• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TENTANG REFORMASI BIROKRASI SEBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH TENTANG REFORMASI BIROKRASI SEBA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

TENTANG

REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI ORGANISASI PEMBANGUNAN

DI INDONESIA

Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Teori dan Isu Pembangunan

Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, MS

OLEH :

JAJANG SAEPUL HOLIQ

NPM/NIRM : 2409114031

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI NEGARA

UNIVERSITAS GARUT

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sembahkan kepada ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Reformasi Birokrasi Sebagai Organisasi Pembangunan di Indonesia”. dan tidak lupa pula solawat beriring salam penulis hadiahkan kepada junjungan alam yakni nabi Muhammad SAW sebagai pembawa syari’at Islam, keluarga dan sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan di sebabkan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis.Oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Penulis mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penulis makalah berikutnya.

Pekanbaru, 5 Mei 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

(3)

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Reformasi Birokrasi 3

2.2 Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal Dan

Strategi reformasi Birokrasi 8

2.3 Reformasi Birokrasi Di Indonesia 10

2.4 Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi 14

2.5 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi guna

mengatasi Patologi Birokrasi 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 17

3.2 Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan

(4)

berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik.

Kurangnya komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi

penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan

pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.

Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah, diantaranya:

1. Apakah yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?

2. Bagaimana reformasi birokrasi di Indonesia?

3. Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?

4. Bagaimana mekanisme pelaksanaan reformasi birokrasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna mengatasi patologi birokrasi?

(5)

Tujuan penulisan ini adalah untuk mngkaji kembali bagaimana sebenarnya pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia guna mengatasi patologi birokrasi di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Reformasi Birokrasi

2.1.1 Defnisi Reformasi Birokrasi

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena

sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.

(6)

Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu

departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.

Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha

perubahan pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.

Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efsien,responsip dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan

baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.

Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifkan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,

sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.

2.1.2 Tujuan Reformasi Birokrasi

(7)

2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi

negara.

3. Pemerintah yang bersih (clean government).

4. Bebas KKN.

5. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

2.1.3 Pokok-pokok Reformasi Birokrasi Pemerintahan

Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan,

kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah

pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan

departemen dengan anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen pekerjaan umum.

Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.

Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya : perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan proporsional, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap perubahan.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.

(8)

netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan

masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifkasi jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa, membangun sistem

manajemen kepegawaian unifed berbasis kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju

manajemen modern.

3. Tata Laksana atau Manajemen.

Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme, sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efsien, dan efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga penataan birokrasi yang efsien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efsiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efsien (dalam administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada

masyarakat), sistem kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efsien), otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efsien dan efektif. Unit organisasi

pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.

4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur

(9)

terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).

5. Pengawasan.

Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan

masyarakat,ditandai oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.

6. Pelayanan Publik.

Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai oleh pelayanan tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efsien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong munculnya praktek-praktek

pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa; perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen pembangunan ke arah penyelenggaraan good governance: menjadi entrepreneurial competitive government (pemerintahan yang

(10)

7. Budaya Kerja Produktif, Efsien dan Efektif.

Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efsien dan Efektif iniadalah untuk membangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efsien, dan efektif terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan masyarakat).

8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi

Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini Perlu ditingkatkan koordinasi program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program pendayagunaan aparatur negara.

9. Best Practices.

Best practices yaitu Mengamati contoh keberhasilan beberapa Pemerintah Daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar, Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan Tabanan), dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan Pekanbaru).

2.2 Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal dan Strategi Reformasi Birokrasi

a. Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal

Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka

(11)

langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:

1. Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan.

2. Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan

mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.

3. Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.

4. Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.

5. Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.

6. Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk

mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.

7. Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.

b. Strategi Reformasi Birokrasi

1. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi,

pengaduan, gugatan).

(12)

terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja

Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.

3. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.

4. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.

Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan beberapa karakteristik antara lain:

a. Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan.

b. Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi, pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.

c. Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.

d. Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.

e. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus

disediakan atau ditangani sendiri oleh pemerintah.

f. Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.

g. Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas pemerintahan.

h. Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

(13)

Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu

mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efsien,

responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan

pelayanan publik.

Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi birokrasi telah banyak diwacanakan dan

diagendakan,bahkan mungkin telah betul-betul secara serius

dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efcensy model menuju UU Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut

tampaknya merupakan jawaban atas semakin meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, good governance dan sebagainya.

Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja,dimana aktivitas pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah diharapkan mampu secara maksimal

melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni

service,development,empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good governance,setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :

1. Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public.

(14)

3. Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong partisipasi dan mewujudkan desentralisasi (ibid).

Meskipun banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam

prakteknya perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan.

1. Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen& Cushman,2000).

2. Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang

menyimpulkan bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan oleh kuatnya pengaruh paternalisme

(Dwiyanto,20003).

3. Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun 2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk dan korup (Kompas,22 juni 2001)

Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989) mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti :

1. Tidak efsien, antara lain ditandai dengan adanya :

Tumpang tindih kegiatan antar instansi

Struktur, norma, nilai,dan regulasi yang ada juga masih

berorientasi pada kekuasaan.

Budaya birokrasi yang masih bersifat “dilayani” daripada

“melayani”, dan

Banyaknya posisi-posisi terpenting dalam lembaga birokrasi kita

yang tidak diisi oleh orang-orang yang berkompeten.

Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu perubahan pada birokrasi kita harus

dilaksanakan, atau melaksanakan reformasi birokrasi.

2. Jumlah pegawai yang berlebihan.

(15)

4. Seringkali menyalahgunakan wewenang.

5. Tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan tidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah

setempat.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada

dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan

Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.

Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah

digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat

mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang

Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.

Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah, serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi

(16)

Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta

mengawal pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan.

2.4 Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi

Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran

masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson

merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.

Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit, tidak efsien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak.

Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti :

1. Maraknya tindak KKN

2. Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal

3. Pelayanan publik yang diskriminatif

4. Penyalahgunaan wewenang

5. Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir

(17)

Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain:

a. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).

c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, feksibel dan responsif.

Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih

terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi

kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency).

Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik

(18)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi birokrasi

merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi birokrasi di Indonesia.

Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud

profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :

1. Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.

2. Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.

(19)

Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

3.2 Saran

1. Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

2. Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang merata di berbagai aspek

3. Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan pelayanan.

4. Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good

governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.

5. Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah ada, Agar reformasi birokrasi guna mencegah buruknya birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam

pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

(20)

Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta: UGM press.

Qodri azizy, abdul. 2007. Change management dalam reformasi birokrasi. jakarta: gramedia,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah abortus iminens yang berhubungan dengan stres oksidatif fokal dalam plasenta definitif juga berhubungan

Myös perheenjäsenet toivat esiin toiveen, että päivässä olisi enemmän toimintaa sairaalahoidon aikana.. ”Mä vertasin sitä koko siihen päiväsairaalaan, että siellä oli

Makalah yang berjudul “ Tata cara penanandaan udang lobster pasir (Panulirus homarus) di pantai timur Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat” adalah bagian dari kegiatan

Yang pertama akan disajikan adalah gambaran deskriptif tentang ketiga konstruk yang akan dianalisis dalam model prestasi belajar, yaitu self efficacy, attitude, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain pembelajaran ini mampu menstimulasi siswa untuk mem- berikan karakteristik refleksi dan transformasi geometri lainnya secara

Dengan munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang cepat jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal pada pengobatan dengan tranfusi

Selain hal tersebut di atas yang penting untuk diperjelas bahwa obyek yang disengketakan dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam Badan Penyelesaian Sengketa WTO

Kegiatan belajar siswa dilaksanakan bersamaan dengan keterlaksanaan model pembelajaran pada pertemuan satu dan dua, kegiatan belajar siswa ini diamati oleh dua