BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan
remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet
yang dengan mudah mengakses informasi-informasi terbaru. Ada yang menjurus ke
hal positif dan juga ke hal yang negatif, dampak negatif nya dapat berupa seks bebas.
Di kalangan remaja, seks bebas telah banyak dilakukan oleh remaja. Saat usia remaja
merupakan saat yang paling rentan karena tingkat emosi berada pada tingkat yang
paling besar. Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan mudah masuknya
pengaruh dari luar. Di usia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami
perubahan fisik secara cepat dan mendadak. Perubahan tersebut ditunjukkan dari
perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ
genitalia sekunder. Hal tersebutlah yang menjadikan remaja sangat dekat dengan
permasalahan seputar seksual (Gunawan, 2011).
IYRHS (Indonesian Youth Reproductive Health Survey) tahun 2002-2003 menemukan kurang dari satu persen perempuan dan lima persen laki-laki mengaku
telah melakukan hubungan seks. Dimana perempuan cenderung kurang menerima
seks pranikah daripada laki-laki, perempuan yang tidak berpendidikan empat kali
tertentu, premarital seks dapat diterima bila yang melakukan saling mencintai atau
berencana menikah (Widyastuti, 2009).
Pada masa peralihan, remaja yang memiliki pengetahuan kurang tentang seks
sehingga menyebabkan orang tua merasa tabu membicarakan masalah seksual dengan
anaknya dan hubungan antara orang tua dengan anaknya mempunyai kesenjangan
sehingga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat khususnya teman.
Kebanyakan remaja tidak menyadari bahwa pengalaman yang terlihat menyenangkan
justru dapat menjerumuskan mereka. Salah satu masalah para remaja apabila
pengetahuannya kurang tentang seks adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi
tidak aman dan juga penyakit kelamin. Pengetahuan tentang seks dapat memengaruhi
sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah.
Sikap seks remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan
juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga agama dan emosi dari
dalam individu. Sikap seks remaja bisa berwujud positif ataupun negatif, sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendukung seksual pranikah sedangkan sikap negatif
kecenderungan tindakan adalah menghindari seksual pranikah remaja (Kusumastuti,
2010).
Berdasarkan hasil survei YRBS (Youth Risk Behavior Survei) secara Nasional di Amerika Serikat tahun 2011 menemukan bahwa ada sekitar 47,4% pelajar yang
pernah berperilaku seks, 33,7% pelajar berperilaku seks selama 3 bulan (aktif
selama kehidupan mereka. Ada juga pelajar yang perilaku seks nya aktif sekitar
60,2% dengan menggunakan kondom selama berhubungan seksual.
Jones (2005), menyatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir terjadi peningkatan
jumlah remaja perempuan yang berhubungan seks di berbagai Negara seperti di
Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan di Australia. Adapun jumlah remaja
perempuan yang pernah berhubungan seks sekitar 17% sebelum mereka berusia 16
tahun dan pada saat berusia 19 tahun.
Laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 mencatat
ada 82,6% dengan jumlah 129 perempuan berusia 15-24 tahun yang pernah
berhubungan seks dan mereka juga pernah mendengar tentang dampak negatif dari
tindakan melakukan hubungan seksual tersebut yaitu tentang HIV/AIDS, dan
perempuan yang belum menikah tetapi pernah melakukan hubungan seks tercatat ada
88,2% dengan jumlah 9.919. Ada 58% perempuan yang mengetahui bahwa
membatasi seks hanya dengan satu pasangan dan 37% menggunakan kondom dan
membatasi hubungan seks dengan satu pasangan.
