• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEKUATAN TARIK DAN JENIS PATAHAN SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON RENDAH (ST 37) AKIBAT PROSES NORMALIZING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KEKUATAN TARIK DAN JENIS PATAHAN SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON RENDAH (ST 37) AKIBAT PROSES NORMALIZING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEKUATAN TARIK DAN JENIS PATAHAN

SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON RENDAH (ST 37) AKIBAT

PROSES NORMALIZING

Oleh:

Citrakara Upendra S., Yoto, dan Widiyanti

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang Email: pehima6@gmail.com; yoto.1718@yahoo.com; widi_66@yahoo.com

Abstrak. Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Pada saat proses pemanasan benda kerja akan mengembang dan akan mengkerut pada proses pendinginan. Keseimbangan kecepatan pengembangan dan pengkerutan dapat mempengaruhi sifat bahan dan meninggalkan beban dalam benda kerja. Disamping terjadinya perubahan bentuk struktur mikro dengan sendirinya terjadi regangan maka terjadi juga tegangan yang sifatnya tetap yang disebut dengan tegangan sisa. Tegangan sisa dapat menurunkan nilai keuletan benda, meningkatkan kegetasan benda, dan dapat menurunkan sifat fatik benda. Tegangan sisa dapat dihilangkan dengan cara perlakuan panas (normalizing). Spesimen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil lasan baja karbon rendah (ST 37) menggunakan las GMAW. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh suhu normalizing

terhadap perbedaan nilai kekuatan tarik dan jenis patahan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan terhadap nilai kekuatan tarik dan terdapat perbedaan jenis patahan, penemuan yang penting adalah bahwa peningkatan suhu normalizing dapat mengurangi tegangan sisa yang terjadi dan meningkatkan nilai kekuatan tarik pada hasil lasan.

Kata kunci: baja karbon rendah (ST 37), normalizing, kekuatan tarik, jenis patahan

Menurut Daryanto (2012:1) pengelasan dapat didefinisikan suatu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan, sedang-kan berdasarsedang-kan Deutche Industrie Normen (DIN) pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.

Logam akan mengalami pengaruh panas akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro disekitas hasil lasan. Bentuk struktur mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai saat pengelasan, kecepatan pengelasan, dan laju pendinginan. Daerah logam yang meng-alami perubahan struktur mikro akibat

pe-manasan karena pengelasan disebut daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (Suharto, 1991: 42).

Menurut Wiryosumarto (2000), Lo-gam yang mengalami proses pengelasan me-miliki tiga pembagian daerah lasan yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas yang dalam bahasa inggrisnya adalah Heat

Affected Zone (HAZ) dan logam induk yang

tidak terpengaruhi. Selain ketiga pembagian utama daerah lasan tersebut ada satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas, yang disebut batas las. Pada saat proses pemanasan benda kerja akan mengembang dan akan mengkerut pada proses pendinginan. Kese-imbangan dan kecepatan pengembangan dan

(2)

pengkerutan dapat mempengaruhi sifat bahan dan meninggalkan beban dalam benda kerja. Benda kerja bisa rusak bila beban tersebut melampui kemampuan dukung bahan.

Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan selama proses berjalan suhunya berubah terus sehingga ditribusi suhu tidak merata. Karena panas tersebut, maka pada bagian yang dilas terjadi pengembangan termal. Sedangkan bagian yang dingin tidak ber-ubah sehingga terbentuk penghalangan pengembangan yang mengakibatkan terjadi-nya peregangan yang rumit (Wiryosumarto, 2000:135).

Disamping terjadinya perubahan ben-tuk yang dengan sendirinya terjadi regangan maka terjadi juga tegangan yang sifatnya tetap yang disebut dengan tegangan sisa. Terjadinya tegangan sisa ini akibat dari pengembangan pada logam las pada saat pengelasan, pengembangan logam las dita-han oleh logam induk yang ikut mencair pada saat pengelasan, sehingga pada logam las dan logam induk yang mencair terjadi te-gangan tekan. Pada waktu pengelasan se-lesai, terjadilah proses pendinginan dimana logam lasan dan logam induk yang mencair pada saat pengelasan mengalami penyu-sutan. Penyusutan yang terjadi pada logam las dan logam induk yang mencair pada saat pengelasan selesai menyebabkan terjadinya tegangan tarik pada logam las dan logam induk.

