• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 2 PANCASILA PERSPEKTIF SEJARAH PER (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODUL 2 PANCASILA PERSPEKTIF SEJARAH PER (1)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 2

PANCASILA PERSPEKTIF SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Dr. Sarbaini, M.Pd FKIP UNLAM

Modul 2 : PANCASILA PERSPEKTIF SEJARAH PERJUANGAN

BANGSA INDONESIA Kegiatan Belajar 1 : Era Masyarakat Prasejarah

Latihan Rangkuman Tes Formatif 1

Latihan Rangkuman Tes Formatif 2

Kegiatan Belajar 3 : Era Era Perjuangan Bangsa Melawan Penjajah Latihan

Rangkuman Tes Formatif 3

Kegiatan Belajar 4 : Perumusan Rancangan Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara

Latihan Rangkuman Tes Formatif 4

Kegiatan Belajar 5 : Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Latihan

Rangkuman Tes Formatif 5 Kunci Jawaban Tes Formatif

(2)

PENDAHULUAN

Pemilihan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, bukanlah hanya terjadi pada saat sidang-sidang BPUPK dan PPKI saja, tetapi “the founding father” telah melakukan telaah, studi, analisis, renungan dan refleksi yang mendalam dan lama terhadap nilai-nilai esensial yang hidup dalam masyarakat dan budaya luhur bangsa Indonesia di masa lalu. Kajian-kajian terhadap pasang-surutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di jaman kerajaan-kerajaan yang pernah tersohor di Indonesia, terutama terhadap kejayaan kerajaan Sriwijaya, kerajaan Mataram, dan kerajaan Majapahit, telah melahirkan konsepsi yang cerdas dan luhur tentang strategi mengelola negara, termasuk Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, untuk meredam secara arif dan bijaksana terhadap potensi konflik yang bisa muncul dari keragaman yang begitu kompleks dalam masyarakat Indonesia.

Uraian tentang Pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, diawali dengan paparan Pancasila dalam era masyarakat Prasejarah, dengan pertimbangan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan benarkah bahwa tiap-tiap sila dari Pancasila, yaitu sila Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial merupakan unsur-unsur yang hidup di kalangan masyarakat nenek moyang bangsa Indonesia semenjak zaman prasejarah sehingga membentuk pola kebudayaan atau kepribadian bangsa Indonesia. Setelah itu unsur-unsur dari sila-sila Pancasila mengalami dinamika degradasi dan keemasan dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, hingga dilahirkan kembali dalam kehidupan bangsa Indonesia secara formal-konstitusional melalui Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam modul ini kalian akan diajak untuk menelaah perjalanan nilai-nilai Pancasila dalam titian sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sehingga diharapkan kalian memahami bahwa nilai-nilai Pancasila secara esensial merupakan unsur-unsur yang hidup dalam kehidupan bangsa Indonesia, kemudian dalam aktualisasinya mengalami pasang-surut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari pemahaman demikian, diharapkan kalian memiliki keyakinan bahwa Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan filsafat adalah berbasis pada nilai-nilai yang berakar dari masyarakat Indonesia.

Tujuan yang diharapkan dapat diperoleh dari penyajian modul 2. Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, terdiri dari :

1. Mahasiswa dapat memahami bahwa nilai-nilai Pancasila memang berakar pada kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia.

2. Mahasiswa dapat memahami bahwa bangsa Indonesia pernah mengalami masa-masa kejayaan karena menerapkan nilai-nilai Pancasila.

3. Mahasiswa dapat memahami bahwa bangsa Indonesia mengalami penjajahan karena tidak diterapkannya nilai-nilai Pancasila, dan berjuang untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila melalui perjuangan melawan penjajah.

4. Mahasiswa memahami proses perumusan Rancangan Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar Negara

(3)

Kegiatan Belajar 1

Era Masyarakat Prasejarah

Pada kegiatan belajar dalam bagian 1, kalian akan diajak untuk menelaah apakah nilai-nilai atau unsur-unsur dari Pancasila ada dalam pertumbuhan alam kehidupan manusia Indonesia dari sudut historis, sosio-kultural dan antropologi.

Eksistensi unsur dari sila-sila Pancasila dalam masyarakat prasejarah telah dikemukakan oleh Ismaun (1981) berdasarkan analisa terhadap pertumbuhan alam kehidupan manusia Indonesia dari sudut historis, sosio-kultural dan antropologi.

1. Unsur Sila Ketuhanan

Manusia ditinjau dari aspek pengetahuan maupun ajaran agama merupakan manusia biasa, dan umumnya dalam hati nurani percaya kepada Tuhan sesuai dengan fitrah sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga selalu bersifat “hanief” (condong, dengan sendirinya/tanpa dibuat-buat) mencari dan memihak kebenaran serta atas kesadaran sendiri percaya dan tunduk kepada Tuhan sebagai Khaliknya.

Nenek moyang bangsa Indonesia sebagai makhluk manusia ditakdirkan oleh Tuhan hidup mendiami wilayah Nusantara. Faktor-faktor alamiah ini turut membentuk sifat-sifat manusia nenek moyang tersebut, dalam harmonisasi kehidupan di atas “tanah” daratan (agraris) dan di permukaan “air” (maritim). Manusia-manusia demikian senantiasa merenungkan dan percaya kepada adanya kekuatan yang Maha di luar dirinya dan alam sekitarnya, yakni Tuhan. Dahulu sebelum agama besar berkembang di Nusantara, maka Tuhan dinamai dengan istilah Sang Hiang dan Dang Hiang; malahan perkataan Tuhan adalah perpaduan zat Tuh, yaitu zat Wa-Tu, zat Tumbuhan dan zat Tubuh.

Ditinjau dari sudut bahasa, baik secara etimologis maupun filologis perkatan “Tuhan” adalah benar-benar berasal dari kata Indonesia asli. Bahasa-bahasa di seluruh Nusantara yang dinamakan bahasa Austronesia menurut para ahlinya mempunyai persamaan akar kata (kata asal) satu suku kata, seperti : tu(h), ra(h), tah, tih dan sebagainya. Akar kata itu kemudian mendapat awalan (prefiks) atau imbuhan (sufi) ataupun sisipan (infix). Hal ini diperkuat pula oleh R.Ng. Poerbatjaraka yang mengemukakan perkataan Tuhan itu berasal dari kata “Tuha” (tua).

Menurut sarjana filologi dan linguistik, H.Kern dan Wilhelm Smith, diikuti R.Ng Poerbatjaraka dan St. Takdir Alisyahbana, dengan menggunakan hipotesa dwisuku, bahwa akar kata Tuhan berasal dari kata Tuhan + en, Tuhan atau Tua, artinya, Yang harus dihormati dan didengar; Pemimpin yang harus dipatuhi. Bahkan Takdir Alisyahbana mengemukakan bahwa kata Tuhan berasal dari kata Tu(h)a artinya tuah, bermakna kudus, keramat.

Berdasarkan temuan para arkeologi, diduga sejak zaman prasejarah, manusia purba yang fosil-fosilnya telah ditemukan, sekitar 600.000 tahun yang lalu (Homo Mojokertensis) maupun sekitar 435.000 tahun yang lalu (Homo Erectus) telah mempunyai kepercayaan kepada Tenaga Alam dan berkebudayaan. Dalam zaman antara 150.000-100.000 tahun yang lalu Homo Soloensis dan Homo Wajakensis, menurut penyelidikan Von Koenigswald, mayat Homo Soloensis dan Homo Wajakensis telah dikubur (Soekmono, 1958:30-31).

(4)

kepada adanya Tuhan. Kepercayaan demikian nampaknya masih melekat pada suku Toraja, suku Dayak dan suku lainnya di Indonesia. Hal demikian sejalan dengan pendapat Kern yang menyatakan bahwa sebelum masuknya pengaruh Hindu, telah terdapat tujuh macam kebudayaan Indonesia asli yang disebutnya “Keindahan Austronesia”, di antaranya kepercayaan terhadap Zat sakti yang teratur (M.Yamin: 1958:122).

Bukti-bukti peninggalan material sebagai ungkapan kepercayaan terhadap Tuhan dari bangsa Indonesia purba dapat dilihat dalam zaman Neolithicum (sekitar 2000 SM) dan zaman Megalithicum, antara lain berupa; menhir, tiang atau tugu dari batu, kubur batu, dan punden berundak-undak. Menhir, diletakkan di tengah-tengah puncak punden berundak-undak, sebagai sebuah tiang batu merupakan manifestasi lahiriah jiwa manusia Indonesia saat itu, bahwa yang mula-mula ada dan yang tertinggi dan yang maha kuasa adalah Hyang Tunggal, Yang Maha Esa, hanya satu saja, yang disebut Tuhan.

Di pelbagai daerah, unsur-unsur kepercayaan dan keagamaan yang diwariskan dari zaman prasejarah ini masih bertahan atau mengalami proses sinkretik dengan agama-agama sejarah, antara lain, seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Banten; agama Cigugur di Kuningan, Jawa Barat; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama Parmalim, agama asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi Selatan; dan Naurus di Pulau Seram (Latif, 2011: 59).