Dari uraian di atas terdapat tiga alasan yang melandasi perlunya perhatian
untuk remaja-remaja tersebut. Pertama, proporsi penduduk berusia remaja cukup
besar. Kurang lebih seperlima penduduk dunia berusia 10-19 tahun dan lebih dari
seperempat penduduk dunia berusia 10-24 tahun. Kedua, masa remaja merupakan
masa transisi yang dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini remaja
ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai dibentuk, termasuk identitas diri,
kematangan seksual dan keberanian untuk melakukan perilaku berisiko. Banyak
remaja mengalami maturity gap yaitu perbedaan kematangan secara fisik dan mental. Perbedaan kematangan ini dapat mendorong remaja untuk melakukan hal-hal yang
berisiko. Ketiga, beberapa penelitian melaporkan bahwa banyak remaja yang aktif
secara seksual, mempunyai pasangan lebih dari satu dan tidak konsisten dalam
pemakaian kondom pada saat melakukan hubungan seks. Hal ini tentu dapat
menimbulkan beberapa konsekuensi seperti kehamilan yang tidak dikehendaki
(KTD), aborsi, terinfeksi penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Hubungan seks
pranikah bagi masyarakat Indonesia masih dipandang sebagai tindakan yang tidak
dapat diterima baik secara sosial maupun budaya. Meskipun saat ini kaum muda
cenderung lebih toleran terhadap hal ini (Widyastuti, 2009).
Menurut data BkkbN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) tahun
2010, diketahui bahwa ada sekitar 51% remaja telah melakukan hubungan seks
seperti di daerah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Namun, ada juga di
kota-kota lain juga terdapat data remaja yang sudah pernah melakukan seks sekitar
54% di Surabaya, 47% di Bandung, dan 52% di Medan.
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, maka diketahui bahwa di
Kabupaten Langkat ada 45% remaja sudah pernah melakukan perilaku yang
menyimpang kepada lawan jenisnya seperti melakukan rabaan/rangsangan kepada
pasangannya sampai berhubungan seksual. Ada 9 puskesmas dari 33 puskesmas
181 remaja (14%) yang hamil berusia 15 – 19 tahun dari 1326 seluruh kehamilan
yang ada di Kabupaten Langkat. Data tersebut belum dapat dipastikan bahwa semua
kehamilan remaja disebabkan oleh perilaku seks pranikah, tetapi dapat dipersepsikan
sebagian kehamilan itu disebabkan oleh perilaku seks pranikah dari keterangan
beberapa bidan koordinator di Puskesmas.
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pangkalan Brandan, memperkirakan
bahwa jumlah kasus remaja yang hamil di usia dini ada sekitar puluhan pasangan
yang belum menikah. Hal tersebut diketahui pada saat mereka ingin mendaftar
menikah dan terlihat dari postur tubuh remaja yang mendaftar itu seperti wanita hamil
tetapi ditutupi dengan korset agar tidak terlihat hamilnya. Keterangan itu akhirnya
dinyatakan oleh remaja itu sendiri bahwa ia telah hamil di luar nikah yang
diakibatkan oleh perilaku seks nya pada saat dia masih duduk di bangku SMA dan
akhirnya dia berhenti sendiri dari sekolahnya tanpa diketahui oleh pihak sekolah
bahwa ia hamil.
Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan di SMA Negeri I
Pangkalan Brandan maka didapatlah bahwa dari hasil wawancara dengan 10 orang
remaja puteri yang berusia 15-16 tahun terdapat 40% yang mempunyai perilaku seks
tidak baik terhadap pasangannya seperti berpegangan tangan sampai berciuman.
Sedangkan dari hasil wawancara dengan 10 remaja putera yang berusia 15-16 tahun
terdapat 60% yang mempunyai perilaku seks tidak baik terhadap pasangannya seperti
Hal tersebut dihubungkan dengan kedua orang tua yang tahu bahwa remaja itu
melakukan perilaku seks seperti berpacaran, berpegangan tangan, dan berciuman
singkat (pipi, kening, bibir) sehingga orang tua dianggap sebagai agen sosialisasi.
Adapun pengaruh kuat yaitu kelompok bermainnya seperti teman sebaya di
sekolahnya juga mendukung perilaku seks yang dilakukan sesama teman di
sekolahnya. Dan terkadang mereka berpacaran pada saat jam istirahat ataupun pada
jam pulang sekolah. Pada saat ditanya tentang kehamilan di usia muda yang
diakibatkan oleh perilaku seks, mereka tidak setuju jika itu terjadi di usia mereka
sekarang. Berdasarkan laporan dari guru bimbingan konseling di sekolah tersebut
bahwa belum ada siswa-siswi mereka yang dikeluarkan dari sekolah karena sudah
hamil.
