• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Di Kota Kediri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Di Kota Kediri)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh gelar Sarjana Srata I ( S1) Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Oleh

Aditya Prihartono Utomo Nim : 41807174

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(3)
(4)

iv

Budaya daerah Jawa terkenal akan kesenian yang begitu kental dan memiliki harmonisasi indah yang masih dekat dengan sejarah masa-masa kerjaan dahulu, kebudayaan tersebut bisa dilihat dari kesenian tradisional yaitu musik Campursari, musik Campursari tak bisa lepas dari seorang penyanyinya yang biasa disebut Sinden. Sinden merupakan adat dari Jawa, berupa nyanyian lagu tradisional yang dibawakan oleh seorang wanita muda yang mengenakan kebaya lengkap dengan selendang panjang. Sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya. Sinden yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Banyak sinden- sinden lokal yang telah terlahir dan memiliki prestasi dari Kota Kecil di provinsi jawa Timur, di Kota ini banyak sekali terdapat sinden-sinden yang sudah banyak dikenal oleh para dalang-dalang professional, meski dunia kesenian tradisional mulai surut peminatnya, namun para sinden-sinden tersebuut tetap berkarya dan saat ini nama sinden sudah mulai di perhitungkan kembali di dunia musik bangsa ini.

(5)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.

(6)

kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).

(7)

serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Menurut Ki Mujoko Raharjo (1997:24) Sinden berasal dari kata

“pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan

(melantunkan lagu). Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Pada zaman dahulu waranggana adalah satu-satunya wanita dalam panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan. Sinden memang seorang wanita yang menyanyi sesuai dengan gendhing yang di sajikan baik dalam klenengan maupun pergelaran wayang. Istilah Sinden juga digunakan untuk menyebut hal yang sama di beberapa daerah seperti Banyumas, Yogyakarta, Sunda, Jawa Timur dan daerah lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.

(8)
(9)
(10)

halus dan lembut, selain itu para calon Sinden tersebut juga harus belajar mempercantik penampilan mereka dengan riasan khas budaya jawa, yaitu wanita dengan berbusana kebaya lengkap dengan aksesoris selendang dan sanggul konde. Menurut para penikmat campursari, seorang Sinden bisa terkenal karena penampilannya di saat dia membawakan lagu-lagu jawa dengan pesona yang dia miliki yang dia suguhkan untuk para penonton kesenian Campursari dan pewayangan. Tak jarang pula profesi ini juga mengalami pasang surut popularitasnya, di saat orang mulai bosan dengan keindahan sosok Sinden yang sebelumnya maka para penikmat Sinden tersebut akan mencari Sinden yang lebih berkualitas dari Sinden-Sinden yang sebelumnya, hal inilah yang membuat persaingan profesi penyanyi Sinden Campursari juga menumbuhkan perjuangan mempertahankan eksistensi demi mendapatkan citra baik di mata penikmat musik Campursari di provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah khususnya Kota Kediri.

Gambar 1.1 Sinden Campursari

(11)

interaksi keseharian mereka, hal ini merupakan sebuah konsep diri yaitu sebuah pencitraan diri yang diciptakan oleh lingkungan sekitarnya di saat dia berinteraksi. George Herbert Mead mengembangkan teori dan konsep yang dikenal sebagai Interaksionisme Simbolik. Berdasar dari beberapa konsep teori dari tokoh-tokoh yang mempengaruhinya beserta pengembangan dari konsep-konsep atau teori-teori tersebut, Mead mengemukakan bahwa dalam teori-teori Interaksionisme Simbolik, ide dasarnya adalah sebuah simbol, karena simbol ini adalah suatu konsep mulia yang membedakan manusia dari binatang. Simbol ini muncul akibat dari kebutuhan setiap individu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dan dalam proses berinteraksi tersebut pasti ada suatu tindakan atau perbuatan yang diawali dengan pemikiran. Dalam tinjauannya di buku Mind, Self and Society, Mead berpendapat bahwa bukan pikiran yang pertama kali muncul, melainkan masyarakatlah yang terlebih dulu muncul dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada dalam diri masyarakat tersebut. Dan analisa George Herbert Mead ini mencerminkan fakta masyarakat atau yang lebih umum disebut kehidupan sosial menempati prioritas dalam analisanya, dan Mead selalu memberi prioritas pada dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial karena keseluruhan kehidupan sosial mendahului pikiran individu secara logis maupun temporer. Kelompok sosial hadir lebih dulu dan dia mengarah pada perkembangan ( George Herbert Mead , 2007:96)

(12)

budaya serta keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah. Hal ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak mau tahu akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap “keren”.

Banyak dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk asing, mengembangkan pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga melanda pada bahasa yang mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya mereka. Banyak dari remaja yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.

(13)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengindentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akan di teliti yaitu :

1.2.1 Rumusan Pertanyaan Makro

Bagaimana Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi Konsep Diri Sinden Campursari Kota Kediri)

1.2.2 Rumusan Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana Sinden Campursari Kota Kediri memaknai diri (self) nya di lingkungannya di Kota Kediri ?

2. Bagaimana Society memaknai seorang Sinden Campursari di lingkungannya di Kota Kediri ?

- Keluarga.(keluarga inti)

- Teman ( teman bermain dan seprofesi) - Lingkungan ( lingkungan tempat tinggal)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

(14)

1. Untuk mengetahui Sinden Campursari Kota Kediri memaknai diri (self)nya dalam lingkungannya di Kota Kediri

2. Untuk mengetahui Society memaknai seorang Sinden Campursari di dalam bidang lingkungannya di Kota Kediri ?

- Keluarga. - Teman - Lingkungan

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan keilmuan yang berhubungan dengan masalah penelitian tentang konsep diri Sinden Campursari di Kota Kediri dalam mempertahankan budaya warisan jawa budaya Indonesia.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Kegunaan Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai profesi Sinden Campursari di Kota Kediri.

2. Kegunaan Bagi Universitas

(15)

melaksanakan penelitian pada kajian yang sama. 3. Kegunaan bagi Masyarakat

(16)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.1.1.1Skripsi Yoerdi Avrizal (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi)

Yoerdi Avrizal, KXO 050735, 2005, Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, “Konsep Diri Anak Indigo”. HGj.

