• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Implementasi Perda Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Retribusi Jasa Usaha Angkutan Umum Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Padang Sidempuan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Implementasi Perda Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Retribusi Jasa Usaha Angkutan Umum Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Padang Sidempuan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat 1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik.1 Ini berarti bahwa negara yang bersusunan negara Kesatuan, maka segenap kekuasaan / kewenangan serta tanggung jawab pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa berada dibawah kendali satu pemegang kekuasaan terpusat yang terdapat pada pemerintah pusat. Dengan demikian corak pemerintahan cenderung bersifat sentralisasi. Namun karena wilayah negara Republik Indonesia yang sedemikian luasnya dan terdiri dari beribu – ribu pulau serta merupakan Negara yang terbagi atas beberapa provinsi yang setiap provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten / kota dan juga setiap kabupaten / kota memiliki pemerintah daerah, serta didiami berbagai jenis suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam maka menyebabkan corak pemerintahan sentralisasi bukanlah merupakan tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok dan banyaknya daerah di Indonesia membuat pemerintah pusat sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah-daerah untuk mengatur wilayah dan penduduk Indonesia yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan nasional.

Untuk memudahkan pelayanan dan penataan pemerintahan Negara Indonesia dengan tipe seperti di atas, maka pemerintah Indonesia mengubah kebijakan yang tadinya berasas sentralisasi menjadi desentralisasi yaitu dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan disempurnakan dalam Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

(2)

2 Faisal akbar Nasution, Pemerintah Daerah dan Sumber – sumber Pendapatan Asli Daerah, ( Jakarta :

PT.Sofmedia , 2009 ), hlm 10

Pemerintah Daerah kemudian dirubah dengan Perpu Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian ditetapkan dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Atas Perubahan Undang - Undang Nmor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang – Undang, dan diperbaharui lagi dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Wujud dari kebijakan desentralisasi tersebut adalah lahirnya otonomi daerah.

Secara Ketatanegaraan pengertian desentralisasi adalah dimaksudkan untuk menggambarkan usaha dalam melepaskan diri dari pusat pemerintahan dengan jalan penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasan kepada daerah-daerah untuk dapat mengurus kepentingan rumah tangga daerah itu sendiri. Dalam hal ini sudah tentu usaha untuk melepaskan diri dari pusat bukanlah berarti lepas sama sekali dari ikatan negara ( apalagi dalam negara Indonesia ), melainkan dengan diserahkannya beberapa kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah - daerah dimaksudkan agar tidak terlalu bergantung sama sekali kepada pusat. Beberapa urusan yang telah dapat dan lebih tepat diurus sendiri oleh daerah dan bersifat khas daerah, sudah tentu akan lebih efektif dan memberikan hasil guna yang lebih baik bila dipercayakan kepada masing-masing daerah untuk mengurusnya, dibandingkan jika urusan tersebut masih ditangani oleh pemerintah pusat.2

Dengan dilaksanakannya desentralisasi sebagai suatu asas penyelenggaraan pemerintah daerah dalam susunan negara Indonesia maka akan

(3)

melahirkan wewenang atau kekuasaan dan hak kepada masyarakat di daerah- daerah untuk mengurus sendiri-sendiri urusan yang bersifat khas ( spesifik ) sebagai urusan / kekuasaan yang menjadi urusan rumah tangga daerahnya tanpa perlu diatur lagi oleh Pemerintah Pusat yang pada perkembangan selanjutnya menurunkan pengertian otonomi daerah.

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah ini pemerintah pusat menyerahkan kepada masyarakat daerah ( pemerintah daerahnya ) sejumlah urusan yang kelak akan menjadi urusan rumah tangganya sendiri dengan mengingat kondisi dan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan dan keamanan ( hankam ), serta faktor-faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Dari daerah yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksana pembangunan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan diserahkannya sesuatu urusan menjadi urusan rumah tangga daerah, mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan daerah adalah menjadi urusan pemerintah daerah kecuali yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang sebagai wewenang pemerintah pusat.

Sesuai isi pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2005 dan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Pertama dan Kedua Atas Undnag – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintah yang tidak menjadi urusan pemerintahan daerah adalah:

(4)

3Pasal 5 ayat 4 UU No 22 tahun 1999 yang dirubah menjadi UU No 32 tahun 2004 dan dirubah dengan UU

No 8 tahun 2005 dan dirubah menjadi UU No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah

4 Adrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah ( Bogor :Ghalia Indonesia, 2008 ) hlm 5

a. Pertahanan; b. Keamanan; c. Politik luar negeri; d. Yustisi;

e. Moneter dan fiskal nasional;dan f. Agama 3

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan tersebut bahwa bidang-bidang lain diluar 6 ( enam ) di atas menjadi urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi luas dan nyata.

