya, PPJB biasanya digunakan untuk

(14)

memperoleh dana awal (uang muka) dari konsumen untuk memperlancar pembangunan rumah/apartemen yang dibangunnya.44

Dalam rangka pemeriksaan ke kantor pertanahan dan pembayaran uang muka tersebut, atau untuk memperlancar dana pembangunan bagi perusahaan developer, maka diperlukan adanya PPJB sebagai ikatan awal keseriusan para pihak untuk bertransaksi. Dalam ikatan awal tersebut biasanya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga jika calon pembeli membatalkan transaksi maka ia akan kehilangan uang mukanya. Dengan begitu, PPJB mengikat para pihak untuk sama-sama serius melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan, yaitu yang pada saatnya nanti keseriusan itu ditandai dengan penandatangan AJB dan pelunasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat PPJB antara lain:

1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan), sertifikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada obyek tanah dan bangunan tersebut.

2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya. Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.

3. Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunan rumahnya tidak selesai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan developer, maka calon

44 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum

(15)

pembeli berhak membatalkannya dan menerima kembali uang muka. Atau jika pembangunan itu telah selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang mukanya.

4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah dan biaya Notaris/PPAT.

5. Jika perlu dapat dimasukan klausul pernyataan dan jaminan dari calon penjual, yaitu bahwa tanah dan bangunan tidak sedang berada dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.45

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah perjanjian antara calon pembeli dan calon penjual obyek tanah dan bangunan yang dibuat sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB). Karena obyek tanah dan bangunan termasuk dalam benda tidak bergerak (benda tetap) yang pengalihannya (jual beli) harus dibuat dengan akta Notaris/PPAT dalam bentukAkta Jual Beli(AJB),maka sebelum dibuatnya AJB biasanya perlu dilakukan serangkaian persiapan. Bagi pemilik tanah perorangan, misalnya, calon pembeli biasanya perlu melakukan pengecekan tanah ke kantor pertanahan, sementara calon penjual perlu meminta uang muka sebagai tanda

(16)

keseriusan. Bagi perusahaan developer, misalnya, PPJB biasanya digunakan untuk memperoleh dana awal (uang muka) dari konsumen untuk memperlancar pembangunan rumah/apartemen yang dibangunnya.

Dalam rangka pemeriksaan ke kantor pertanahan dan pembayaran uang muka tersebut, atau untuk memperlancar dana pembangunan bagi perusahaan developer, maka diperlukan adanya PPJB sebagai ikatan awal keseriusan para pihak untuk bertransaksi. Dalam ikatan awal tersebut biasanya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga jika calon pembeli membatalkan transaksi maka ia akan kehilangan uang mukanya. Dengan begitu, PPJB mengikat para pihak untuk sama-sama serius melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan, yaitu yang pada saatnya nanti keseriusan itu ditandai dengan penandatangan AJB dan pelunasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat PPJB antara lain:

1. Uraian obyek tanah dan bangunan harus jelas, antara lain ukuran luas tanah dan bangunan (jika perlu disertai peta bidang tanah dan arsitektur bangunan), sertifikat dan pemegang haknya, dan perizinan-perizinan yang melekat pada obyek tanah dan bangunan tersebut.

2. Harga tanah per-meter dan harga total keseluruhan serta cara pembayarannya. Pembayaran harga tanah dapat juga ditentukan secara bertahap yang pelunasannya dilakukan pada saat penandatanganan AJB.

(17)

jika pembangunan itu telah selesai sesuai waktunya tapi calon pembeli membatalkannya secara sepihak, maka calon pembeli akan kehilangan uang mukanya.

4. Penegasan pembayaran pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan, misalnya biaya pengukuran tanah dan biaya Notaris/PPAT.

5. Jika perlu dapat dimasukan klausul pernyataan dan jaminan dari calon penjual, yaitu bahwa tanah dan bangunan tidak sedang berada dalam jaminan hutang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Jika ternyata pernyataan dan jaminan calon penjual itu tidak benar, maka calon penjual akan membebaskan calon pembeli dari tuntutan pihak lain manapun.46

Konsep perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh para pihak baik pihak penjual maupun pihak pembeli tetap mengacu kepada konsep perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh notaris dimana isi dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut memuat antara lain hal-hal sebagai berikut :

1. Nama dan identitas lengkap dari pihak penjual dan pihak pembeli

2. Uraian tentang luas tanah secara keseluruhan dan harga per meter2 dari tanah tersebut serta harga total dari keseluruhan tanah tersebut.

