• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan keperawatan pada klein steven jho (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan keperawatan pada klein steven jho (1)"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus.

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.

Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

( Support, Edisi November 2008 ) 1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Steven Johnson? 2. Apa etiologi dari Steven Johnson? 3. Apa tanda dan gejala Steven Johnson? 4. Apa faktor predisposisi Steven Johnson? 5. Bagaimana patofisiologi dari Steven Johnson? 6. Apa komplikasi dari Steven Johnson?

7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson? 8. Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom Steven Johnson? 9. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Steven Johnson? 1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Steven Johnson? 2. Mengetahui etiologi dari Steven Johnson? 3. Mengetahui faktor predisposisi Steven Johnson? 4. Mengetahui tanda dan gejala Steven Johnson? 5. Mengetahui patofisiologi dari Steven Johnson? 6. Mengetahui komplikasi dari Steven Johnson?

(2)

1.4. Manfaat

(3)

BAB II

LANDASAN TEORITIS MEDIS 2.1 Pengertian

1.

Steven Johnson

Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di

orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat,

kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai

purpura( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 )

2. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/

bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan

mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.( Kapita Selekta

Kedokteran, 2000 : 136 )

3. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di

orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat

kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai

purpura( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )

4. Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari

erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis ( Junadi, 1982: 480 )

5. Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/

bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium

dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk ( Mansjoer,

A. 2000: 136 )

6. Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata

dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit

berupa eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan

(4)

2.2 Etiologi

Etiologi pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu

penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya,

streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya : derivate

salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol), klorpromazin,

karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi

(bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat

dianggap sebagai penyebab adalah:

a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )

 Penisilline

 Sthreptomicine

 Sulfonamide

 Tetrasiklin

b) Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan

paracetamol )

 Kloepromazin

 Karbamazepin

 Kirin Antipirin

 Tegretol

c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )

(5)

e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan,

kehamilan)

f) Makanan (coklat)

2.3 Klasifikasi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh,

pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.

Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan

jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit

bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak

kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah

epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan

dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu

lapisan jaringan ikat

1. Lapisan Kulit

a. Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis terdiri

atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : Stratum

Korneum,Stratum Lusidum,Stratum Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum

(6)

Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel, Sintesis vitamin D dan

sitokin, Pembelahan dan mobilisasi sel, Pigmentasi (melanosit), Pengenalan

alergen (sel Langerhans),

b. Dermis

Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis.

Fungsi Dermis : Struktur penunjang, Mechanical strength, Suplai nutrisi,

Menahan shearing forces dan respon inflamasi.

c. Subcutis

Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri

dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya

berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar, Isolasi panas,

Cadangan kalori, Kontrol bentuk tubuh, Mechanical shock absorber.

3.Fisiologi kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya

adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai

barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan

(7)

4. Fungsi Imun

Terdapat dua macam tipe imunitas yaitu :

a.Imunitas alami (natural)

Imunitas alami akan memberikan respons nonspesipik terhadap setiap

penterang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar

dari mekanisme pertahanan alami berupa kemampuan untuk membeda kan

antara “diri sendiri” dan “bukan diri sendiri”. Sawar fisik mencakup kulit serta

membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat

dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius

bersama respons batuk serta bersin yang bekerja sebagai filter dan

membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum

mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.

Sawar kimia seperti getah lambung yang sam, enzim dalam air mata

serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret kelenjar sebasea serta

lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan bakteri dan

jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam

respons imun humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit yang

mencakup neutrofil, eusinofil, dan basofil.

b. Imunitas didapat (akuisita)

Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respons

imunyang tidak dijumpai pada saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam

(8)

terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respons

imunyang bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan

imunologo akan dibentuk tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut.

Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun atau bahkan

seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang

ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah

penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama – globulin dan antiserum yang

didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam

keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko

terjangkit suatu penyakit tertentu cukup besar.

c. Stadium Respons Imun

Terdapat empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun,

keempat stadium tersebut yaitu :Stadium pengenalan, Stadium proliferasi,

Stadium respons, Stadium efektor,

faktor – faktor yang memepengaruhi system imunUsia ,Jenis kelamin, Nutrisi,

Penyakit, Faktor – faktor psikoneuro-imunologi, Obat – obatan.

d. Antigen

Terdapat beberpa teori tentang mekanisma yang digunakan limfosit B

untuk mengenali antigen penyerang dan kemudian bereaksi dengan

memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen memiliki kemampuan

untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh limfosit B,

sementara sebagian lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T merupakan

(9)

makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang asing.

Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan

kemudian kembali ke nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.

e. Antibody

Limfosit B yang disimpan dalam nodus limfatikus, dibagi lagi menjadi

ribuan klon yang masing – masing bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok

tunggal antigen dengan karakteristik yang hamper identik. Pesan antigenic

yang dibawa kembali ke nodus limfatikus akan menstimulasi kln spesifik

limfosit B untuk membesar, membelah diri, dan memperbanyak diri dan

berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma yang dapat memproduksi antibody

spesifik terhadap antigen.

Antibody merupakan protein besar yang dinamakan immunoglobulin,

setiap molekul antibody terdiri atas dua subunit yang mengandung rantai

peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik immunoglobulin yaitu antara

lain , Ig G (75 % dari total imunoglobulin), Ig A (15 % dari total

imunoglobulin), Ig M (10 % dari total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari total

imunoglobulin),Ig E (0,004 % dari total imunoglobulin)

f. Respons Imun Seluler

Reaksi seluler dimulai leh pemhikatan antigen dengan reseptor antigen

pada permukaan sel T. sel T akan membawa cetak biru atau pesan antigenic ke

nodus limfatikus tempat produksi sel – sel T yang lain distimulasi. Sebagian

sel T tetap berada dalam nodus limfatikus dan mempertahankan memri untuk

(10)

limfatikus ke dalam system sirkulasi umum dan akhirnya ke jaringan tempat

sel tersebut berada.

Terdapat dua klasifikasi utama sel T efektor yang turut serta dalam

menghancurkan mikroorgansme asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang

antigen sacara langsung dengan mengubah membrane sel dan menyebabkan

lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas tipe lambat melindungi tubuh melalui

produksi dan pelepasan limfosit. Limfokin yang termasuk dalam kelompok

glikoprotein yang lebih besar dan dikenal dengan nama sitokin, dapat

merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel – sel darah putih

lainnya.

Limfosit lain yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu

limfosit null dan sel natural killer (NK). Limfosit null, merupakan

subpolpulasi limfosit yang kurang mengandung cirri – cirri khas dari limfosit

B dan T. Sel NK yang mewakili suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik

sel B dan T yang akan mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan

beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat membunuh langsung

mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin.

2.4 Patofisiologis

(11)

dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .

karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.

1. Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV

(12)

PATHWAY

Infeksi mikroorganism

Neoplasma faktor fisik Makanan Alergi

obat2an

Steven Johnson Syndrome

Reaksi Alergi Type IV Reaksi Alergi Type III

Sel T  Kompleks antigen & antibodi

Limfosit & sitotoksin terlepas Terperangkap dalam jar.

Kapiler

Sel Mast 

Jaringan kapiler rusak

Akumulasi neutrofil

Reaksi Radang

Kelainan pada mata Jaringan kulit dan mucosa

eritema

Inflamasi dermal dan epidermal

Nyeri

Conjungtivitis Kelainan selaput

lendir dan ofisium

Persepsi sensori Kelainan penglihatan

Kesulitan menelan

Intake tidak adekuat

Kelemahan Fisik Integritas kulit

Intoleraksi aktivitas

Supply Nutrisi ke jaringan otot 

(13)

2.5 Tanda dan Gejala

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: 1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan mata

(14)

2.6 Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah

(15)

transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

4. Topikal

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

2.7 Komplikasi

Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan

keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

Kehilangan cairan dan darah

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock

Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan Gastroenterologi - Esophageal strictures

Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina

Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni

Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder

Infeksi sitemik, sepsis

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi

(16)

Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.

Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa

Spongiosis dan edema intrasel di epidermis

Imunologi

Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang mengalami kerusakan

Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi

2.9 Prognosis penyakit

Tes SCORTEN adalah tes untuk menskoring derajat keparahan Sindroma Steven Johnson. Perhitungan dilakukan dalam 24 jam untuk memprediksi kematian. Adanya penampakan dari tiap hal dibawah ini mendapat skor 1, dan jumlah dari poin-poin inilah yang dinamakan angka SCORTEN dengan maksimum skor 7. Penampakan yang diukur : umur lebih dari 40 tahun, adanya keganasan, nadi lebih dari 120 kali per menit, kadar glukosa lebih dari 252 mEq/L5, luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10 % (Gustiawan, 2010,

(17)

BAB III

LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian

1. Identitas

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.