Jenny Ratna Suminar, Dra., M. Si., sebagai pembimbing utama dan Pramono Benjamin, Drs., M. Pd., sebagai pembimbing pendamping.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep diri anak indigo.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi fenomenologi.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terus terang atau tersamar, wawancara mendalam, tidak terstruktur tetapi terfokus.Informant yang terlibat dalam penelitian ini ada lima anak indigo yang tergabung dalam Yayasan Peduli Pendidikan Anak Indigo (YPPAI).

(17)

karena tidak dimiliki oleh orang lain. Anak indigo mengendalikan dirinya dalam menghadapi kemampuannya yaitu dengan menggunakan kemampuannya hanya untuk hal yang positif dan mereka selalu berhati-hati dalam berbicara untuk menghindari sesuatu yang membuat kepanikan masyarakat.

2.1.1.2Skripsi I Gusti Putu Murni (Universitas Padjadjaran Jurusan Manajemen Komunikasi)

I Gusti Putu Murni, KXO03448, Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Judul penelitian : “Konsep Diri dan Self

Disclosure Waria (Studi Kualitatif Dengan Pendekatan Fenomenologi Mengenai Konsep Diri Self Disclosure Waria Dalam Melakukan Komunikasi Antar Pribadi di Bandung)”. Dosen pembimbing utama Prof. Dr. H. Engkus Kuswarno, Drs,

M.S, dan pembimbing pendamping Slamet Mulyana, Drs, M.I.Kom Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang kehidupan waria, bagaimana konsep diri waria, bagaimana self disclosure waria dalam melakukan komunikasi antarpribadi.

(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya yang melatar belakangi seseorang menjadi waria adalah adanya beberapa penyebab yaitu faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosiologis.Kaum waria yang aktif di lingkungan organisasi Srikandi Pasundan memiliki konsep diri yang cukup positif. Mereka memandang dunianya dari sisi konstruktif, mereka dapat menerima diri sendiri sebagai seorang waria apa adanya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang diri sendiri dengan baik, mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, dapat menghadapi kehidupan selalu bertindak dengan keberanian dan spontan, ingin memberikan kontribusi bagi kaum waria lainnya. Hal ini tidak terlepas dari proses interaksi dalam menyerap pandangan-pandangan positif dari lingkungan kerjanya. Kaum waria umumnya melakukan self disclosure kepada kakak perempuan mereka dan lebih berani mengungkapkan diri kepada teman perempuan dibandingkan teman laki-laki, dan memperoleh umpan balik yang positif setelah melakukan self-disclosure dan dapat mempererat suatu hubungan.

2.1.1.3Skripsi Sarah Siti Zakiah (Universitas Komputer Indonesia Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas)

KOMUNIKASI REMAJA BROKEN HOME (Studi Fenomenologi Komunikasi Remaja Broken Home Dengan Orang Tuanya di Kota Bandung)

(19)

keluarga, untuk mengetahui realitas sosial remaja broken home, dan juga komunikasi remaja broken home dengan orang tuanya di kota Bandung. Penelitianini menggunakan pendekatan ku alitatif dengan informan yang berjumlah 8 (delapan) orang. Data diperoleh m elalui wawancara mendalam, observasi, studi literatur, internet searching, jug a triangulasi. Adapun teknik analisis datayang digunakan adalah reduksi data, pe ngumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi. Hasil pene litian menunjukan bahwa

kondisi keluarga broken home merupakan kondisi keluarga yang tidak harm onis,tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera.

Konsep diri dari remaja broken home menunjukkan bahwa mereka berperilaku s esuai dengan penilaian terhadap diri mereka sendiri, yaitu remaja yang berasal dari keluarga tidak harmonis. Selain itu remaja broken home dan orang tua m enyadari pentingnya komunikasi dalam keluarga, namun pada kenyataannya hal tersebut dapat terealisasikan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang terjalin antara remaja broken home dengan orang tuanya tidak berjalan dengan baik dan efektif.

(20)

2.2 Tinjauan Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, jika komunikasi itu bisa diumpakan maka komunikasi akan sama pentingnya seperti udara yang di hidup untuk bernafas pada kehidupan manusia. Sudah semenjak lahir adanya pertukaran pesan manusia dengan orang tua masing-masing yang berlangsung secara tetap dalam kehidupan sehari-hari.dapat kita saksikan adanya bayi yang menangis di saat lapar atau sakit, komunikasi selalu hadir dalam setiap lingkungan di mana manusia berada, sama konstan dan merata seperti pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru kita.

(21)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakarkomunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi teori dan Praktek, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2001: 10).

(22)

apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (Frame of Reference) yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang komunikator kepada komunikan, pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain.

Dalam prosesnya Mitchall. N. Charmley memperkenalkan 5 (lima) komponen yang melandasi komunikasi yang dikutip dari buku Astrid P. Susanto yang berjudul Komunikasi Dalam Praktek dan Teori, yaitu sebagai berikut:

- Sumber (source). - Komunikator (encoder). - Pertanyaan/pesan (message). - Komunikan (decoder). - Tujuan (destination).

(23)

1. Komunikator (komunikator, source, sender). 2. Pesan (message).

3. Media (channel).

4. Komunikan (komunikan, receiver). 5. Efek (effect).

Dari beberapa pengertian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi di atas merupakan faktor penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus. Menurut Deddy Mulyana, Proses komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian yaitu:

1. Komunikasi verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.

2. Komunikasi non verbal

(24)

lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima (Mulyana, 2000: 237).

2.2.1 Unsur-Unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus di pahami, menurut Onong Uchana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut menurut Onong Uchana Effendy adalah sebagai berikut:

Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan. Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang. Komunikan : Orang yang menerima pesan.

Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy: 2002, 6)

2.2.2 Sifat Komunikasi

Onong Uchana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek menjelaskan bahwa komunikasi memiliki sifat-sifat. Adapun beberapa sifat komunikasi tersebut yakni:

(25)

3. Verbal (verbal) - Lisan. - Tulisan.

4. Non verbal (non-verbal)

- Gerakan/isyarat badaniah (gestural) - Bergambar (pictorial) (Effendy, 2002: 7)

Komunikator (pengirim pesan) dalam menyampaikan pesan kepada komunikan (penerima pesan) dituntut untuk memiliki kemampuan dan pengalaman agar adanya umpan balik (feedback) dari si komunikan itu sendiri, dalam penyampaian pesan komunikator bisa secara langsung atau face-to-face tanpa menggunakan media apapun. Komunikator juga bisa menggunakan bahasa sebagai lambang atau simbol komunikasi bermedia kepada komunikan fungsi media tersebut sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya. Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan non-verbal. Verbal dibagi menjadi dua macam yaitu lisan (oral) dan tulisan (written/printed) Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan atau istarat badaniah (gestural) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata, dan sebagainya ataupun menggunakan gambar untuk mengemukakan ide atau gagasan.

