• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perjanjian - Analisis Yuridis Tentang Force Majeure terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perjanjian - Analisis Yuridis Tentang Force Majeure terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian pada Perusahaan Konstruksi pada PT Gapeksindo Hutama Kontrindo"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERSEROAN TERBATAS

A.Pengertian Umum Perjanjian

Istilah “Perjanjian” dalam “Hukum Perjanjian” merupakan kesepadanan dari

istilah “Overeenkomst” dalam bahasa Belanda atau “Agreement” dalam bahasa

Inggris.9

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata (BW) yang merupakan rumusan konvensional tentang perjanjian, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan Pasal 1313 KUH Perdata (BW) tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu

perjanjian lahirlah suatu kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak)

kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.

Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi

(debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut

(kreditor). Masing-masing pihak dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari

satu atau lebih badan hukum.10

Dalam pengertian yang terdapat pada Pasal 1313 KUH Perdata ini, kita dapat

merumuskan unsur-unsur dari suatu perjanjian yaitu:

1. Suatu perbuatan, dimana perbuatan yang dimaksud merupakan “prestasi”

yang diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata (BW) yaitu memberikan

sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Sehingga perjanjian

merupakan suatu perbuatan untuk memberikan sesuatu atau berbuat

sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu.

      

9

Munir Fuady, Op. Cit., hal 2

10

(2)

2. Satu orang atau lebih, dimana pengertian satu orang atau lebih ini

merupakan subjek hukum. Secara singkat subjek hukum adalah

pendukung hak dan kewajiban yang menimbulkan wewenang hukum.

Subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum, dimana manusia

yang dapat melakukan perjanjian adalah yang merupakan orang yang

cakap hukum dalam artian diperbolehkan oleh undang-undang untuk

melakukan tindakan hukum dan tidak dalam keadaan pengampuan

sedangkan badan hukum merupakan subjek hukum yang bukan manusia

yang mempunyai wewenang dan cakap bertindak dalam hukum melalui

wakil-wakilnya atau pengurusnya. Badan hukum tidak disamakan dengan

manusia karena badan hukum tidak dapat melakukan apa yang dilakukan

manusia seperti mempunyai anak. Badan hukum dapat dibagi menjadi

dua yaitu :

a. Badan hukum Publik misalnya : negara, negara bagian dan

kotapraja

b. Badan hukum Privat misalnya : PT, koperasi, dan yayasan

3. Mengikatkan dirinya, yang dimaksud dengan mengikatkan diri adalah

orang yang secara sadar dan tanpa ada paksaan ataupun tipu muslihat

sepakat untuk melakukan perjanjian terhadap orang lain. Pengikatan diri

inilah yang menimbulkan suatu hak dan kewajiban dalam suatu

perjanjian tersebut.

4. Terhadap orang lain atau lebih, dalam melakukan suatu perjanjian

(3)

yang dilakukan tidak boleh terhadap dirinya sendiri melainkan ada pihak

lain yang diajaknya untuk melakukan suatu perjanjian.

Suatu perjanjian dianggap ada pada saat adanya kesepakatan kehendak.

Mengenai kapan suatu kesepakatan kehendak terjadi sehingga saat itu pula

perjanjian dianggap telah mulai berlaku, dalam ilmu hukum perjanjian dikenal

beberapa teori, yaitu :

1. Teori penawaran dan penerimaan (offer and acceptance theory)

Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah teori “penawaran dan penerimaan” (offer and acceptance). Yang dimaksudkan adalah bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak dilakukan di

negara-negara yang menganut sistem hukum Commom Law.

2. Teori kehendak (wils theorie)

Teori yang bersifat subjektif ini terbilang teori yang sangat tua. Teori kehendak tersebut berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam kontrak, maka yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku.

3. Teori pernyataan (verklarings theorie)

Teori pernyataan ini bersifat objektif dan berdiri berseberangan dengan teori kehendak seperti yang baru saja dijelaskan. Menurut teori pernyataan ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku. Karena masyarakat menghendaki bahwa apa yang dinyatakan itu dapat dipegang.

4. Teori pengiriman (verzendings theorie)

Menurut teori pengiriman ini, suatu kata sepakat terbentuk pada saat dikirimnya surat jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu kontrak, karena sejak saat pengiriman tersebut, si pengirim telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.

(4)

Menurut teori ini, suatu penerimaan tawaran dari suatu kontrak, sehingga kontrak dianggap mulai terjadi, adalah pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tersebut dimasukkan dalam kotak pos (mail box). Pemikiran di belakang teori ini adalah bahwa kontrak efektif setelah pihak yang ditawari kontrak tersebut sudah menerimanya dan sudah terlepas dari kekuasaannya, yakni ketika dia membalas surat penawaran dan memasukkannya ke dalam kotak surat. Bahwa kemudian apakah pihak lawannya terlambat menerima bahkan tidak menerima sama sekali surat jawaban tersebut menjadi tidak relevan. Karena itu, teori kotak pos ini mirip dengan teori pengiriman (verzendings theorie) seperti yang telah disebutkan di atas.