2. Riwayat Kesehatan - Keluhan Utama

Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan - Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

- Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.

- Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama. - Riwayat Psikososial

Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.

3. Pola Fungsional Gordon

- Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan : pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?

b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu? c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?

: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.

- Pola nutrisi - metabolik : pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit? b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?

c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit? d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?

e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?

(18)

: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.

- Pola eliminasi

: pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?

b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi? c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien

d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

: Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.

- Pola aktivitas - latihan : pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit? b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri

c. Kaji tingkat ketergantungan klien 0 = mandiri

1 = membutuhkan alat bantu 2 = membutuhkan pengawasan

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain 4 = ketergantungan

d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?

: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.

- Pola istirahat - tidur : pada pola ini kita mengkaji:

a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?

b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang? c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.

- Pola kognitif - persepsi : pada pola ini kita mengkaji: a. Kaji tingkat kesadaran klien

(19)

c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?

d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya

- Pola persepsi diri - konsep diri : Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya? b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?

c. Apakah klien merasa rendah diri?

: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.

- Pola peran - hubungan : pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya? b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?

c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?

- Pola reproduksi dan seksualitas : Pada pola ini kita mengkaji:

a. Bagaimanakah status reproduksi klien?

b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

- Pola koping dan toleransi stress : Pada pola ini kita mengkaji:

a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini? b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya? c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

- Pola nilai dan kepercayaan : Pada pola ini kita mengakaji:

a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien

b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

4. Pemeriksaan Fisik

(20)

- Data fokus:

DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun

DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.

5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang · Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

· Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

· Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA

3.2 DIAGNOSA

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan. 5. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

6. Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit

7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic

3.3 Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit Tujuan : Nyeri dapat dikontrol atau hilang Kriteria hasil :

· Klien melaporkan nyeri berkurang · Skala nyeri 0-2

· Klien dapat beristirahat · Ekspresi wajah rileks · RR : 16 - 20 x/menit

(21)

No Intervensi Rasional 1 Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10,

lokasi dan intensitas nyeri

Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi

2 Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N) Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik 3 Anjurkan dan ajarkan klien tehnik

relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi

Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot

4 Tingkatkan periode tidur tanpa

gangguan Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri 5 Kendalikan faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan

Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.

6 Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik

Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri

2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit

Tujuan : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan Kriteria hasil :

· Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulen · Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi) · Kulit membaik/ terjadi regenerasi jaringan

Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka

2 Berikan perawatan luka yang tepat

dan tindakan kontrol infeksi Meningkatkan pemulihan dan menurunkanrisiko infeksi 3 Berikan lingkungan yang lembab

(22)

4 Dorong klien untuk istirahat Untuk mendukung pertahanan tubuh 5 Tingkatkan masukan nutrisi,

protein dan karbiohidrat Untuk meningkatkan pembentukangranulasi yang normal dan kesembuhan 6 Kolaborasi pemberian obat

sistemik

Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan

3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka.

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan

1 Kaji dan catat turgor kulit Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

2 Observasi tanda vital Untuk memonitor keadaan umum klien 3 Monitor dan catat cairan yang

masuk dan keluar

Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau

4 Timbang BB klien setiap hari Penggantian cairan tergantung pada BB klien 6 Awasi pemeriksaan laboratorium

(Hb/Ht, natrium urine random)

Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit

(23)

No Intervensi Rasional

1 Monitor intake dan output nutrisi Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran makanan

2 Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB

Memberikan pengukuran objektif terhadap status nutrisi

3 Jaga kebersihan mulut untuk

menambah nafsu makan pasien Mulut yang bersih memungkinkan peningkatan nafsu makan 4 Berikan makan sedikit tapi sering

hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi

Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya anoreksia.