2.2.3 Tujuan Komunikasi

(26)

setelah melakukan komunikasi tersebut.Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengemukakan beberapa tujuan berkomunikasi, yaitu:

1. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.

2. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harusmengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yangdiinginkannya, jangan mereka inginkan arah kebarat tapi kitamemberikan jakur ke timur.

3. Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yangdimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus di ingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

4. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti. Sebagai pejabat atau komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.(Effendy. 1993:18).

(27)

2.3 Tinjauan Komunikasi Antarpribadi 2.3.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Menurut Devito (1976) bahwa komunikasi antarpribadi adalah pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut Effendy (1986) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan.Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Dean. C. Barnlund (1968) mengemukakan komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau empat yang mungkin terjadi secara spontan dan tidak berstruktur Roger dalam Depari (1988) mengemukakan komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka dua atau lebih orang.

Menurut Ruesch dan Bateson dalam Lotlejohn (1978), bahwa tingkatan yang paling penting dalam komunikasi manusia adalah komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) yang diartikan sebagai relasi individual dengan orang lain dalam konteks sosialnya. Melalui proses ini individual menyesuaikan dirinya dengan orang lain lewat proses yang disebut transmitting dan receiving (dalam Alo Liliweri, 1997:3).

(28)

yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Menurut Miller dan Steinberg (1975:7) :

“Konsep komunikasi antar pribadi sangat luas dan sekaligus sangat terbatas, asumsi pokok yang terpenting untuk membedakan komunikasi antar pribadi dan non pribadi terletak pada asumsi yang mendasar, jika orang berkomunikasi mereka membuat pikiran tentang efek atau hasil dari tingkah laku komunikasi mereka, bahkan mereka memilih diantara berbagai strategi komunikasi berdasarkan perkiraan-perkiraan atau dugaan-dugaan tentang bagaimana orang menerima pesan yang mungkin dapat diterima.”

Allo Liliweri (1997:13), komunikasi antar pribadi dilakukan melalui proses umum, yaitu pengiriman dan menerima pesan-pesan. Pesan-pesan dalam komunikasi dapat dipahami melalui tiga unsur yaitu :

1. Makna yang terbentuk oleh setiap orang.

2. Simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna. 3. Bentuk organisasi pesan-pesan itu.

2.3.2 Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Menurut Barnlund (1968:67) ada beberapa ciri Komunikasi Antarpribadi yaitu komunikasi antarpribadi selalu

1. Komunikasi antarpribadi selalu terjadi secara spontan dan tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur.

2. Terjadi secara kebetulan.

3. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu.

(29)

Menurut Evert M. Rogers Depari (1988: 65) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi sebagai berikut :

1. Arus pesan cenderung dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi. 5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. Efek yang terjadi antar lain perubahan sikap.

Berdasarkan ciri-ciri komunikasi antarpribadi di atas, dapat dirumuskan beberapa ciri komunikasi antarpribadi yaitu :

1. Spontanitas, terjadi sambil lalu dengan media utama adalah tatap muka. 2. Tidak mempunyai tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu.

3. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang identitasnya kurang jelas. 4. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja.

5. Kerap kali berbalas-balasan.

6. Mempersyaratkan hubungan paling sedikit dua orang dengan hubungan yang bebas dan bervariasi, ada keterpengaruhan.

7. Harus membuahkan hasil.

8. Menggunakan lambang-lambang yang bermakna.

(30)

1. Tahap perkenalan. 2. Tahap persahabatan.

3. Tahap keakrabatan dan keintiman. 4. Hubungan suami dan istri.

5. Hubungan orang tua dan anak. 6. Hubungan persaudaraan.

2.3.3 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antarpribadi

Setiap kegiatan yang dijalankan oleh manusia dikarenakan timbul faktor-faktor yang mendorong manusia tersebut untuk melakukan suatu pekerjaan.Begitu pula dengan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pihak-pihakyang terlibat, didorong oleh faktor-faktor tertentu.Mengapa manusia inginmelaksanakan komunikasi dengan yang lainnya, khususnya jenis komunikasiantarpribadi yang sifatnya langsung dan tatap muka antar pihak yangmelaksanakan kegiatan komunikasi tersebut. Cassagrande berpendapat, manusia berkomunikasi karena:

1. Memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagikebahagiaan.

2. Dia ingin terlibat dalam proses perubahan.

3. Dia ingin berinteraksi hari ini memahami pengalaman masalalu dan mengantisipasi masa depan.

4. Dia ingin menciptakan hubungan baru. (Liliweri, 1997:45)

(31)

orang lain di masa lalu, memperkirakan apakahkomunikasi yang dia lakukan masih relevan untuk memenuhi kebutuhan dimasa datang. Jadi, minat komunikasi antarpribadi didorong oleh pemenuhankebutuhan yang belum atau bahkan tidak dimiliki oleh manusia.Setiap manusia mempunyai motif yang mendorong dia untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.

2.3.3.1Jenis-Jenis Komunikasi Antarpribadi

Seperti komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadipun mempunyai jenis-jenisnya yang berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Menurut Onong Uchjana Effendy bahwa Secara teoritis komunikasi antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yakni:

1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication). Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antar dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi yang menerima pesan. Oleh karena pelaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens, komunikator memusatkan perhatiannya hanya pada diri komunikan itu.

(32)

juga umpan balik yang berlangsung, merupakan kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi (1993:62).

2.3.3.2Fungsi-fungsi Komunikasi Antarpribadi

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi menurut Allo Liliweri terdiri atas: 1. Fungsi sosial

Komunikasi antar pribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial, karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks social yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek:

a. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis.

b. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

c. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik.

d. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri sendiri.

e. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik. 2. Fungsi pengambilan keputusan

(33)

yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:

a. Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi. b. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain. 2.3.4 Tinjauan Psikologi Komunikasi

Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikasi, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang memengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya : Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi

berhasil dalam memengaruhi orang lain,

sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Psikologi juga tertarik pada komunikasi diantara individu bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respon pada individu lainnya. Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau memengaruhi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis. (Rahmat, Jalaludin, 2001: 56)

2.3.4.1Ciri-Ciri Psikologi Komunikasi

(34)

interkasi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok.mendefinisikan koCalhoun,J.F dan Accocella komunikasi sebagai, ”usaha untuk membuat suatu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda (1995 :69) . Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan.”