6. Teori pengetahuan (vernemings theorie)

Yang dimaksud dengan “pengetahuan” dalam teori ini adalah pengetahuan dari pihak yang menawarkan. Jadi menurut teori ini, suatu kata sepakat dianggap telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya itu telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh para pihak yang melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran tesebut.

7. Teori penerimaan (ontvangs theorie)

Menurut teori penerimaan ini, suatu kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat balasan dari tawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang melakukan tawaran tersebut. Dengan demikian, teori ini sangat konservatif, karena sebelum diterimanya jawaban atas tawaran tesebut, kata sepakat dianggap belum terjadi, sehingga persyaratan untuk sahnya suatu kontrak belum terpenuhi.

8. Teori kepercayaan (vetrouwens theorie)

Teori kepercayaan ini (vetrouwens theorie) ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap terjadi manakala ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.

9. Teori ucapan (uitings theorie)

Menurut teori “ucapan” ini, bahwa suatu kesepakatan kehendak terjadi manakala pihak yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban yang menyatakan bahwa dia telah menerima tawaran tersebut.

10. Teori dugaan (veronderstellings theorie)

(5)

secara patut dapat menduga bahwa pihak lainnya (pihak yang

menawarkan) telah mengetahui isi surat itu.11

Dari kesepuluh teori tersebut di atas, yang sesuai menurut penulis adalah teori

penawaran dan penerimaan (offer and acceptance theory). Hal ini dikarenakan

makna kesepakatan yang “adil” dan “praktis” adalah pada saat seseorang

menawarkan sesuatu kepada orang lain kemudian orang lain tersebut

menerimanya. Kemudian juga teori kehendak inilah yang dengan jelas

menunjukkan terjadinya suatu perjanjian yang memang melibatkan kedua belah

pihak, artinya penerima tawaran secara langsung tahu bahwa ia diberi suatu

tawaran dan pemberi tawaran secara langsung tahu bahwa penerima tawaran

menerima tawarannya. Sedangkan beberapa teori tersebut di atas, ada yang

menggunakan media-media tertentu untuk mengetahui bahwa penerima tawaran

menerima tawaran sehingga mengakibatkan suatu ketidakpastian akan terjadinya

suatu perjanjian karena media-media tersebut bisa saja musnah atau hilang atau

tidak tersampaikan kepada siapa media tersebut ditujukan. Ada juga beberapa

teori lain yang tersebut di atas menganut sifat yang subjektif sehingga juga sulit

untuk menentukan lahirnya suatu perjanjian karena kesepakatan itu seketika

terjadi hanya berdasarkan persepsi dari sebelah pihak saja.

Dalam perjanjian,dikenal banyak asas yang menjadi landasan untuk membuat

suatu perjanjian yang ideal. Beberapa asas yang penting untuk diterapkan dalam

perjanjian yaitu :

      

11

(6)

1. Asas Konsensual

Asas konsensual sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk

lahirnya suatu perjanjian. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas

konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya perjanjian adalah pada saat

terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan

antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum

dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya

kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka

atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah obligatoir, yakni

melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak

tersebut.12

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Salah satu asas dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan

berkontrak (freedom of contract). Artinya para pihak bebas membuat

kontrak dan mengatur isi kontrak itu sepanjang tidak bertentangan

dengan kesusilaan dan undang-undang yang berlaku serta memenuhi

syarat sebagai suatu kontrak.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 KUH Perdata Ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.13

      

12

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.3.

13

(7)

4. Asas Itikad Baik

Di Jerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan syarat-syarat umum mengenai perjanjian, kebebasan berkontrak dianggap ada sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu berdasarkan itikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-kepentingan sendiri,ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian. Keputusan tersebut menunjukkan bahwa itikad baik menguasai para pihak pada periode pra perjanjian, yaitu dengan memerhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap pra perjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat

diperhatikan oleh pihak lainnya.14

5. Asas Kepastian Hukum

Dalam membuat suatu perjanjian yang dilakukan oleh seseorang tidak selamanya memiliki kekuatan hukum. Ada juga perjanjian yang tidak memiliki kekuatan hukum (natuurlijke verbintenis) dimana maksudnya adalah tidak memiliki akibat hukum (rechtsgevolg) yang mengikat. Misalnya perjanjian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya. Kemudian juga ada perjanjian yang memiliki kekuatan hukum yang tidak sempurna dimana ketidaksempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksakan pemenuhan prestasi. Contoh perjanjian yang memiliki kekuatan hukum tidak sempurna seperti terdapat dalam Pasal 1788 KUH Perdata mengenai hutang yang timbul dari hasil perjudian dan taruhan. Melihat karakter natuurlijke verbintenis ini, timbul suatu pendapat yang menganggap hakekatnya berada di luar perjanjian perdata yang lazim, sebab lazimnya suatu perjanjian perdata pada umumnya melekat di dalamnya “hak memaksa” yang diberikan kepada kreditur apabila debitur tidak memenuhi perjanjiaan yang dilakukannya.