3. Uraian tentang batas-batas tanah yang akan dijual yang batas-batasnya meliputi sebelah barat, sebelah timur, sebelah utara dan sebelah selatan.

(18)

4. Uraian tentang dasar hak kepemilikan atas tanah yang akan dijual tersebut

5. Jangka waktu pembayaran yang disepakati oleh pihak penjual dan pihak pembeli dan besarnya cicilan yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual setiap bulannya.

6. Batas waktu toleransi keterlambatan pembayaran yang disetujui dari pihak penjual kepada pihak pembeli.

7. Uraian tentang selama masa pembayaran berlangsung oleh pihak pembeli kepada pihak penjual maka sertipikat hak atas tanah tersebut masih tetap berada di atngan pihak penjual (pemilik tanah)

8. Sanksi denda atas keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pihak pembeli terhadap pihak penjual.

9. Urana tentang jangka waktu paling lama pihak pembeli melunasi keseluruhan harga hak atas tanah terhadap pihak penjual dan sanksi pembatal pengikatan jual beli apabila dalam jangka wkatu yang telah disepakati tersebut pihak pembeli tidak dapat melunasi keseluruhan harga hak atas tanah tersebut

(19)

11. Uraian tentang surat pernyataan lunas dari pihak penjual yang dibuat secara tertulis kepada pembeli apabila pihak pembeli telah membayar lunas seluruh harga hak atas tanah tersebut.47

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwaanatomi / isi dari perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh pihak penjual dan pihak pembeli dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan dalam penelitian ini adalah suatu perjanjian pengikatan jual beli di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh pihak penjual dan pihak pembeli dan menggunakan materai secukupnya.

Perjanjian pengikatan jual beli di bawah tangan sebagaimana tersebut di atas apabila pelaksanaan pembayaran dari pihak pembeli kepada pihak penjual telah lunas secara kesleuruhan dan pihak penjual telah membuat suatu pernyataan tertulis bahwa pihak pembeli telah membayar lunas seluruh harga tanah yang dijualnya kepada pihak pembeli, maka secara hukum kedudukan pihak pembeli cukup kuat bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Namun demikian berhubung karena tanah tersebut merupakan tanah yang bersertipikat, maka dalam proses pengurusan balik nama dari pihak penjual kepada pihak pembeli tidak cukup hanya menunjukkan perjanjian pengikatan jual beli serta pernyataan tertulis dari pihak penjual yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah dibayar lunas seluruhnya oleh pihak pembeli sehingga pemilik baru dari tanah tersebut adalah pihak pembeli bukan lagi pihak penjual. Oleh karena itu pihak pembeli yang telah membayar lunas seluruh harga hak atas tanah kepada pihak penjual membutuhkan

(20)

suatu bukti autentik lainnya yaitu yang dibuat oleh notaris berupa akta keterangan lunas yang didasarkan kepada perjanjian pengikatan jual beli dan surat pernyataan lunas yang telah dibuat oleh pihak penjual kepadapihak pembeli tersebut.48

B. Tinjauan Umum Tentang Akta keterangan Lunas Yang Dibuat Oleh Notaris

Pada prinsipnya akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat secara di bawah tangan oleh para pihak adalah merupakan suatu pernyataan dari para pihak itu sendiri yang menyatakan di dalam akta autentik keterangan lunas yang dibuat oleh notaris mengenai kronologis peristiwa telah terjadinya suatu pengikatan jual beli diantara para penghadap yaitu pihak penjual dan pihak pembeli, dimana pihak pembeli telah melaksanakan kewajibannya untuk membayar lunas seluruh harga hak atas tanah yang telah disepakati oleh para pihak melalui suatu pembayaran cicilan setiap bulannya yang dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual, dimana bukti pembayaran setiap bulan tersebut ditandai dengan adanya tanda tangan bersama dari pihak penjual dan pembeli pada tabel jangka waktu pembayaran yang telah dibuat dan disepakati oleh para pihak dan dilampirkan dalam perjanjian pengikatan jual beli yang telah disepakati oleh pihak penjual dan pihak pembeli tersebut.49

