ASUHAN KEPE
PERAWATAN PADA PASIEN DEN
HIPERBILIRUBIN
Kelompok 11 :
TI ANNISA Z.N. (22011008014
LAS AULADI (22011008013
I HANDINI PERTIWI (22011008010
LVIA JUNIANTY (22011008009
I MELFA DAMANIK (22011008007
LLA GITA A (22011008005
SI HANIFAH (22011008003
RAH RIDASHA F (22011008001
ARA RACHMAWATI (22011008011
ARA TRI P (22011008010
IANDINI (22011008009
MMY (22011008005
ARA ARUM KESUMA (22011008005
NIVERSITAS PADJADJARAN
ULTAS ILMU KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik Makalah ini berjudul “Makalah Kasus 2 Penyakit Hiperbilirubin“ makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata kuliah Sistem Hematologi dan Imunitas
Dalam penyusunan makalah ini , penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu Wiwi Mardiah, S.Kp .M.Kes. selaku koordinator sistem hematologi dan
imunitas serta dosen yang memberikan bimbingan kepada penulis.
2. Orang tua kami tercinta yang selalu membeikan doa restu dan dukungan dalam proses pembelajaran kami di Fakultas Ilmu Keperawatan.
3. Teman-teman penulis kelompok 11 yang meluangkan waktunya untuk menyususn makalah ini
4. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya, Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang lebih baik.
Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.
Akhir kata, penulis berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di Fakultas Ilmu Keperawatan.
Jatinangor, September 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
1.2. Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit hiperbilirubin. b. Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit hiperbilirubin. c. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita. d. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat.
1.3. Identifikasi kasus
1.4. Learning object
a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan
c. Kenapa terjadi ikterus pada kasus yang hanya timbul pada wajah dan dada
d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin
e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI f. Universal precaution yang digunakan
g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin
i. Mind map
hiperbilirubin
patofisiologi klasifikasi
Etiologi&faktor resiko
Manifestasi klinik Konsep penyakit
Asuhan keperawatan
Penanganan medis Konsep
etik&legal Produksi, transportasi, metabolisme dan ekskresi Pemeriksaan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Brain storming
a. Nilai normal dari hasil pemeriksaan yang didapatkan Bilirubin direk : 0,1 – 0,4 mg/dL
Bilirubin indirek : 0,3 – 1,1 mg/dL Hb neonatus : 14 – 27 gr/dL Hematokrit : 40 – 68 %
Leukosit : 9000 – 30.000 /mm3 Trombosit : 140.000 – 450.000 /mm3 Tekanan darah : 100-120/ 60-80 mmHg BB lahir bayi : 2,5 – 4 kg
Usia kehamilan : 37 – 42 minggu
b. Hubungan hipertensi dengan kehamilan
Jika seorang ibu hamil mengalami hipertensi akan menyebabkan gangguan terhadap janinnya. Ketika mengalami hipertensi, pembuluh darah ibu akan menyempit yang menyebabkan aliran darah menuju janin menjadi berkurang, sehingga asupan nutrisi menuju janin ikut terganggu. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya oksigenasi pada janin yang kemudian mengganggu pertumbuhan janin, dan dapat juga merusak vaskularisasi.
c. Ikterus yang terjadi pada kasus dikarenakan banyaknya kadar bilirubin dalam darah yang kemudian keluar ke interstisial. Ikterus biasanya mulai terlihat pada daerah muka (kadar serum bilirubin = 5 mg/dL), selanjutnya ke perut bagian tengah (15 mg/dL) dan kaki (20 mg/dL). Pada kasus ini ikterus hanya terjadi pada dada dan wajah karena bilirubin total bayi tersebut 11 mg/dL. Pada kasus kadar bilirubin total 11 mg/dL sehingga ikterus hanya timbul pada kulit wajah dan dada.
d. Hubungan usia kehamilan dengan penyakit hiperbilirubin
prematur jika berat badan lahirnya kurang dari 2 kg dan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
e. Pengaruh ASI terhadap penyakit hiperbilirubin dan kandungan ASI
Pemberian ASI dapat menurunkan kadar bilirubin secara bertahap. Namun, pada beberapa kasus Kandungan ASI pada sejumlah ibu tertentu mengandung asam lemak tak jenuh atau bahan lain yang menghambat enzim perubah bilirubin. Biasanya kuning akibat ASI muncul antara hari ke 4 - 7, mencapai puncaknya pada minggu ke 2 - 3. ASI dihentikan sementara, maka kadar bilirubin akan menurun dengan cepat, lalu lanjutkan kembali menyusui. Jika ASI tidak dihentikan maka penurunan bilirubin bisa juga terjadi tetapi secara bertahap (gradually).
f. Universal precaution yang digunakan
• Cuci tangan aseptik.
• Penggunaan APP (alat perlindungan pribadi) seperti masker, sarung
tangan.
• Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (dekontemenasi, sterilisasi,
disinfeksi)
• Pengelolaan benda tajam (sharp precaution). • System pengelolaan limbah dan sanitasi.
