• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN PADA N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN PADA N"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN PADA

NEONATUS

Disusun Oleh :

Susanti

(106112035)

DIII KEPERAWATAN

(2)

I. PENGERTIAN

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia. Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.

Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.

II. KLASIFIKASI UJI KRAMER

(3)

kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.

Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut menunjukkan arah meluasnya ikterus.

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajat

ikterus Daerah ikterus

Perkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg% III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga

tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

(4)

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

A. Ikterus Fisiologik

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :

1. Timbul pada hari kedua - ketiga.

2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.

3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. 4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.

5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

B. Ikterus Patologik

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) :

1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.

(5)

4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).

5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,

hiperosmolalitas darah. C. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

III. ETIOLOGI

1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.

2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati. 3. Gangguan konjugasi bilirubin.

4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.

5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.

6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi

toxoplasma. Siphilis. IV. PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.

(6)

apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

(7)

VI. MANIFESTASI KLINIS

1. Kulit berwarna kuning sampe jingga 2. Pasien tampak lemah

3. Nafsu makan berkurang 4. Reflek hisap kurang 5. Urine pekat

6. Perut buncit

7. Pembesaran lien dan hati 8. Gangguan neurologic 9. Feses seperti dempul

10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

(8)

12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

VII. KOMPLIKASI

1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium (Pemeriksan Darah)

1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.

2. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap. 3. Protein serum total.

B. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

C. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.

IX. PENATALAKSANAAN

A. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).

B. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.

C. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin. D. Fenobarbital

Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.

E. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi. F. Fototerapi

(9)

G. Transfusi tukar.

Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi. H. Terapi Obat-obatan

Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.

X. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan fisik.

2. Riwayat penyakit

Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.

3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan. 4. Pengkajian psikososial

Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, perpisahan dengan anak.

5. Hasil Laboratorium :

(10)

b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl. B. DIAGNOSA

1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi. 2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.

3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.

4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.

C. INTERVENSI

No Diagnosa NOC NIC

1 Kerusakan

integritas kulit b.d. efek dari

phototerapi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan integritas kulit kembali baik / normal.

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil :

 Integritas kulit yang baik bisa

dipertahankan

 Tidak ada luka / lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik  Menunjukkan

pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang

 Mampu melindungi kulit dan

mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Indicator Skala :

1. Tidak pernah menunjukkan. 2. Jarang menunjukkan

Pressure Management

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

2. Hindari kerutan pada tempat tidur

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali 5. Monitor kulit akan

adanya kemerahan. 6. Oleskan lotion /

minyak / baby oil pada daerah yang tertekan 7. Mandikan pasien

(11)

3. Kadang menunjukkan

4. Sering menunjukkan 5. Selalu menunjukkan 2 Resiko tinggi

kekurangan volume cairan b.d.

phototerapi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak ada resiko kekurangan cairan pada klien.

Kriteria Hasil : 1. TD dalam rentang

yang diharapkan

2. Tekanan arteri rata-rata dalam rentang yang diharapkan 3. Nadi perifer teraba 4. Keseimbangan intake

dan output dalam 24 jam

5. Suara nafas tambahan tidak ada

6. Berat badan stabil

Indicator Skala : 1. Tidak pernah

menunjukkan.

1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi 2. Tentukan kemungkinan

faktor resiko daari ketidakseimbangan cairan (hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati)

3. Monitor berat badan 4. Monitor serum dan

elektrolit urine 5. Monitor serum dan

osmolaritas urine 6. Monitor BP, HR, RR

3 Resiko tinggi cedera b.d. selama …x 24 jam diharapkan tidak ada resiko cidera.

 Risk control

Kriteria hasil :

1. Klien terbebas dari cidera

1. Kaji status neurologis 2. Jelaskan pada pasien

dan keluarga tentang tujuan dari metode pengamanan 3. Jaga keamanan

lingkungan keamanan pasien

(12)

3. Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk

mencegah injuri. Indicator Skala : 1. Tidak pernah

menunjukkan. selama …x 24 jam diharapkan suhu dalam rentang normal.

 Termoregulation

Kriteria hasil :

Suhu tubuh dalam rentang normal

Nadi dan respirasi dalam batas normal

Tidak ada perubahan

warna kulit Indicator Skala : 1. Tidak pernah

menunjukkan.

1. Monitor suhu sesering mingkin 2. Monitor warna dan

suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi

4. Monitor intake dan output

Daftar Pustaka

(13)

Gambar

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Referensi

Dokumen terkait

Gagal jantung :Suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme atau jantung dapat bekerja

Keadaan ini jika tidak ditangani dan berlanjut dengan kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi maka dapat merusak sel-sel otak (Kern Ikterus). Tujuan umum menguraikan hasil

Untuk menurunkan kadar bilirubin indirek dalam serum sehingga tidak terjadi kern ikterus maka dilakukan terapi sinar tetapi efek samping dari terapi

Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah &gt;5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor

Pada tahap pengkajian dengan teori ikterus fisiologi adalah tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak

Kondisi hiperbilirubinemia yang tak terkontrol dan kurang penanganan yang baik dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti kern ikterus akibat efek toksik bilirubin pada system