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa notaris sebagai pejabat publik yang berwenang membuat suatu akta autentik, membuat akta keterangan lunas berdasarkan

48

Herlien Budiono, artikel “Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi tahun I, No 10, Bulan Maret 2004, hal 57

49Djaja S Meliala, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undang Hukum

(21)

keterangan yang disampaikan oleh para penghadap yaitu pihak penjual dan pihak pembeli dan akta keterangan lunas tersebut akan dijadikan bukti autentik bagi bagi pihak pembeli dalam pelaksanaan balik nama hak atas tanah dihadapan PPAT nantinya. Adapun isi akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris meliputi antara lain :

1. Hari, tanggal, waktu dan tempat pembuatan akta keterangan lunas tersebut serta saksi-saksi yang ikut menandatangani akta keterangan lunas tersebut.

2. Nama dan identitas para pihak yang membuat akta keterangan lunas sebagai para penghadap yang diuraikan secara lengkap.

3. Uraian tentang luas tanah, letak tanah, dasar hukum hak atas tanah serta keterangan tentang situasi dan benda-benda yang berada di atas tanah tersebut serta nama pemilik dari tanah tersebut yaitu nama pihak penjual.

4. Uraian tentang pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli yang telah dilakukan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang dilakukan dengan menggunakan sistem cicilan / angsuran, harga permeter dan harga keseluruhan dari tanah tersebut serta uraian tentang dimulainya pelaksanaan pembayaran angsuran / cicilan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual serta jangka waktu terakhir pelunasan yang telah dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual.

(22)

6. Uraian tentang telah terjadinya peralihan hak kepemilikan atas tanah yang bersertipikat tersebut dari pihak penjual kepada pihak pembeli dengan terjadinya pelunasan seluruh harga hak atas tanah yang telah dilakukan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual.

7. Uraian tentang akan diberikannya akta surat kuasa yang dibuat secara tersendiri dan memberi kuasa kepada pihak pembeli dengan hak subtitusi baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk :

a. Mengurus dan menyelesaikan segala sesuatu yang berkenaan dengan formalitas-formalitas untuk pelaksanaan jual beli tersebut, antara lain (jika ada) melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas nama pihak pertama serta lain-lain beban yang diwajibkan;

b. Memenubi segala persyaratan yang diperlukan guna pelaksanaan jual beli tersebut, berupa apapun juga-tidak ada yang dikecualikan, baik menurut peraturan yang telah ada sekarang maupun yang mungkin akan diadakan lagi dikemudlan hari;

c. Setelah syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan bagi-pelaksanaan jual beli itu dipenuhi, melaksanakan jual beli yang depinitif dihadapan Pejabat Peinbuat-Akta Tanah yang berwenang;

(23)

seluas-luasnya tanpa pengecualian berupa apapun juga sehingga tanah dan bangunan tersebut beralih kepada dan terdaftar tersebut atau orang lain yang ditunjuknya.

8. Uraian tentang diberikannya surat kuasa kepada pihak pembeli karena pihak pembeli telah memenuhi seluruh kewajibannya dalam melunasi pembayaran keseluruhan harga hak atas tanah kepada pihak penjual, sehingga pihak pembeli berhak atas surat kuasa tersebut dalam hal melakukan pemindahan hak atas tanah atau proses balik nama hak atas tanah dari nama terdahulu pihak penjual kepada nama yang baru yaitu pihak pembeli50.

Akta keterangan lunas yang dibuat oleh noatris berdasarkan keterangan atau pernyataan dari pihak yang telah melaksanakan pelaksanaan pengikatan jual beli hak atas tanah tersebut wajib diikuti dengan surat kuasa yang dibuat secara tersendiri dimana surat kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris tersebut. Adapun isi dari surat kuasa yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris tersebut diantaranya adalah :

1. Hari, tanggal, waktu dan tempat pembuatan surat kuasa tersebut serta saksi-saksi yang ikut menandatangani akta keterangan lunas tersebut.