Psikologi uga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi tertama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyababkan terjadinya perilaku manusia itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.

Fisher menyebut 4 ciri pendekatan psikologi pada komunikasi : 1. Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli),

2. Proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal meditation of stimuli),

3. Prediksi respon (prediction of response),dan 4. Peneguhan respon (reinforcement of responses).

(35)

dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”,

sebagai akibat berlangsungya komunikasi.

Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial.Pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.

2.4 Kerangka Pemikiran

2.4.1 Tinjauan Mengenai Fenomenologi

(36)

pengalaman beserta maknanya.Sedangkanpengertian fenomena dalam Studi Fenomenologi sendiri adalah pengalamanatau peristiwa yang masuk ke dalam kesadaran subjek.Wawasan utamafenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari suatu realitas harusdibuahkan dari gejala realitas itu sendiri (Aminuddin, 1990:108).Sepertiyang disebutkan dalam buku Metode Penelitian Kualitatif yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dan kehidupannya sehari-hari (Moleong, 2001:9). Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu ciri utama.Hal tersebut juga seperti dikatakan Moleong bahwa pendekatan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu (1988:7-8).

(37)

batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji (Creswell, 1998:54). Mulyana menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada pendekatan subjektif atau interpretif (Mulyana, 2001:59) Lebih lanjut Marice Natanson mengatakan bahwa istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna objektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial (Mulyana, 2001:20-21) Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu).Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

Fokus Penelitian Fenomenologi:

1. Textural description: apa yang dialami subjek penelitian tentang sebuah fenomena.

2. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya.

2.4.2 Tinjauan Mengenai Interaksi simbolik

(38)

perilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.

Esensi dari teori simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2001:68). Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, Charles H. Cooley, John Dewey, William Thomas dan George Herbert Mead, akan tetapi dari semuanya itu hanya Mead yang paling populer sebagai peletak dasar teori tersebut (Mulyana, 2001:68).

(39)

orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka (Mulyana, 2008:70).

(40)

peristiwa itu),namun juga gagasan yang abstrak. Akan tetapi nama atau simbol yangdigunakan untuk menandai objek, tindakan, peristiwa atau gagasan itu bersifatarbitrer (sembarang). Artinya, apa saja dijadikan bisa simbol dan karena itutidak ada hubungan logis. Melalui penggunaan simbol itulah manusia dapatberbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia.Ketiga, makna yangdiinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan denganperubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahaninterpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental,yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan ataumerencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses ini, individumengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternatif-alternatif ucapan atautindakan yang akan ia lakukan. Individu membayangkan bagaimana orang lainakan merespons ucapan atau tindakan mereka. (Mulyana, 2008:71-73).

(41)

terletak pada konsep pengambilan peran orang lain (taking the role of the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran diri sosial (social self) yang dikemukakan William James dan pengembangan dari teori Cooley tentang diri. Cooley mendefinisikan diri sebagai sesuatu yang dirujuk dalam pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertama tunggal, yaitu aku, daku (me), milikku (mine), dan diriku (myself). Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi lebih kuat daripada yang tidak dikaitkan dengan diri, bahwa diri dapat dikenal hanya melalui perasaan subjektif (Mulyana, 2008:73-74). Bagi Mead dan pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun juga menciptakan masyarakat baru yang perilakunya tidak dapat diramalkan.

Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan pertanyaan “siapa saya?”Jawabannya selalu berhubungan dengan konsep diri orang tersebut.

(42)

“Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan lain, konsep diri

menyediakan dan motif penting bagi pelaku

2.4.3 Tinjauan Konsep Diri 2.4.3.1Pengertian Konsep Diri

(43)

sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri merupakan konsep dasar dan aspek kritikal dari individu.

(44)

Gambar 2.1

Bentuk Konsep Diri (Self Concept)

(Sumber: Richard ,2007:58)

2.5 Komponen Konsep Diri 2.5.1 Gambaran Diri

(45)

2.5.2 Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart & Sundeen, 1991:375). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Ideal diri masing-masing individu perlu ditetapkan, apa yang ingin di capai/cita-citakan baik ditinjau dari pribadi maupun masyarakat.

2.5.3 Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai denganmenganalisa seberapa jauh perilaku mengetahui ideal diri (Stuard & Sundeen, 1991:376).Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri jikaindividu selalu sukses maka cenderung harga diri akan tinggi, jika individusering gagal maka cenderung harga diri akan rendah. Harga diri diperoleh daridiri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerimapenghargaan dari orang lain. Sebagai makhluk sosial sikap negatif harusdikontrol sehingga setiap orang yang bertemu dengan diri kita dengan sikapyang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan rendah apabilakehilangan rasa kasih sayang dan penghargaan dari orang lain

2.5.4 Peran

(46)

atau status di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran.Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan yaitu kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban, keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran dan pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.

2.5.5 Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh (Stuard & Sundeen, 1991:378). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun.

2.6 Konsep Diri Berdasarkan Kebutuhan

Menurut Abraham Masllow masing-masing individu memiliki lima kebutuhan dasar manusia, yang disusun sesuai dengan hirarkinya dari yang potensial sampai yang paling tidak potensial:

(47)

2. Kebutuhan-kebutuhan terhadap rasa aman. 3. Kebutuhan-kebutuhan akan kasih sayang. 4. Kebutuhan penghargaan terhadap diri. 5. Kebutuhan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri mengakibatkan suatu usaha untuk mengembangkan kapasitas-kapasitas seseorang, pemahaman diri dan penerimaan diri yang terus dilakukan dan ditanamkan pada sifat dalam diri seseorang.

2.6.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri - Orang Lain

Gabriel Marcell, filsuf eksistensialis dari dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang berjudul psikologi komunikasi menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, The fact is that the we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them kita mengenal diri kita dengan mengenal diri orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai saya akan membentuk konsep diri saya (Rakhmat, 2009: 101).