5 Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur

Memudahkan pasien dalam menelan makanan

6 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan kebutuhan nutsi klien Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi 7 Kolaborasi dengan tim medis

tentang makanan pengganti (enteral /parenteral)

Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang cukup banyak peroral.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas Kriteria Hasil : Klien mengatakan peningkatan toleransi aktivitas

No Intervensi Rasional 1 Kaji respon individu terhadap

aktivitas

Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

(24)

4 Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

6. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit Tujuan : Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik

Kriteria hasil :

· Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi) · Leukosit (5000 - 10000/mm3)

· Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4 C) · RR : 16 – 20 x/menit

· TD : 100-139/60-96 mmHh · N : 60 – 100 x/menit

· Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam

No Intervensi Rasional

1 Monitor tanda-tanda vital Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya

5 Berikan perawatan pada mata Mata dapat membengkak oleh drainase luka 6 Tingkatkan asupan nutrsisi Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan

fotositosis 7 Batasi pengunjung dan anjurkan

pada keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan klien

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang

8 Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas

Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan antibiotic yang tepat diberikan

9 Kolaborasi berikan antibiotic Mengurangi jumlah bakteri

7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic

Tujuan : terjadi perbaikan penampilan peran Kriteria hasil :

· Klien tidak berperasaan negative tentang dirinya · Klien menyatakan penerimaan situasi diri

· Klien tidak takut/malu berinteraksi dengan orang lain

(25)

No Intervensi Rasional 1 Kaji makna kehilangan/perubahan

pada pasien/orang terdekat

Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba

2 Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan

Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan

3 Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan

menyusun tujuan dalam

keterbatasan

Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat

4 Berikan harapan dalam parameter

situasi individu Meningkatkan perilaku positif danmemberikan kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita

5 Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi

Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif

6 Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi

(26)

BAB IV TINJAUAN KASUS KASUS

Seorang anak usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan Sakit Kepala, batuk,Pilek dan demam dengan Temperatur 390C, sulit menelan dikarenakan adanya lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik merah, eritema di seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan muntah. TTV : RR 28 x/i, HR 80 x/i. Turgor Kulit Jele. Ibu mengatakan BB anak menurun dari 25 kg menjadi 22 kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak selesara makan.

4.1 Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM INTEGUMEN PADA Valen Zega

I. BIODATA A. Identitas Pasien

Nama :Valen Zega Umur : 5 Tahun Status Kesehatan : Sakit

Agama : Kristen Protestan Pendidikan :

Pekerjaan :

-Alamat : Jln. Bhakti Luhur Tanggal Masuk : 1 desember 2014 No. Register : 11112014

Ruang/Kamar : II/Rajawali Golongan Darah : AB

Tanggal Masuk : 1 desember 2014 Tanggal Pengkajian : 2 desember 2014

(27)

B. Penanggung Jawab Pasien / Keluarga Terdekat Nama : Jhon Irwan zega

Pekerjaan : Wiraswasta Hubungan dengan pasien : Ayah pasien Alamat : Jln. Bhakti Luhur

C. Keluhan Utama : Sakit kepala, batuk, pilek,demam, sulit menelan, nyeri

tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada kulit, tidak selera makan, mual, muntah, berat badan menurun (sebelum 25kg, sesudah 22kg)

II. RESUME TTV :

· Temp : 390C · Nadi : 80x/menit · RR : 28x/menit

BB : 22 kg

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Faktor Pencentus : alergi obat 2. Lamanya keluhan : 2 bulan 3. Bagaimana yang dirasakan : nyeri

4. Bagaimana yang dilihat : adanya bintik-bintik merah 5. Faktor yang memperberat : garukan

6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : mengaruk

7. Upaya yang dilakukan oleh orang lain : membawa ke rumah sakit

8. Pola nutrisi

- Diet : Bubur - Nafsu makan : menurun - Mual : ada - Muntah : ada

- Frekuensi makan : 2 kali/ hari - Jumlah makanan dan minuman :

(28)

Minum : 5 gelas (250 ml/gls) - Berat badan : 22 kg

- Tinggi badan : 100 cm

D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu 1. Penyakit yang pernah dialami a. Masa kanan-kanak : flu b. Riwayat kecelakaan : tidak ada c. Pernah dirawat : tidak d. Pernah operasi : tidak 2. Riwayat Alergi

a. Tipe alergi : alergi tipe III dan IV b. Reaksi : nyeri yang hebat c. Tindakan : menggaruk 3. Kebiasaan : main bola

4. Imunisasi : imunisasi campak dan polio 5. Pola nutrisi

 Diet : Nasi biasa  Nafsu Makan : berkurang  Mual : ada  Muntah : ada  Frekuensi makan : 2kali/ hari  Jumlah makanan dan minuman :  Makan : 1/2 piring

