PERKEMBANGAN KOMUNITAS TAMAN BACAAN SEBAGAI TREN
POLA KONSUMSI MEMBACA MEDIA CETAK
Dini Safitri
Dosen Universitas Negeri Jakarta mynameisdinisafitri@yahoo.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan komunitas taman bacaan sebagai tren pola konsumsi membaca media cetak. Sebagaimana kita ketahui karakteristik media baru yang berbeda dengan media sebelumnya membawa efek perubahan yang drastis bagi masyarakat dunia saat ini. Istilah banjir infomarsi menjadi istilah yang akrab. Istilah tersebut muncul, karena kita mendapatkan begitu banyak informasi, mulai dari informasi yang memang kita butuhkan sampai informasi yang tidak kita butuhkan. Caranya sangat mudah, tinggal kita buka media baru, semua informasi siap kita dapatkan dengan cara mengetik kata kunci. Fenomena ini mengarahkan seseorang melihat dunia baru dengan media digital, dimana individu dapat memilih sendiri menu informasi dan membuat isi komunikasi sendiri. Namun fenomena tersebut, tidak pula mengikis keberadaan media cetak, sebagai media lama. Fenomena ini kemudian melahirkan komunitas taman bacaan yang beraneka ragam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi Schutz. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukan kehadiran aktivitas taman bacaan menjadi tren pola konsumsi membaca saat ini. Aktivitas tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya terhadap media cetak. Pengelolanya, berusaha menghidupkan kembali kecintaan membaca media cetak, dengan mengeksplor kelebihan yang ada pada media cetak, sekaligus sekaligus mengadakan aksi sosial membangun lingkungan.
Kata kunci: Pola Konsumsi Media, Transformasi Perilaku Publik, Teknologi informasi
Pendahuluan
Pada banyak hal, pengertian kedaulatan disandingkan dengan kata kekuasaan. Orang
atau organisasi yang berdaulat memiliki kekuasaan untuk melakukan suatu hal secara merdeka.
Selain itu, istilah kedaulatan kini juga disematkan pada kedaulatan komunikasi. Komunikasi
sendiri juga memiliki banyak pengetian. Banyak tokoh akademisi yang memberikan eksplikasi
mengenai pengertian komunikasi. Pada tahun 1970 dan 1984, Frank Dance mengumpulkan ada
126 definisi komunikasi. Dan tentu saja pengertian komunikasi saat ini, berkembang menjadi
lebih luas. Hal ini dipercepat dengan berbagai kemajuan teknologi. Kehadiran teknologi yang
kerap disandingkan dengan komunikasi menjadikan ruang lingkup komunikasi juga meluas.
Teknologi komunikasi dengan segala inovasi yang terus dilakukkan, idealnya dikembangkan
untuk membantu segala aktivitas manusia sehingga menjadi semakin cepat dan mudah
dilakukan. Nyatanya, kehadiran teknologi komunikasi tersebut, juga mengundang sejumlah
persoalan komunikasi baru. Persoalan tersebut antara lain perihal kedaulatan komunikasi di
Kedaulatan komunikasi di media onlinedan media sosial, disatu sisi dirasakan belum
optimal, dikarenakan adanya sejumlah regulasi pemerintah yang belum menjunjung tinggi
prinsip kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di ruang maya. Namun ironi,
tuntutan kedaulatan komunikasi tersebut, justru menenggelamkan literasi media melalui media
cetak, seperti buku, majalah, surat kabar dan publikasi dalam ruangan yang semakin lama tidak
banyak dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan
komunitas taman bacaan sebagai tren pola konsumsi membaca media cetak.
Di tengah maraknya tuntutan akan akses internet cepat, ternyata minat membaca
masyarakat semakin rendah. Sebagian besar kegiatan akses internet cepat tersebut, tidak lantas
memindahkan kegiatan membaca dari media cetak kepada media online. Mediaonline lebih
banyak digunakan untuk kegiatan hiburan, daripada edukasi, apalagi literasi. Data terbaru yang
disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, pada acara
pembukaan pameranIslamic Book2015, mengatakan presentase minat baca Indonesia sebesar
0,01 presen. Data ini dikutip dari media daring beritasatu.com, menunjukan bahwa dari 10.000
orang Indonesia, hanya satu saja yang memiliki minat baca. Minimnya jumlah tersebut,
kemudian mendorong para aktivis yang peduli dengan gerakan membaca, membentuk berbagai
ide dan kegiatan untuk menumbuhkan tren pola konsumsi membaca terutama media cetak.
Kehadiran teknologi komunikasi yang melahirkan berbagai media online dan media
sosial, disatu sisi tidak ikut meningkatkan minat membaca. Hal tersebut dikarenakan adanya
karakteristik dari media tersebut yang menyebabkan minat membaca tidak tumbuh dengan baik.
Salah satu karakteristik tersebut adalah percakapan atau obrolan. Obrolan ini bersifat multi arah.
Dari karakteristik ini terkadang memunculkan persoalan baru, dimana orang lebih sering
mengobrol tanpa arah dan tanpa data, lebih mengedepankan asumsi yang terkadang berujung
menjadi saling adu argumentasi yang mengandung kekerasan verbal, seperti sindiran, hinaan,
makian dan cacian. Fenomena ini memunculkan efek negatif dari media baru yang berbeda dan
bahkan tidak ditemui pada media sebelumnya. Kehadiran media baru tersebut, membawa efek
perubahan yang drastis bagi masyarakat dunia saat ini.
Istilah lain yang juga akrab dengan media baru adalah banjir informasi. Istilah tersebut
muncul, karena melalui media baru, masyarakat mendapatkan begitu banyak informasi, mulai
dari informasi yang layak dikonsumsi dalam artian mengandung unsur edukasi, sampai
informasi yang tidak layak karena berisi informasi sampah, seperti pornografi, pornoaksi, gosip,
fitnah, dan sejenisnya. Caranya sangat mudah, tinggal kita buka sebuah perangkat yang dapat
menghubungkan dengan media baru, maka semua informasi siap kita dapatkan dengan cara
digital, dimana individu dapat memilih sendiri menu informasi dan membuat isi komunikasi
sendiri. Hal tersebut berhubungan dengan karakteritik media sosial sebagai komunitas konten.
Dimana konten dapat dibuat dengan mudah baik oleh individu maupun kelompok. Namun
fenomena tersebut, tidak pula mengikis keberadaan media cetak, sebagai media lama.
Media cetak tetap dianggap sebagai media edukasi terbaik, yang memuat banyak ilmu
pengetahuan. Kegiatan membaca pun lebih nyaman dilakukan melalui media cetak
dibandingkan dengan media online. Salah satu alasannya, karena tidak terlalu membawa efek
negatif untuk kesehatan mata pembaca. Oleh karena kemanfaatan dari media cetak yang sangat
besar untuk fungsi edukasi dan kesehatan, maka banyak aktivis yang tergerak untuk membentuk
taman bacaan, sebagai salah satu upaya penggalakkan minat membaca di kalangan masyarakat.
Fenomena ini kemudian melahirkan komunitas taman bacaan yang beraneka ragam. Yang
menjadi masalah adalah dinamika dari pengelolaan komunitas ini, yaitu dilema yang dihadapi
para aktivis dalam mengelola taman baca yang tidak mudah.
Disadari bahwa mengelola kegiatan ini murni sebagai aksi sosial, karena tidak
mendatangkan keuntungan materi yang dinilai dengan uang atau upah. Hal lainnya juga datang
dari interaksi dengan pengunjung, minat kesadaran datang untuk benar-benar membaca tidak
dapat dipaksakan langsung tumbuh saat itu juga dalam kunjungan pertama. Perlu proses dan
intesitas hubungan yang cukup antara aktivis dan pengunjung taman bacaan. Apalagi bisa
meningkat kepada kegiatan diskusi ilmiah, hal itu sangat sulit. Untuk itulah penelitian ini
dilakukan kepada aktivis taman bacaan yang langsung berhadapan dengan masyarakat umum,
dengan niat mengembangkan tren pola konsumsi membaca media cetak. Penelitian ini
dilakukan untuk mencari tahu dan memperoleh gambaran dari fenomena usaha dari aktivis
taman bacaan dalam membuat tren pola konsumsi media cetak; bagaimana kendala yang
ditemui dalam mengedukasi masyarakat untuk membiasakan hobi membaca, atau minimal mau
membuka media cetak dengan sekadar melihat-lihat gambar, sampai mau membaca isi nya
secara seksama.
Metodologi
Metodologi yang digunakan adalah kualitatif. Analisis data memakai metode analisis
teori fenomenologi Schutz. Fenomenolgi Schutz dipilih karena merupakan salah satu perspektif
modern tentang dunia manusia yang mengatakan bahwa pemahaman seseorang adalah
konstruksi dari pengalaman yang ditunjang dengan konsep subjektivitas yang interaktif antara
subjek kolektif atau universal dan reduksi transedental. Schutz (1967) memandang kehidupan
sebagai intersubjektivitas. Intersubjektivitas adalah interaksi sosial yang terbentuk sebagai
kesadaran manusia. Schutz mendefinisikan realitas ‘diterima apa adanya’ dalam hubungan
kognitif, sebagai gudang pengetahuan yang menjadi pondasi pengalaman. Gudang pengetahuan
manusia adalah distribusi pengetahuan melalui kelompok hubungan atau tipikasi. Tipikasi ialah
dunia fisik dan dunia sosial budaya yang dialami sejak lahir dan memiliki tipe-tipe tertentu.
Dalam fenomenologi, masyarakat modern dipandang mempunyai kesatuan dengan
komunitas dalam tingkat yang tinggi. Tindakan rasional manusia merupakan pilihan sadar, yang
direncanakan dan didasari prinsip aktor. Menurut Schutz (1967), tindakan manusia secara
sosial tidak hanya subjektif, melainkan juga objektif. Hal tersebut dikarenakan aktor
berpedoman pada komunitas dan melahirkan makna bersama komunitas. Makna dilahirkan
secara subjektif, namun didukung pengalaman yang sama dan dikonsepsikan oleh orang lain,
sehingga menjadi sekumpulan pengalaman yang banyak, yang kemudian melahirkan objetivitas
dari realitas komunitas. Pola kesatuan (lifeworld), melahirkan konsekuensi persatuan atas
pengalaman dalam pengalaman hidup sehari-hari. Semakin pola kehidupan terlembagakan,
maka semakin tipikal (tipikasi/menyerupai/mirip) dalam berbagai dimensi seperti kebudayaan,
hukum/aturan, adat istiadat dan lain sebagainya. Realitas sehari-hari dipahami dan
dikonstruksikan sebagai hirarki makna, melalui tatanan kesepakatan atau konvensional dicapai
dan dipertahankan sebagai interaksi sosial para aktor sosial dalam reaksi yang alamiah atau
natural.
Pemikiran Schutz dalam Sobur (2013) merupakan kritik atas fenomenologi terdahulu,
yang memandang realitas sebagai ruang transendental dan pengalaman sehari-hari manusia
terbentuk dari kategori atau tipikasi yang terpisah dari kesadaran sosial. Schutz berpendapat
realitas sosial dibentuk berdasarkan pada tindakan dan relasi makna. Realitas adalah
ketergantungan struktur, pertukaran langsung dari setiap aktor sosial dalam sebuah sistem yang
berpola pada konstruksi sosial. Realitas dibangun berdasarkan struktur sosial. Dalam proses
pertukaran sosial terjadi interaksi dan transaski yang dilakukan secara terus menerus oleh aktor
sosial. Eksistensi fenomenologi dalam kajian ilmu komunikasi saat ini, erat hubungannya
dengan teknologi. Proses pengamatan fenomena yang ditimbulkan oleh teknologi, melahirkan
media baru yang gejalanya dapat diamati, dengan mengikuti pola, gerak kehidupan aktor atau
subjek penelitian guna mengetahui secara lebih dalam fenomena yang terjadi dalam jiwa yang
terekspresikan oleh fisik subjek atau aktor yang sedang diamatinya.
Pemikiran Schutz diatas kemudian menjadi dasar penelitian fenomenologi sebagai
kajian yang menarik, karena Schutz melihat fenomenologi sebagai tindakan sosial pada
melalui proses “tipikasi”. Tipikasi adalah sebuah pengelolaan produksi makna, yang
dihubungkan dengan pengelolaan informasi atau disebut dengan “stock of knowledge”.Menurut
Schutz dalam Kuswarno (2009), tipikasi bukan sekedar pengetahuan di dalam pikiran individu,
melainkan dapat diimplementasikan dalam bentuk tindakan nyata.
Pada penelitian ini, makna dari pengalaman hidup pengelola taman bacaan
berbeda-beda dan tidak bisa digeneraliasaikan. Kemiripan pengalaman diantara mereka, bukanlah
merupakan kesamaan dan keseragaman pengalaman. Penelitian ini mencoba mencari tahu pola
konsumsi media cetak dapat diinterpretasikan dari berbagai perspektif pengelola taman bacaan
sebagai makhluk sosial. Aktor dalam penelitian ini, aktif dalam proses pemberian makna pola
konsumsi media cetak berdasarkan pada apa yang perah dilihat, didengar, dirasakan sebagai
pengelola taman bacaan. Penelitian ini juga berusaha mengungkapkan motivasi aktor pengelola
taman bacaan dalam melakukan tindakan mengelola taman bacaan. Dalam tataran ini aktor
digambarkan seperti mencari kualitas dirinya dalam membuat tren pola konsumsi media cetak.
Hasil Penelitian/Analisis
Perkembangan komunitas taman bacaan sebagai tren pola konsumsi membaca media
cetak merupakan gerakan sosial yang membawa perubahan yang signifikan kepada masyarakat.
Kehadiran para aktivis taman bacaan membawa dampak yang langsung kemasyarakat karena
keterlibatan langsung dengan berbagai aktivitas konsumsi media cetak. Tidak hanya mengelar
buku setiap minggu pagi di taman kelurahan, namun diisi dengan berbagai kegiatan yang
menarik minat membaca warga yang datang untuk beberapa tujuan. Banyak warga
yang melewatkan minggu pagi tersebut hanya untuk sekedar jalan-jalan sambil berolah raga,
jalan-jalan sambil sarapan pagi, jalan-jalan sambil bersua dengan teman, atau memang ada yang
diniatkan untuk menghampiri tabacan, karena sekalian dengan tujuan yang lain, seperti mencari
bahan untuk tugas sekolah. Untuk menarik hati warga yang sambil lewat tersebut, berbagai
kegiatan, seperti mendogeng, memberikan fasilitas untuk mewarnai, bermain dengan main
edukatif juga dilakoni para aktivis ini.
Berawal dari semangat untuk menjadi pemuda yang berdaulat secara sosial, yaitu agar
bermanfaat untuk masyarakat di daerah tempat komunitas taman bacaan berada. Para aktivis
ini mencoba untuk menjadikan tempat berkumpul mereka menjadi tempat untuk berkegiatan
positif dan bermanfaat yang ikut mempelopori, membina, mengajarkan, serta menyalurkan
bakat sebagai pemuda yang mandiri, cerdas, berkualitas dan berguna bagi masyarakat, bangsa
dan negara. Nama komunitas ini merupakan singkatan dari misi komunitas, yaitu L sebagai
komunitas. I merupakan singkatan dari Ikut serta dalam kegiatan yang bersifat membagun dan
mencerdaskan remaja Islam di lingkungan komunitas. T adalah singkatan dari Tercipta rasa
persaudaraan yang kuta dan menyeluruh dalam komunitas dan lingkungan sekitar. E ialah
singkatan dari Etika yang baik berakhlaqul karimah. E yang satu lagi adalah Empati terhadap
remaja lainnya dan lingkungan sekitar. C yaitu singkatan dari Cerdas dalam menggali kreatifitas
setiap anggota untuk membuat komunitas yang bermanfaat untuk lingkungan. O merupakan
singkatan dari Optimal dalam memanfaatkan kegiatan komunitas untuk mencapai visi misi
bersama. Dan M, singkatan dari Menyiapkan kader komunitas yang berdedikasi yang siap
melanjutkan komunitas menjadi lebih baik.
Dari nama yang diambil dari misi komunitas ini, banyak kegiatan yang telah dihasilkan,
tidak hanya taman bacaan, namun juga beragam kegiatan, seperti seminar untuk remaja,
talkshow, pesantren kilat, dan berbagai aneka lomba yang digelar dalam memperingati event
nasional. Untuk mengelola kegiatan dan taman bacaan bukan hal yang mudah dirasakan oleh
tujuh orang informan. Mereka sering dihadapkan dengan adu argumen sesama angota bila
hendak menghadapi event. Selain itu, di satu sisi, tujuh informan juga memiliki peran lain
sebagai anak, pelajar, mahasiswa dan pekerja pun, yang juga ikut membenturkan dengan
kegiatan taman bacaan.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba mempertanyakan enam pertanyaan seputar
pengalaman mereka mengelola tabacan, termasuk diantaranya motivasi, dukungan keluarga,
harapan, dan cara menangani konflik dalam kepengurusan komunitas. Informan pertama
mengatakan bahwa motivasinya bisa menjadi guru sebagai hal yang menyenangkan baginya. Ia
memaknai bahwa pengalaman menjadi guru adalah pengalaman yang disukainya karena dapat
berbagi dengan anak-anak yang datang ke taman bacaan. Melalui kegiatan ini, informan satu
mendapatkan banyak manfaat berupa bertambahnya teman dan pengetahuan. Namun
sayangnya, menurutnya, taman bacaan yang dikelolanya ini belum memiliki fasilitas yang baik,
karena hanya beralaskan spanduk bekas untuk mengelar buku-buku bacaan di taman keluharan
setempat. Selain itu, mereka juga memanfaatkan bangku taman yang ada untuk menata taman
bacaan mereka. Oleh karena itu informan satu memiliki harapan, agar kedepannya ada bantuan
dari donatur untuk membelikan mobil perpustakaan keliling atau gerobak motor keliling yang
di modifikasi sebagai taman baca. Bagi informan satu kondisi minimnya prasarana yang ada di
taman baca yang ia kelola dengan teman-teman merupakan pengalaman yang menyedihkan.
Selama ini mereka menaruh buku-buku di dalam box yang diangkut mengunakan motor pribadi,
Sementara itu, Informan kedua mengatakan bahwa motivasinya untuk menjadi
pengelola taman baca karena dorongan kuat dari diri pribadi yang ingin dapat bermanfaat untuk
orang banyak. Dan menurutnya, mengelola taman baca merupakan kegiatan yang dapat
memberi manfaat kepada masyarakat, khususnya anak-anak. Ia senang, anak-anak dapat belajar
dan bermain di taman baca, walapun tempat taman baca yang ia kelola dengan teman-teman
tidak besar. Karena mereka memanfaatkan taman yang memang tidak luas, berbentuk segitiga
kecil. Walaupun demikian, informan dua tetap semangat untuk membantu pengunjung taman
baca, khususnya pengunjung anak untuk membacakan dan belajar bersama. Ia juga bersyukur,
karena teman-teman yang lain juga semangat dalam mengelola taman baca. Sehingga hal
tersebut menjadi pengalaman yang berharga dan memotivasinya untuk lebih baik dari
teman-temannya. Walaupun terkadang, ada masanya, dimana teman-teman pengelola tiba-tiba banyak
yang berhalangan datang. Sehingga ia berharap, ada generasi baru yang mau ikut mengelola
taman baca, yang lebih peduli dan kreatif, sehingga eksitensi taman baca bisa lebih berkembang
dan menjadi tren pembelajaran dalam gaya membaca. Membaca di ruang terbuka hijau, dalam
suasana yang menyenangkan, sehingga semangat mengonsumsi bacaan sebagai sarana hiburan
dapat mengantikan sarana bermain yang lain. Nilai lebihnya ia berharap, bukan cuma bermain
tapi juga belajar.
Informan tiga juga memutuskan aktif di taman baca, karena termotivasi oleh kecintaan
kepada anak-anak. Selain itu, kesempatan mengelola taman baca juga menjadi sarana
berkumpul dengan sesama pengelola. Walaupun ia sendiri juga mengakui, suka sulit membagi
waktu antara datang ke taman baca dengan kegiatan sekolah. Hal inilah kadang membuatnya
merasa sedih. Walaupun demikian ia merasakan banyak manfaat untuk dirinya pribadi karena
menjadi bagian dari taman baca, khususnya dapat belajar berorganisasi dengan baik.
Pengalaman suka dan duka yang ia alami di taman baca, secara khusus didapatkannya dari
masing-masing pribadi pengelola. Terkadang, mereka beradu argumen, saling berdia diri, tapi
tetap eksis untuk taman baca. Oleh karena itu, ia berharap kedepannya para anggota lebih bisa
memhami dan lebih dewasa dalam sikap dan perbuatan. Bukan hanya umur saja yang
bertambah namun juga kedewasaan dari pengelola.
Informan keempat mengatakan bahwa motivasi ia untuk mengurus taman baca adalah
ingin berbaur dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya dan sekaligus belajar untuk
bekal masa depan, khususnya dalam mendidik anak, dengan cara membacakan buku.
Menurutnya dengan membacakan buku, merupakan cara mendidik anak yang simpel tapi
efektif. Simpel karena merupakan pekerjaan yang mudah, dan efektif karena sekaligus
ia bacakan untuk anak. Jadi yang belajar bukan cuma anak yang dibacakan, ia sebagai fasilitator
juga ikut belajar. Malah ia merasa lebih banyak dapat ilmunya daripada anak yang dibacakan.
Jadi bukan bermanfaat untuk orang lain, tapi juga balik ke diri sendiri. Oleh karena itu, bagi
informan empat, pengalaman bersama anak-anak di taman baca merupakan pengalaman yang
menyenangkan, yang tadinya tidak kenal menjadi kenal, karena pengunjung pun terseleksi
menjadi pengunjung tetap dan sambil lalu.
Bagi informan empat bila kita membagi kebahagiaan kepada orang lain, sebetulnya
membahagiakan diri sendiri. Oleh karena itu, tidak ada pengalaman duka yang ia dapatkan dari
mengelola taman baca. Yang di dapatkan adalah manfaat yang banyak, terutama pengetahuan
mengenai mengelola buku bacaan yang baik untuk anak. Selain itu, taman baca juga dapat
dijadikan ajang silaturahim dengan pengurus dan pengunjung tetap. Dan ia berharap,
kepengurusan taman baca dapat terus berlanjut dengan pengurus baru dan tidak berhenti. Ia
menyadari tanpa kehadiran dirinya, atau hadirnya regenerasi dalam pengelolaan taman baca
adalah suatu hal yang baik bagi taman baca. Ia menyarankan untuk pengelola, agar manajen
taman baca lebih rapi, perlu adanya penaggung jawab dari pengurus tabacan setiap pekannya.
Kehadiran dari penanggung jawab atau PJ ini, diharapkan menjadi motivasi pengurus tabacan
untuk hadir tiap pekannya karena mendapat amanah masing-masing dan bisa berkontribusi
lebih untuk tabacan. Hal ini juga bertujuan agar tidak ada kesalahfahaman lagi yang terjadi baik
sebelum memulai taman baca atau sesudah taman baca berakhir.
Informan kelima menuturkan bahwa yang menjadi motivasi untuk mengurus taman
bacaan adalah karena kebetulan dalam kepengurusan taman baca periode ini, ia yang ditunjuk
oleh teman-teman yang lain sebagai ketua kepengurusan taman baca. Walaupun ia mengakui
banyak kekurangan dalam pengelolaan taman baca, namun ia cukup bersyukur dalam periode
ini, taman baca terpilih menjadi satu dari 100 pengelola taman baca seluruh Indonesia yang
mendapatkan bantuan sumbangan buku dari Gramedia Pustaka Utama sebanyak 500 buku pada
28 maret 2015. Selain itu, ia juga merasa terbantukan, selain dari teman-teman, juga ada peran
dari Yayasan Senyum Ibu Indonesia (YSII) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari taman
baca, yang selalu memberikan dukungan bagi para pengurus untuk semangat mengurus
komunitas. Oleh karena itu, banyak hal yang disyukuri informan lima dari kegiatan taman baca.
Yang ia sedihkan, bila pengunjung dan pengurus tidak banyak berdatangan ke taman baca.
Untuk informan lima, ia merasakan banyak manfaat yang di dapat dari taman baca,
terutama cara belajar mendekatkan diri bersama anak kecil. Walaupun, bukan itu saja harapan
pribadi dari informan lima terhadap taman baca. Sebagai ketua, ia berharap, taman baca bisa
Jakarta Pusat. Dan harapan mimpinya, informan lima bermiimpi bisa membuka cabang di
masing-masing keluharan yang ada di Johar baru, bahkan sampai keluar dari kecamatan Johar
Baru.
Informan keenam, menceritakan bahwa yang menjadi motivasi untuk mengurus tabacan
adalah seperti kebanyakan teman informan yang lain karena suka anak kecil. Selain itu, taman
baca juga merupakan satu-satunya event silaturahim komunitas yang bersifat rutin, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai ajang mengakrabkan diri dengan anggota lain, sekaligus ajang
kontemplasi dan refleksi anggota komunitas. Bagi informan enam, menjadi bagian dari
komunitas dan taman baca menjadi obat psikologi bagi dirinya. Sebelumnya, informan pernah
menderita sakit, yang kemudian dapat sembuh, salah satunya karena banyak bersilaturahim,
bersedekah dan berbagi dengan komunitas yang banyak memberikan kebaikan kepada
lingkungan. Oleh karena itu, ia banyak bersyukur dengan keadaannya saat ini, karena
bermanfaat untuk perkembangan psikologinya dan sekaligus sarana silaturahim yang juga
merupakan obat panjang umur, murah rejeki dan sehat jasmani dan ruhani. Selain itu, informan
enam memiliki banyak harapan terhadap pengelola taman baca, khususnya dalam manajemen
waktu, ajar bisa lebih on time dalam memulai taman baca. Hal lainnya, ia berharap, taman baca
bisa dikeloa dengan lebih variatif, aktif, kompak dalam kualitas team, dan kreativitas.
Informan ketujuh mengatakan bahwa yang menjadi motivasi untuk mengurus taman
baca adalah sebagai sarana dakwah. Dakwah baginya bukan cuma ceramah agama, tapi bergiat
dalam taman baca termasuk dalam dakwah karena ikut menyiarkan nilai-nilai ajaran Islam dari
buku-buku yang disediakan untuk dibaca ataupun dibacakan. Selain itu, melalui kegiatan ini,
informan merasa mendapatkan teman dan keluarga baru. Dari taman baca, informan juga
mendapatkan pengalaman hidup, ada suka dan duka. Duka yang ia rasakan, bila banyak
kekurangan yang datang dari diri sendiri maupun orang lain, seperti miss komunikasi, kurang
inisiatif, dan lain-lain. Untuk itu ia juga sering menyemangati diri untuk lebih semangat lagi
untuk taman bacaan, fokus untuk di taman bacaan saja. Walau banyak organisasi lain, taman
baca diusahakan menjadi prioritas.
Sebagai organisasi yang dikelola remaja, dari usia SMA sampai dengan pekerja yang
baru lulus kuliah, informan lima melihat banyak konflik internal yang terjadi diantara pengurus.
Untuk itu iya berpesan, agar para pengurus taman baca untuk lebih banyak tersenyum,
walaupun sedang banyak masalah. Dan bila ada permasalahan, hadapi dengan tenang, jangan
berburuk sangka antara pengurus, harus di cek dan ricek dulu, hubungan dan komunikasi harus
dijalin dengan erat, sehingga jangan sampai ada perpecahan hati. Kalau ada perselishan, salah
halus dan berperasaan. Ia melihat, teman-teman pengurus di taman bacaan memang lebih di
dominasi dengan tipe sensitif, yang lebih cenderung kepada perasaan.
Selain dari pengutaraan diatas, peneliti juga menanyakan perihal dukungan keluarga
terhadap aktivitas di taman bacaan. Sebagai seorang anak yang masih terikat dengan aturan
keluarga, hanya dua dari tujuh informan, yang peran keluarga kurang dalam tumbuh kembang
mereka. Informan pertama, mengatakan keluarganya kurang mengetahui perihal aktivitasnya
di tabacan, begitupun aktivitasnya yang lain. Informan tiga juga, memiliki komunikasi yang
kurang dengan keluarga. Ia mengakui bahwa ia kurang terbuka. Semua yang dilakukan dalam
hidupnya, lebih banyak diputuskannya sendiri. Berbeda dengan lima orang lainnya, yang
memiliki komunikasi yang lebih baik dari dua orang yang lain. Keluarga memberikan dukungan
positif karena tahu kegiatan anaknya dan juga masih memberikan batasan, yaitu tidak
menganggu kegiatan pokok, seperti sekolah atau kuliah.
Terlepas dari konstruksi pengalaman para aktivis taman bacaan diatas, peneliti
mendapatkan hasil penelitian bahwa menunjukan kehadiran aktivitas taman bacaan menjadikan
tren pola konsumsi membaca saat ini, memiliki seni yang berbeda. Aktivitas tersebut bergiat
dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, khususnya anak-anak sebagai
generasi penerus untuk berminat membaca, khsusunya terhadap buku sebagai media cetak.
Pengelolanya, berusaha menghidupkan kembali kecintaan membaca media cetak, dengan
mengeksplor kelebihan yang ada pada media cetak, sekaligus sekaligus mengadakan aksi sosial
membangun lingkungan. Kegiatan membacakan buku cerita sebagai kegiatan yang simpel tapi
efektif untuk sarana pembelajaran, baik bagi anak maupun bagi fasilitator taman bacaan.
Berikut ini tabel ringkasannya:
Tabel 1. Konstruksi Pengalaman Informan bersama Taman Bacaan
an, kreatif
Kehadiran aktivis taman bacaan belum berjumlah signifikan, selain itu para aktivis juga
dituntut harus dapat memprioritaskan kegiatan taman baca ini dibandingkan dengan kegiatan
lainnya. Aktor yang mau terlibat dalam kegiatan sosial semacam ini masih minim. Harapan
sebagian besar dari para aktor adalah adanya regenerasi yang dapat meneruskan dan membesarkan
lagi ruang lingkup dari taman bacaan. Mereka sendiri juga merasa kekurangan SDM, belum lagi
bila ada konflik internal pengelola. Untungnya para remaja, ini dibentuk oleh Yayasan yang dikelola
Ibu-Ibu, sehingga dapat di monotoring. Walaupun disatu sisi, monotoring ini juga terkadang tidak
kegiatan ini banyak. Salah satunya yang unik dari taman bacaan ini adalah kegiatan membacakan,
yang kelihatannya simpel dan sederhana, namun memiliki banyak manfaat. Mereka juga berusaha
untuk melakukan banyak kegiatan lainnya, guna menarik minat pengunjung datang membaca.
Disatu sisi, semangat dan penambahan sarana dan prasarana terus diupayakan secara swadaya oleh
pengelola dan anggota yayasan senyum ibu indonesia.
Kesimpulan
Para aktivis taman bacaan memiliki kedaulatan untuk bergiatan di taman bacaan atas
dukungan orang tua dan keinginan diri sendiri. Bermodalkan kecintaan kepada anak-anak,
semangat berbagai, menimba ilmu lewat buku bacaan, menjadikan mereka semangat melakukan
kegiatan sosial ini. bahkan ada yang menemukan kelurga baru. Aktivitas membacakan buku,
merupakan salah satu tren pola konsumsi membaca yang tengah digalakan para aktivis tabacan.
Ada dua keuntungan yang di dapatkan, yaitu untuk anak dan fasilitator. Anak mendapatkan ilmu
dari buku yang dibacakan, pengalaman berman sambil belajar yang menyenangkan, penuh dialog
dan rasa ingin tahu. Fasilitator juga demikian, mendapatkan ilmu baru dari buku yang dibacakan,
dapat menyeleksi buku bagus untuk anak, berdasarkan kategori usianya, dan pertemanan dalam
lingkup sosial yang baik, sebagai obat psikologi dan jaringan komunikasi.
Daftar Pustaka
Buku
Daniels, V. (2000).Lecture on phenomenology. Rhonert Park, CA: Sonoma State University Kuswarno, Engkus. (2009).Fenomenologi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Schutz, Alfred. (1967).The Phenomenology of The social World. German: Der Sinnhafie Aufbau Der Sozialen
Sobur, Alex. (2013). Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi. Bandung: Rosda
Online
http://sp.beritasatu.com/home/persentase-minat-baca-indonesia-hanya-001persen/79632
Lampiran
Foto Taman Baca Event
Launching TABACAN,Minggu, 14 Desember 2014. Acara dilakukan di dua lokasi, yaitu Aula Kelurahan Johar Baru dan Taman Segitiga Johar baru. Diresmikan langunsung oleh Lurah Johar Baru saat itu.
Narasumber MG bersama Bapak Lurah Johar Baru
Salah Satu Ibu Penggurus YSII yang membidani lahirnya komunitas remaja taman bacaan
Salah satu Kegiatan pada Launching Taman Bacaan di dalam Aula kelurahan Johar Baru