2. Nama dan identitas para pihak yang membuat surat kuasa sebagai para penghadap yang diuraikan secara lengkap.

50Jaya Gunawan, Perkembangan Hukum Perdata Bidang Perjanjian Innominaat (Tak

(24)

3. Uraian tentang isi dari surat kuasa yang berbentuk khusus tersebut dimana surat kuasa tersebut dibuat untuk dan atas nama serta bertindak sepenuhnya (nama penerima kuasa) untuk mewakili penghadap (pemberi kuasa) dalam segala hal dan terhadap siapapun juga dan untuk segala tindakan dalam rangka menjual dan memindahkan hak atas sebidang tanah yang identitas tanah disebut secara jelas dan lengkap di dalam surat kuasatersbeut.

4. Uraian mengenai ketentuan tentang pemberian kuasa menurut undang-undang diantaranya adalah :

a. Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi serta dengan hak bagi penerima kuasa untuk mencabut kembali pemindahan kuasa yang dilakukannya;

b. Pemberian kuasa dimaksud akan tetap berlaku walaupun sekiranya hak/status dan atau dokumen pemilikan atas tanah tersebut telah berubah dan diganti dengan hak/status maupun dokumen lain;

c. Pelaksanaan kuasa ini dapat dilakukan secara sekaligus atas keseluruhannya maupun secara bertahap sebagian denu sebagian, segala sesuatunya tergantung kepada kehendak dan kemauan penerima kuasa sendiri, seraya membebaskan penerima kuasa dari segala kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban pada pemberi kuasa.

(25)

melaksanakan penjual pemindah tanganan hak kepemilikan atas tanah tersebut sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang penerima kuasa.51

Akta keterangan lunas maupun akta kuasa yang dibuat oleh notaris merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena kedua akta tersebut merupakan satu kesatuan tindakan / perbuatan hukum dalam pelaksanaan pemindahan hak atas tanah atau dalam prosedur pelaksananaan balik nama hak atas tanah.52 Apabila akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris tidak diikuti oleh akta kuasa maka akta keterangan lunas tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti autentik untuk melakukan proses balik nama kepemilikan hak atas tanah dikantor pertanahan tempat dimana tanah teesebut berada. Akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris merupakan suatu bukti autentik dari pernyataan para pihak yang menyatakan bahwa telah terjadi pelaksanaan perjanjian pengikatan jual belia yang telah lunas dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual. Oleh karena itu maka hak kepemilikan atas tanah tersebut peru dilakukan balik nama dari pihak penjual kepada pihak pembeli, sehingga dibutuhkan suatu kuasa dari pihak penjual kepada pihak pembeli yang menyatakan bahwa tanah tersebut telah dibayar lunas dan pihak pembeli berhak untuk melakukan proses balik nama atas hak kepemilikan tanah tersebut dikantor pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menunjuk pihak ketiga sebagai kuasa dalam pelaksanaan penjualan maupun proses balik nama hak atas tanah tersebut53.

51

Ramdan Sutadi,Hukum Perjanjian(Teori Dan Praktek), Bina Ilmu Surabaya, 2011, hal.37. 52

Ibid, 38

(26)

Dasar hukum pemberian kuasa pada awalnya dijumpai dalam Pasal 35Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman, yang menjelaskan pemberian kuasa disebutkan secara tersirat dankonkritnya disebut sebagai bantuan hukum. Pengertian pemberian kuasa dapat dijumpaipada Pasal 1792 KUHPerdata yang menentukan bahwa, “pemberian kuasa adalah suatuperjanjian dengan mana seorang lain memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yangmenerimanya untuk atas namanya, menyelenggarakan suatu urusan”. Pemberian kuasa(lastgeving) juga diatur dalam buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792-1819KUHPerdata. Sementara itu, makna kuasa (volmacht) sendiri tidak diatur secarakhusus dalam KUHPerdata maupun di dalam peraturan perundang-undangan lainnya,akan tetapi diuraikan sebagai salah satu bagian dari pemberian kuasa. Pasal 1792KUHPerdata menunjukkan bahwa sifat pemberian kuasa tidak lain dari mewakilkanatau perwakilan (vertegenwoordiging).