• Dilarang bekerja bila menderita luka terbuka pada kulit, tangan dan
lengan bawah serta luka harus di obati sampai sembuh.
g. Apakah imunisasi boleh diberikan kepada penderita hiperbilirubin
Pemberian imunisasi tidak memberikan dampak khusus terhadap penderita hiperbilirubin. Oleh karena pentingnya pemberian imunisasi, maka penderita hiperbilirubin juga harus diberikan imunisasi.
h. Pengaruh genetik terhadap penyakit hiperbilirubin
waktunya. Hal itu dapat meningkatkan kadar bilirubin sebagai hasil dari hemolisis.
2.2.Konsep penyakit A. Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995)
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
(Ngastiyah, 1997)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
B. Macam – Macam Ikterus:
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Ni Luh Gede Y, 1995)
C. Etiolgi dan faktor resiko
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau defisiensi ganggua pembuluh darah
b. Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran c. Inkompatibilitas Rh
d. Hipksia; O2 ke jaringan metabolism anaerob asam lemak bilirubin indirect
e. Dehidrasi f. Asidosis g. Polisitemia h. Prematur i. ASI
j. Kelebihan produksi bilirubin
k. Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati l. Beberapa penyakit
m. Genetic
n. Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin meningkat o. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
p. Hipoglikemia
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain: Faktor Maternal
ASI Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa) Faktor Neonatus
Prematuritas Faktor genetic Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia Hipoalbuminemia
2.3.Patofisiologi
prematuritas, eritropoesis tidak efektif, riwayat kehamilan (hipertensi)
Hemolisis
empedu ginjal
Gangguan integritas kulit Bilirubin direct
Bilirubin indirect Biliverdin
Sirkulasi darah Diekskresikan
dalam betuk pewarna feses
*
duodenum diekskresi dalam bentuk pewarna urine
Terakumulasi di jaringan ↑bilirubin pada plasma Resiko intoleran aktivitas
Resiko gangguan intake nutrisi
Resiko gangguan tumbuh kembang Perfusi O2 dan
nutrisi Ke jaringan↓
2.4. Penanganan medis
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
c. Therapi Obat
karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
2.5. Manifestasi klinik A. Gejala-gejala
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain: a. Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar b. Letargi
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
g. Perut membuncit h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul j. Ikterus
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi : a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
B. komplikasi
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
2.6. Produksi, transportasi, metabolisme, dan ekskresi bilirubin
teroksidasi oksigenase
tereduksi reduktrase
di usus
Sel darah merah ±120 hari
Membran sel pecah, Hb di fagositosis oleh jar. makrofag
Diabsorpsi mealaui membran sel hati Berikatan dengan albumin dari plasma (ditransfer melalui darah & cairan interstisial)
bilirubin heme Hb dipecah
biliverdin globin
Lepas dari albumin plasma
80% berkonjugasi dengan asam
glukuronat (bilirubin glukuronida)
10% membentuk bilirubin sulfat
10% berkonjugasi dengan zat lain
Bilirubin dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke dalam kanalikuli empedu masuk ke usus
urobilinogen
½ dari bilirubin konjugasi diubah oleh kerja bakteri
Beberapa diabsorpsi melalui mukosa usus kembali ke sirkulasi enterohepatik
Sebagian besar diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, 5%
dieskskresikan oleh ginjal ke urine
urobilin (dalam feses)
sterkobilinogen
2.7. Asuhan keperawatan A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Bayi Ny. Nina Usia : 4 hari
Alamat : Jenis kelamin :
Agama :
Pendidikan : Suku bangsa : Tanggal masuk dirawat :
Diagnosa medis : Hiperbilirubin 2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Bayi Ny. Nina dilahirkan dengan usia kehamilan 35 minggu, Anak ke-2, dan pada saat kehamilan ibu mengalami hipertensi dengan rata-rata TD 140/90 mmHg.
b. Riwayat Persalinan c. Riwayat Post Natal
Kulit wajah dan dada bayi tampak kuning dan sklera kuning. d. Riwayat Kesehatan Keluarga
e. Riwayat Psikososial f. Pengetahuan Keluarga 3. Kebutuhan Sehari-hari
a. Nutrisi b. Eliminasi c. Istirahat d. Aktifitas
e. Personal Hygiene 4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan
BB : 1800 gram
TB : -
Bilirubin total : 11 mg/dl Bilirubin direct : 0,8 mg/dl Hb : 16,8 mg% Ht : 47%
Leukosit : 15.000 mg/dl Trombosit : 250.000 mm c. Pemeriksaan Menyeluruh
Inspeksi : kulit wajah dan dada tampak kuning Auskultasi : -
Palpasi : - Perkusi : - d. Data Psikologis 5. Pemeriksaan diagnostik
1. Bilirubin serum
Direct : > 1 mg / dl
Indirect : > 10 mg % (BBLR), 12,5 mg % ( cukup bulan). Total : > 12 mg / dl
2.Golongan darah ibu dan bayi uji COOMBS
Inkompabilitas ABO – Rh
3. Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi. 4. Uji serologi terhadap TORCH
5. Hitung IDL dan urine ( mikroskopis dan biakan urine) indikasi infeksi.
Analisa Data
Data yang menyimpang Etiologi masalah Kulit wajah dan dada
tampak kuning
Gangguan Integritas Kulit
Resiko Intoleransi Aktifitas
Gangguan integritas kulit Terakumulasi di jaringan
↑bilirubin pada plasma
Hemolisis
Resiko Gangguan Intake Nutrisi
Resiko Gangguan Tumbuh Kembang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
2. Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke
jaringan.