2. Unsur Sila Kemanusiaan

Secara historis dan antropologis, bangsa Indonesia semenjak zaman prasejarah, yakni sejak Manusia Mojokertensis terus sampai manusia atau bangsa Austronesia hingga bangsa Indonesia sekarang senantiasa memiliki perasaan kemanusiaan yang luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan realitas terjadinya percampuran darah antar ras. Penduduk kepulauan Nusantara zaman telah didiami oleh berbagai ras jenis manusia purba, seperti Meganthropus Palaeojavanicus, Homo Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus, Pithecantropus (Homo) Erectus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Kemudian muncul induk bangsa Palaeo Mongoloid yang berkulit kekuning-kuningan atau sawomatang, berambut licin dan bertubuh sedang; indung bangsa Papua Melanosoide yang berkulit hitam, berambut keriting. Selanjutnya bercampur darah dengan penduduk asli, munculah jenis orang orang-orang Negrito, seperti orang Semang di Malaka, orang Aeta di Filipina, berkulit hitam, bertubuh pendek, berambut keriting; orang Weddoide, berkulit sawo matang, rambut bergelombang, dan bertubuh pendek. Sisanya tampak pada orang Senoi di Malaka, orang Sekai di Siak, orang Kubu di Palembang dan Jambi, dan di antara orang-orang Lubu, Ulu, Mamak, Batak dan Gayo (Satyawati Suleiman, 1958: 15-18).

Menurut Paul Sarasin, Frits Sarasin, Kern dan Von Heine-Geldern, ditinjau secara etnologis, filologis, dan arkeologis, maka manusia-manusia yang mendiami seluruh Nusantara itu mempunyai persamaan asal-usul dan percampuran-keturunan serta dasar-dasar kebudayaan, yaitu penduduk asli dengan orang-orang pendatang yang berasal dari daratan Asia seperti Vietnam, Thailand, Laos, Kamboja, India, India, Arab, dan Cina, sehingga dapat diklasifikasikan dalam rumpun garis besar bangsa Proto-Melayu dan Deutro Melayu. Dari percampuran demikian akhirnya bangsa Indonesia mempunyai bentuk tubuh yang umumnya sedang dan banyak variasinya, warna kulit variasi kuning langsat dan sawo matang, variasi rambut lurus dan keriting.

(5)

prasejarah dalam lingkungan geografi, klimatologi, dan kekayaan alam Nusantara yang berlimpah memberi alasan mengapa Nusantara (khususnya Dataran Sunda yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari daratan Asia Tenggara) menjadi pelopor cikal-bakal peradaban di muka bumi. Ditempa oleh alam kepulauan yang dikepung lautan, nenek moyang bangsa Indonesia merespon tantangan lingkungannya dengan mengembangkan keahlian berlayar, bermula dari pelayaran antar pulau, hingga berkembang jauh menuju penaklukan samudera. Nenek moyang bangsa Indonesia merupakan perintis dan penarik arus-arus pelayaran internasional yang membuka jalan ke arah globalisasi.

Sekurang-kurangnya sejak awal Masehi, bahkan menurut Oppenheimer (2010) jauh sebelum masehi, nenek moyang bangsa Indonesia, dengan teknologi perahu sistem “cadik” (penyeimbang di sisi kiri dan kanan), telah menyeberangi 70 kilometer laut lepas untuk mencapai Australia, lantas menemukan hampir semua pulau tidak dikenal di Lautan Pasifik; berlayar ke arah Barat, mengarungi Samudera Hindia hingga menjangkau Afrika dan Madagaskar. Pelayaran nenek moyak bangsa Indonesia mendahului jelajah pelaut Mesir, India, Yunani, Romawi, Persia dan Arab (Dick-Read, 2008:9-14)

3. Unsur Sila Persatuan

Membicarakan unsur sila persatuan tidaklah bisa dipisahkan dengan nasionalisme. Unsur-unsur nasionalisme Indonesia telah berakar di masa lampau Indonesia, yaitu adanya faktor-faktor persamaan keturunan rumpun bangsa, kepercayaan, nasib, kesejarahan dan tempat tinggal berupa tanah air, juga diliputi oleh persamaan dalam mengejar cita-cita. Sejarah Nasional Indonesia mempunyai peranan dalam menjelaskan latar belakang historis pertumbuhan nasionalisme Indonesia guna memperkuat posisi unsur sila Persatuan Indonesia, yakni menjelaskan tentang pentingnya kesadaran nasional, dan untuk menelusuri akar-akar nasionalisme Indonesia.

Ditinjau dari pertumbuhan sejarahnya, nasionalisme Indonesia berakar dari dua macam inti susunan persekutuan masyarakat, yaitu persekutuan consanguineal dan persekutuan territorial.

Persekutuan consanguineal adalah persekutuan manusia yang berdasarkan hubungan darah, misalnya susunan keluarga. Keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, atau saudara-saudara merupakan inti bentuk persekutuan masyarakat. Keluarga kemudian tumbuh menjadi keluarga besar, sib/marga, gens, klan, stam, bubuhan, dan akhirnya suku bangsa. Tiap-tiap bentuk persekutuan masyarakat itu mempunyai beraneka ragam corak yang disebut susunan keluarga bilateral, unilateral, atau matrilineal, patrilineal serta parental. Persekutuan masyarakat jenis ini telah ada pada jaman jenis-jenis manusia purba pernah mendiami Indonesia. Hal demikian dapat dibuktikan pada temuan-temuan kehidupan mereka di gua-gua.

Persekutuan teritorial adalah bentuk susunan masyarakat yang berdasarkan persamaan tempat tinggal. Pesekutuan ini sering kali timbul, karena kebutuhan manusia akan suatu daerah pencaharian hidup tertentu. Berdasarkan cara orang hidup mencari nafkah, maka persekutuan teritorial dapat menjadi kelompok, yaitu kelompok berburu, dan nomaden. Persekutuan hidup bersama yang menetap tinggal di suatu tempat tertentu, dengan pola hidup bercocok tanam, berburu, mencari ikan, atau mengumupulkan buah-buahan. Tempat tinggal persekutuan itu disebut desa.

(6)

daerah hukum di Jawa, Madura, dan Bali yang dinamakan “desa” adalah ciptaan orang Indonesia asli, bukan bikinan orang karena pengaruh Hindu.

Bahkan Soetardjo Kartohadikoesomo (1954:77-94) menyatakan desa berfungsi sebagai sumber kekuatan nasional, sumber kekuatan dan tenaga kebangsaan. Karena adanya sifat ikatan batin yang kuat di dalam persekutuan hidup masyarakat desa. Susunan persekutuan hidup yang memiliki ikatan batin yang kuat di antara para anggota di dalam masyarakat yang berbentuk desa, secara sosiologis dinamakan masyarakat paguyuban. Ikatan batin yang kuat di dalam masyarakat paguyuban ini, nampak masih terdapat dalam masyarakat-masyarakat yang terdapat di daerah-daerah pedesaan dan yang terpencil.

Unsur sila Persatuan berakar sebagai akar dari Nasionalisme Indonesia tumbuh dari persekutuan hidup manusia Indonesia dalam pancang perjalanan sejarahnya yang berakar dan bermula dari inti keluarga dan desa, kemudian menjadi kerajaan setelah masuknya peradaban Hindu. Menurut Latif (2011:258; Koentjaraningrat, 1971:20) gerak menuju zaman sejarah Nusantara dimulai sejak sekitar abad I Masehi, ketika masyarakat kota dan sistem pemerintahan yang lebih luas dari masyarakat desa telah berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Kepulauan Nusantara. Kota-kota tua ini kebanyakan berkembang di lembah-lembah daerah hilir sungai-sungai besar. Kebudayaan dan sistem pemerintahan tua di Nusantara terpengaruh oleh percampuran antara unsur kebudayaan pribumi dan unsur-unsur Cina.

4. Unsur Sila Kerakyatan

Secara historis menurut pendapat Brandes, Kern, Krom, Heine-Geldern dan Bosch bahwa salah satu unsur peradaban Indonesia asli sebelum datangnya pengaruh asing adalah tata-masyarakat dan tata negara yang teratur, hal masih nampak terlihat tatanan masyarakat desa di Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Dayak.

Susunan tata masyarakat dan tata negara nenek moyang bangsa Indonesia dimulai dari kesatuan inti, yaitu keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga, di bawah pimpinan bapa, bopo, atau abah. Persekutuan masyarakat yang lebih besar ialah keluarga besar. Persekutuan masyarakat berbasis keluarga merupakan akar dari masyarakat paguyuban yang berdasarkan susunan keluarga yang disebut persekutuan concanguinal (hubungan darah). Dalam bahasa daerah tertentu disebut dengan sebut marga (batak), atau bubuhan (banjar).

Jika persekutuan itu kemudian berkembang menjadi persekutuan teritorial (wilayah), karena persekutuan masyarakat berbasis keluarga telah berinteraksi dan bercampur dengan persekutuan masyarakat berbasis keluarga lain, atau melakukan migrasi ke daerah, maka berkumpulan mereka dalam satu wilayah tertentu, sehingga menjadi persekutuan masyarakat berbasis teritorial, maka diperlukan seorang pemimpin yang tidak sepenuhnya berbasis keluarga, tetapi membutuhkan kecakapan-kecakapan lain yang diperlukan oleh masyarakatnya, bisa dalam bentuk keterampilan berperang, mengobati orang sakit, pengetahuan tentang adat isitiadat, kelebihan dalam strata sosial dan ekonomi, sehingga memancarkan kekuatan gaib (karisma).

(7)

“primus inter pares”, yakni orang yang pertama di antara sesamanya (Ismaun, 1981: 65; Iman Soetikno, 1962:38).