(48)

pernah berhubungan dengan kita. Kita menilai diri kita sesuai dengan persepsi orang lain yang Significant dan tidak tentang dirinya. Pandangan diri terhadap keseluruhan pandangan orang lain terhadap diri disebut Generalized Others. Konsep ini juga berasal dari George Herbert Mead. Mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Mengambil peran sebagai ibu, sebagai ayah atau sebagai Generalized others disebut Role taking. Role taking amat penting artinya dalam pembentukan konsep diri. - Kelompok Rujukan (Reference Groups)

Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu.Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang, ini disebut dengan kelompok rujukan.Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.

2.6.2 Konsep Diri dan Komunikasi Interpersonal

(49)

kualitas konsep diri anda; positif atau negatif. Menurut Willian D. Brooks dan Philip Emmert (1976:42) ada lima tanda orang memiliki konsep diri negatif :

1. Ia peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak terima dengan kritikan yang diterimanya.

2. Responsitif sekali terhadap pujian. Berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan atusiasmenya pada waktu menerima pujian. 3. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.

4. Sikap hiperkritis (selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apa pun dan siapa pun, tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain).

5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi (Rakhmat, 2009: 105)

Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal yaitu: 1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.

2. Ia merasa setara dengan orang lain. 3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

4. Ia menyadari, bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

(50)

Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan pertanyaan “siapa

saya?”Jawabannya selalu berhubungan dengan konsep diri orang tersebut.

Karakteristik dalam dirinya mengakui tentang fitur fisiknya, peran, bakat, keadaan emosional, nilai keterampilan sosial dan batas, intelek dan hal itu membentuk make up konsep diri seseorang. Gagasan penting untuk interaksi simbolik, lebih lanjut adalah tertarik pada cara-cara orang mengembangkan konsep diri. Gambar individu dalam interaksi simbolis dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lain (lihat gambar 2.1) ini tema menyarankan dua asumsi tambahan, menurut La Rossa dan Reitzes (1993) : “Individu

mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan lain, konsep diri menyediakan dan motif penting bagi pelaku”.

(51)

Gambar 2.2

Model Alur Kerangka Pemikiran

Konsep Diri Sinden Campursari di Kota Kediri “

(Sumber : Peneliti, 2012)

Keterangan :

Interaksi simbolik yang dilakukan oleh sinden dalam interaksi kesehariannya menimbulkan pencintraan dirinya mengenai dirinya (self) yang kemudian terbentuklah konsep diri (self concept) dalam dirinya, selain itu fenomenologi sinden yang telah berkembang didalam diri sinden tersebut dan lingkungannya sehingga terbetuk Konsep Diri Sinden Campursari (Studi Fenomenologi tentang Konsep Diri Sinden Campursari di Kota Kediri).

Interaction Symbolic

Fenomenologi Campursari Sinden

Self Concept

Konsep Diri

Sinden Campursari (Studi

(52)

48 3.1 Objek Penelitian

Budaya daerah Jawa terkenal akan kesenian yang begitu kental dan memiliki harmonisasi indah yang masih dekat dengan sejarah masa-masa kerjaan dahulu, kebudayaan tersebut bisa dilihat dari kesenian tradisional yaitu musik Campursari, musik Campursari tak bisa lepas dari seorang penyanyinya yang biasa disebut Sinden. Sinden merupakan adat dari Jawa, berupa nyanyian lagu tradisional yang dibawakan oleh seorang wanita muda yang mengenakan kebaya lengkap dengan selendang panjang.Sinden adalah sebutan bagi wanita yang bernyanyi mengiringi orkestra gamelan, umumnya sebagai penyanyi satu-satunya.Sinden yang baik harus mempunyai kemampuan komunikasi luas dan keahlian vokal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang.

Menurut Ki Mujoko Raharjo (1997:24) Sinden berasal dari kata “pasindhian” yang berarti yang kaya akan lagu atau yang melagukan

(53)

lainnya, yang berhubungan dengan pergelaran wayang maupun klenengan. Sinden tidak hanya tampil solo (satu orang) dalam pergelaran saat ini pada pertunjukan wayang bisa mencapai delapan hingga sepuluh orang bahkan lebih untuk pergelaran yang sifatnya spektakuler.

Di Indonesia sendiri, globalisasi sudah merasuk ke berbagai lini, serta mampu merubah berbagai kebudayaan yang ada.Salah satunya adalah kesenian sinden.Di mana globalisasi sudah meracuni tradisi dan budaya yang anggun ini.Seperti dikemukakan oleh Endang Caturwati, dalam bukunya yang berjudul Sinden di Atas Dan Di luar Panggung, di mana Endang-penulis buku ini, menguak berbagai sisi kehidupan sosial budaya para sinden.

Dalam penelitiannya, penulis menjelaskan, bahwa sinden yang dulu hanya sebagai penyemarak suasana hiburan, kini justru telah berubah fungsinya menjadi primadona pertunjukan. Di mana daya tarik para sinden;yang mengoda telah berubah fungsi dan nilai seninya. Lebih daripada itu, Endang menilai bahwa pada masa dulu, masih menyertakan unsur-unsur ritual, namun kini berkembang menjadi sistem komersil yang menyatukan berbagai fungsi; bisnis, ajang adu gengsi dan ajang komunikasi, telah mengubah para sinden menjadi lebih modern.

(54)

Istilah campursari dalam dunia musiknasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia.Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum.Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.

Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan "Maju Lancar". Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya dangdut. Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut, populer dari lagu-lagu Didi Kempot). Meskipun perkembangan campursari banyak dikritik oleh para pendukung kemurnian aliran-aliran musik ini, semua pihak sepakat bahwa campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah Jawa.

(55)

situasi, dan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, baik komunikasi dengan masyarakat maupun komunikasi sesame sinden.

3.2 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, metode penelitian kualitatiftidak mengandalkan bukti berdasarkan logika sistematis,prinsip angka atau metode statistic. Penelitian Kualitatif bertujuan untuk mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisa kualitas-kualitasnya alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas kualitatif.