Dan yang terakhir adalah suatu perjanjian yang sebenarnya secara hukum perdata yaitu perjanjian yang sempurna daya kekuatan hukumnya (volledige rechtswerking). Dalam perjanjian ini pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika dia ingkar secara sukarela melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum

      

14

(8)

menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi

riel, ganti rugi (schade vergoeding).15

Asas-asas inilah yang menjadi landasan kuat untuk membuat suatu perjanjian

yang sah dan sesuai dengan hukum perjanjian dimana asas ini akan selalu ada dan

mungkin semakin berkembang demi menciptakan kepastian hukum. Memang

masih banyak asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas bersifat obligatoir, asas

berlakunya suatu perjanjian dan lain sebagainya. Namun empat asas di ataslah

yang akan dan harus tersirat dalam suatu perjanjian yang sah.

B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dinyatakan sah apabila memenuhi unsur-unsur dalam

Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata merupakan instrumen pokok

untuk menguji keabsahan perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Dalam Pasal

1320 BW tersebut terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu

kontrak, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan.16

Keempat hal itu dikemukakan sebagai berikut.

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak

      

15

M.Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. (Bandung: Alumni, 1986). Hal.9

16

(9)

itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis

b. Bahasa yang sempurna secara lisan

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak

lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya

e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak

lawan

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa dikemudian hari.

2. Kecakapan untuk membuat perikatan

Kecakapan untuk membuat perikatan adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum :

a. Anak dibawah umur

b. Orang yang ditaruh dalam pengampuan

c. Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam

perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang mencabut Pasal 108 dan 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di muka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Sehingga setelah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut maka seorang wanita yang sudah menikah dapat melakukan suatu perjanjian dengan orang lain.

3. Suatu hal tertentu

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek

perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang

menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi

(10)

a. Memberikan sesuatu

b. Berbuat sesuatu

c. Tidak berbuat sesuatu

Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian

adalah menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan

membayar upah. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan,

dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B dengan harga Rp500.000,00. Ini berarti bahwa objeknya itu adalah lemari, bukan benda lainnya.

4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal. Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang halal. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927

mengartikan oorzaak sebagai suatu yang menjadi tujuan para pihak.

Contohnya A menjual sepeda motor kepada B. Akan tetapi sepeda yang dijual oleh A itu adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai tujuan dari pihak B. Karena B menginginkan barang yang

dibelinya itu barang yang sah.17

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula

perjanjian itu dianggap tidak ada.18

NBW ( Nu Burgerlijk Wetboek) atau KUH Perdata baru di Belanda sendiri

terkait dengan syarat sahnya kontrak telah mengadakan pembaharuan,

sebagaimana terdapat dalam Buku III tentang Hukum Harta Kekayaan Pada

Umumnya (vermogensrecht in Het Algemeen) dan buku VI Tentang Bagian

      

17

Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,2003),hal.33-34

18

(11)

Umum Hukum Perikatan (algemeen Gedeelte van Het Verbintenissenrecht).

Syarat sahnya kontrak menurut NBW tersebar dalam berbagai pasal dengan

substansi pokok, yaitu:

1. Kesepakatan;

2. Kemampuan bertindak;

3. Perjanjian yang dilarang ( gabungan Syarat “hal tertentu” dan syarat

“kausa yang dilarang”).19

Baik syarat sah yang diatur dalam KUH Perdata (BW) maupun NBW secara

garis besar memiliki makna dan penerapan yang sama dalam peraturan hukumnya.

Semua harus tetap harus dipenuhi agar suatu perjanjian yang dibuat memenuhi

syarat sehingga apabila terjadi suatu konflik di belakang hari maka perjanjian

yang berbentuk tertulis tersebut dapat menjadi suatu alat yang cukup kuat untuk

dijadikan barang bukti yang sah sehingga pihak yang wanprestasi kelak tidak bisa

memungkiri dan menyangkal apa yang telah diperjanjikan.

C.Bentuk-bentuk Umum Perjanjian

Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk

perjanjian. Namun bila kita menganalisis berbagai ketentuan yang tertera dalam

KUH Perdata BW maka kontrak itu dapat secara umum dibagi menjadi dua yaitu

perjanjian tertulis dan perjanjian tidak tertulis.