Musyawarah adalah kegiatan untuk merundingkan segala hal yang menyangkut kepentingan umum secara bersama-sama dan keputusan diambil dengan kata sepakat berbasis permufakatan. Unsur Kerakyatan berbasis prinsip musyawarah terlihat dalam peribahasa: “Bulat aie dek pambuluah, bulek kato dek mufakat” (Bulat air dalam pembuluh, bulat kata dalam mufakat). Prinsip persamaan hakikat dan harkat manusia dalam rapat, terdapat dalam peribahasa “ Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi”, dan prinsip bekerja sama dalam memecahkan masalah termuat dalam peribahasa “Seayun-selangkah, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” atau “ Ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun”.

Unsur kerakyatan pada dasarnya bersumber pada pandangan hidup asli Indonesia yang terdapat dalam peribahasa, pepatah dan pantun serta keputusan-keputusan adat bangsa Indonesia. Sistem kerakyatan demikian dalam perspektif kekuasaan seseorang atas orang lain atau oleh sesuatu golongan atas orang atau golongan lain, atau dalam istilah memerintah menurut pandangan hidup bangsa Indonesia adalah memimpin dalam arti membimbing (Ismaun, 1981:66). Hal demikian termaktub dalam adat Minangkabau, dalam tamzil:”Anak buah menyembah lahir, penghulu menyembah batin” (Rakyat pada lahirnya menyembah kepada pemimpin, tetapi dalam batinnya adalah pemimpin menyembah rakyat), tamzil lainnya, yaitu: ”Mamak badaging taba, Kemenakan bapisau tajam” (mamak mempunyai daging tebal, kemenakan mempunyai pisau tajam, artinya sungguhpun pemimpin berkedudukan baik, tetapi kedudukan dan keadaannya yang baik itu adalah untuk seluruh rakyat).

Dalam pandangan Tan Malaka, paham kedaulatan rakyat, sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di bumi Nusantara. Di alam Minangkabau, kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukkannya pada keadilan dan kepatutan, sebagaimana pepatah “Rakyat ber-raja pada Penghulu, Penghulu ber-raja pada Mufakat, dan Mufakat ber-raja pada alur dan patut”. Maknanya adalah raja sejati dalam kultur Minangkabau adalah berbasis pada alur (logika) dan patut (keadilan). Alur dan patut inilah yang menjadi pemutus terakhir sehingga keputusan seorang raja akan ditolak, bila bertentangan dengan pikiran akal sehat dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka, 2005; 15-16; Latif, 2011:387).

Dalam rangka mencapai tujuan bersama, seorang pemimpin, kepala suku, pambangkal, demang, raja maupun datuk, tidak dapat memimpin atau memerintah menurut kehendak sang pemimpin sendiri, tetapi harus melalui lembaga yang disebut rapat, tempat bermusyawarah untuk memperoleh kesepakatan. Corak kerakyatan Indonesia asli dalam bentuk musyawarah dan mufakat itu terpimpin dan dipimpin oleh norma-norma kebenaran, keadilan dan kebaikan yang merupakan Hukum tertinggi dalam kehidupan bersama yang disebut Adat.

Menurut M. Hatta, prinsip kerakyatan dari bangsa Indonesia adalah berakar dalam pergaulan hidup bangsa Indonesia sendiri, yakni tradisi kolektivisme dari pemusyawaratan desa (Hatta, 1992:121). Demokrasi Indonesia harus pula merupakan perkembangan dari demokrasi asli Indonesia yang terdiri dari lima unsur demokrasi asli Indonesia, yakni; musyawarah, mufakat, gotong-royong, hak mengadakan protes dan hak menyingkir dari daerah kekuasaaan raja (Hatta, 1992: 123; Ismaun, 1981:71). Nilai-nilai demokrasi pada taraf tertentu telah berkembang dalam budaya Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa, nagari di Sumatera Barat, banjar di Bali, kampung di Kalimantan Selatan.

(8)

Unsur keadilan sebagai cita-cita dan harapan bangsa Indonesia pada dasar dapat digali dalam khasanah kebudayaan asli Indonesia, baik dari bukti di zaman prasejarah maupun dalam prasasti, cerita wayang, pepatah maupun peribahasa dari suku-suku bangsa Indonesia.

Akar kemakmuran Indonesia bisa dilacak hingga zaman prasejarah. Bukti-bukti terbaru dikemukakan oleh Oppenheimer dalam bukunya Eden in the East (1999,2010; Latif, 2011:494-495) yang memperlihatkan bahwa sebelum zaman es terakhir berakhir, sekitar 8000 tahun yang lalu, Dataran Sunda (menyatukan Jawa, Sumatera dan Kalimantan dengan kawasan Asia Tenggara lainnya) merupakan pusat kehidupan dunia dan perintis peradaban dunia dengan mempelopori pertanian, peternakan, bahkan sudah bisa membuat perahu. Sejak sekitar 7000 tahun yang lalu telah berkembang jaringan perdagangan maritim pulau dan pesisir di seluruh cincin Pasifik dan kepulauan Asia Tenggara.

Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan Sriwijaya, (Sulaiman, tanpa tahun, 53) yaitu berbunyi: “marvuat vanua Criwijaya siddhayatrasubhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur)

Dalam cerita wayang yang menggambarkan suasana Negara Darawati, yang diucapkan dalam, seperti :”Negara Darawati, negara ingkang panjang-punjung, panjang poca-panne, punjung kawibawaane” (Negara Darawati, negara yang demikian termasyhur, diceritakan orang panjang lebar sampai keluar negeri, dan negara itu sangat berwibawa). Disusul pula oleh ucapan-ucapan tentang kondisi ideal negara, yaitu susunan masyarakatnya yang “tata-tentrem kerta-raharja, gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwea tinuku” (Negara dalam keadaan teratur, rakyatnya tenteram, orang-orang yang bekerja aman, sifat masyarakatnya ramah-tamah dan berjiwa kekeluargaan, tanah-tanahnya yang subur, semuanya dapat ditanami dengan hasil yang baik, sehingga perekonomian negara makmur harga barang-barang kebutuhan hidup murah).

Cita-cita dan harapan terhadap tata-negara dan tata-masyarakat yang adil dan makmur terdapat juga dalam ujar-ujar masyarakat Sunda, seperti Negara yang “ gemah ripah wibawa mukti” dan “gemah ripah repeh-rapih” serta “tata-tentrem kerta raharja” dengan suasana rakyat dan pemerintahnya “silih-asah, silih-asih, dan silih-asuh”. Dalam pepatah suku Banjar, mungkin dapat dihubungkan dengan istilah “Ruhui-rahayu, Saraba-kawa, Rakat-Mufakat”.

Kehidupan bersama dan kerja sama dengan pedoman keadilan sosial sebagai kelanjutan adat warisan nenek moyang, kenyataannya masih terdapat juga dalam peribahasa suku Minang, yakni: “Saciok bak ayam, sadanciang bak basi, serumpun bak padi” (Seciap seperti ayam, sedancing seperti besi, serumpun seperti padi), atau peribahasa berikut: “nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan kuat paangkuit baban, nan cadiak tampaik” ( yang buta pengembus lesung, yang pekak meletuskan bedil, yang kuat pengangkat beban, yang cerdik dilawan berunding, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, yang sama besar diikutsertakan).

M.Hatta menegaskan bahwa masyarakat Indonesia adalah berbasis kolektivisme. Sejak dahulu kala milik tanah adalah masyarakat desa, Segala usaha yang berat, tidak dikerjakan sendiri-sendiri tetapi dikerjakan secara gotong royong. Tidak hanya pada hal-hal yang bersifat publik menurut sistem yuridis Barat, tetapi juga hal-hal pribadi, seperti mendirikan rumah, mengerjakan sawah, maupun mengantar mayat ke kubur (M.Hatta, 1960:25).

(9)

Latihan

Untuk memperdalam pemahaman kalian mengenai materi yang telah dipaparkan dalam kegiatan belajar 1, maka kerjakanlah latihan berikut !

1. Buatlah bagan tentang unsur-unsur dari sila-sila Pancasila dalam masyarakat prasejarah berdasarkan kreativitas kalian.

2. Amati dan buat laporan tentang unsur-unsur dari sila-sila Pancasila di dalam kehidupan masyarakat kalian tinggal, apa kesan dan tindakan yang kalian lakukan ?

Rangkuman

Bukti-bukti peninggalan material sebagai ungkapan kepercayaan terhadap Tuhan dari bangsa Indonesia purba merupakan manifestasi lahiriah jiwa manusia Indonesia saat itu, bahwa yang mula-mula ada dan yang tertinggi dan yang maha kuasa adalah Hyang Tunggal, Yang Maha Esa, hanya satu saja, yang disebut Tuhan. Secara historis, antropologis, sosio-kultural, religius dan geografis, manusia Indonesia sejak dahulu kala telah memiliki unsur kemanusiaan yang bersifat terbuka terhadap sesama manusia, tidak mengenal diskriminasi ras, dan menganggap semua ras sederajat. Ini substansi dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Unsur sila Persatuan berakar dari Nasionalisme Indonesia tumbuh dari persekutuan hidup manusia Indonesia dalam pancang perjalanan sejarahnya yang berakar dan bermula dari inti keluarga dan desa, kemudian menjadi kerajaan, hingga karena penjajahan menumbuhkan keinginan mendirikan negara berbasis kebangsaan. Paham kedaulatan rakyat mengajarkan, kekuasaan pemimpin dibatasi oleh ketundukkannya pada keadilan dan kepatutan, dan memerintah harus melalui lembaga yang disebut rapat, tempat bermusyawarah untuk memperoleh kesepakatan. Corak kerakyatan Indonesia asli dalam bentuk musyawarah dan mufakat itu terpimpin dan dipimpin oleh norma-norma kebenaran, keadilan dan kebaikan. Unsur keadilan sebagai cita-cita dan harapan bangsa Indonesia pada dasar dapat digali dalam khasanah kebudayaan asli Indonesia, dan akar kemakmuran Indonesia bisa dilacak hingga zaman prasejarah yang menunjukkan sebagai pusat kehidupan dunia dan perintis peradaban dunia dengan mempelopori pertanian, peternakan, bahkan sudah bisa membuat perahu.