Tegangan sisa berpengaruh terhadap penurunan keuletan benda, peningkatan ke-getasan benda, dan kekuatan fatik dari sambungan menurun. Hal ini sangat merugi-kan apabila benda yang dilas membutuhmerugi-kan sifat yang ulet dan tidak getas. Untuk itu

perlu adanya tindakan menghilangkan te-gangan sisa akibat pengelasan.

Menurut Wiryosumarto (2000), terda-pat dua pembebasan tegangan sisa, yaitu dengan cara mekanik dan termal, dari kedua cara ini yang paling banyak digunakan ada-lah cara termal dengan proses Normalizing

atau Post Weld Heat Treatment (PWHT).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui pengaruh dari variasi suhu Nor-malizing terhadap kekuatan tarik dan jenis patahan pada sambungan las GMAW baja karbon rendah (ST 37). Metode dalam penelitian ini menggunakan metode pene-litian kuantitatif. Sugiyono (2013: 209) me-nyebutkan “analisis inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Analisis data inferensial di-gunakan untuk mencari korelasi beberapa variabel. Teknik analis inferensial yang digunakan adalah teknik analisis korelasi-onal. Analisis korelasional adalah analisis statistik yang berusaha untuk mencari hubungan atau pengaruh antar dua buah variabel atau lebih.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimental yang ber-bentuk Pre-experimental design (non design), sebab masih ada kemungkinan vari-abel luar dapat mempengaruhi varivari-abel dependen. Penelitian ini merupakan pene-litian One Group Pretest-Posttet Design

yaitu bentuk penelitian yang terdapat suatu kelompok yang ada pretest sebelum diberi perlakuan (treatment) kemudian diobservasi hasil dari perlakuan tersebut (Sugiyono, 2013: 111). Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah mesin uji tarik Gotecth

(3)

35.197 36.140 35.555 36.242 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 TP 750ºC 800ºC 850ºC Kekuatan Tarik (kg/mm²) 2003, yang digunakan untuk memperoleh

data kekuatan tarik , pengamatan jenis patahan menggunakan Scanning Electron

Microscope (SEM). Variabel bebas dalam

penitian ini adalah variasi suhu normalizing. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kekuatan tarik, dan jenis patahan.

Baja ST 37 adalah jenis baja konstruksi yang mempunyai kekuatan tarik maksimal 37 Kg/mm². Baja ini mempunyai kandungan karbon (C) dibawah 0,3%. Baja ST 37 dengan kandungan karbon dibawah 0,3% termasuk kedalam kelompok baja karbon rendah (Low Carbon Steel) (Daryanto, 2006: 33). Objek dalam penelitian ini adalah sambungan las GMAW baja karbon rendah (ST 37) yang diproduksi oleh PT.ISPAT INDO. memiliki kadar unsur sebagai berikut:

• Karbon (C) : 0.063% • Silicon (Si) : 0.158% • Mangan (Mn) : 0.621 % • Pospor (P) : 0.013% • Sulfur (S) : 0.006 % • Cromium (CR) : 0.037 % • Nikel (Ni) : 0.025 % • Tembaga (Cu) : 0.039 %

Tahap pertama dalam penelitian ini adaah melakukan proses pengelasan meng-gunakan las GMAW mengmeng-gunakan elektode jenis E70S dengan menggunakan arus 100A untuk pengelasan. Dilanjutkan dengan pem-buatan spesimen uji tarik untuk setiap variabel bebas untuk uji tarik.

Tahap kedua dalam penelitian ini adalah menyiapkan spesimen uji tarik (ASTM E8/E8M-09) sebanyak 10 buah sesuai dengan variabel bebas.