Perjanjian tidak tertulis atau lisan adalah perjanjian yang dibuat oleh para

pihak cukup dengan lisan ataupun hanya berdasarkan kesepakatan dari para

      

19

(12)

pihaknya saja. Dengan adanya konsensus maka perjanjian telah terjadi. Termasuk

ke dalam ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Perbedaan ini diilhami dari

Hukum Romawi. Dalam Hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata

sepakat melainkan juga harus diucapkan dengan kata-kata yang suci dan juga

harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensual

adalah suatu perjanjian yang ada apabila ada kesepakatan para pihak sedangkan

perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata

atau riil.

Perjanjian tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam

bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat dalam perjanjian hibah yang harus

dilakukan dengan Akta Notaris ( Pasal 1682 KUH Perdata). Perjanjian ini dibagi

menjadi dua macam yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan Akta Notaris.

Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditanda tangani oleh

para pihak. Sedangkan akta autentik adalah akta yang dibuat di hadapan notaris

ataupun notaris itu yang membuat perjanjian itu. Kemudian ada juga bentuk

perjanjian standar dimana perjanjian ini biasanya sudah mempunyai klausul yang

tertuang dalam formulir artinya sudah ditentukan terlebih dahulu isinya oleh salah

satu pihak, misalnya perjanjian antara nasabah dengan bank yang sudah

mempunyai bentuk perjanjian baku.

Para ahli dibidang perjanjian tidak mempunyai kesatuan tentang pembagian

perjanjian. Ada ahli yang mengkaji perjanjian tersebut berdasarkan hukumnya,

namanya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya.

(13)

1. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

2. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan

dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

3. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

4. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

5. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan

publieckrechtelijk overeenkomst.20

Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua macam perjanjian

berdasarkan namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian

innominaat (tidak bernama). Yang dimaksud dengan perjanjian bernama adalah

perjanjian yang pengaturannya terdapat di dalam KUH Perdata (BW), yaitu

perjanjian jual-beli, pinjam-pakai, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan

perdata, hibah, penitipan barang, pinjam-meminjam, penanggung utang,

pemberian kuasa, perdamaian, dan lain sebagainya. Sedangkan perjanjian tidak

bernama adalah perjanjian yang tidak tertera pengaturannya dalam KUH Perdata

dimana perjanjian ini muncul seiring dengan berkembangnya masyarakat, yaitu

leasing, beli-sewa, franchise, joint venture, production sharing, kontrak karya,

keagenan dan lain sebagainya.

Vollmar mengemukakan bahwa ada perjanjian campuran yaitu perjanjian yang merupakan penggabungan dari perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Misalnya kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa).

Perjanjian campuran ini disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu

ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang

paling menonjol (HR,12 April 1935), sedangkan pada tahun 1947 Hoge Raad

      

20

Salim H.S., Op.Cit, hal.27.

(14)

menyatakan diri (HR, 21 Februari1947) secara tegas sebagai penganut teori

kombinasi.21

Kemudian perjanjian juga dapat dilihat dari hak dan kewajiban para pihak,

yaitu perjanjian timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang

dilakukan para pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok

seperti pada jual-beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini terbagi

menjadi dua yaitu :

1. Perjanjian timbal balik tidak sempurna , dimana menimbulkan kewajiban

pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di

sini tampak ada prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain.

Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk

melaksanakan pesan yang dikenakan di atas pundaknya oleh orang

pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan

kewajiban-kewajibannya tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau

olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus

menggantinya.

2. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan

kewajiban-kewajiban hanya pada satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah

perjanjian pinjam-mengganti.

Selain tersebut di atas, ada juga perjanjian berdasarkan larangannya.

Perjanjian berdasarkan larangannya adalah perjanjian dari aspek tidak

diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan

      

21

(15)

dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum disebabkan perjanjian itu

mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Di dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi tiga belas

jenis, yaitu:

1. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produk dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan perjanjian monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

2. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini adalah suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan dan perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.

3. Perjanjian dengan harga yang berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat

antara pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli untuk barang dan atau jasa yang berbeda.

4. Perjanjian dengan harga di bawah pasar, yaitu perjanjian yang dibuat

antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga yang berbeda di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

5. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa penerimaan barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan itu dilakukan dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan persaingan yang tidak sehat.

6. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

(16)

Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

7. Perjanjian pemboikotan, yaitu perjanjian yang dilarang, yang dibuat

pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

8. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.

9. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan

pelaku usaha lainnya untuk melakukan kerjasama dengan membentuk

gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap

menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing anggota perseroannya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat.

10. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lainnya yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

11. Perjanjian integrasi vertikal,yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha lain, yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu, setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun yang tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

12. Perjanjian tertutup yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

(17)

13. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang di buat antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau

persaingan tidak sehat.22

Dari berbagai jenis perjanjian yang dipaparkan di atas maka jenis perjanjian

yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu kontrak

nominaat dan innominaat. Dari perjanjian bernama dan tidak bernama inilah maka

lahir perjanjian dari segi bentuk, sumber hukum, maupun aspek larangannya,

misalnya saja perjanjian bernama jual beli maka lahirlah perjanjian obligatoir.