Jika dilihat dari pengaruh media massa, maka lebih dominan mereka
mendapatkan informasi-informasi seputaran seks melalui media internet karena
sangat mudah untuk memperoleh informasinya dibandingkan media cetak ataupun
media audio visual. Padahal masing-masing remaja tersebut mempunyai cukup
informasi tentang dampak negatif dari perilaku seks tersebut yang nantinya sampai
berhubungan seksual karena dari pihak pendidikan sudah memberikan
informasi-informasi tentang pendidikan seks kepada siswa-siswinya. Dari media internet itu
mereka sangat mudah untuk bisa melihat film-film porno, sehingga menimbulkan
keinginan untuk melakukannya kepada pasangannya. Jadi, remaja-remaja tersebut
sudah mendapatkan informasi-informasi tentang pendidikan seks ataupun dampak
media massa, tetapi mereka tetap saja melakukan seks terhadap lawan jenisnya baik
di sekolah ataupun di luar sekolah, baik itu di rumah ataupun di luar rumah.
Berdasarkan dari data-data dan uraian di atas, maka sangat jelaslah pengaruh
agen sosialisasi pada perilaku remaja di SMA Negeri I Pangkalan Brandan tersebut
yang mana agen sosialisasi itu merupakan pihak-pihak yang melakukan sosialisasi
terhadap keluarga maupun teman sebayanya yang dapat memengaruhi perilaku
remaja itu sendiri, baik perilaku yang mengarah ke positif ataupun bisa mengarah ke
perilaku yang negatif, dimana yang termasuk agen sosialisasi ini adalah keluarga,
kelompok bermain/peer group, dan media massa. Dalam hal ini bimbingan orang tua ataupun keluarga lainnya sangatlah penting karena merekalah pelindung dan
pengayom. Pada saat sekarang banyak kasus kenakalan remaja yang diakibatkan oleh
kelalaian orang tua. Jadi, dalam hal ini orang tua juga sangat berperan dalam
membimbing anak agar tidak salah langkah dalam bergaul. Media massa juga sangat
berpengaruh dalam hal ini, dimana media massa sangat mudah didapatkan, sehingga
membuat remaja mudah untuk mengakses dan memperoleh informasi-informasi yang
negatif bagi diri mereka. Teman pergaulan yang salah juga dapat menjerumuskan
mereka untuk berperilaku yang menyimpang. Salah dalam memilih teman pergaulan
maka akan cepat merubah perilaku remaja tersebut. Dalam hal ini lingkungan juga
berpengaruh pada kehidupan remaja-remaja tersebut. Lingkungan yang tidak baik
akan membawa pada hal-hal yang negatif, seperti budaya-budaya Barat yang
menghalalkan segala cara, contohnya saja dalam berperilaku pacaran yang dengan
sekolah juga sebaiknya bisa memberikan informasi-informasi tentang seputar
pendidikan seks agar para remaja mengetahui dampak negatif jika mereka melakukan
hubungan seks.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
perilaku seks remaja dengan memilih judul “Pengaruh Agen Sosialisasi terhadap
Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat Tahun
2013”.
1.2 Permasalahan
Masih tingginya angka kejadian remaja yang perilaku seks nya sudah
menjurus ke hal yang bersifat negatif, maka perlu dilakukan penelitian “Pengaruh
Agen Sosialisasi Terhadap Perilaku Seks Siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan
Kabupaten Langkat Tahun 2013”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh agen sosialisasi
terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat
Tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh agen sosialisasi terhadap perilaku seks siswa SMA Negeri I
1.5 Manfaat Penelitian
1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi kepada remaja
untuk dapat menjaga sikap, tingkah laku, dan kepribadiannya agar terhindar dari
hal-hal yang menyimpang khususnya dalam berperilaku terhadap pasangannya.
2. Dapat meningkatkan kualitas agen sosialisasi dalam hal yang positif yaitu
membantu dan mengarahkan remaja-remaja untuk dapat bersikap lebih baik dan
tidak melakukan hubungan seks pranikah serta dapat melakukan kegiatan yang