(27)

masyarakat dalam melakukan suatu perbuatan hukum jual beli mengenai khususnya bidang hak atas tanah.54

Sebelum penandatanganan akta Jual beli balik nama oleh pembeli dan/atau dihadapan Notaris/PPAT, terlebih dahulu diawali oleh suatu pembuatan akta perjanjian pendahuluan yakni, akta Perjanjian Pengikatan Jual beli atau disebut dengan (PPJB). Pada PPJB tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli) yang diikuti akta kuasa untuk menjual. Dalam praktek oleh beberapa Notaris, akta PPJBsering digantikan posisinya dengan pembuatan suatu akta keterangan Notaris diikutiKuasa Menjual sebagai dasar pembuatan akta jual beli balik nama. Dalam suatuperjanjian jual beli balik nama yang dibuat oleh Notaris maka sebelum akta jual belitersebut dibuat harus diikuti dengan diterbitkannya suatu surat kuasa menjual, dan aktaperjanjian Pengikatan jual beli dengan kata lain akta jual beli balik nama tidak dapatdipisahkan dari surat kuasa menjual.55

C. Kedudukan Akta Keterangan Lunas yang Dibuat Dihadapan Notaris yang Dijadikan Dasar Dibuatnya Kuasa Menjual

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, yang dimaksud dengan jual beli adalah “suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal initerwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

(28)

penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Dengan demikian perikataan jual beli ini menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak lain dinamakan membeli, jadi dalam hal ini terdapat dua pihak yaitupenjual dan pembeli yang bertimbal balik.56 Berdasarkan ketentuan diatas, barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.57Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah adanya barang dan harga yang sesuai dengan asas konsensualisme dalam hukum perjanjian bahwa perjanjian jual beli tersebut lahir sejak terjadinya kata sepakat mengenai barang dan harga.Begitu kedua belah pihak setuju mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah merekamencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Dalam perjanjian jual beli yang terdapat penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang bertimbal balik dimana bagi si penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan serta menjamin kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacad-cacad yang tersembunyi dan terhadapnya berhak untuk menerima pembayaran harga barang,

56Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi,

Jual Beli, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 7.

(29)

sedangkan kewajiban si pembeli yang utama adalah membayar harga yang berupa sejumlah uang pada saat pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana yang ditetapkan menurut perjanjian, sedangkan haknya adalah menerima barang yangdiperjualbelikan dari penjual tersebut.58

Sementara jual beli menurut hukum pertanahan nasional adalah perbuatan hukum pemindahan hak yang mempunyai 3 (tiga) sifat, yaitu:

1) Bersifat terang, maksudnya perbuatan hukum tersebut dilakukan dihadapan PPAT sehingga bukan perbuatan hukum yang gelap atau yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

2) Bersifat tunai, maksudnya bahwa dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain yang disertai dengan pembayarannya.

3) Bersifat riil, maksudnya bahwa akta jual beli tersebut telah ditandatangani oleh para pihak yang menunjukkan secara nyata atau riil telah dilakukannya perbuatan hukum jual beli. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukannya perbuatan hukum pemindahan.59

Perbuatan hukum jual beli dalam peralihan hak atas tanah merupakan penyerahan tanah dari pihak penjual kepada pihak pembeli untuk selamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya kepada pihak penjual.Sehingga pada saat jual beli hak atas tanah itu langsung beralih dari penjual kepada pembeli.

58Ibid, hal. 2

(30)

Syarat-syarat dalam perbuatan hukum terhadap pengalihan hak atas tanah terbagi atas 2 (dua) macam, yaitu:

a. Syarat Materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antaralain sebagai berikut:

1) Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijualnya.

a. Harus jelas calon penjual, ia harus berhak menjual tanah yang hendak dijualnya, dalam hal ini tentunya si pemegang yang sah dari hak atas tanah itu yang disebut pemilik.

b. Dalam hal penjual sudah berkeluarga, maka suami isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual, seandainya suami atau isteri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat bukti secara tertulis dan sah yang menyatakan bahwa suami atau isteri menyetujui menjual tanah.

c. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak mengakibatkan jual beli tersebut batal demi hukum. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.60

Dalam hal yang demikian kepentingan pembeli sangat dirugikan, karena pembeli telah membayar harga tanah sedang hak atas tanah yang dibelinya tidak pernah beralih kepadanya.Walaupun penjual masih

(31)

menguasai tanah tersebut, namun sewaktu-waktu orang yang berhak atas tanah tersebut dapat menuntut melalui pengadilan.