Penelitian kualitatif menolak kualifikasi aspek-aspek perilaku manusia dalam proses memahami perilaku individu, penelitian kualitatif merujuk pada aspek kualitas dan subjek peneltian. Apabila disederhanakan, penelitian kualitatif seringkali diasosiasikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan hitungan.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Meolong,2006:3)

(56)

Penelitian Kualitatif berusaha menyediakan apa yang disebut Creswell sebagai complex, holistic picture. Yang berarti penelitian kualitatif berusaha untuk membaca pembacanya kedalam pemahaman multidimensional dari permasalahan dan segala komplesitasnya.Oleh karena itu penelitian kualitatif seringkali membutuhkan banyak waktu dalam memproses analisanya.Analisis kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan banyak sekali variable.

Beberapa alasan dalam melakukan penelitian kualitatif yang ditekankan oleh Creswell adalah:

1. Jika pertanyaan penelitian adalah “apa” dan “bagaimana”.

2. Jika topik penelitian perlu dieksplorasi, maksudnya jika tidak ada teori yang menjelaskan secara detail permasalahan yang akan dikaji sehingga eksplorasi terhadap teori perlu dilakukan.

3. Jika peneliti ingin meneliti manusia secara natural setting.

4. Jika penulis ingin menulis dalam gaya literature narasi dan story editing.

5. Jika peneliti berperan sebagai active leaner yang melakukan penelitian karena ingin mempelajari sesuatu dan bukan mengujinya (Creswell,1998:17-18).

(57)

1. Penelitian dilakukan dalam latar alamiah (Naturalistic Setting)

2. Manusia sebagai instrument utama dalam mengumpulkan data sebagai antisipasi terhadap realitas lapangan yang berubah-ubah. 3. Analisi dan induktif, teknis analisa data ini lebih dapat menemukan

alternative akan kenyataan ganda dalam data yang ditemukan.

4. Deskriptif, penelitian kualitatif berusaha menggambarkan sebuah fenomena social yang seperti apa adanya dengan menjawab pertanyaan ”mengapa”, ”apa” dan “bagaimana”.

5. Lebih mementingkan proses daripada hasil, karena hasil dari bagian-bagian yang akan diteliti akan lebih terlihat jelas untuk diamati dalam proses.

6. Adanya batasan yang ditentukan melalui focus penelitian.

7. Desain penelitian yang bersifat sementara, kareba desain penelitian terus menerus disesuaikan dengan temuan realitas dilapangan (Moleong,2006:5-7).

Pemilihan topik penelitian kualitatif terkesan praktis dan “membumi”

(58)

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana diungkapkan beberapa ahli (Bogdan dan Taylor, 1975:5; Bogdan dan Biglen, 1990:2; Miles dan Huberman, 1993:15; Moleong, 1993:5; Brannen, 1997:1) bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung pada pengamatan mendalam terhadap perilaku manusia dan lingkungannya. Orientasi kualitatif penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan realitas sosial seorang sinden selengkap mungkin.

Pendekatan kualitatif dipandang lebih relevan dan cocok karena bertujuan menggali dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena sinden di Kota Kediri. Seperti dikatakan Denzin dan Lincoln (dalam Creswell, 1998:15), bahwa:

”Penelitian kualitatif memiliki fokus pada banyak metode, meliputi pendekatan interpretif dan naturalistik terhadap pokok persoalannya. Ini berarti bahwa para peneliti kualitatif mempelajari segala sesuatu di lingkungannya yang alami, mencoba untuk memahami atau menafsirkan fenomena menurut makna-makna yang diberikan kepada fenomena tersebut oleh orang-orang. Penelitian kualitatif meliputi penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris yang diteliti – penelitian kasus, pengalaman pribadi, introspektif, kisah kehidupan, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksi, dan naskah-naskah visual – yang mengambarkan momen-momen problematik dan kehidupan sehari-hari serta makna yang ada di dalam kehidupan individu” .

(59)

contact with a “field” or life situation. These situation are typically “banal” or

normal ones, reflective of the everyday life individuals, groups, societies and

organizations.”.1

Maka penelitian kualitatif selalu mengandaikan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami suatu realitas, peneliti yang terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks

penelitian. Thomas Lindlof dengan bukunya “Qualitative communication

research methods” dalam Kuswarno2 menyebutkan bahwa metode kualitatif dalam penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi, etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi, dan studi budaya, sering disebut sebagai paradigma interpretif. (Lindlof, 1995:27-28).

Bagi peneliti kualitatif, satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat dalam penelitian. penulis melaporkan realita di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan. Penulis berhubungan langsung dengan yang diteliti, hubungan ini dalam bentuk tinggal bersama atau mengamati informan dalam periode waktu lama, atau kerja sama nyata. Ringkasnya, penulis berusaha meminimalkan jarak antara dirinya dan yang diteliti.

Merriam (dalam Creswell, 1994:145) menyebutkan enam asumsi paradigma penelitian kualitatif, yaitu:

1

Dalam Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya. Insan Cendikia. 2

(60)

1. Peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukannya hasil atau produk.

2. Peneliti kualitatif tertarik pada makna – bagaimana orang membuat hidup, pengalaman, dan struktur dunianya masuk akal.

3. Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan analisa data. Data didekati melalui instrumen manusia, bukannya melalui inventaris, daftar pertanyaan atau mesin.

4. Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik berhubungan dengan orang, latar, lokasi, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya.

5. Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna, dan pemahaman yang didapat melalui kata atau gambar.

6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesa, dan teori dari rincian.

(61)

Gambar 3. 1

Model Induktif Dalam Penelitian Kualitatif

(Sumber : Alwasilah, ”Pokoknya Kualitatif”, 2006:119)

3.2.2 Paradigma fenomenologi Alferd Schutz

Alferd Shutz seorang sosiolog yang lahir di Vienna pada tahun 1899, sangat tertarik akan pemikiran max weber mengenai dasar metodelogis ilmu sosial. Hal ini tertulis dalam bukunya Schuz The Phenomenology of The Social World yang diterjemahkan oleh George Walsh dari buku Der Sinnhafte Aufbau der Sozialen Welt.

Fondasi metodelogis dalam ilmu sosial berdasarkan pemikiran Schutz dikenal dengan studi tentang Fenomenologis yang pada dasarnya merupakan kritikan Schutz tentang pemikiran Werber (I. Gusti Putu Murni, 2010: 78)

(62)

Schutz setuju dengan pemikiran Werber tentang pengalaman dan perilaku manusia dalam dunia sosial keseharian sebagai realitas yang bermakna secara sosial (Socially Meaningful Reality). Schutz menyebutkan manusia yang berprilaku tersebut sebagai actor, dia memahami makna dari tindakan tersebut.Dalam dunia sosial dan hal demikian disebut sebagai “realitas interprentif” atau interprentive reality (Cuff & payne, 1981-122).