Tes Formatif 1

1. Ditinjau dari sudut bahasa, baik secara etimologis maupun filologis perkataan ……… adalah benar-benar berasal dari kata Indonesia asli.

a. Hanief b. Tuhan c. Sang Hiang d. Dang Hiang

2. Penguburan mayat manusia itu merupakan manifestasi alam pikiran manusia purba Indonesia akan adanya ruh, dan mengimplikasikan pada kepercayaan kepada adanya Tuhan. Kepercayaan demikian nampaknya masih melekat pada suku Toraja, suku Dayak dan suku lainnya di Indonesia, kecuali

a. menhir, tiang atau tugu dari batu, kayu ulin b. kubur batu

(10)

3. Secara historis dan antropologis, bangsa Indonesia semenjak zaman prasejarah, yakni sejak Manusia Mojokertensis terus sampai manusia atau bangsa Austronesia hingga bangsa Indonesia sekarang senantiasa memiliki perasaan kemanusiaan yang luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan

a. Ras bangsa Indonesia adalah ras asli yang tidak bercampur dengan ras lain

b. Terjadi percampuran darah antar ras. c. Terjadi pemusnahan ras tertentu

d. Terjadinya percampuran dengan satu ras tertentu saja

4. Ditinjau secara etnologis, filologis, arkeologis, historis, antropologis, sosio-kultural, religius dan geografis, maka manusia-manusia yang mendiami seluruh Nusantara itu,

a. Tidak mempunyai persamaan asal-usul dan percampuran-keturunan serta dasar-dasar kebudayaan,

b. Menjadi pelopor cikal-bakal peradaban di muka bumi sebagai petani agraris

c. Memiliki unsur kemanusiaan yang bersifat terbuka terhadap sesama manusia, tidak mengenal diskriminasi ras, dan menganggap semua ras sederajat.

d. Pelayaran nenek moyak bangsa Indonesia tertinggal jauh dari jelajah pelaut Mesir, India, Yunani, Romawi, Persia dan Arab.

5. Membicarakan unsur sila persatuan tidaklah bisa dipisahkan dengan nasionalisme. Unsur-unsur nasionalisme Indonesia telah berakar di masa lampau Indonesia, yaitu adanya faktor-faktor persamaan, kecuali

a. keluarga

b. keturunan rumpun bangsa,

c. kepercayaan, nasib, kesejarahan dan tempat tinggal berupa tanah air, d. persamaan dalam mengejar cita-cita

6. Unsur sila Persatuan berakar dari Nasionalisme Indonesia tumbuh dari persekutuan hidup manusia Indonesia dalam pancang perjalanan sejarahnya yang berakar dan bermula dari a. Individu, inti keluarga, desa, kerajaan dan negara

b. Negara, kerajaan, desa, keluarga

c. Inti keluarga, desa, kerajaan dan negara nasional d. Kebangkitan Nasional dan Proklamasi

7. Susunan tata masyarakat dan tata negara nenek moyang bangsa Indonesia dimulai dari keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga, di bawah pimpinan bapa, bopo, atau abah. Persekutuan masyarakat yang lebih besar ialah keluarga besar. Persekutuan masyarakat berbasis keluarga merupakan akar dari masyarakat paguyuban yang berdasarkan susunan keluarga yang disebut persekutuan hubungan darah (concanguinal). Dalam bahasa daerah Banjar disebut

a. Bubuhan b. Papadaan c. Kulawarga d. Paguyuban

8. Musyawarah adalah kegiatan untuk merundingkan segala hal yang menyangkut kepentingan umum secara bersama-sama dan keputusan diambil dengan kata sepakat berbasis permufakatan. Prinsip-prinsip dalam musyawarah mufakat adalah

(11)

b. Mengutamakan kepentingan sendiri, kelompok dan agama saja dalam memecahkan masalah kemasyarakatan, kenegaraan, dan kebangsaan.

c. Memimpin musyarawah adalah dalam arti menguasai forum dan kourum rapat

d. Didasari atas prinsip-prinsip pada kebenaran, kepatutan, keadilan, dan kebaikan.

9. Unsur keadilan dan akar kemakmuran Indonesia bisa dilacak hingga zaman prasejarah. Bukti-bukti terbaru dikemukakan dalam buku Eden in the East yang memperlihatkan bahwa Dataran Sunda (menyatukan Jawa, Sumatera dan Kalimantan dengan kawasan Asia Tenggara lainnya) merupakan pusat kehidupan dunia dan perintis peradaban dunia dengan mempelopori pertanian, peternakan, bahkan sudah bisa membuat perahu.

a. Brandes b. Oppenheimer

c. Kern d. Bosch

10.Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada seloka yang berbunyi: “marvuat vanua Criwijaya siddhayatrasubhiksa” (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur)

a. Negara Darawati

b. ujar-ujar masyarakat Sunda c. Kerajaan Sriwijaya

e. peribahasa suku Minang

Setelah kalian mengerjakan Tes Formatif 1 di atas, cocokanlah jawaban kalian dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir Modul 2 ini. Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini, untuk mengetahui tingkat penguasaan kalian terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Rumus :

Jumlah jawaban kalian yang benar Tingkat penguasaan =

10

Arti tingkat penguasaan yang kalian capai :

90 % - 100% = baik sekali

80 % - 89% = baik

70 % - 79% = cukup

< 70% = kurang

Apabila tingkat penguasaan kalian mencapai 80% ke atas, Bagus ! Kalian dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Tetapi bila tingkat penguasaan kalian masih di bawah 80%, kalian harus mengulang Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum kalian kuasai.

(12)

Kegiatan Belajar 2 Era Kejayaan Nasional

Dalam materi kegiatan belajar 2 tentang era kejayaan nasional, kalian diajak untuk mengamati bentang sejarah dari kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mampu mengangkat nama harum bangsa, dan dalam kehidupan kerajaan dapat diungkap unsur-unsur Pancasila yang menjadi spirit dari gerak kerajaan-kerajaan tersebut.

1. Kerajaan Kutai

Sejarah suatu bangsa dimulai ketika ditemukan adanya bukti tertulis tentang kehidupan bangsa tersebut. Zaman sejarah bangsa Indonesia ditandai oleh kehadiran prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan Pranagari yang muncul bersamaan dengan kehadiran kerajaan-kerajaan asli Nusantara.

Sejarah bangsa Indonesia diduga dimulai dengan temuan bukti tertulis pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti berupa 7 yupa (tiang batu) di Kutai, Kalimantan Timur. Isi prasasti pada intinya menginformasikan bahwa raja Mulawarman sebagai keturunan dari raja Aswawarman, yang juga keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa sebagai tanda terima kasih raja yang dermawan. Berdasarkan isi prasasti tersebut, dapat diduga bahwa Kerajaan Kutai telah membuka sejarah bangsa Indonesia dan menggambarkan khususnya kerajaan dan masyarakat Kutai tentang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, pemerintahan dan keadilan dalam bentuk kerajaan, kenduri, sedekah kepada para Brahmana.

Nampak sekali kerajaan Kutai merupakan jenis kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja, yakni raja menghormati kaum agamawan. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan selanjutnya seperti kerajaan Taruma Negara dengan Purnawarman, sebagai raja di daerah Bogor. Pada perkembangan berikutnya, munculah kerajaan-kerajaan lain bercorak Hindu-Budha di Nusantara yang bertahan paling tidak hingga abad ke-15 M. Kerajaan-kerajaan tersebut tersebut antara lain meliputi kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dari abad ke-8 sampai ke-12 dan Kerajaan Dinasti Syailendra, dan Kediri, Singasari maupun Majapahit di Jawa Timur, dari abad ke-12 sampai ke-15M.

Monumen terpenting dari era Kerajaan Hindu-Budha adalah kerajaan Budha Sriwijaya dan Kerajaan Hindu Majapahit. Karena keduanya menunjukkan kejayaan bahari Nusantara yang secara politik menjadi dua imperium besar sepanjang abad 7 hingga abad 15 (Latif, 2011:131,259,260). Oleh karena itu kedua kerajaan ini tidak dapat dipisahkan dengan berdirinya negara kebangsaan Indonesia, sehingga menurut M.Yamin negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap, yaitu; pertama, zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600-1400) bercirikan kesatuan. Kedua, negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525). Kedua tahap ini merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian, ketiga adalah negara kebangsaan modern, yaitu negara Indonesia merdeka (Sekretariat Negara RI,1995:11; Kaelan, 2000:29-30).

(13)

Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada abad 7-13M. Sriwijaya menguasai sebagian besar Jawa, Sumatera, hampir seluruh semenanjung Malaka dan sekitarnya, menjadikannya sebagai kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara dengan kekuataan angkatan laut pertama yang diorganisasi secara baik di kawasan tersebut. Kebesaran Sriwijaya sepadan dengan imperium lain yang sezaman dengannya, Kekhalifahan Islam Abasiyyah di Baghdad dan Dinasti Tang di Cina.

Sejak abad ke-7, kerajaan Sriwijaya telah menjadi kekuatan dagang dan budaya yang mengagumkan. Walaupun bahasa Sansekerta digunakan kerajaan ini, namun bahasa yang umum dipakai secara luas adalah bahasa Melayu. Salah satu warisan Sriwijaya yang dinilai amat penting adalah konsolidasi suatu zona yang berjangkauan besar dengan penduduknya berbahasa melayu di kedua sisi Selat Malaka. Dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci, sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan (Suwarno, 1993:10; Kaelan, 2000:30).

Selain itu berdiri juga suatu Universitas agama Budha yang sangat terkenal di Asia. Banyak musafir dari negara lain, misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas itu, terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta, sebelum melanjutkan studinya ke India. Bahkan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya, misalnya Dharmakitri (Sulaiman, tanpa tahun:53; Kaelan, 2000:30).

3. Kerajaan Majapahit

Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada, dibantu laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai Nusantara. Kerajaan Majapahit melanjutkan kejayaan Nusantara sebagai kekuatan bahari dengan memanfaatkan jejak-jejak yang diwariskan oleh Sriwijaya. Kerajaan Majapahit menguasai sebagian besar wilayah pantai Nusantara, bahkan meluas ke arah Barat hingga bagian tertentu di Vietnam Selatan dan ke arah Timur sampai bagian Barat Papua (Mulyana, 2008: Latif, 2011:260).

Meluasnya kekuasaan Majapahit diduga tidak terlepas dari Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1331, yakni: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960:60; Kaelan, 2000:32). Isi sumpah Gajah Mada tersebut memuat cita-cita untuk mempersatukan seluruh nusantara raya.

(14)

memiliki Tuhan yang berbeda. Bahkan salah satu daerah kekuasaan Majapahit, yaitu Pasai, justru memeluk agama Islam. Toleransi positif dalam bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari. Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsep pengelolaan keragaman bangsa Indonesia, konsep ini telah 600 tahun mendahului konsep multikulturalisme yang sekarang diperkenalkan Barat.

4. Kerajaan-kerajaan Islam

Pengaruh Islam dari Timur Tengah dibawa masuk oleh para pedagang dari pelbagai ras, seperti Arab, India, Cina, dan lain-lain. Penyebaran ajaran Islam mulai sekitar abad ke-7 dan tersebar luas setidaknya sejak abad ke-13. Dari ujung Barat Nusantara, pengaruh Islam secara cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayah-wilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Budha, dan akselerasinya dipercepat justru oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Erofa di Nusantara sejak abad ke-16 (Latif, 2011:58, 135).

Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia dan etos masyarakat Nusantara, terutama pada awalnya bagi masyarakat wilayah pesisir. Islam meratakan jalan bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi “kesetaraan”dalam hubungan antarmanusia, konsepsi “pribadi” yang mengarah pada pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang “linear”, menggantikan konsepsi sejarah yang melingkar (Lombard, 1969:II,149-242; Latif, 2011,135).

Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan bermunculan kerajaan-kerajaan Islam awal, seperti Kerajaan Samudera-Pasai di sekitar Aceh dan Kerajaan Demak di Jawa sejak abad ke-15, disusul oleh kerajaan-kerajaan Islam lainnya seperti Giri, Pajang, Mataram Islam, Banten dan Cirebon (di Jawa). Kerajaan Islam Aceh, Kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, Kerajaan Islam di Maluku (Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo) dan Kerajaan Banjar di Kalimantan.

Latihan

Guna memperdalam pemahaman kalian terhadap materi yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar 2 ini, maka kerjakanlah latihan berikut !

1.Buat tanda di peta Indonesia terhadap tempat-tempat yang menjadi pusat kerajaan-kerajaan yang disebutkan dalam materi kegiatan belajar 2, makna apa yang bisa kalian ambil dari posisi kerajaan-kerajaan dilihat dari perasaan berbangsa dan bernegara? 2.Telaah dari paparan tentang kehidupan kerajaan-kerajaan Indonesia di masa lalu,

makna apa yang bisa kalian ambil untuk diterapkan pada masa kini, khususnya kaitannya dengan penerapan sila-sila Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Rangkuman

(15)

kerajaan dan masyarakat Kutai tentang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, pemerintahan dan keadilan dalam bentuk kerajaan, kenduri, sedekah kepada para Brahmana. Nampak agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja, yakni raja menghormati kaum agamawan. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan selanjutnya seperti kerajaan Taruma Negara, kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dari abad ke-8 sampai ke-12 dan Kerajaan Dinasti Syailendra, dan Kediri, Singasari maupun Majapahit di Jawa Timur, dari abad ke-12 sampai ke-15M.

Sejak abad ke-7, kerajaan Sriwijaya telah menjadi kekuatan dagang dan budaya yang mengagumkan. Walaupun bahasa Sansekerta digunakan kerajaan ini, namun bahasa yang umum dipakai secara luas adalah bahasa Melayu, dan kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan. Kerajaan Majapahit melanjutkan kejayaan Nusantara sebagai kekuatan bahari dengan memanfaatkan jejak-jejak yang diwariskan oleh Sriwijaya. Meluasnya kekuasaan Majapahit diduga tidak terlepas dari Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada. Isi sumpah tersebut memuat cita-cita untuk mempersatukan seluruh nusantara raya.Semasa kerajaan Majapahit, kehidupan beragama antara agama Hindu dan Budha berlangsung damai, karena berdasarkan pada "Pancasila Krama" dan “Bhinneka Tunggal Ika” merupakan konsep pengelolaan keragaman bangsa Indonesia, 600 tahun mendahului konsep multikulturalisme yang sekarang diperkenalkan Barat.

Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia dan etos masyarakat Nusantara, yakni meratakan jalan bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi “kesetaraan”dalam hubungan antarmanusia, konsepsi “pribadi” yang mengarah pada pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang “linear”, menggantikan konsepsi sejarah yang melingkar .Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan bermunculan Kerajaan Samudera-Pasai, Kerajaan Demak,Giri, Pajang, Mataram Islam, Banten, Cirebon, Aceh, Goa,Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo dan Banjar.

Tes Formatif 2

1. Bukti tertulis tentang kehidupan bangsa Indonesia ditandai oleh kehadiran prasasti-prasasti berhuruf Pallawa dan Pranagari dalam bentuk yupa diperkirakan pada tahun 400m di Kutai

a. Tugu b. Tugu batu c. Tiang batu d. Tiang kayu

2. Isi prasasti pada intinya menginformasikan bahwa raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa sebagai tanda terima kasih raja yang dermawan. Berdasarkan isi prasasti Kerajaan Kutai telah membuka sejarah bangsa Indonesia dan menggambarkan khususnya kerajaan dan masyarakat Kutai tentang nilai-nilai Pancasila, khususnya :

a. Ketuhanan b.Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

(16)

3. Kerajaan Kutai merupakan jenis kerajaan dengan agama sebagai tali pengikat kewibawaan raja, yakni raja menghormati kaum agamawan, begitu pula dengan kerajaan Taruma Negara, Sriwijaya, Mataram Kuno, Kediri, Singasari maupun Majapahit di Jawa Timur. Hal demikian menunjukkan bahwa alam kehidupan bernegara nilai-nilai ...telah menjadi pilar utama dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan:

a. Ketuhanan b. Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

f.Keadilan

4. Sejak abad ke-7, kerajaan Sriwijaya telah menjadi kekuatan dagang dan budaya yang mengagumkan. Walaupun bahasa Sansekerta digunakan kerajaan ini, namun bahasa yang umum dipakai secara luas adalah bahasa Melayu. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai Pancasila telah diaplikasikan kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan bermasyarakat, yakni utamanya nilai :

a. Ketuhanan b. Kemanusiaan

c. Persatuan,

d. Pemerintahan

e. Keadilan

5. Dalam sistem pemerintahannya, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci, sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai:

a. Ketuhanan b.Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

e.Keadilan

6. Adanya Universitas agama Budha di kerajaan Sriwijaya dan sangat terkenal di Asia, serta banyak musafir dari negara lain, misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas itu, terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta, sebelum melanjutkan studinya ke India, bahkan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya, misalnya Dharmakitri. Fenomena demikian selain diaktualisasikannya nilai Ketuhanan dalam kehidupan bernegara dan keilmuan, juga menunjukkan kualitas aktualisasi dari nilai ...yang mendunia.

a. Ketuhanan b. Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

(17)

7. Meluasnya kekuasaan Majapahit diduga tidak terlepas dari Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1331. Isi sumpah Gajah Mada tersebut memuat cita-cita untuk mempersatukan seluruh nusantara raya. Hal demikian sesuai dengan nilai-nilai :

a. Ketuhanan b. Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

e.Keadilan

8. Semasa kerajaan Majapahit, kehidupan beragama antara agama Hindu dan Budha berlangsung damai, karena berpedoman pada "Pancasila Krama" dan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kedua konsepsi ini merupakan aktualisasi dari perilaku :

a. Saling menghargai b. Toleransi positif c. Saling menghormati d. Toleransi aktif

9. Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsep pengelolaan keragaman bangsa Indonesia, konsep ini telah 600 tahun mendahului konsep multikulturalisme yang sekarang diperkenalkan Barat. Hal demikian merupakan pengelolaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai :

a. Ketuhanan b. Kemanusiaan

c.Persatuan,

d.Pemerintahan

e.Keadilan

10. Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia dan etos masyarakat Nusantara, yakni meratakan jalan bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi, kecuali

a. Kesetaraan dalam hubungan antarmanusia,

b. Pribadi yang mengarah pada pertanggungjawaban individu,

c. Waktu (sejarah) yang “linear”

d. Waktu (sejarah) yang melingkar

Setelah kalian mengerjakan Tes Formatif 2 di atas, cocokanlah jawaban kalian dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir Modul 2 ini. Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini, untuk mengetahui tingkat penguasaan kalian terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Rumus :

Jumlah jawaban kalian yang benar

(18)

10

Arti tingkat penguasaan yang kalian capai :

90 % - 100% = baik sekali

80 % - 89% = baik

70 % - 79% = cukup

< 70% = kurang

(19)

Kegiatan Belajar 3

Era Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah

Dalam kegiatan belajar pada bagian 3 ini, kalian diajak untuk memahami latar belakang kedatangan bangsa-bangsa penjajah, dan bagaimana strategi dan taktik mereka, yang pada mulanya hanya sebatas perusahaan dagang, tapi kemudian mampu menguasai bangsa Indonesia yang dulunya besar, hingga porak-poranda menjadi jajahan sebuah negara. Dampaknya membawa kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan, hingga akhirnya disadari bahwa pendidikan, organisasi yang diikat oleh persatuan dan kesatuan, maka bangsa Indonesia mampu mencapai kemerdekaan.

1.Perjuangan Berbasis Kedaerahan

Kekayaan rempah-rempah di Nusantara dan potensi keuntungan yang besar dari perdagangan komoditi ini di Erofah mendorong bangsa-bangsa Erofah menjelajahi samudera, untuk mendatangi Nusantara. Kedatangan mereka yang semula berdagang, ternyata menumbuhkan keserakahan dan bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk. Di Ternate dan sekitar, Portugis mendapat perlawanan, bahkan Raja Tabariji ditawan karena tidak mau menyerahkan seluruh hasil cengkehnya. Raja Hairun dibunuh, karena tidak mau tunduk kepada Portugis. Serentak Ternate dan Tidore yang sebelumnya bermusuhan, bersatu melawan Portugis.

Kedatangan Portugis disusul pula oleh gabungan pedagang Belanda (VOC) pada akhir abad ke 17, memasuki Nusantara. Kedatangan VOC berhasil merebut Ambon pada tahun 1605, dan menyingkirkan saingannya Portugis di Maluku. Kemudian VOC beranjak menuju Bandar Jayakarta, setelah berhasil menaklukan perlawanan, akhirnya bandar Jayakarta diduduki, dan dirubah menjadi Batavia (1619). Setelah itu VOC hingga menjadi Pemerintahan Hindia Belanda, satu-persatu menguasai daerah Nusantara. Penguasaan Belanda terhadap wilayah Nusantara, tidak berjalan mudah, tetapi mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia di daerah-daerah yang dipimpin oleh kalangan raja, sultan, pangeran, dan ulama dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Perlawanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung (1613-1645) terhadap Belanda, umumnya terjadi di Jawa, disusul Trunaja dan Untung Surapati, dan Pangeran Diponegoro. Pangeran Hasanuddin dari kerajaan Gowa, memimpin perlawanan terhadap Belanda di Sulawesi Selatan. Di kawasan Banten, Belanda menghadapi pertempuran yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa (1684). Pertempuran melawan penjajahan Belanda hampir terjadi di seluruh Indonesia, Pattimura di Ambon, Teuku Umar dan Cut Nyak Din di Aceh, Teuku Cik Di Tiro di Minangkabau, Sultan Badaruddin di Palembang, Pangeran Antasari di Banjarmasin, Sisingamangaraja di Batak.

(20)

terhadap ketidakadilan penjajahan Belanda (Darmodiharjo,1983), kemudian perlawanan yang bertujuan untuk mengusir Belanda dari tanah Nusantara di abad ke-19, dimulai dengan serangan dari Cirebon (1806,1818), Palembang (1811,1819,1824), Bangka (1811), Saparua dan sekitarnya (1817), Banten (1822), Kalimantan Barat (1822), Seram (1829-1893), Kalimantan Selatan (1823), Lampung (1825,1832,1834), Jawa Tengah (1825-1830), Barus Tapanuli (1839), Singkel Aceh Selatan (1840), Bali (1846-1849), Silindung Tapanuli (1858-1871), Jambi (1858), Banjarmasin (1859), Bengkulu (1859), Perang Aceh (1873-1904), dan Lombok (1894-1905).

2.Kebangkitan Nasional

Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda menguasai hampir seluruh Indonesia, perlawanan Aceh dan Lombok baru dapat dipadamkan menjelang awal abad ke-20. Perlawanan dari abad ke-17 sampai abad ke-19 tidak mampu mengusir penjajah Belanda, karena tiadanya persatuan dan kesatuan, terpisah-pisan (sporadis), mengakibatkan perlawanan dengan kekerasan senjata tidak selalu berhasil.

Setelah era Tanam Paksa, terjadilah perubahan politik di Belanda. Kaum liberal melihat potensi Indonesia dari perspektif perkebunan, dengan komoditi yang berkelanjutan, seperti perkebunan kopi, teh, dan tebu. Pabrik memerlukan tenaga-tenaga yang tidak hanya fisik, tetapi juga memerlukan pekerja yang terampil dalam menulis, membaca dan berhitung. Dengan dalih Politik Etika, balas budi atas banyaknya kekayaan Indonesia yang dieksploitasi dan mampu memperkaya Belanda di Erofah, maka dilaksanakan politik balas budi dengan asas trilogi (Darmodiharjo 1983:23), yaitu irigasi, emigrasi, dan edukasi.

Politik di bidang edukasi adalah memajukan pendidikan rakyat, sehingga dapat mengejar kemajuan melalui sekolah-sekolah. Padahal di dalamnya terdapat usaha terselubung, yakni dihasilkanlah tenaga terpelajar untuk admnistrasi kolonial. Yang ditujukan untuk melayani kepentingan kolonial Belanda. Meskipun tujuan pengadaan sekolah-sekolah untuk kepentingan melayani admnistrasi kolonial Belanda, namun dari sinilah muncul suatu lapisan masyarakat yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Belanda sendiri, yakni kaum intelektual yang mempelopori kebangkitan nasional Indonesia.

Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda, lahirlah kaum intelektual yang mulai menyadari bahwa bangsa Indonesia yang dijajah ini terjadi karena dilakukan secara terorganisir, terencana dan sistimatis. Imperialisme yang menggunakan cara-cara modern seperti itu hanya dapat dilawan dengan cara-cara modern juga. Melalui studi dan mempelajari kegagalan perjuangan di masa lalu, bahwa perjuangan dengan kekuatan senjata, namun bersifat daerahisme, tergantung pada satu pimpinan dengan konsepsi Ratu Adil, tiadanya komunikasi yang baik, tanpa persatuan dan kesatuan di antara beragam elemen masyarakat, maka perjuangan menghadapi penjajah, tidak akan berhasil.

Selain itu, timbulnya kesadaran nasional yang membangkitkan Nasionalisme Indonesia, tidak hanya dipacu oleh faktor-faktor dalam negeri, juga dipicu oleh faktor-faktor dari luar negeri.

(21)

Yat Sen memimpin perlawanan terhadap bangsa asing yang ingin menguasai Cina, khususnya Inggris (1911), dan utamanya adalah kemenangan Jepang terhadap Rusia (1905) memecahkan mitos bahwa orang kulit bewarna tidak bisa mengalahkan orang kulit putih.

Pada abad ke-20, bangsa-bangsa Asia bangun dari belenggu penjajahan bangsa asing, karena menyadari kekuatannya sendiri, demikian juga bangsa Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 di gedung STOVIA Jakarta didirikan Budi Utomo, di bawah pimpin dokter Sutomo, sebagai realisasi dari ide dokter Wahidin Sudiro Husodo. Anggota Budi Utomo kebanyakan adalah dari kalangan priyayi dan berbasis daerah kebudayaan Jawa dan perkotaan.

Di samping organisasi yang bergerak di bidang politik, sosial-budaya, terdapat juga organisasi ekonomi dengan dasar agama Islam, yakni Serikat Dagang Islam, didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1911 di Surakarta. Serikat Dagang Islam diperluas lingkupnya tidak hanya untuk kalangan pedagang, berubah menjadi Serikat Islam pada tahun 1912, sehingga semua orang Islam yang setuju dengan dasar dan tujuan organisasi dapat menjadi anggota. Serikat Islam dipimpin oleh Haji Umar Said Tjokroaminoto, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal, antara lain, Haji Agus Salim, Abikusno Tjoksosujoso, dan Suryppranoto. Kebesaran Serikat Islam menjadi goyah, ketika disusupi oleh kaum komunis, sehingga pecah menjadi dua, Serikat Islam Putih di barisan Haji Agus Salim, dan Serikat Islam Merah di barisan Semaun. Serikat Islam Merah kemudian menjadi Serikat Rakyat. Selain itu muncul pula Partai Komunis Indonesia yang kemudian melakukan pemberontakan pada tahun 1926/1927, tetapi mengalami kegagalan.

Organisasi politik lain yang lahir adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung tahun 1927, didirikan oleh Sukarno, Ishak, Tjipto Mangunkusomo, Sartono, Sunaryo, Budiato dan Samsi. PNI bersifat non-kooperasi, menolong diri sendiri, dan aksi massa. Tujuan PNI adalah mencapai kemerdekaan.

Tujuan PNI untuk mencapai kemerdekaan ternyata mengilhami kesadaran kaum muda untuk menggalang persatuan nasional (Darmodiharjo, 1983:28-29). Atas usaha kaum muda yang dipelopori, antara lain, oleh Sugondo Djojopuspito, M.Yamin, Wongsonegoro, Kutjoro Purbapranoto, Assaat, mereka berhasil menyelenggarakan Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda, yakni:

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia mengaku menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

(22)

3. Penjajahan Jepang

Pada tanggal 7 Desember 941 meletuslah Perang Pasifik, dengan dibomnya Pearl Harbour oleh Jepang. Jepang dengan serangan kilatnya menduduki daerah-daerah jajahan sekutu (Amerika, Inggris, Perancis dan Belanda), termasuk Hindia Belanda. Tanggal 9 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia mengusir penjajah Belanda. Selain serangan kilat, Jepang juga memanfaatkan situasi psikologis rakyat Indonesia, yang ingin merdeka, dan dengan janji-janji Jepang, sehingga kedatangan Jepang disambut gembira, selain percaya dengan ramalan Jayabaya, rakyat Indonesia boleh mengibarkan bendera Merah Putih, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Rakyat Indonesia percaya bahwa kedatangan Jepang tidak untuk menjajah, tetapi akan memberi kemerdekaan.

Taktik demikian digunakan Jepang untuk mengusir Belanda di seluruh wilayah Indonesia, sehingga rakyat Indonesia membantu Jepang menghancurkan Belanda, dengan harapan semakin cepat Belanda diusir dari Hindia Belanda, semakin cepat lepas dari penjajahan Belanda. Namun dalam kenyataannya,setelah Jepang berhasil mengusir Belanda dan mengonsolidasikan pemerintahannya, maka terlihatlah watak asli Jepang, yang ternyata juga melakukan penjajahan, bahkan lebih kejam dibandingkan dengan Belanda.

Kemiskinan, kemelaratan, penyakit yang menyebabkan kematian pada sebagian rakyat, perampasan harta dan kekayaan untuk kepentingan membiayai perang Jepang melawan Sekutu di Asia-Pasifik, menjadi derita dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Kondisi demikian menimbulkan kekecewaan karena merasa ditipu oleh taktik Jepang, sehingga muncul perlawanan-perlawanan dari rakyat Indonesia, seperti yang dilakukan PETA di Blitar dan di Singaparna. Perlawanan lainnya dilakukan dengan cara gerilya.

Perang Asia-Pasifik yang semula dimenangkan Jepang, lama kelamaan bergeser ke pihak Sekutu, dengan pimpinan Jenderal Mac Arthur, setahap demi setahap mulai menguasai wilayah yang dikuasai Jepang, sehingga Jepang mulai kedodoran mempertahankan wilayah pendudukannya, termasuk di Indonesia. Agar mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia, maka Jepang pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Koiso dalam sidang Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Jepang memberikan janji bahwa Indonesia akan mendapat kemerdekaan di kelak kemudian hari (Darmodiharjo, 1983:30). Janji September ini telah memakan banyak korban rakyat Indonesia melalui romusha, tenaga kerja paksa yang digunakan membantu mesin perang Jepang dalam membangun infrastruktur perang.

Janji September kemudian dituntut oleh kalangan organisasi politik agar direalisir, sehingga Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan dua hal, yaitu :

a. Akan dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritzu Zyunbi Coosakai

b. Akan diadakan pembicaraan lebih lanjut tentang janji kemerdekaan 7 September 1944.

(23)

Latihan

Guna memperdalam pemahaman kalian terhadap materi yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar 3 ini, maka kerjakanlah latihan berikut !

1. Buat skema yang menggambarkan tentang latar belakang datangnya bangsa-bangsa penjajah ke Nusantara, strategi dan taktiknya hingga menguasai Nusantara, dan tumbuhnya kesadaran kebangsaan, dan strategi dan taktik untuk mengusir penjajah dari Nusantara

2. Telaah kembali materi yang dipaparkan dan latihan 1 yang dikerjakan, makna apa yang bisa dipetik dari strategi dan taktik yang dilakukan penjajah untuk menguasai Nusantara, dan makna apa yang bisa diambil dari strategi dan taktik bangsa kita ketika berhasil mengusir penjajah,

3. Bandingkan dengan kondisi yang terjadi sekarang di Somalia, Afganistan, Irak, Libia, Mesir dan Siria, apa yang menyebabkan sesama elemen bangsa bertarung, sementara negara-negara asing lainnya saling mendukung pihak yang satu, dengan pihak yang lain, siapa yang dirugikan, dan siapa yang diuntungkan. Akankah itu juga terjadi di Indonesia ? Jika tidak ingin apa yang harus dilakukan anda sebagai generasi muda?

Rangkuman

Kekayaan rempah-rempah di Nusantara dan potensi keuntungan yang besar dari perdagangan mendorong bangsa-bangsa Erofah mendatangi Nusantara. Kedatangan mereka yang semula berdagang, ternyata menumbuhkan keserakahan dan bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk, bahkan mulai menjajah, tetapi mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia di daerah-daerah yang dipimpin oleh kalangan raja, sultan, pangeran, dan ulama dari kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda, hampir selalu mengalami kegagalan. Esensi penyebabnya adalah politik "devide et impera" dengan politik adu domba, berhasil memecah belah persatuan dan kesatuan dari bangsa Indonesia. Kaum intelektual menyadari bahwa bangsa Indonesia dijajah, karena dilakukan secara terorganisir, terencana dan sistimatis. Imperialisme menggunakan cara-cara modern hanya dapat dilawan dengan cara-cara-cara-cara modern juga.

Selain serangan kilat, Jepang juga memanfaatkan situasi psikologis rakyat Indonesia, yang ingin merdeka, dan dengan janji-janji Jepang, sehingga kedatangan Jepang disambut gembira.Taktik demikian digunakan Jepang untuk mengusir Belanda di seluruh wilayah Indonesia, setelah Jepang berhasil mengusir Belanda dan mengonsolidasikan pemerintahannya, maka terlihatlah watak asli Jepang, yang ternyata juga melakukan penjajahan, bahkan lebih kejam dibandingkan dengan Belanda. Kemiskinan, kemelaratan, penyakit yang menyebabkan kematian pada sebagian rakyat, perampasan harta dan kekayaan. Kondisi demikian menimbulkan perlawanan-perlawanan dari rakyat Indonesia.

(24)

Tes Formatif 3

1. Bangsa-bangsa Barat dari Erofah berlomba-lomba datang ke Nusantara pada mulanya tertarik dengan pada kekayaan rempah-rempah di Nusantara dan potensi keuntungan yang besar dari perdagangan, namun pada akhirnya :

a. Menumbuhkan keserakahan

b. Bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk c. Merampas dan mengeksploitasi kekayaan tanah air kita d. Menjajah bangsa Indonesia

2. Perlawanan dari rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda, hampir selalu mengalami kegagalan. Esensi penyebabnya adalah

a. politik "devide et impera" dengan politik adu domba

b. terpecah belahnya persatuan dan kesatuan dari bangsa Indonesia. c. Politik adu domba

d. Tergodanya sebagian kalangan bangsa Indonesia menjadi kaki tangan Belanda yang membantu menggrogoti sumber daya alam Indonesia

3. Perlawanan rakyatyang dimulai pada abad ke-17 dan ke-18 bercorak :

a. Perjuangan terhadap ketidakadilan penjajahan Belanda

b. Perjuangan terhadap kesewenang-wenangan penjajahan Belanda c. Perjuangan untuk mengusir Belanda

d. Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan

4. Faktor-faktor di luar negeri yang memacu tumbuhnya kebangkitan nasional faktor utamanya adalah pecahnya mitos bahwa orang kulit berwarna tidak bisa mengalahkan orang kulit putih;

a. Yose Rizal (1898)

b. Mahatma Gandhi dan Nehru (1885)

c. Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1905) d. Sun Yat Sen (1911)

5. Pada tanggal 20 Mei 1908 berdirilah suatu organisasi yang dipandang sebagai perintis kebangkitan Nasionalisme di Indonesia, yakni :

a. Budi Utomo

b. Serikat Dagang Islam c. Serikat Islam

d. Partai Nasional Indonesia

6. Kaum muda yang berhasil menggalang persatuan nasional dan menyelenggarakan Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda, antara lain, kecuali :

(25)

d. Sukarno, Ishak, Tjipto Mangunkusomo

7. Taktik yang bukan digunakan Jepang untuk mengusir Belanda di seluruh wilayah Indonesia, sehingga bangsa Indonesia membantu Jepang adalah :

a. Melancarkan serangan kilat

b. Boleh mengibarkan bendera Merah Putih,

c. Diijinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya

d. Jepang adalah Saudara Tua, Pemimpin, Pelindung dan Cahaya Asia

8. Kemiskinan, kemelaratan,wabah penyakit merajalela, perampasan harta dan kekayaan untuk kepentingan membiayai perang Jepang, menjadi derita dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Kondisi demikian menimbulkan perlawanan-perlawanan dari rakyat:

a. Semarang b. Blitar c. Surabaya d. Bandung

9. Janji kemerdekaan Jepang kepada bangsa Indonesi telah memakan banyak korban rakyat Indonesia melalui tenaga kerja paksa yang digunakan membantu mesin perang Jepang dalam membangun infrastruktur perang:

a. Heiho b. Kamikaze c. Romusha d. Bushido

10. Sebagai realisasi dari janji kemerdekaan Jepang kepada bangsa Indonesia, maka akan dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritzu Zyunbi Coosakai;

a. 9 Maret 1942 b. 7 September 1944. c. 1 Maret 1945

(26)

Setelah kalian mengerjakan Tes Formatif 3 di atas, cocokanlah jawaban kalian dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir Modul 2 ini. Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini, untuk mengetahui tingkat penguasaan kalian terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Rumus :

Jumlah jawaban kalian yang benar Tingkat penguasaan =

10 Arti tingkat penguasaan yang kalian capai :

90 % - 100% = baik sekali

80 % - 89% = baik

70 % - 79% = cukup

< 70% = kurang

Apabila tingkat penguasaan kalian mencapai 80% ke atas, Bagus ! Kalian dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 4. Tetapi bila tingkat penguasaan kalian masih di bawah 80%, kalian harus mengulang Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum kalian kuasai.