2) Pembeli adalah orang yang berhak untuk mempunyai hak atas tanah yang dibelinya.

Hal ini bergantung pada subyek hukum dan obyek hukumnya. Subyek hukum adalah status hukum orang yang akan membelinya, sedangkan obyek hukum adalah hak apa yang ada pada tanahnya. Misalnya menurut UUPA yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Apabila hal ini dilanggar maka jual beli batal demi hukum dan tanah jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

3) Tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan atau tidak dalam sengketa. Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, atau dikatakan penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah menurut undang-undang atau tanah yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah.

(32)

Setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, maka dilakukan jual beli dihadapan PPAT. Dalam pelaksanaan jual beli yang dibuat oleh PPAT hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

1) Pembuatan akta tersebut harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan jual beli atau kuasa yang sah dari penjual dan pembeli serta disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi-saksi yang memenuhi syarat sebagai saksi.

2) Akta dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya .

3) Setelah akta tersebut dibuat, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajibmenyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan.

(33)

hukum.Suatu hak itu mengharuskan kepada orang yang terkena hak itu untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan sesuatu”.61

Dapat diartikan Peralihan hak sebagai suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak atau barang atau benda bergerak atau tidak bergerak. Perbuatan yang mengakibatkan dialihkan hak atau barang atau benda tersebut antara lain dapat berupa jual-beli, tukar-menukar, hibah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Dalam hal ini yang termasuk ”peralihan hak atas tanah tidak hanya meliputi jual beli tetapi dapat juga terjadi karena hibah, tukar-menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang bermaksud memindahkan hak pemilikan tanah”.62

Pada umumnya peralihan hak atas tanah ini yang paling banyak terjadi di dalam masyarakat adalah peralihan hak atas tanah dengan jual beli.Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atastanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain.Sejak berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik atas tanah. Dalam hal pelaksanaan dari peralihan hak atas tanah tersebut para pihak harus melakukannya di hadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah Pejabat

61Lili Rasjidi,

(34)

Pembuat Akta Tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, yang menyebutkan bahwa:

1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum ini.

2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.63

Selanjutnya berdasarkan Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997, ditegaskan bahwa: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan, maka harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu akta jual beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri

(35)

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah).64

Di dalam penelitian ini peristiwa hukum yang terjadi adalah perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah secara di bawah tangan yang telah bersertipikat dengan menggunakan sistem pembayaran angsuran dimana pihak pembeli mencicil kepada pihak penjual setiap bulannya sesuai dengan ketentuan jangka waktu dan tanggal yang ditetapkan.65

Pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang telah bersertipikat secara di bawah tangan dengan menggunakan sistem angsuran yang dilakukan oleh pihak penjual dan pihak pembeli apabila telah selesai dilaksanakan dengan ditandai telah lunasnya pembayaran harga keseluruhan hak atas tanah oleh pihak pembeli kepada pihak penjual dipandang tidak kuat secara hukum dan oleh karena itu maka pihak pembeli untuk menguatkan haknya serta menjadikan bukti autentik bahwa ia telah melunasi pembayaran harga hak atas tanah dari pihak penjual maka pihak pembeli meminta kepada pihak penjual untuk bersama-sama menghadap notaris agar dibuat suatu akta keterangan lunas dihadapan notaris untuk menjadi pegangan atau bukti autentik yang lebih menguatkan hak pembeli atas telah dilunasinya pembayaran harga keseluruhan hak atas tanah milik penjual tersebut, dan dengan demikian maka kepemilikan hak atas tanah tersebut telah beralih dari pihak

64Herlina Suyati Bachtiar,

Notaris dan Akta Autentik, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal. 68 65Djaja S Meliala, Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-undang Hukum

(36)

penjual kepada pihak pembeli meskipun secara hukum harus melalui suatu proses pembuatan AJB dihadapan PPAT dan balik nama di kantor pertanahan tempat dimana tersebut berada.

Akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris dalam bentuk akta autentik merupakan keterangan yang diformulasikan oleh notaris tersebut dari para pihak yang telah melaksanakan perjanjian pengikatan jual beli dimana pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibuat dengan menggunakan akta dibawah tangan, serta di dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut pihak pembeli melakukan pembayaran harga hak atas tanah secara cicilan / angsuran kepada pihak penjual hingga cicilan / angsuran tersebut telah lunas dibayar seluruhnya. Dengan dilunasinya seluruh harga yang telah disepakati atas hak atas tanah milik pihak penjual tersebut maka secara hukum hak kepemilikan atas tanah tersebut telah beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli.

(37)

kepada pihak penjual, dan dengan demikian pihak pembeli berhak atas kepemilikan tana tersebut.66

Akta keterangan lunas yang dibuat dihadapan notaris memiliki kedudukan hukum sebagai alat bukti yang sah dan kuat secara hukum yang membuktikan bahwa pihak pembeli telah melunasi keseluruhan harga hak atas tanah yang dibelinya dari pihak penjual dan oleh karena itu pihak pembeli berhak berdasarkan akta keterangan lunas yang dibuat dihadapan notaris tersebut untuk memiliki hak atas tanah yang telah bersertipikat tersebut.

Akta keterangan lunas yang dibaut dihadapan notaris didasarkan atas peristiwa hukum telah terjadinya suatu pengikatan perjanjian jual beli secara di bawah tangan hak atas tanah yang itelah bersertipikat dengan menggunakan sistem pembayaran angsuran dimana pihak pembeli telah membayar lunas keseluruhan harga hak atas tanah tersebut kepada pihak penjual dan oleh karena itu dasar hukum akta keterangan lunas tersebut didasarkan kepada suatu peristiwa hukum yang memiliki legalitas dan kekuatan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(38)

pembeli kepada pihak penjual yang telah menggunakan sistem angsuran atau cicilan dalam pelaksanaan pelunasan pembayaran hak atas tanah tersebut. Akta dalam bentuk akta keterangan lunas yang diikuti oleh surat kuasa yang dibuat oleh notaris tersebut akan diserahkan kepada pembeli dengan tujuan bahwa pihak pembeli mendapatkan suatu bukti autentik yang menguatkan peristiwa hukum pelunasan pembayaran hak atas tanah tersebut dari pihak pembeli kepada pihak penjual dan karena itu pihak pembeli berwenang atas kepemilikan atas tanah tersebut.67

Kedudukan hukum akta berupa akta keterangan lunas yang dibuat oleh notaris dan akta kuasa merupakan suatu alat bukti autentik yang menguatkan dan membenarkan terjadinya pelunasan pembelian hak atas tanah dengan dibayarnya seluruh harga hak atas tanah yang telah disepakati diantara pihak penjual dan pihak pembeli.Akta keterangan lunas dan akta kuasa tersebut yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi dasar hukum yang kuat bagi pihak pembeli dalam kepemilikan hak atas tanah yang telah dibayarnya lunaskepada pihak penjual.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akta keterangan lunas yang dibuat dihadapan notaris merupakan suatu alat bukti autentik yang menguatkan telah terjadi pelunasan pembayaran hak atas tanah yang telah bersertipikat dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli dibawah tangan oleh pihak pembeli kepada pihak penjual dan oleh karena itu pihak pembeli memiliki kewenangan terhadap hak atas tanah yang telah dibayarnya lunas tersebut.68

67Wicaksono,

Referensi

Dokumen terkait

l) sarana prasarana pendidikan dan kebudayaan lainnya yang sesuai dengan analisis kebutuhan dan kondisi Desa yang diputuskan dalam musyawarah Desa. Program Pengadaan,

Gambar 3 Respon permukaan dan kontur pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap pengembangan tebal papan partikel 2 jam Hasil analisis keragaman (ANOVA α = 0,05)

Sampel diambil pada bulan agustus karena pada bulan tersebut merupakan musim kemarau, dimana pada musim kemarau kandungan logam berat dalam sedimen umumnya rendah

Judul Skripsi : Analisis Penentuan Sektor Unggulan Dan Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Jeneponto Tahun 2011-2015 Untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh informasi yang menunjukan bahwa mutu layanan akademik Program Studi yang diberikan kepada mahasiswa di Sekolah Pascasarjana

Di dalam kasus ini, jalur jamak tidak dapat terbentuk karena berdasarkan asumsi jalur yang akan dihapus yaitu jalur yang paling banyak mendapatkan jalur masuk dan yang

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan,