Pengaruh Pola Tidur Terhadap Konsentrasi Belajar
Siswa di Sekolah
Disusun oleh:
Elwanda Nurulita (19)
Tia Nurdianty Ameylia (41)
SMA NEGERI 3 KOTA TANGERANG SELATAN
Kata Pengantar
Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena
rahmat dan hidayahnya kita dapat menyelesaikan tugas karya tulis ini.
Tujuan kami menulis karya tulis ini yaitu, karena kami ingin membantu para
pembaca menambah wawasan tentang pengaruh pola tidur terhadap konsentrasi
belajar para siswa SMA di sekolah . Kami berharap penulisan karya tulis ini dapat
menjadi wahana transformasi pengetahuan bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak kami terima dengan senang hati demi perbaikan dan
kesempurnaan karya tulis ini.
Tangerang Selatan, April 2017
Daftar Isi
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
Bab 1 Pendahuluan ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Permasalahan ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 1
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
Bab 2 Kajian Pustaka ... 3
2.1 Pengertian dan Teori Tidur ... 3
2.2 Fisiologi Tidur ... 4
2.3 Jenis-jenis Tidur ... 5
2.4 Siklus Tidur ... 8
2.5 Pola Tidur ... 9
2.6 Pola Tidur yang Tidak Baik ... 10
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Tidur ... 11
2.8 Pengertian Konsentrasi ... 13
2.9 Aspek-aspek Konsentrasi Belajar ... 14
2.10 Faktor yang Menmpengaruhi Konsentrasi ... 15
Bab 3 Metode Penelitian ... 19
Bab 4 Paparan Data dan Hasil Penelitian ... 21
Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 25
5.1 Kesimpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
Daftar Pustaka ... 26
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penelitian
Fase remaja adalah fase tumbuh kembang dengan karakteristik
terdapat perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan
emosional sesuai perkembangan biologis, serta adanya fungsi dan tuntutan baru
dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Pada remaja terdapat perubahan
dramatis dalam pola tidur-bangun meliputi durasi tidur berkurang, waktu tidur
tertunda, dan perbedaan pola tidur pada hari kerja dan akhir pekan. Pola tidur
yang buruk mengakibatkan rasa mengantuk pada siang hari, yang menyebabkan
gangguan dalam konsentrasi dan proses belajar. Hal inilah yang membuat
penulis menetapkan ‘Pengaruh Pola Tidur terhadap Konsentrasi Belajar Siswa
SMA’ sebagai bahan penelitian untuk karya tulis berikut.
1.2 Permasalahan
1. Apakah yang menyebabkan buruknya pola tidur siswa SMA?
2. Bagaimanakah pengaruh pola tidur terhadap konsentrasi belajar siswa SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Mengetahui faktor penyebab buruknya pola tidur siswa SMA
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Menambah wawasan pembaca mengenai pengaruh pola tidur terhadap
konsentrasi belajar siswa SMA
Bab II Kajian Pustaka
2.1 Pengertian dan Teori Tidur
Tidur berasal dari kata bahasa latin “somnus” yang berarti alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur adalah sesuatu hal yang dilakukan manusia untuk menghilangi rasa letih setelah seharian beraktivitas. Setiap menusia memerlukan istirahat dan tidur yang cukup.
Tidur dapat didefenisikan sebagai keadaan teratur, kambuhan, mudah
reversible yang ditandai dengan keadaan yang relatif diam dan peningkatan pada ambang respon terhadap rangsangan luar relatif terhadap keadaan terjaga (Buku Saku Psikiatrik, 2003:333)
Berikut adalah pendapat beberapa ahli tentang tidur:
a. Menurut Perry dan Potter ( 2005 ) tidur adalah suatu keadaan yang berulang - ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu.
b. Menurut Guyton ( 1997 ) tidur adalah sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsangan lainnya.
c. Menurut Yolanda Amirta ( 2007 ), makna dasar tidur adalah suatu keadaan dimana otak dan pikiran serta tubuh diberi kesempatan untuk beristirahat.
evolusi mengenai tidur. Teori evolusi pada umumnya mencanangkan bahwa tidur berlaku untuk membenarkan peluang yang lebih baik kepada organisme supaya dapat bertahan pada lingkungan yang berbahaya.
Salah satu contoh pola tidur yang tidak baik adalah kurang tidur. Pada dasarnya penyebab kurang tidur disebabkan oleh diri kita sendiri. Menurut Carpenter dan Graham bahwa remaja sering kurang tidur karena adanya perubahan denyut jantung yang diakibatkan oleh perubahan hormon yang dihasilkan oleh otak. Selain itu, perkembangan teknologi seperti permainan lewat komputer, internet, video dan televisi juga menjadi penyebab utama kurangnya tidur pada siswa.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang tidur dapat disimpulkan bahwa tidur sangat penting bagi tubuh. Karena pada saat tidur sebagian organ tubuh termasuk otak akan beristirahat. Jika kita kurang tidur maka otak kita pun kurang istirahat, hal itu menyebabkan konsentrasi belajar menjadi terganggu. Jam biologis merupakan pengatur waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara otomatis. Jam biologis manusia sudah terprogram secara genetik untuk menentukan waktu bangun dan tidur kita. Setiap orang memiliki jam biologis yang berbeda-beda tergantung pada umurnya. Jika kita melawan jam biologis maka akan berdampak buruk bagi kesehatan.
2.2 Fisiologi Tidur
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan saat bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian BSR mengambil alih yang menyebabkan tidur (Potter&Perry, 2006).
2.3 Jenis-jenis Tidur
Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Asmadi, 2008).
a. Tidur REM
otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut:
Cenderung Hiperaktif.
Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
Nafsu makan bertambah.
Bingung dan curiga.
b. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.
Keempat tahap tersebut yaitu : 1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik. Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.
3) Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.
4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2 siklus/ detik. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
tahap – tahap sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
2.4 Siklus Tidur
Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih dalam keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan dan melemaskan otot, namun belum tidur. Selanjutnya mulai merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya ia memasuki tahap II. Begitu seterusnya sampai tahap IV, ia kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua, maka orang tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM maupun REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini berakhir bila orang tersebut terbangun dari tidurnya (Asmadi, 2008).
2.5 Pola Tidur
Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur (Depkes dalam Siallagan, 2010). dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan (Asmadi, 2008).
Pola Tidur Normal Berdasarkan Tingkat Perkembangan / Usia: Bayi Baru Lahir
Tidur 14–18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
Toddler
Tidur sekitar 10-11 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun.
Pra Sekolah
Usia Sekolah
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan. Remaja
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM Dewasa Muda
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III – IV.
Dewasa Pertengahan
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Dewasa Tua
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang – kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.
2.6 Pola Tidur yang Tidak Baik
Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk hidup tertidur, atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur pada saat terbangun. Ada Tiga macam insomnia :
o Transient insomnia: kesulitan tidur hanya beberapa malam
o Insomnia jangka pendek: dua atau empat minggu mengalami kesulitan tidur.
o Insomnia kronis: kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan lebih
Parasomnia
dan tidak selalu menandakan adanya masalah psikologis atau psikiatris kelompok usia dan jenis kelamin, namun lebih umum menimpa kaum pria.
Narkolepsi
Kelainan tidur ini secara umum ditandai munculnya keinginan tidur di siang hari secara tak terkendali. Penderita sering kali jatuh tertidur di sembarang waktu dan tempat, juga terjadi berulang kali dalam sehari. Narkolepsi adalah kelainan neourologis (yang menyerang otak dan syaraf) kronis yang melibatkan system saraf pusat tubuh.
Paralisis Tidur
Paralisis tidur adalah fungsi alamiah tubuh yang menyebabkan penderitanya mengalami kelumpuhan dikala tidur.
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda – beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a. Status Kesehatan
b. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan yang tenang dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat, 2008).
c. Stres Psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).
d. Diet / Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat mempercepat proses tidur, karena adanya triptofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna (Hidayat, 2008). Sebaliknya minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi, 2008).
e. Gaya Hidup
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, 2008). perhatian atau pikiran pada suatu hal.” Dalam hal ini, konsentrasi yang akan dibahas yakni terkait dengan konsentrasi belajar. Dalam psikologi umum (2003) dalam Nugraha (2008), “Konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk memusatkan pikiran terhadap aktivitas belajar”.
Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi yang baik dan apabila konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun belajar secara pribadi akan tergangguikan.
Berdasarkan beberapa pengertian konsentrasi belajar diatas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan belajar (penerimaan informasi tentang pelajaran) dimana konsentrasi belajar ini sangat penting dalam proses pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik.
2.9 Aspek-aspek Konsentrasi Belajar
Nugroho (2007) mengungkapkan aspek – aspek konsentrasi belajar sebagai berikut :
a. Pemusatan pikiran : Suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan, nyaman, perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi.
b. Motivasi : Keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Rasa khawatir : Perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya.
d. Perasaan tertekan : Perasaan seseorang yang bukan dari individu melainkan dorongan / tuntutan dari orang lain maupun lingkungan. e. Gangguan pemikiran : Hambatan seseorang yang berasal dari dalam
f. Gangguan kepanikan : Hambatan untuk berkonsentrasi dalam bentuk rasa waswas menunggu hasil yang akan dilakukan maupun yang sudah dilakukan oleh orang tersebut.
g. Kesiapan belajar : Keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi
Menurut Tonienase (2007) konsentrasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti di bawah ini:
a. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi, siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Jika siswa dapat mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap konsentrasi, siswa mampu menggunakan kemampuan siswa pada saat dan suasana yang tepat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan, temperatur, dan desain belajar.
1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap suara, ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik, belajar ditempat ramai, dan bersama teman. Tetapi ada yang hanya dapat belajar ditempat yang tenang tanpa suara, atau ada juga yang dapat belajar ditempat dalam keadaan apapun.
3. Temperatur. Temperatur sama seperti faktor pencahayaan, merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar ditempat dingin, atau senang belajar ditempat yang hangat, dan juga senang belajar ditempat dingin maupun hangat.
4. Desain Belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam belajar, misalnya terdapat seseorang yang senang belajar ditempat santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur, maupun di karpet. Cara mendesain media dan sarana belajar merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita lebihdapat berkonsentrasi.
b. Modalitas Belajar
Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran, perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentrasi belajar yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor teknologi yang berkembang saat ini contohnya televisi dan internet, hal ini sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa.
d. Psikologi
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya masalah dalam lingkungan sekitar dan keluarga. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kedadaan psikologis siswa, karena siswa akan kehilangan semangat dan motivasi belajar mereka, tentunya akan berpengaruh juga terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin menurun.
Selain itu Nugroho (2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan konsentrasi dalam belajar yaitu :
a. Tidak memiliki motivasi diri : Motivasi kuat yang timbul dalam diri seorang siswa dapat mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada siswa yang membutuhkan rangsangan seperti hadiah yang baik dari orangtua ketika mereka berprestasi. Namun orangtua juga harus hati-hati dalam memberikan rangsangan berupa hadiah agar anak tetap mau belajar meskipun tidak diberikan hadiah.
b. Suasana lingkungan belajar yang tidak kondusif : suasana yang ramai dan bising tentu saja dapat mengganggu siswa yang ingin belajar dalam situasi yang tenang. Namun, ada juga tipe siswa yang dapat belajar dengan mendengarkan musik.
menghakimi bahwa ia malas belajar karena bisa jadi kondisi kesehatannya yang sedang bermasalah.
d. Siswa merasa jenuh : beban pelajaran yang ditanggung oleh siswa sangat banyak, apalagi mereka harus mengikuti kegiatan belajar dilembaga pendidikan formal (kursus). Oleh karena itu sebaiknya siswa diberikan waktu istirahat sejenak untuk membuat diri mereka menjadi relaks.
Menurut Slameto (2010) seseorang sering mengalami kesulitan berkonsentrasi, yang disebabkan karena: kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh keadaan lingkungan (bising, keadaan yang semrawut dan lain-lain), pikiran kacau/masalah-masalah kesehatan yang terganggu (badan lemah), bosan terhadap pelajaran/sekolah dan lain-lain.
2.11 Hubungan Pola Tidur dan Konsentrasi
Bab III Metode Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif korelasi.
Dalam buku Nursalam (2008:82) menjelaskan bahwa metode penelitian
korelasi adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran tentang hubungan keadaan secara objektif. Pada
penelitian ini metode deskriptif korelasi digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan pola tidur dengan konsentrasi belajar siswa SMA
di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan.
3.2 Populasi
Riduwan (2011:7) mengemukakan bahwa populasi adalah setiap
subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 20 orang siswa kelas XI SMA Negeri 3
Tangerang Selatan.
3.3 Kriteria Memilih Sampel
Kriteria yang digunakan dalam memilih sampel pada penelitian ini
adalah:
1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 3
2. Responden berada di tempat dan bersedia menjawab pertanyaan, pada
saat proses pengumpulan data.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner
yang terdiri dari 5 pertanyaan. Menurut Arikunto (2003:128) bahwa kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden.
3.5 Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan penulis pada Senin, 10 April 2016
di kawasan SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Subjek penelitian diminta untuk
menjawab pertanyaan yang sudah disediakan pada kertas masing-masing.
3.6 Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, data diolah guna
Bab IV Paparan Data dan Hasil Penelitian
Apakah anda mendisiplinka n waktu tidur anda?
Ya (8 orang) Tidak (12 orang)
Berapa jam
Ya (12 orang) Tidak (8 orang)
Alasan yang
Gawai ( 4) Televisi (3) Lain-lain (7)
4.1 Masalah I: Pendisiplinan waktu tidur
Analisis Data: Dari 20 orang responden, hanya terdapat 8 orang yang
mengakui mendisiplinkan waktu tidurnya. 12 orang lainnya, menyatakan tidak
mendisiplinkan waktu tidur dan bahkan tidak terlalu memikirkan pola tidur.
Umumnya orang-orang yang mendisiplinkan waktu tidur memiliki pola tidur
yang teratur pula. Pola tidur yang baik juga mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Orang-orang yang kualitas tidurnya cukup tinggi biasanya
untuk mengembalikan fungsi tubuh, mengistirahatkan organ-organ tubuh yang
telah bekerja seharian. Demikian apabila tidur kita baik, kita dapat lebih mudah
untuk fokus serta berkonsentrasi maksimal sebab organ tubuh kita yang telah
mengalami istirahat, sehingga mampu bekerja lagi secara maksimal.
Namun, berdasarkan data yang telah kami peroleh, responden yang
mengaku tidak mendisiplinkan waktu tidurnya beberapa di antaranya
merupakan murid berprestasi di kelas masing-masing. Sehingga dapat kami
simpulkan bahwa pola tidur tidak sepenuhnya mempengaruhi prestasi belajar
siswa, melainkan hanya faktor pendukung saja.
4.2 Masalah II: Lama waktu tidur
Analisis Data: Dari 20 orang responden, cukup banyak jawaban yang
kami terima mengenai lama tidur mereka. Studi terbaru yang dilakukan para
ahli di National Sleep Foundation (NSF), Amerika Serikat menunjukkan,
anak-anak usia 4 bulan hingga 17 tahun sebaiknya mendapatkan jam tidur lebih
banyak dari orang dewasa. Penelitian ini juga mengungkap fakta terbaru soal
durasi tidur yang lebih tepat ketimbang studi-studi sebelumnya. Studi ini
mengungkapkan lama tidur untuk Remaja (14-17 tahun) 8 hingga 10 jam per
hari, sementara Pasca Remaja (18-25 tahun) : 7 hingga 9 jam per hari.