D.Pengertian Perseroan Terbatas Secara Umum

Perseroan Terbatas (PT) merupakan persekutuan yang berbentuk badan

hukum. Badan hukum dalam Bahasa Belanda disebut dengan rechtpersoon.

Badan hukum adalah himpunan dari orang sebagai perkumpulan, baik

perkumpulan itu diadakan atau diakui oleh Pejabat Umum, maupun perkumpulan

itu diterima sebagai diperolehkan atau telah didirikan untuk maksud tertentu yang

tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik ( Pasal 1653

KUH Perdata). Badan hukum dilihat dari segi kewenangannya maka terbagi

menjadi dua yaitu kewenangan atas harta kekayaan dan kewenangan untuk

mempunyai hak dan mempunyai kewajiban.

Dari pengertian lain, badan hukum juga dapat didefenisikan kumpulan

orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai dari pembentukan

badan hukum, memiliki harta kekayaan, kewajiban dan hak serta terorganisir. Dari

pengertian tersebut di atas maka kita dapat menguraikan unsur-unsur yang harus

dimiliki suatu badan hukum, yaitu:       

22

(18)

1. Mempunyai tujuan tertentu

2. Mempunyai harta kekayaan

3. Mempunyai hak dan kewajiban

4. Mempunyai organisasi.

Sedangkan Perseroan Terbatas sendiri, di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK) tidak diberikan defenisi yang jelas. Namun dalam Pasal 36, 40, 42, 45 KUHD akan didapati unsur-unsur dari suatu Perseroan Terbatas, yaitu:

1. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing

pesero ( pemegang saham ), dengan tujuan untuk membentuk sejumlah

dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan;

2. Adanya pesero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal

saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan kekuatan tertinggi dalam

organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan

Direksi dan Komisaris, berhak menetapkan garis-garis kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Dasar;

3. Adanya pengurus (Direksi) dan Komisaris yang merupakan satu kesatuan

pengurus dan pengawas terhadap perseroan dan tanggung jawabnya

terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan Anggaran Dasar dan

atau keputusan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).23

Walaupun tidak terdapat pengertian secara langsung dari Perseroan Terbatas

namun unsur-unsur yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang

(WvK) tersebut sudah cukup dapat untuk membedakan Perseroan Terbatas dengan

badan usaha yang lainnya seperti CV, Firma, Koperasi dan yang lainnya.

Perbedaan yang sangat mencolok dari Perseroan Terbatas dibandingkan dengan

      

23

(19)

badan usaha yang belum berbadan hukum adalah bahwa harta kekayaan Perseroan

Terbatas terpisah dari harta pribadi pemegang sahamnya. Sebenarnya unsur-unsur

yang terdapat dalam KUHD ini sudah cukup untuk menggambarkan suatu badan

usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 1 Angka (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang

dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang PT serta peraturan

pelaksananya.

Perseroan Terbatas di dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamloze

Venootschap atau disingkat NV. Pada umumnya PT dibentuk dengan tujuan untuk

menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas

saham-saham. Ditinjau dari cara menghimpun modal perseroan, maka Perseroan

Terbatas dapat dibedakan menjadi:

1. PT Terbuka

PT Terbuka adalah suatu PT dimana masyarakat luas dapat ikut serta

menanamkan modalnya dengan cara membeli saham yang ditawarkan

oleh PT Terbuka melalui bursa dalam rangka memupuk modal untuk

investasi PT atau dewasa ini disebut “PT yang go-public”. Biasanya PT

Terbuka ini memiliki singkatan Tbk pada akhir nama PT, misalnya PT

(20)

2. PT Tertutup

Perseroan Terbatas Tertutup adalah Perseroan Terbatas yang didirikan

dengan tidak menjual sahamnya kepada masyarakat luas, yang berarti

tidak setiap orang dapat ikut menanamkan modalnya. Biasanya Perseroan

Terbatas tertutup ini dimiliki oleh pemegang-pemegang saham yang

memiliki ikatan keluarga maupun kerabat.

3. PT Perseorangan

Perseroan Terbatas Perseorangan berarti bahwa saham-saham dalam

Perseroan Terbatas tersebut dikuasai oleh seorang pemegang saham. Hal

ini dapat terjadi setelah melalui proses pendirian Perseroan Terbatas itu

sendiri. Pada waktu pendirian Perseroan Terbatas, terdapat lebih dari

seorang pemegang saham, yang kemudian beralih menjadi berada pada

seorang pemegang saham karena pemegang saham itu ingin menjual

sahamnya. Hal ini sebenarnya tidak boleh berlangsung terus menerus,

pemilik Perseroan Terbatas harus segera mencari investor untuk membeli

saham Perseroan Terbatas tersebut sehingga pemegang saham tidak

hanya satu orang saja.