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah menyiapkan uji takik (ASTM E23) sebanyak 10 buah sesuai dengan variabel bebas.

Tahap selanjutnya adalah proses pemanasan hasil lasan baja karbon rendah (ST 37) dengan suhu 750 0C, 800 0C, 850 0

C, ditahan selama 60 menit dan didinginkan di suhu udara.

Setelah spesimen mencapai suhu ruang, dilakukan pengujian tarik mesin uji tarik Gotecth 2003. Tahap selanjutnya da-lam penelitian ini adalah Uji SEM (Scan-ning electron Microscope) bertujuan untuk analisis jenis patahan. Berikut ini adalah sepesimen uji tarik ASTM E8 (Gambar 1).

Gambar 1 Spesimen uji impak ASTM E23. (sumber: ASTM E8/E8M-09 Standar Test

Methodes for Tensin Testing of Metallaic Materials)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Tarik

Berikut ini merupakan hasil pengujian tarik pada hasil lasan baja karbon rendah (ST 37) sebelum dan setelah dilakukan normalizing dengan variasi suhu 750 0C, 800 0C, dan 850 0C.

(4)

Gambar 2 adalah grafik hasil uji tarik pada hasil lasan baja karbon rendah (ST 37) akibat normalizing dengan variasi suhu 750 0

C, 800 0C, dan 850 0C.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada spesimen tanpa perlakuan normalizing de-ngan setelah mengalami perlakuan normali-zing. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan teori yang ada, Sanjib K (2009:13) dalam bukunya yang berjudul

Heat Treatment of Carbon Steel”

men-jelaskan bahwa perlakuan normalizing dapat meratakan struktur dan meningkatkan keku-atan tarik suatu bahan. Iman dalam Sanjib (2009:29) juga menyatakan bahwa dengan proses normalizing dapat meningkatkan kekuatan tarik. Selain meningkatkan keku-atan tarik Van Vlack (1984) dalam Supar-man (2006) menjelaskan bahwa Perlakuan panas (normalizing dan annealing) juga dapat (a) mengurangi tegangan internal yang terjadi akibat proses pembekuan, pemotong-an, penempapemotong-an, pengelaspemotong-an, (b) meningkat-kan ketangguhan, (c) meningkatmeningkat-kan mampu mesin, (d) mengurangi ketidakhomogenan komposisi kimia, (e) menghaluskan ukuran butiran, dan (f) mengurangi kandungan gas didalam logam.

Kelompok baja karbon rendah (ST 37) dengan nilai kekuatan tarik paling tinggi adalah spesimen baja karbon rendah (ST 37) yang mengalami perlakuan normalizing

dengan suhu 850 ºC. sedangkan kelompok baja karbon rendah (ST 37) dengan nilai kekuatan tarik terendah adalah spesimen baja karbon rendah (ST 37) dengan perlakuan normalizing pada suhu 800 ºC. pada Gambar 5.1 juga menunjukan bahwa nilai kekuatan tarik berbeda-beda menurut pada variasi suhu normalizing.

Melihat perbedaan nilai kekuatan tarik pada Gambar 2 diatas dapat membuktikan bahwa perlakuan normalizing berpengaruh terhadap nilai kekuatan tarik pada baja karbon rendah (ST 37) yang telah meng-alami proses normalizing. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dan pengujian tarik pada baja karbon rendah (ST 37) yang telah dilas dan perlakuan normalizing. nilai kekuatan tarik baja karbon rendah (ST 37) yang tidak mengalami perlakuan normal-izing menunjukan nilai kekuatan tarik rata-rata 35,197 kg/mm², sedangkan baja karbon rendah (ST 37) dengan perlakuan normal-izing pada suhu 750 ºC memiliki nilai keku-atan tarik rata-rata sebesar 36,14 kg/mm², untuk spesimen pada suhu 800 ºC memiliki nilai kekuatan tarik rata-rata 35,555 kg/mm², dan untuk spesimen dengan perlakuan

normalizing pada suhu 850 ºC memiliki

nilai kekuatan tarik rata-rata 36,242 kg/mm². Dari hasil tersebut terlihat perbedaan nilai kekuatan tarik baja karbon rendah (ST 37) antara spesimen tanpa perlakuan normal-izing dan yang telah mengalami perlakuan

normalizing dengan variasi suhu 750 ºC, 800 ºC dan 850 ºC.

Dari hasil penelitian dan pengujian kekuatan tarik di atas terjadi sedikit penurunan nilai kekuatan tarik rata-rata pada perlakuan normalizing pada suhu 800 ºC, hal tersebut dapat dilihat pada hasil pengamatan struktur melalui pengujian SEM

(Scanning Electron Microscope) dengan

hasil jumlah dimple yang sedikit lebih banyak daripada clavage apabila diban-dingkan dengan spesimen yang mengalami perlakuan normalizing pada suhu 750 ºC dan 850 ºC. penelitian ini juga didukung oleh penelitian serupa yang dilakukan oleh Sutrisna (2009:31) yang berjudul “Pengaruh Suhu Normalizing Terhadap Sifat Fisis Dan

(5)

Mekanik Pengelasan Baja Plat Kapal” mem-peroleh hasil cenderung meningkat nilai kekuatan tarik rata-rata pada baja setelah mengalami perlakuan normalizing dan juga terjadi penurunan nilai kekutan tarik rata-rata pada spesimen yang mngalami pelakuan

normalizing pada suhu 790 ºC dibanding

dengan spesimen yang mengalami perlakuan

normalizing pada suhu 750 ºC. hasil tersebut juga didukung oleh penelitian Shanping, LU (2010:7) yang berjudul “Effects of Nor-malizing Process on the Microstructural Evolutionand Mechanical Properties of Low Carbon Steel Weld Metal with Niobium Addition” menjelaskan bahwa setiap kenaik-an suhu normalizing akkenaik-an mengakibatkkenaik-an nilai kekuatan tarik cenderung semakin meningkat.

Jenis Patahan pada Hasil Lasan

Kathleen (1987) dalam Puspitasari (2016:32) menjelaskan bahwa patahan ulet ditandai dengan retakan logam disertai dengan deformasi plastik dan pengeluaran energi yang cukup besar. Perpatahan tarik ulet di sebagian besar material memiliki penampilan berserabut, abu-abu. Perpatahan ulet terjadi melalui mekanisme yang dikenal sebagai coalescence microvoid.

Bentuk dimple sangat dipengaruhi oleh jenis pembebanan. Perpatahan karena beban tarik uniaksial biasanya mengakibat-kan pembentumengakibat-kan equiaxed dimples. Kega-galan karena pembebanan geser akan meng-hasilkan memanjang atau bentuk parabola titik dimple dalam arah berlawanan pada pencocokan permukaan patahan. Pembeban-an tarik merobek menghasilkPembeban-an dimple

memanjang yang mengarah ke arah yang sama pada pencocokan permukaan patahan.

Patahan getas yang ditandai oleh perambatan retak yang cepat dengan

pengeluaran energi sedikit dibandingkan dengan patahan ulet dan tanpa cukup deformasi plastik. Perpatahan kuat tarik getas memiliki tampilan cerah, berbutir, dan tidak ada penciutan (necking).

Puspitasari (2014:8) menyatakan kegetasan spesimen terlihat dari hasil per-patahan uji tarik yakni struktur permukaan yang datar (flat), berbutir (granular) dan warna cerah yang menunjukkan karak-teristik dari perpatahan getas (brittle frac-ture), terlihat ukuran lebar shearlips lebih kecil yang menunjukkan bagian luar spesi-men getas. Struktur perpatahan getas yang terdiri dari dominasi cleavage dan hanya sedikit struktur dimple, sedangkan hasil perpatahan uji tarik yakni permukaan terli-hat berserabut (fibrous) dan warna gelap yang menunjukkan karakteristik dari perpa-tahan ulet terlihat ukuran lebar shearlips

lebih besar yang menunjukkan bagian luar spesimen ulet.

Dalam pengamatan struktur mikro baja karbon rendah (ST 37) setelah mengalami proses pengelasan GMAW dan perlakuan panas normalizing dengan variasi suhu 750 ºC, 800 ºC, dan 850 ºC dalam penelitian ini diperoleh hasil seperti berikut:

Spesimen baja ST 37 yang mengalami perlakuan normalizing pada suhu 750ºC dengan pembesaran 31 kali menunjukkan bentuk permukaan patahan spesimen utuh yang akan diamati lebih jelas dengan pembesaran 2.500 kali pada tepi tengah dan pada bagian kanan.

Pada Gambar 3 Spesimen (pem-besaran 31 kali) terlihat dari hasil perpatah-an uji tarik yakni struktur permukaperpatah-an yperpatah-ang datar (flat), berbutir (granular) dan warna spesimen cerah yang menunjukkan karak-teristik dari perpatahan getas. Pada penga-matan ini juga terlihat ukuran lebar

(6)

shear-lips lebih kecil yang menunjukkan bagian luar spesimen getas. Spesimen ini memiliki sifat getas akibat dari proses normalizing

pada suhu 750ºC.

Gambar 3 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

750ºC.

Gambar 4 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing 750ºC dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian

tepi kanan.

Spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada tepi kanan (Gambar 4) terlihat lebih jelas struktur perpatahan getas terdiri dari dominasi cleavage dan hanya sedikit struktur dimple. Perpatahan getas yang tampak pada struktur mikro menunjukkan bahwa spesimen memiliki ketangguhan perpatahan yang rendah, sifat spesimen dengan kekuatan dan kekerasan tinggi, tapi getas. Spesimen ini memiliki sifat getas akibat dari proses normalizing pada suhu 750ºC.

Gambar 5 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) baja ST 37 dengan perlakuan normalizing 750ºC dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian

tepi tengah.

Spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian tengah (Gambar 5) tampak struktur perpatahan ulet terdiri dari dominasi

dimple dan sedikit terlihat struktur clavage. Perpatahan ulet ini menunjukkan bahwa spesimen memiliki ketangguhan perpatahan yang tinggi. Spesimen ini memiliki sifat ulet akibat dari proses normalizing pada suhu 750 ºC, sehingga menghasilkan sifat spesi-men dengan kekuatan dan kekerasan sedikit menurun dari pada bagian tepi kanan. Spesimen baja ST 37 yang mengalami per-lakuan normalizing pada suhu 800 ºC dengan pembesaran 31 kali menunjukkan bentuk permukaan patahan spesimen utuh yang akan diamati lebih jelas dengan pembesaran 2.500 kali pada tepi kanan dan pada bagian tengah.

Gambar 6 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

800ºC.

Dimple

Clavage

Clavag

(7)

Pada Gambar 6 Spesimen tampak pada pembesaran 31 kali hasil perpatahan uji tarik yakni struktur permukaan struktur permukaan yang datar (flat), sedikit ada cekungan-cekungan, berbutir (granular) dan warna spesimen sedikit gelap.

Spesimen ini memiliki sifat lebih sedi-kit ulet atau kegetasannya menurun akibat perlakuan normalizing pada suhu 800 ºC. Hal ini dapat dibuktikan pada pengamatan struktur mikro patahan dengan pembesaran 2.500 kali seperti gambar berikut ini:

Gambar 7 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

800ºC pada bagian tepi tengah.

Spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada tepi tengah (Gambar 7) terlihat patahan ulet (ductile fracture) terdiri dari banyak struktur dimple dan hanya sedikit terlihat struktur cleavage. Perpatahan ulet yang tampak pada struktur mikro menunjuk-kan bahwa spesimen memiliki ketangguhan perpatahan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan perlakuan normalizing pada su-hu 800 ºC sehingga menghasilkan sifat dengan kekuatan dan kekerasan spesimen berkurang dibanding dengan perlakuan

normalizing pada suhu 750 ºC.

Spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada tepi kanan (gambar 8) terlihat patahan ulet (ductile fracture) terdiri dari banyak struktur dimple dan hanya sedikit terlihat struktur cleavage. Perpatahan ulet

yang tampak pada struktur mikro menunjukkan bahwa spesimen memiliki ketangguhan perpatahan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan perlakuan normalizing

pada suhu 800 ºC sehingga menghasilkan sifat sedikit kuat tapi kegetasan spesimen berkurang dibanding dengan perlakuan pada suhu 750 ºC.

Gambar 8 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

800ºC pada bagian tepi kanan.

Spesimen baja ST 37 yang mengalami perlakuan Normalizing pada suhu 850ºC dengan pembesaran 31 kali menunjukkan bentuk permukaan patahan spesimen utuh yang akan diamati lebih jelas dengan pem-besaran 2.500 kali pada tepi kanan dan pada bagian tengah.

Gambar 9 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

850ºC.

Clavage

Dimple

Clavage

(8)

Pada Gambar 9 spesimen terlihat pada pembesaran 31 kali hasil perpatahan uji tarik yakni struktur permukaan terdapat sedikit cekungan-cekungan atau sedikit berserabut (fibrous) dan warna lebih cenderung cerah yang menunjukkan karakteristik dari per-patahan getas. Pada pengamatan spesimen menggunakan perlakuan normalizing pada suhu 850 ºC menunjukkan bagian luar spesi-men bersifat sedikit lebih getas diban-dingkan dengan spesimen yang mengalami perlakuan normalizing pada suhu 750 ºC dan 800ºC . Spesimen ini memiliki sifat le-bih getas atau kegetasannya meningkat aki-bat perlakuan normalizing pada suhu 850 ºC

Gambar 10 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

850ºC pada bagian Tengah.

Spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian tengah (Gambar 10) terlihat lebih jelas patahan ulet (ductile fracture) terdiri dari dominasi dimple dan hanya sedikit terlihat struktur cleavage pada perlakuan normalizing pada suhu 850 ºC.

Perpatahan ulet yang tampak pada struktur mikro menunjukkan bahwa spesi-men memiliki ketangguhan perpatahan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh per-lakuan normalizing pada suhu 850 ºC sehingga kekuatan dan kekerasan menurun.

Pada Gambar 11 spesimen dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian tepi kanan terlihat lebih jelas struktur perpatahan

getas (brittle fracture) terdiri dari dominasi

cleavage dan hanya sedikit struktur dimple.

Gambar 11 Hasil pengamatan struktur mikro (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

850ºC pada bagian Kanan.

Pengamatan struktur mikro spesimen dengan perlakuan normalizing pada suhu 850ºC menunjukkan karakteristik perpatah-an getas (brittle fracture) yang berarti bah-wa spesimen memiliki kekuatan dan keke-rasan tinggi, tapi ketangguhan perpatahan rendah. Hal ini disebabkan oleh perlakuan panas normalizing pada suhu 850 ºC se-hingga menghasilkan sifat spesimen dengan kekuatan dan kekerasan tinggi (kuat) , tapi getas.

Dari hasil pengamatan struktur diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat sedikit perbedaan pada struktur hasil pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) pada baja karbon rendah (ST 37) setelah mengalami pengelasan dan perlakuan panas

normalizing dengan variasi suhu 750 ºC,

800 ºC, dan 850 ºC. Dari hasil diatas juga dapat disimpulkan bahwa perlakuan panas

normalizing mempengaruhi struktur pada

baja karbon rendah (ST 37).

Hasil pengamatan struktur mikro di-atas juga telah membuktikan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya sedikit penurunan kekuatan tarik pada suhu 800 ºC yang dapat dijelaskan pada strukturnya yang sedikit lebih ulet (kekuatan menurun)

Clavage Dimple

Clavag

(9)

dibandingkan dengan spesimen pada pada perlakuan normalizing suhu 750 ºC dan 850 ºC. Namun ada beberapa faktor juga yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan tarik rata-rata pada spesimen dengan per-lakuan panas normalizing pada suhu 800 ºC yaitu komposisi kimia material, langkah per-lakuan panas, media pendingin, temperatur pemanasan.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa dari penelitian pengaruh temperatur. Perlakuan panas normalizing pada pengelas-an GMAW terhadap kekuatpengelas-an tarik dpengelas-an struktur mikro baja karbon rendah (ST 37) yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Berdasarkan data hasil uji kekuatan tarik baja karbon rendah (ST 37) yang mengalami perlakuan panas normalizing de-ngan variasi suhu 750 ºC, 800 ºC dan 850 ºC, tingkat kekuatan tarik paling tinggi di-peroleh pada perlakuan panas normalizing

menggunakan suhu 850 ºC yaitu sebesar 36,242 Kg/mm2, kekuatan tarik pada per-lakuan panas normalizing menggunakan su-hu 750 ºC sebesar 36,14 Kg/mm2 dan kekuatan tarik paling rendah diperoleh pada perlakuan panas menggunakan suhu 800 ºC sebesar 35,555 Kg/mm2.

Berdasarkan hasil pengamatan struktur mikro menggunakan SEM, perpatahan getas (brittle fracture) diperoleh pada baja karbon rendah (ST 37) dengan perlakuan panas

normalizing dengan variasi suhu 750 ºC.

Perpatahan ulet getas diperoleh pada baja baja karbon rendah (ST 37) dengan perlaku-an pperlaku-anas normalizing dengan variasi suhu 800 ºC. perpatahan getas (brittle fracture)

diperoleh pada baja karbon rendah (ST 37) dengan perlakuan panas normalizing dengan variasi suhu 850 ºC.

Berdasarkan hasil uji kekuatan tarik dan struktur mikro baja karbon rendah (ST 37) terdapat sedikit perbedaan antara baja karbon rendah (ST 37) yang telah meng-alami proses pengelasan dan perlakuan pa-nas normalizing dengan variasi suhu 750 ºC, 800 ºC dan 850 ºC.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diper-oleh, beberapa hal yang perlu ditindak lanjut antara lain sebagai berikut.

Kepada Jurusan Teknik Mesin Univer-sitas Negeri malang. (a) Penilitian ini dapat dijadikan rujukan bahwa perubahan kekuatan tarik dan struktur baja karbon rendah disebabkan adanya pengaruh perla-kuan panas normalizing, antara sebelum dan sesudah dilakukan normalizing. (b) Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan jenis baja karbon rendah (ST 37) dengan perlakuan panas normalizing dengan variasi suhu sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. (c) Perlu diadakan pengujian impak (ketangguhan) menggunakan perlakuan pa-nas normalizing dengan variasi suhu untuk mengetahui sifat mekanik bahan karena secara teori tingkat ketangguhan berbanding terbalik dengan tingkat kekuatan tarik.

Kepada Peneliti selanjutnya. (a) Pada pengelasan GMAW dan perlakuan panas normalizing perlu diperhatikan jenis elek-troda dan arus listrik pengelasan, temperatur pemanasan dan proses penelitian karena hal tersebut dapat mempengaruhi bahan uji dan hasil pengujiannya. (b) Pada penelitian dengan perlakuan panas normalizing perlu di adakan pengujian struktur mikro dan uji

(10)

komposisi sebelum dan setelah mengalami pengelasan dan perlakuan panas sehingga dapat mendukung hasil kekuatan tarik, kekerasan dan ketangguhan. (c) Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam suatu penelitian maka perlu dilakukan kajian teoritis dan observasi ruang lingkup penelitian (Laboratorium, ketersediaan alat dan bahan penelitian, biaya penelitian).

Kepada Industri pengelasan. (a) Ber-dasarkan hasil dari penelitian ini, untuk memperoleh hasil pengelasan baja karbon

rendah (ST 37) yang memiliki nilai ke-kuatan tarik yang lebih tinggi dapat digu-nakan perlakuan panas normalizing. (b) Untuk industri pengelasan khususnya pengelasan baja karbon rendah (ST 37), perlu diperhatikan tentang perlakuan yang sesuai untuk memperbaiki struktur pada baja karbon rendah. Untuk itu perlakuan panas normalizing dapat digunakan sebagai proses untuk memperbaiki struktur maupun peningkatan kekuatan tarik baja.