Hal ini menunjukkan bahwa dari 20 orang responden siswa kelas XI
SMA 3 Tangerang Selatan, hanya 8 orang atau sekitar 40% yang waktu
sebagaimana kita tahu bahwa kurang tidur dapat mengakibatkan berbagai
masalah kesehatan, seperti sakit jantung, hipertensi hingga obesitas.
4.3 Masalah III: Tidur kurang dari 8 jam sehari menyebabkan rasa kantuk di siang
hari
Analisis Data: 12 responden yang mengaku tidur kurang dari 8 jam
perhari menyatakan masalah rasa kantuk yang dialaminya pada siang hari. 9
diantaranya mengatakan mengalami hal tersebut, sementara 3 lainnya
menyatakan tidak mengalami rasa kantuk di siang hari. Para responden yang
kami kategorikan menjawab tidak, merupakan responden yang mengaku tidak
mengantuk pada siang hari namun ketika sore harinya, kemudian responden
yang mengatakan jarang mengalami rasa kantuk, serta responden yang
mengatakan bahwa mengalaminya hanya ketika dalam keadaan tidak
melakukan sesuatu.
Dengan perbandingan yang cukup besar pula yakni 3:1, maka kami
simpulkan bahwa sebenarnya tidur kurang dari 8 jam sehari dapat menyebabkan
rasa kantuk di siang hari.
4.4 Masalah IV: Kurang tidur menyebabkan masalah sulit berkonsentrasi
Analisis Data: Dari masalah tersebut, 12 dari 20 responden mengakui
adanya masalah sulit berkonsentrasi ketika kurang tidur. Sementara 8 lainnya
mengatakan tidak dan masih mampu untuk fokus serta konsentrasi dalam
merupakan masalah niat dari dalam diri. Namun secara logika, ketika kita
kurang tidur, maka kita akan merasa kantuk, dan ketika kita mengantuk apa
yang ingin kita lakukan adalah tidur. Dengan keadaan demikian, tidak
memungkinkan rasa fokus dan konsentrasi secara maksimal. Terkecuali, apabila
mereka mengurangi rasa kantuk tersebut dengan mencuci wajah supaya lebih
segar ataupun mengkonsumsi minuman berkafein.
4.5 Masalah V: Alasan yang membuat sulit tidur di malam hari
Analisis Data: Dari 20 orang responden, 6 diantaranya mengaku
bahwa tugas/ulangan merupakan penyebab utama masalah sulit tidur di malam
hari. 4 orang mengatakan gawai dan media sosial, 3 orang mengatakan acara
televisi, serta 7 orang lainnya kami kategorikan ke lain-lain. Kategori ini
memuat diantaranya akibat minum kopi, insomnia, stres, serta alasan yang tidak
pasti. Berdasarkan data tersebut, kami simpulkan bahwa dominan alasan yang
membuat siswa SMA 3 Tangerang Selatan sulit tidur adalah tugas sekolah serta
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Alasan yang paling dominan siswa SMA 3 Tangerang Selatan tidur larut di malam hari adalah tugas/ulangan.
2. Pola tidur yang tidak baik berdampak pada tidak bugarnya tubuh sehingga sulit untuk berkonsentrasi.
5.2. Saran
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Efendi, Ferry dan Makhfludli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Iskandar, Yul. 2009. Pustaka Kesehatan Populer : Psikologi. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer
Iwan, 2009. Skala Insomnia (KSPBJ Insomnia Rating Scale). http://www.sleepnet.com . Diakses Tanggal 30 April 2017, Jam 10.00 WIB
Mfahreza. 2014. Pengertian konsentrasi menurut beberapa ahli. https://mfahreza742.wordpress.com Diakses Tanggal 14 April 2017, jam 15.37..
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC
Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suparyanto. 2010. Konsep Insomnia. http://dr-suparyanto.blog.com. Diakses Tanggal 23 April 2011, Jam 11.45