Argumen Weber bahwa fenomenologi sosial dalam bentuknya yang ideal harus dipahami secara tepat diterima Schutz, bahkan ia menekankan kembali bahwa ilmu sosial didefinisikan sebagai hubungan antara dua orang atau lebih, sedangkan konsep tindakan didefinisikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif (subjective meaning). Makna subjektif bukan terletak pada dunia individual melaikan terbentuk dalam suatu dunia sosial oleh actor.Oleh karena itu sebuah “kesamaan” dan “kebersamaan” (common and shared) diantara para actor. Oleh karena itu sebuah makna “intersubjektif” (Cuff &payne,1981:123). Selain

makna “intersubjektif dan dunia sosial” menurut Schutz , harus dilihat secara

historis.

(63)

Melalui asumsi tersebut dapat dijelaskan bagaimana pemahaman mengenai pemahaman pengalaman manusia merupakan salah satu cara untuk memahami perilaku individu, pemahaman objek individu dimediasikan oleh pengalaman subjektif individu yang mengalami realitas dari sudut pandang subjek. Pemaknaan kolektif subkultur sinden di Kota Kediri yang dilakukan melalui pengalaman merupakan bagian dari proses memaknai realitas.

Oleh karena itu peneliti berupaya untuk menggambarkan fenomena seorang sinden menurut pandangan mereka sendiri, maka tradisi yang digunakan pada penelitian iniadalah studi fenomenologi. Tradisi dari studi fenomenologi menurut Craswell adalah “where a biography report the life of a single individual,

a phenomenology study describes the meaning of the life experience for several individual about a concept or phenomenom .Phenomenologist explore the

structures of consciousness in human experience”.Dari pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa studi fenomenologi berusaha menggambarkan makna dari pengalaman hidup beberapa individu. Fenomenologi mengeksplorasi struktur kesadaran dalam pengalaman manusia (creswell,1998:51).

Secara etimologis fenomenologi berasal dari bahasa Yunani “

Phaenesthai” yang berarti show it self, to appear, menunjukkan dirinya menjadi terlihat.

Dengan demikian fenomenologi dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk memperlihatkan esensi yang selama ini tidak terlihat dari sebuah fenomena.

(64)

mereka.Inkuiri fenomenologi dimulai dengan diam, diam merupakan tindakan untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Mereka berusaha masuk kedalam duia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moleong, 2006:9).

LittleJohn menyebutkan “phenomenology makes actual lives experience

the basic data of reality” (LittleJohn,1996:2004). Jadi fenomenologi menjadikan

pengalaman hidup yang sesungguhnya sebagai data dasar penelitian dari sebuah realita.Dengan menguntip pendapat Richartd E.palmer, Litteljohn lebih jauh menjelaskan bahwa fenomenologi bearti membiarkansegala sesuatu terjadi nyata sebagaimana aslinya tanpa memaksakan kategori-kategori peneliti terhadapnya.

(65)

Structural berasumsi bahwa manusia itu pasif, sedangkan pendekatan subjektif memandang manusia aktif (fenomenologi atau interprentif).

Pertanyaan penelitian ditujukan untuk mendapatkan esensi pengalaman individu untuk mendapatkan gambaran mengenai realitas.Pertanyaan dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk kata tanya‘apa” dan “bagaimana”.

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

3.2.3.1Studi Pustaka Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara seksama dengan pemilihan atau penentuan data dan informasi yang dipandang representatif dalam kerangka holistik. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dari informan, penulis melakukan dengan pengamatan atau observasi langsung dan wawancara mendalam (indepth interview) yang direkam dengan tape recorder, kamera digital, juga handycam. Selain itu catatan lapangan juga digunakan untuk menuliskan kembali apa yang disampaikan informan yang berkaitan dengan pengamatan dan wawancara.

Pengamatan atau Observasi

Pengamatan atau observasi adalah suatu penelitian secara sistematis menggunakan kemampuan indera manusia (Endraswara, 2006:133). Di sini pengamatan dilakukan pada saat terjadi suatu aktifitas.

(66)

penelitian. Orientasi observasi untuk memperoleh data secara langsung dalam penelitian ini dinamakan sebagai observasi partisipasi, dimana penulis mengamati secara langsung dan sekaligus melibatkan diri pada situasi sosial yang sedang terjadi di desa tersebut.

Faisal (dalam Bungin, 2003:66), berpendapat bahwa:

“Observasi tidak hanya dilakukan terhadap kenyataan-kenyataan yang terlihat, tetapi juga terhadap yang terdengar. Berbagai macam ungkapan atau pertanyaan yang terlontar dalam percakapan sehari-hari juga termasuk bagian dari kenyataan yang bisa diobservasi; observasinya melalui indera pendengaran. Malah, sejumlah suasana yang terasakan (tertangkap oleh indera perasaan), seperti rasa tercekam, rasa suka ria, dan semacamnya juga termasuk bagian dari kenyataan yang dapat diobservasi. Apa yang terlihat, terdengar, atau terasakan itu, kesemuanya dipandang sebagai suatu hamparan kenyataan yang mungkin saja bisa diangkat sebagai ‗tabel hidup‘”.

Model pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulis melakukan pengamatan pada saat melakukan wawancara maupun pengamatan kegiatan keseharian sinden. Pengamatan pada saat wawancara berlangsung dengan memperhatikan bahasa non-verbal informan, seperti raut wajah, pandangan mata, intonasi suara, dan gerakan tubuh. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebenaran informasi yang diberikan informan.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data ini (meskipun dalam kenyataannya dilakukan secara simultan) seperti yang penulis kutip dari Sukaesih (2004: 88-91) adalah sebagai berikut :

Wawancara Mendalam (In-depth Interview)

(67)

dalam kesehariannya di suatu lingkungan. Wawancara mendalam bersifat terbuka dan tidak terstruktur serta dalam suasana yang tidak formal. Sifat terbuka dan tidak terstruktur ini maksudnya adalah pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara tidak bersifat kaku, namun bisa mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi dilapangan (fleksibel) dan ini hanya digunakan sebagai guidance. Sedangkan yang dimaksud wawancara dalam situasi yang tidak formal adalah wawancara bisa dilakukan dengan ngobrol santai tanpa menjadi kaku atau kikuk yang dikarenakan adanya “jarak” antara penulis

dengan informan. Dengan demikian penulis dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan suasana nyaman, bisa juga diselingi humor dan informan pun dapat dengan leluasa menjawab pertanyaan-pertanyaan, tanpa canggung, takut, maupun perasaan-perasaan lainnya yang membuat tidak nyaman. Disamping itu, apabila esensi interaksi dalam wawancara adalah untuk mencari pemahaman ketimbang menjelaskan, maka harus menggunakan wawancara tidak berstruktur.