E.Dasar Hukum Terbentuknya Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas diatur pertama sekali dalam Kitab Undang-undang

Hukum Dagang (WvK) yang aslinya berasal dari Belanda yang dianut oleh

Indonesia sejak tahun 1948 yang merupakan konsekuensi dari penerapan asas

(21)

kurang lebih lima puluh tahun, pada tanggal 7 Maret 1995 Indonesia memiliki

undang-undang nasional sendiri yang mengatur mengenai badan hukum Perseroan

Terbatas, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995. Dalam Undang-undang

Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 ini, pembuat undang-undang dengan

tegas menyatakan bahwa Pasal 36-56 KUHD yang mengatur mengenai Perseroan

Terbatas dan perubahannya dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

ekonomi dan dunia usaha baik nasional maupun internasional.

Selain itu juga, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 ini juga merupakan

bentuk unifikasi atas dua ketentuan yang mengatur bentuk usaha berbadan hukum

yaitu, KUHD sendiri dan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op

de Indonesische Maatschapij op Aandeleen). Setelah dua belas tahun berlaku,

pada 16 Agustus 2007, Pemerintah mengundangkan Undang-undang Perseroan

Terbatas yang baru, yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Setidaknya

terdapat empat alasan pokok diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun

2007 ini, yaitu:

1. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi

2. Tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, berkepastian hukum

serta pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan korporasi yang baik

3. Memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut organ

perseroan, yang termasuk di dalamnya tugas dan tanggung jawab Direksi dan dewan komisaris.

4. Menegaskan bahwa tujuan perseroan tidak semata-mata untuk

mencarikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemegang saham tetapi juga ditujukan bagi pemangku kepentingan dan lingkungan

hidup.24

      

24

(22)

Perseroan Terbatas yang ada sebelum dikeluarkannya Undang-undang Nomor

40 Tahun 2007 banyak yang menjalankan usahanya hanya untuk kepentingan

perseroan itu saja. Banyak Perseroan Terbatas yang berusaha dalam bidang

industri menjalankan perusahaannya sampai merusak lingkungan sampai

membuat kesehatan masyarakat sekitar terganggu. Hal ini dapat terjadi karena

pendirian Perseroan Terbatas yang berusaha dalam bidang industri tersebut

dibangun di dekat pemukiman masyaratkat. Pemerintah Indonesia belum

benar-benar menerapkan wilayah industri yang tepat agar tidak mengganggu kehidupan

masyarakat umum

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, diharapkan dapat menjadi peraturan

yang komprehensif melingkupi berbagai aspek perseroan dan menjadi dasar

hukum terbentuknya Perseroan Terbatas, yang pada akhirnya mencapai tujuan

dari peraturan ini yaitu memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta lebih

memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha.

F. Pembagian Wewenang dan Tanggung Jawab Dalam Perseroan Terbatas Di dalam ketentuan umum Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40

Tahun 2007, yang termasuk organ Perseroan Terbatas adalah Rapat Umum

Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Ketiga organ Perseroan

Terbatas ini memiliki wewenang dan tanggung jawab masing-masing, berikut

pembagian wewenang dan kewajibannya :

(23)

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan pemegang kekuasaan

tertinggi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada

Direksi atau Komisaris dalam Perseroan Terbatas, yang merupakan suatu

wadah bagi para pemegang sahamnya untuk menentukan operasional dari

Perseroan Terbatas.

Dalam forum Rapat Umum Pemegang Saham, pemegang saham berhak

memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi

dan atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara

rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan Terbatas.

Dalam membuat suatu keputusan maka para pemegang saham harus

seluruhnya hadir ataupun dapat diwakilkan. Rapat Umum Pemegang

Saham biasanya dilakukan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat

perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama namun untuk

agenda tertentu apabila seluruh pemegang saham hadir maka Rapat

Umum Pemegang Saham dapat dilakukan dimana saja sepanjang masih

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rapat Umum Pemegang Saham terdiri atas Rapat Umum Pemegang

Saham tahunan yang dilakukan paling lambat enam bulan setelah tahun

buku berakhir dan Rapat Umum Pemegang Saham lainnnya yang

dilakukan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan

Perseroan.

Rapat Umum Pemegang Saham diselenggarakan oleh Direksi dengan

(24)

Pemegang Saham. Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilakukan atas

permintaan dari satu orang atau lebih pemegang saham yang

bersama-sama mewakili sepersepuluh atau lebih dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara dan bisa juga Rapat Umum Pemegang Saham

dilakukan atas permintaan Dewan Komisaris.

Rapat Umum Pemegang Saham membuat keputusan dengan

menggunakan sistem pemungutan suara dimana setiap saham yang

dikeluarkan mempunyai satu hak suara. Rapat Umum Pemegang Saham

dapat dilangsungkan apabila setengah bagian dari seluruh jumlah saham

atau lebih dengan hak suara hadir atau diwakili, apabila tidak terpenuhi

maka dilakukan pemanggilan kedua dimana dalam pemanggilan tersebut

diberi keterangan bahwasanya Rapat Umum Pemegang Saham pertama

telah dilangsungkan dan tidak mencapai korum. Dalam Rapat Umum

Pemegang Saham yang kedua ini dapat dilakukan apabila sepertiga

bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili. Apabila

Rapat Umum Pemegang Saham kedua ini tidak dapat terlaksana juga

karena kekurangan anggota pemegang saham yang hadir maka Direksi

memohonkan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham ke

Pengadilan Negeri.

2. Direksi

Direksi sebagai organ yang bertindak mewakili dan melakukan

pengurusan perseroan sehari-hari berkewajiban untuk meningkatkan

(25)

tujuan Perseroan Terbatas. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direksi

diberi wewenang yang dapat mendukung untuk tercapainya hasil yang

optimal dalam pengurusan perseroan.

Secara umum, tanggung jawab Direksi terbatas pada on behalf (untuk

dan atas nama) perseroan yang terdiri atas:

a. Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan

b. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah Rapat

Umum Pemegang Saham dan risalah Direksi

c. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perseroan

d. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan

perseroan

e. Memberi kuasa tertulis kepada satu orang karyawan atau lebih

atau kepada orang lain untuk dan atas nama perseroan

melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang

diuraikan dalam surat kuasa

f. Melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki

anggota Direksi yang bersangkutan dan atau keluarganya

dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat

dalam daftar khusus

g. Dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kepengurusan

(26)

Direksi atau anggota Direksi ( dalam hal Direksi memiliki 2 anggota atau

lebih) bertanggung jawab secara penuh apabila perseroan mengalami

kerugian akibat kelalaian Direksi. Direksi tidak bertanggung jawab atas

kerugian perseroan secara pribadi apabila:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahannya

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan

kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan Perseroan Terbatas

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung

maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang

mengakibatkan kerugian

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau

berlanjutnya kerugian tersebut.

3. Dewan Komisaris

Yang dapat diangkat menjadi Dewan komisaris adalah orang

perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam

waktu lima tahun sebelum pengangkatannya pernah dinyatakan pailit

atau menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dan

atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan

negara maupun yang berkaitan dengan sektor keuangan.

(27)

a. Melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya

pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun

usaha perseroan dan memberi nasehat kepada Direksi

b. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang

anggota merupakan majelis dan setiap anggotanya tidak dapat

bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan

Dewan Komisaris

c. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan

salinannya

d. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan

sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan

Perseroan lain

e. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah

dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Sedangkan untuk pertanggungjawaban Dewan Direksi apabila lalai,

pengaturannya sama dengan Direksi.

f. Perusahaan Jasa Bidang Konstruksi Pada Umumnya

Dengan adanya perjanjian kerja konstruksi maka tentu ada pihak-pihak yang

terlibat di dalamnya. Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian konstruksi ini

disebut dengan peserta dalam perjanjian konstruksi ini. Adapun perserta inti atau

(28)

prinsipal (pemberi tugas/ pemimpin proyek/aanbesteder/bouwheer) dan penyedia

jasa (rekanan/contractor/).

Pemberi tugas atau bouwheer dapat berupa badan usaha yang tidak berbadan

hukum maupun badan usaha yang berbadan hukum, instansi Pemerintah, atau

swasta. Sedangkan kontraktor dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994

tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara adalah konsultan

perorangan, perusahaan atau cabangnya yang didirikan/ mendapat izin usaha di

kabupaten/kotamadya tempat lokasi proyek dan yang pimpinan perusahaan serta

karyawannya sebagian besar adalah penduduk daerah yang bersangkutan.

Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan yaitu usaha kecil selaku

pelaksana konstruksi hanya dapat melakukan pekerjaan konstruksi yang beresiko

kecil, yang berteknologi sederhana dan yang berbiaya kecil. Pekerjaan konstruksi

yang beresiko besar dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh

badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang

Jasa Konstruksi, penyedia jasa konstruksi adalah orang perseorangan atau badan

yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. Kemudian di

dalam Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut menjelaskan bahwa untuk

mendirikan suatu perusahaan jasa konstruksi maka terlebih dahulu membentuk

suatu badan usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum,

sehingga proses pendirian perusahaan konstruksi ini juga sama dengan proses

(29)

Kemudian setelah itu agar perusahaan konstruksi tersebut dapat beraktifitas

dalam artian mengerjakan proyek konstruksi menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 2008 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi maka

diperlukan juga mengikuti proses sertifikasi dan kualifikasi usahanya. Sertifikasi

ini dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) atau oleh

asosiasi yang telah mendapat akreditasi dari Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nasional seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Peraturan Lembaga

Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 11 Tahun 2006 tentang Registrasi Usaha

Jasa Pelaksana Konstruksi.