 Minum : 5gelas (250 ml/gls)  Berat Badan : 22 kg

 Tinggi Badan : 100 cm

(29)
(30)

c. Kejernihannya/Warna

7 Kebersihan diri / personal hygiene

G. Riwayat Lingkungan

a. Kebersihan lingkungan rumah : Kurang Bersih b. Bahaya : Penumpukan Sampah c. Polusi lingkungan rumah : Polusi Kendaraan

H. Riwayat / Keadaan Psikologis / Sosial / Spiritual 1. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia 2. Persepsi terhadap penyakit : Tidak Sembuh

(31)

4. Pola koping : a. Harga diri : Menurun b. Ideal diri : Menurun c. Identitas diri : Menurun

d. Gambaran diri : Jarang ke luar rumah karena penyakit 5. Suasana hati : Nyeri

6. Kegemaran : Main bola 7. Daya adaptasi : Kurang 8. Hubungan / Komunikaksi :

a. Bicara : Jarang b. Tempat tinggal : Kurang c. Kehidupan keluarga : Biasa d. Keuangan : Mencukupi 9. Pertahanan koping :

a. Pengambilan keputusan : b. Yang disukai tentang diri sendiri : c. Yang ingin diubah dalam kehidupan : d. Yang dilakukan bila stress :

-e. Yang dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman : Memberi Lingkungan Yang nyaman

10. System nilai kepercayaan : a. Siapa atau apa sumber kekuatan : Tuhan b. Kepercayaan : pasti sembuh

c. Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : tidak ada

I. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda vital (Tanggal : 1 Maret ) a. Keadaan umum : lemah b. Tingkat kesadaraan : sadar c. Suhu / Temp : 390C d. Denyut Nadi / Pols : 80X/menit e. Pernafasan / RR : 28X/menit

(32)

a. Kepala dan rambut dan wajah

 Kepala : Pasien mengeluh sakit  Bentuk kepala : Bulat

 Ukuran : Simetris  Posisi : Simetris  Warna Rambut : Hitam  Bentuk Rambut : keriting

 Kebersihan Kulit kepala : ada ketombe  Warna : putih

 Struktur wajah : Oval

b. Mata

 Bentuk : Sipit (Simetris)  Sclera : normal  Konjungtiva : Ananemis  Pupil : isokor  Fungsi penglihatan : normal  Retina : normal

c. Hidung / Penciuman

 Bentuk : simetris  Peradangan : tidak ada  Perdarahan : tidak ada  Cairan : tidak ada  Fungsi penciuman : baik  Lubang hidung : simetris  Polip : tidak ada  Sinusitis : tidak ada  Pernah mengalami flu : pernah

d. Telinga / Pendegaran

(33)

· Fungsi pendegaran : baik · Alat bantu pendengaran : tidak

e. Rongga mulut dan Faring · Keadaan bibir : lesi · Mukosa gigi : kering · Keadaan gusi dan gigi : kering · Kesulitan menelan : ada

· Alat bantu bicara : tidak ada · Gigi : kotor

· Tonsil / faring : tidak ada (Normal) · Peradangan : tidak ada

· Perdarahan : tidak ada · Laring : Normal · Peradangan : tidak ada · Fungsi pengecapan : baik f. Leher

· Kelenjar getah bening : Normal · Kelenjar tiroid : Normal · Vena jugularis : normal · Kekakuan : Tidak ada

g. Thorax

· Bentuk rongga : simetris · Bunyi nafas : tidak ada · Irama pernafasan : Normal · Bunyi jantung : tidak ada · Nyeri dada : tidak ada

h. Abdomen

(34)

· Bising usus : normal

i. Perineum / Genetalia

· Kebersihan perineum : bersih · Perdarahan : tidak ada · Peradangan : tidak ada · Haemoroid : tidak ada · Alat genetalia : bersih

j. Sirkulasi

· Suara jantung : Normal

· Suara jantung tambahan : tidak ada · Palpitasi : normal

· Perubahan warna kulit, kuku, bibir : ada · Edema jaringan : tidak ada

Nadi : tidak Normal k. Neurologis

· Memori saat ini : Normal · Memori yang lalu : Normal · Keluhan pusing : ada · Lama tidur : 7 jam · Gangguan tidur : (+)