(27)

Kegiatan Belajar 4

Perumusan Rancangan Dasar Negara, Rancangan Undang-Undang Dasar dan Proklamasi

Pada kegiatan belajar dalam bagian 4 ini, kalian diminta untuk mengkaji tentang proses perumusan rancangan Dasar Negara dan Undang-undang Dasar negara untuk negara Indonesia yang merdeka. Dalam proses tersebut, nilai-nilai apakah dari Pancasila, dan karakter apakah yang menjiwai dan menjadi acuan utama bagi para perancang untuk mendirikan negara Indonesia merdeka, dan bagaimana kelak demi menjaga kelangsungan kemerdekaan Indonesia.

1. BPUPK

BPUPK dibentuk tangggal 29 April 1945 di Indonesia dan dikibarkanlah bendera Sang Merah Putih di samping bendera Jepang di depan Gedung Pejambon No.1 Jakarta, dan tanggal 28 Mei 1945, Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) melantik anggota BPUPK. Tugas BPUPK adalah menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia (Kansil, 1971: 186).

Untuk merealisasikan tugasnya, BPUPK membentuk beberapa Panitia Kerja, yakni :

a. Panitia Perumus, terdiri dari 9 orang; Soekarno (ketua), M.Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim. Achmad Subardjo, Wachid Hasyim, dan M.Yamin. Panitia ini disebut juga Panitia Sembilan (9). b. Panitia Perancang Undang-undang Dasar, diketuai oleh Soekarno. Panitia ini

membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Soepomo.

c. Panitia Ekonomi dan Keuangan, diketuai oleh Muhamma Hatta. d. Panitia Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.

Untuk merancang dasar negara Indonesia jika merdeka kelak, maka BPUPK melaksanakan sidang-sidang yang secara khusus membahas " Apa yang menjadi dasar negara Indonesia jika kelak merdeka".

Sidang Pertama yang berlangsung tanggal 29 Mei 1945-1 Juni 1945, berbicara beberapa anggota, yakni :

a. Tanggal 29 Mei 1945, M.Yamin menyampaikan gagasannya tentang Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia, dan mengemukakan lima asas dasar, yakni :

(28)

Selain itu M.Yamin menyampaikan naskah rancangan UUD yang di dalamnya memuat rumusan dasar negara, yaitu :

1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kebangsaan persatuan Indonesia

3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dalam permusyawaratan/perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Tanggal 31 Mei 1945, Soepomo juga menyampaikan pokok-pokok pikirannya tentang dasar negara, yakni

1) Paham Negara Persatuan

2) Perhubungan Negara dan Agama 3) Sistem Badan Permusyawaratan 4) Sosialisme Negara

5) Hubungan antarbangsa yang bersifat Asia Timur Raya c. Tanggal 1 Juni 1945

Soekarno mengemukakan dasar negara Indonesia Merdeka, yang kemudian diberi nama "Panca Sila", dengan rumusan :

1) Kebangsaan Indonesia

2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan 3) Mufakat atau Demokrasi

4) Kesejahteraan Sosial 5) Ketuhanan Yang Maha Esa

Sidang kedua BPUPK diisi dengan pidato-pidato oleh para anggota berkenaan dengan penyusunan Undang-Undang Dasar Negara, berlangsung dari tanggal 10 Juli 1945 - 16 Juli 1945.

Pada sidang tanggal 10 Juli 1945 dibentuk Panitia Kecil BPUPK yang bertugas mengumpulkan dan memeriksa usul-usul yang masuk dan menentukan kebulatan pendapatnya, yang anggotanya terdiri 9 orang yang disebut Panitia Sembilan, diketuai oleh Sukarno, M.Hatta, A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim. Achmad Subardjo, Wachid Hasyim, dan M.Yamin. Panitia 9 ini berhasil menyusun rancangan preambule atau rancangan Pembukaan UUD. Rancangan ini telah disusun tanggal 22 Juni 1945 dan hasilnya dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima dasar negara Indonesia merdeka, yakni:

1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 1) Persatuan Indonesia

3) Kerakyatan yang dipimpin hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

4) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

(29)

Wongsonegoro, Wurjaningrat, Singgih, Tan Eng Hoa, Husien Djajadiningrat, Sukiman, dan Soekarno merangkap menjadi Ketuanya. Pada tanggal yang sama oleh Panitia ini dibentuk Panitia Kecil Perancang UUD terdiri dari; Soepomo, Wongsonegoro, Subardjo, Maramis, Singgih, Agus Salim dan Sukiman, diketuai oleh Soepomo. Tugas panitia ini ialah merancang UUD dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang dimajukan di Rapat BPUPK dan Panitia Perancang UUD.

Dalam rapat Panitia Perancang UUD tanggal 13 Juli 1945, Panitia Kecil Perancang UUD menyerahkan Rancangan UUD RI. Untuk memperbaiki redaksi rancangan UUD dibentuk Tim Penghalus Bahasa, terdiri dari Djajadiningrat, Agus Salim, dan Soepomo. Setelah dibahas dari tanggal 14,15 dan 16 Juli 1945 dalam rapat-rapat BPUPK, maka tanggal 16 Juli 1945 Rancangan UUD diterima seluruhnya oleh BPUPK.

2. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPK dibubarkan, dan dibentuklah PPKI atau Dokuritzu Zyunbi Iinkai pada tanggal 9 Agustus 1945, sekembalinya Soekarno dan M.Hatta dari Saigon memenuhi panggilan Jenderal Terauchi. Para anggota PPKI adalah pemimpin rakyat terkenal, yang mewakili daerah-daerah dari kepulauan Indonesia, golongan dan aliran dalam masyarakat. Semula pada saat pendirian PPKI terdiri dari 21 orang anggota dengan Soekarno, sebagai ketua dan M.Hatta sebagai wakil ketua. Namun setelah Indonesia merdeka, dijadikan sebagai Badan Nasional dan dianggap "Badan Perwakilan" seluruh Indonesia, jumlahnya ditambah 6 orang, sehingga menjadi 27 orang. Anggota-anggota PPKI terdiri dari; Soepomo, Radjiman, Soeroso, Soetarjo, Wachid Hasim, Ki Bagoes Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Abdoel Kadir, Soerjohamidjojo, Poeroebojo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Amir, Abdullah Abbas, Moh. Hassan, Hamidhan, Ratulangie, Andi Pangeran, I.Goesti Ketoet Poedja, Wiranatakoesoema, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Chairoel Saleh, Wikana, Soekarni, Sajoeti, Koesoema Soemantri dan Soebardjo. Sementara anggota tambahan berikutnya setelah proklamasi, yakni Wiranakusuma, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Kusuma Sumantri, dan Achmad Soebardjo.

3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Proklamasi kemerdekaan dilaksanakan ketika terjadi kekosongan kekuasaan pemerintahan (vacum of power) di Indonesia. Karena pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kalah kepada Sekutu, sementara Inggris yang oleh Sekutu diserahi tugas memelihara keamanan di Asia Tenggara termasuk Indonesia, pada saat itu belum datang. Untuk tugas penjagaan keamanan di Indonesia, diserahkan kepada Jepang. Selama kekosongan kekuasaan pemerintahan, terjadi secara sporadis perebutan kekuasaan oleh rakyat Indonesia dari tangan Jepang, baik dengan cara kekerasan maupun diserahkan sendiri oleh Jepang, setelah melalui negosiasi.

Referensi

Dokumen terkait

Informasi yang ada dalam rekam medis harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien, agar informasi tersebut dapat digunakan

Daripada lima jenis aliran Tema tersebut, dipaparkan aliran Tema Rencam merupakan aliran Tema yang paling menonjol dimanfaatkan ketika menghasilkan karangan naratif

Pada Gambar 9 spesimen terlihat pada pembesaran 31 kali hasil perpatahan uji tarik yakni struktur permukaan terdapat sedikit cekungan-cekungan atau sedikit berserabut ( fibrous

Yaitu : PENYARING AIR KOLAM UNTUK BUDIDAYA LOBSTER AIR TAWAR SECARA OTOMATIS MENGGUNAKAN SISTEM MIKROKONTROLER, agar lobster air tawar dapat hidup sehat dengan

Pada Tugas Akhir ini diimplementasikan metode untuk mining data record pada halaman Web secara otomatis dengan menggunakan algoritma yang disebut MDR (Mining Data Records in Web

Pada penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan strategis, kebijakan pemerintah, struktur biaya produksi dan

Franchise merupakan fenomena yang tidak lagi baru dalam dunia bisnis khususnya di Indonesia, waralaba yang menjadi titik tolak adalah adanya.. kesepakatan antara kedua pihak yaitu

Di mana waktu tunggu yang dipakai kapal lebih besar dari pada waktu layarnya untuk jarak 34 mile (Baubau – Dongkala) dan 14 mile (Dongkala – Mawasangka), dengan