Dalam proses sertifikasi ini dilakukan klasifikasi dan kualifikasi keahlian

badan usaha yang akan menjadi perusahaan konstruksi tersebut yang kemudian

tertuang dalam bentuk Sertifikat Badan Usaha (SBU). Ketentuan mengenai SBU

diatur dalam Undang-undang Nomor18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan

peraturan perundang-undangan di bawahnya, antara lain Peraturan Pemerintah

Nomor 28 dan 29 Tahun 2000 beserta peraturan perubahannya. Menurut

undang-undang tersebut ada tiga hal yang minimal harus dimiliki oleh sebuah BUJK (

Badan Usaha Jasa Konstruksi ) untuk dapat mengikuti proses pengadaan jasa

konstruksi adalah :

1. Sertifikat Badan Usaha

2. Izin Usaha Jasa Konstruksi

(30)

Meskipun demikian mengingat UU tersebut diinisiasi oleh Kementerian

Pekerjaan Umum maka penjelasan lebih lanjut tentang Sertifikat Badan Usaha

sudah habis, maka tidak dapat dipergunakan lagi untuk mengikuti pengadaan

barang dan jasa Pemerintah, karena hal tersebut akan diatur dalam Peraturan

Pemerintah mengenai jasa konstruksi. Namun mengacu kepada Surat Edaran

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/SE/M/2010, Sertifikat Badan Usaha,

Sertifikat Keahlian Kerja dan Sertifikat Keterampilan Kerja yang belum

diperpanjang, tetap dapat digunakan sebagai pemenuhan persyaratan khusus untuk

pelaksanaan pelelangan pekerjaan konstruksi Pemerintah dan Pemerintah Daerah

untuk tahun anggaran 2011 yang dilaksanakan mulai akhir tahun 2010.

Menurut ketentuan Menteri Pekerjaan Umum yang baru yaitu Peraturan

Menteri Nomor 8 Tahun 2011, Sertifikat Badan Usaha yang diterbitkan sebelum

aturan ini diterbitkan hanya dapat digunakan sampai dengan 1 Agustus 2012,

karena harus disesuaikan dengan kualifikasi dan klasifikasi usaha baru yang diatur

dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut. Untuk pekerjaan konstruksi,

di samping persyaratan kekayaan bersih dan omset juga disyaratkan ketersediaan

tenaga ahli dan peralatan.

Setelah mendapatkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) tersebut maka

perusahaan konstruksi tersebut harus juga mendapatkan Izin Usaha Jasa

Konstruksi (IUJK) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota tempat

perusahaan konstruksi itu berdomisili, hal ini tercantum dalam Bab II Pasal 1

(31)

369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi

Nasional.

Untuk pekerjaan konstruksi ini sendiri apabila Pemerintah yang menjadi

pemberi tugas maka biasanya Pemerintah akan menunjuk ataupun mengadakan

tender pada perusahaan yang berada dalam satu kabupaten/kota yang sama dengan

lokasi tempat proyek akan dilakukan. Namun bilamana di kabupaten/kotamadya

tersebut tidak terdapat perusahaan setempat yang memenuhi persyaratan maka

pengertian setempat secara berurutan sebagai berikut:

1. Beberapa kabupaten/kotamadya yang terdekat dalam satu propinsi; atau

2. Beberapa kabupaten/kotyamadya lainnya dalam, satu propinsi; atau

3. Beberapa kabupaten/kotamadya propinsi terdekat; atau

4. Beberapa kabupaten/kotamadya dari propinsi lainnya.

Demikianlah bagaimana sebuah Badan Usaha Jasa Konstruksi ataupun

perusahaan konstruksi melakukan kegiatan usahanya mulai dari pendirian sampai

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik dari pendekatan inkuiri ini adalah guru tidak mengkomunikasikan pengetahuan, tetapi membantu siswa untuk belajar bagi mereka sendiri,

rumusan penelitian ini adalah “adakah hubungan tingkat kemampuan a ktivitas dasar sehari- hari dengan tingkat depresi pada lansia di Panti Wredha Budhi Dharma

Pelaksanaan pembelajaran Aswaja pada kelas Intensive telah dilakukan pendidik sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat. pada tahap

Kalindaqdaq dalam bahasa Mandar merupakan salah satu jenis karya sastra tradisional berupa pantun atau suatu bentuk perasaan seseorang yang diungkapkan dengan

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Niat Wajib Pajak Dalam Penggunaan Sistem E-Filing (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak

Bulan berbentuk bulat mirip seperti planet. Permukaan bulan berupa dataran kering dan tandus, banyak kawah, dan juga terdapat pegunungan dan dataran tinggi. Bulan tidak memiliki

Hal ini menunjukkan jika budaya organisasi dapat mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan maka, maka karyawan akan bekerja dengan baik

Sadece kuvarslar değil, tüm değerli taşlar birçok yararlı yolda kullanılabilirler; takı olarak kullanıldıkları zaman, bunların elektromanyetik güçleri eterik beden