· Genggaman tangan kiri/kanan : melemah

l. Muskuloskletal

· Pergerakan ekstremitas : lemah · Kekuatan otot : menurun · Fraktur : tidak ada · Kelainan tulang belakang : tidak ada · Traksi / spalk/ gips : tidak ada

m. Pencernaan

· Mulut : kotor dan kering · Tenggorokan : nyeri

(35)

· Nafsu makan : menurun · Porsi makan :1/2piring

n. Eliminasi

· Pola BAB : 2 kali/Hari · Konstipasi : tidak ada · Diare : tidak ada · Riwayat perdarahan : tidak ada · Pola BAK : 5 kali/hari · Jumlah urin : 900 cc · Inkontinensia : mampu

· Karakter urin : bau ke kuning-kuningan · Hematuria : tidak ada

· Peradangan : tidak ada

· Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : ada

o. Integumen

(36)

PENGKAJIAN A. Analisa data

No .

Data Etiologi Problem

1. DS : Demam

Mual & muntah Nyeri tenggorokan

DO

Suhu 390C RR 28 x/i

Turgor kulit jelek Eritema Seluruh

tubuh

Tidak adekuat intake cairan, Hipertermi

Kekurangan Volume Cairan

2.

DS :

o Nyeri Tenggorokan o Sakit kepala

DO :

Wajah meringis Lesi di bibir Eritema RR 28x/i

Inflamasi pada kulit Nyeri

3

DS :

mual dan muntah sulit menelan tidak selera makan

DO :

lesi di bibir

Nyeri Tenggorokan

Intake tidak adekuat karena adanya lesi

(37)

4

DO :

Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah Kulit kering

eritema Gangguan integritas

kulit

4.2 Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.

2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i

3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan

4. gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering

4.3.Prioritas Masalah

1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.

2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i

3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan

(38)

4.4. Perencanaan Asuhan keperawatan

No Tanggal Dx.Keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional Implementasi EVALUASI

(39)
(40)

kunjungan pasien

(41)
(42)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri, protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat. Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat, infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.

Adapun asuhan keperawatan yang akan dilakukan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan dan evaluasi. Pengkajian yang dapat kita lakukan adalah mencakup inspeksi kulit, inspeksi mulut, kemampuan menelan, TTV, sistem pernafasan, nutrisi / berat badan, dan tingkat nyeri. Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat diangkat empat (4) diagnosa sekaligus menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa ini yaitu gangguan integritas kulit yang b.d dengan inflamasi dermal dan epidermal, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan, gangguan rasa nyaman nyeri b.d inflamasi pada kulit, gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, dan gangguan persepsi sensori; kurang penglihatan b.d konjungtivitis. B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangak meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut : 1. Pasien

Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.

2. Perawat

Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang penyakit steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.

3. Rumah Sakit

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Askep Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen, Sister School Program Dinas Kesehatan Propinsi Jateng Semarang, 2004

Carpenito, Lynda Jual, 2004 Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III, Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.

Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi IV, Jakarta : EG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, volume 3.Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius. Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta: Media Aesculapius. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media

Referensi

Dokumen terkait

Karena banyaknya jumlah cakra tersebut maka kita hanya akan membahas cakra utama yang berjumlah tujuh karena pembersihan pada cakra utama itu akan membersihkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pencucian terhadap kualitas bakso ikan Gabus serta menentukan frekuensi pencucian yang tepat dan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana komposisi dan potensi vegetasi yang mendominasi di kawasan hutan produksi

Dari hasil penelitian tentang manfaat pemberian ASI eksklusif dalam menstimulasi reaksi sensorik bayi usia 4 sampai 6 bulan di Bee Creative Day Care

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan

Artikel yang diajukan ke Jurnal Farmasi Udayana belum pernah dipublikasikan sebelumnya (kecuali dalam bentuk abstrak atau sebagai bagian dari skripsi), tidak dalam posisi

Keberadaan software membantu guru untuk mela- kukan analisis butir soal, dan tampilan hasil analisis sangat sesuai dengan kebutuhan karena sekaligus dapat melakukan

Oleh itu anda perlu memahami definisi sebenar tenaga makanan atau kalori ini supaya kalori yang anda ambil s atau kalori ini supaya kalori yang anda ambil s etiap etiap. hari