DAFTAR RUJUKAN

Daryanto. 2006. Teknik Pengelasan. Ban-dung: Alfabeta.

Daryanto. 2012. Teknik Pengelasan. Ban-dung: Alfabeta.

Puspitasari, Dewi. 2016. Perbedaan Ketang-guhan Dan Jenis Patahan Pada Dura-lium Akibat Proses Artificial Aging

Dengan Variasi Media Pendingin

Dro-mus Oil Dan Air. Skripsi Tidak

Diterbitkan. Malang: Universitas Ne-geri Malang

Puspitasari, Poppy dkk. 2014. Pengaruh Kadar Dromus Oil Dalam Media Pendingin Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Baja St 60 Yang Mengalami Proses Hardening Tem-pering. Jurnal tidak diterbitkan. Ma-lang: Universitas Negeri Malang. Sanjib, K. 2009. Heat Treatment Of Low

Carbon Steel. Department of

Mecha-nical Engineering National Institute of Technology.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendi-dikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Shanping, LU. 2009 . Effects of Normalizing Process on the Microstructural Evolu-tionand Mechanical Properties of Low Carbon Steel Weld Metal with

Niobium Addition. Journal Mechanic.

50(2): 6.

Suharto. 1991. Teknologi Pengelasan Lo-gam. Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, Wahid. 1999. Ilmu Logam I. Diktat Kuliah. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Suherman, Wahid. 1999. Ilmu Logam II. Diktat Kuliah. Surabaya: Institut Tek-nologi Sepuluh November.

Suparman. 2006. Pengaruh Suhu Annealing pada Post Weld Heat Treatment pe-ngelasan Baja Bohler Grade K-945 Ems 45 Terhadap Sifat Fisis Dan Me-kanis. Skripsi Tidak Diterbitkan. Se-marang: Universitas Negeri Semarang. Sutrisna. 2009. Pengaruh Suhu Normalizing Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Pengelasan Baja Plat Kapal. Jurnal Teknik Mesin, 9(2): 30-31.

Universitas Negeri Malang. 2010. PPKI: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian, Edisi 5. Malang: Universitas Negeri Malang Wiryosumarto, Harsono & Okumura,

Toshie. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT PradnyaParamita.

Gambar

Gambar 1 Spesimen uji impak ASTM E23.  (sumber: ASTM E8/E8M-09 Standar Test
Gambar 5 Hasil pengamatan struktur mikro  (SEM) baja ST 37 dengan perlakuan normalizing  750ºC dengan pembesaran 2.500 kali pada bagian
Gambar 9 Hasil pengamatan struktur mikro  (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing
Gambar 10 Hasil pengamatan struktur mikro  (SEM) Baja ST 37 dengan perlakuan normalizing

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Akhirnya program simulasi aplikasi Java 2 platform J2ME microedition java pada MIDlet Jadwal Ujian dengan Mysql dapat dijalankan pada Handheld pada J2ME toolkit dan emulator

Kista nonneoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius. Kista folikel dan luteal di ovarium sangat sering ditemukan sehingga hampir dianggap sebagai

karyawan maka akan berpengaruh dengan menurunnya kinerja karyawan ataupun sebaliknya dengan semakin rendahnya dampak stres kerja pada karyawan maka akan berpengaruh

)enyakit peri$d$ntal umumnya #erupa in1lamasi den!an penye#a# utamanya #akteri dan  plak, (i sampin! #akteri dan plak se#a!ai penye#a# utama #erperan ju!a 1akt$r-1akt$r

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul Peramalan Kebutuhan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pola penggunaan serta profil pengobatan yang diberikan pada pasien dengan masalah cedera atau

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan sistem lup tertutup kurang lebih 10 detik, sedangkan dari Gambar 5 terlihat bahwa sistem lup terbuka mencapai kestabilan