Resiko intoleran aktivitas Metabolism sel↓
Pembentukan ATP↓
kelemahan
Resiko gangguan intake nutrisi
Metabolism sel↓ Hemolisis
Anemia
asupan nutrisi↓
Metabolism sel↓ Hemolisis
Anemia
asupan nutrisi↓
3. Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
4. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang
C. Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional 1 Gangguan kulit wajah dan dada tampak - kadar bilirubin dalam batas
- Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam.
- Monitor kadar bilirubin direks dan indireks, laporkan pada Data Obyektifter jika ada kelainan.
- Ubah posisi miring atau tengkurap
Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan massage dan monitor keadaan kulit.
- Jaga kebersihan dan kelembaban kulit.
- Mengetahui integritas kulit. - Untuk
- Monitor keterbatasan aktifitas, kelemahan saat aktifitas.
-mempengaruhi pilihan
dengan
- Berikan lingkungan yang tenang, lakukan istirahat adekuat setelah aktifitas.
Kolaborasi:
-Berikan nutrisi yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi.
bantuan. suplai nutrisi ke jaringan
TuPen: Klien menunjukkan peningkatan berat badan. TuPan: BB klien mendekati ideal (tidak ada tanda malnutrisi).
Mandiri:
- Ukur intake makanan dan kebutuhan nutrisi
- Beri asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan klien Kolaborasi: - Pantau hasil lab., seperti Hb dan lain-lainnya. sumber dan diet nutrisi yang
- Kajilah kemampuan yang dimiliki klien
tubuhnya.
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
- Memfasilitasi klien dengan memanfaatkan kelebihan klien.
2.8.Konsep legal etik keperawatan
a. Respect for autonomy
Memberikan Informasi yang benar. Misalnya menjelaskan tentang keadaan klien pada orang tua dan persyaratan serta tindakan ayang akan dilakukan pada klien.
Privasi klien. Misalnya dalam kasus ini saat melakukan tindakan keperawatan perawat harus menjaga privasi klien, contohnya saat melakukan fototerapi, privasi klien harus dijaga dengan baik.
Melindungi Informasi mengenai kesehatan klien yang bersifat rahasia. Misalnya dalam kasus ini perawat harus merahasiakan kondisi kesehatan klien kepada pihak-pihak tertentu atau pihak-pihak yang apabila klien minta untuk dirahasiakan.
Memperoleh persetujuan untuk setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap klien (informed consent). Misalnya dalam kasus ini perawat meminta persetujuan klien sebelum melakukan tindakan fototerapi dan semua eek sampingnya
b. Non – Maleficence (non – malefisiensi atau tidak menimbulkan injury). Prinsip non – malefisiensi menuntut perawat menghindarkan segala sesuatu yang dapat membahayakan klien selama pemberian asuhan keperawatan. Kewajiban bagi tenaga keperawatan saat melakukan tindakan untuk tidak mengakibatkan injury terhadap klien.
Penerapan dalam praktek keperawatan menekankan perlunya diterapkan standard untuk mencegah terjadinya injury pada klien :
Standard Praktek Keperawatan Standard Asuhan Keperawatan Standard Prosedur
Standard Tenaga Keperawatan
c. Beneficence
Prinsip beneficence menuntut perawat memberikan maslahat (beneficence) kesehatan pada klien, keseimbangan maslahat terhadap resiko dalam situasi tersebut dimana suatu pilihan harus dibuat dan menentukan cara terbaik untuk membantu klien. Percakapan perawat dapat membantu klien mengidentifikasi diri mereka sendiri dalam hal maslahat dan resiko yang relevan dengan moral, seperti kualitas masalah hidup.
Kewajiban moral untuk mencegah terjadi injury.
Bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan klien. Termasuk melindungi hak-hak klien dalam pelayanan kesehatan :
1) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. a. Akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan.
b. Akses pelayanan kesehatan sesuai dengan nilai dan norma kultural klien.
c. Pelayanan kesehatan yang berkualitas. 2) Hak untuk mendapatkan informasi.
3) Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 4) Hak untuk mendapat informed consent.
5) Hak untuk menolak consent.
6) Hak untuk mengetahui nama dan status tim kesehatan. 7) Hak untuk mendapat second opinion.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke
jaringan.
Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, I.S. 2003. Hiperbilirubinemia. Klinikku.
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.
http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/asuhan-keperawatan-dengan-hiperbilirubin.pdf