Studi Dokumentasi

(68)

lain yang dapat memperkaya pembahasan serta untuk menghindari duplikasi penelitian. Alwasilah (203:157), berpendapat bahwa “dokumen berperan

sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi yang diperoleh lewat interview dan observasi”. Sedangkan menurut Sugiyono (2005:82), menyatakan bahwa “studi dokumentasi merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif”.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyeleksi dokumen yang dipandang sangat bernilai, adalah sebagai berikut :

a. Penulis mengidentifikasi situasi sosial dimana suatu peristiwa atau kasus memiliki makna yang sama. Situasi sosial mempertimbangkan waktu dan tempat dimana suatu peristiwa terjadi.

b. Dalam hubungannya dengan identifikasi, penulis berusaha mengenal sisi persamaan dan perbedaan, yaitu memfokuskan pada suatu objek, suatu peristiwa atau tindakan, diperlukan secara sama, didalam batas-batas situasi sosialnya. Pada waktu yang sama, juga perlu dikenali bahwa suatu peristiwa yang sama akan ditanggapi secara berbeda, oleh individu yang berbeda, dari kalangan yang berbeda, dan dalam waktu dan tempat yang berbeda.

(69)

Materi Audio Visual

Dalam penelitian di lapangan, penulis mengumpukan data ini dengan menggunakan Foto, Video recording, Recording,. Hal tersebut dimaksudkan agar mempermudah penulis untuk mengecek ulang semua data/dokumen yang berhasil didapatkan selama di lapangan juga untuk menjaga validitas penelitian yang penulis lakukan.

3.2.3.2Teknik Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sinden campursari di Kota Kediri. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik snow ball dimana diadakan informan dengan pertimbangan bahwa mereka yang mengetahui informasi yang akan diteliti oleh peneliti. Dalam pemilihan informan tersebut peneliti menggunakan teknik snow ball (Meleong, 2005:224) berpendapat, “teknik sampling bola salju” bermanfaat dalam hal ini , yatu mulai dari satu

menjadi banyak .” Dengan demikian, wawancara dihentikan bila data yang

terkumpul dianggap sudah lengkap dan memadai.

(70)

diperoleh dari satu teknik pengumpulan data (wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya (pengamatan terlibat).

Tabel 3.1

Data Informan yang akan diteliti oleh Peneliti

No Nama Informan Usia Informan Lama Profesi Informan

1. Warianti 28 tahun 12 tahun

2. Erna Pujianti 30 tahun 15 tahun 3. Nita Erlirta 24 tahun 9 tahun

4. Widodo 38 tahun 17 tahun

5. Lely Agustin 26 tahun 10 tahun 6. Shanty Anggraeni 25 tahun 9 tahun (Sumber :Peneliti,2012)

3.2.4 Teknik Analisa Data

(71)

Apa yang penulis kemukakan di atas sejalan dengan pemikiran Sugiyono (2005: 89-90) yang menegaskan ”analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dikatakan juga bahwa analisa data sebelum memasuki lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian, fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah penelitian masuk dan selama di lapangan”.

Menganalisis data, menurut Abdurahman (2003:65), ”berarti mengurai

data atau menjelaskan data, sehingga berdasarkan data itu pada gilirannya dapat ditarik pengertian-pengertian serta kesimpulan-kesimpulan”. Sedangkan Nasution (dalam Sugiyono, 2005:89), menjelaskan ”analisa telah mulai sejak merumuskan

dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”. Data yang sudah terkumpul kemudian

dianalisis dengan : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

3.2.4.1Reduksi Data (Data Reduction)

Miles dan Huberman (dalam Suprayogo dan Tobroni, 2001: 193) mengemukakan “reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung”.

(72)

serta mengelompokkannya sesuai pembahasan agar lebih mudah dalam penyajiannya.

3.2.4.2Penyajian Data (Data Display)

Penyajian hasil penelitian penulis paparkan secara deskriptif berdasarkan temuan di lapangan dengan bahasa khas dan pandangan emik informan yang disertai bahasa Indonesia agar mudah dipahami oleh pembaca. Selain memaparkan hasil temuan secara deskriptif, juga ditampilkan dalam bentuk kategori, model atau bagan.

3.2.4.3Penarikan Kesimpulan (Conclution Drawing/Verification)

Logika yang dilakukan dalam penarikan kesimpulan penelitian kualitatif bersifat induktif (dari yang khusus kepada yang umum), seperti dikemukakan Faisal (dalam Bungin, 2003: 68-69):

Gambar

Sinden CampursariGambar 1.1
Bentuk Konsep Diri (Gambar 2.1 Self Concept)
Gambar  2.2 Model  Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 3. 1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka menertibkan pengelolaan dan pengaturan di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak, dipandang perlu meninjau kembali penerimaan yang berasal dari Iuran Hasil Hutan

EFEKTIVITAS METODE CTA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN AKSARA FUNGSIONAL PADA ANAK DIDIK LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS II A BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Memahami pengertian dan pentingnya menghindari licik, tamak, zalim, dan

pengaruh Variabel Independen yang meliputi Pendidikan (X 1 ), Motivasi (X 2 ), dan Promosi (X 3 ) terhadap Keputusan Penggunaan (Y). Pengujian parsial dapat disimpulkan

VITAMIN C s6rhg d keltkan d6n$n kebu96ran tubuh den daye lahsn lubuh m6nghadapl s6rangen psnyaklt Inteksl. Pada ponellllsn yang b€rlen$ung 9,5lahun,448 6ubyak yang dll€

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis membuat batasan-batasan yang menjadikan ruang lingkup perancangan dari konsep yaitu bird nest

1) Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa dan mahasiswi UKSW melihat pesan kebebasan perempuan dalam iklan 3 always on versi bebas