Sebagaimana daerah lain, kebijakan otonomi daerah juga mendorong pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat di daerah untuk berbenah dalam hal – hal sebagai berikut :

1. Reorganisasi birokrasi

2. Semangat meningkatkan pendapatan asli daerah ( PAD ) 3. Semangat membuat regulasi

4. Redifinisi sektor usaha

5. Semangat membentuk organisasi di tingkat lokal

Wajar bila peningkatan PAD dijadikan salah satu indikator kesiapan daerah dalam menjalankan kebijakan otonomi karena ciri penting bagi badan atau organ yang didesentralisasikan ialah mempunyai sumber – sumber keuangan sendiri untuk membiayai pelaksanaan tugasnya. 4

(5)

Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan, sumber keuangan tersebut salah satunya berasal dari Pendapatan Daerah ( PAD ). Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum.

PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Yang mana sesuai dengan Undang - Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten / kota, dan diberi kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah tersebut

(6)

5Marihot P siahaan, Pajak Dearah dan Retribusi Daerah ( Jakarata : PT. Raja Grafindo Persada, 2005 ),

hlm2

6Ibid

menetapkan 27 jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diberlakukannya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan PAD-nya. Hal ini disebabkan dalam Undang-Undang tersebut menegaskan adanya penambahan 4 jenis pajak, diantaranya 3 jenis pajak kabupaten / kota dan 4 jenis retribusi. Selain itu karena adanya otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia memungkinkan setiap daerah provinsi atau kabupaten kota mengatur daerahnya sendiri termasuk dalam bidang pajak atau retribusi daerah.5

Pemberlakuan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah daerah sebagai pihak yang menetapkan dan memungut pajak dan retribusi daerah, tetapi juga berkaitan dengan masyarakat pada umumnya.6

Di kota Padangsidimpuan angkutan umum masih menjadi suatu sarana transportasi yang populer bagi masyarakat baik dalam menjalankan aktifitas sehari

– hari maupun dalam usaha dan peningkatan perekonomian sehingga retribusi angkutan umum merupakan salah satu sumber PAD dan mempunyai peranan penting terhadap pembangunan kota Padangsidimpuan.

(7)

7Sarjono soekanto,Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, suatu Tinjauan singkat, ed 1, cet 6, ( Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2003), Hlm 13

Semakin tinggi PAD suatu daerah semakin besar dana yang dikeluarkan terhadap pembangunan daerah tersebut. Pengeloalaan retribusi di kota Padangsidimpuan juga merupakan masalah yang serius bagi pemerintah daerah, Hal ini dapat kita lihat dengan ditetapkannya PERDA Nomor 05 tahun 2010 tentang Retribusi Jasa Usaha.

Dengan adanya perda tersebut tentu diharapkan mampu mengatasi masalah – masalah terhadap mengelolaan retribusi salah satunya retribusi bagi angkutan umum di kota Padangsidimpuan. Namun ternyata pengelolaan retribusi masih menemukan banyak kendala serta masih kurang optimal baik yang berasal dari kesadaran masyarakatnya atau sistem pengelolaan oleh pemerintah daerah. Sehingga retribusi angkutan umum belum memberikan konstribusi yang signifikan terhadap pemasukan bagi kas pemerintah daerah.

Soerjono Soekanto melalui tulisannya mengatakan suatu masalah sebenarnya merupakan proses yang mengalami hubungan dalam mencapai tujuannya. Biasanya hubungan tersebut hendak diakhiri.7 Dan dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan dan waktu penulis, oleh karena itu maka penulis tertarik dan memfokuskan terhadap judul tentang

“IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI

JASA USAHA ANGKUTAN UMUM DITINJAU DARI HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA ( STUDI KOTA PADANGSIDIDIMPUAN ) “ yang diharapkan mampu menambah kontribusi terhadap kas daerah guna mendukung pembangunan dan peningkatan perekonomian serta kesahteraan masyarakat kota Padangsidimpuan.

(8)

B. Perumusan Masalah

Dalam penulisan suatu karya ilmiah atau skripsi maka untuk mempermudah pembahasan perlu dibuat suatu permasalahan yang disesuaikan dengan judul yang diajukan penulis, karena permasalahan inilah yang menjadi dasar penulis untuk melakukan pembahasan selanjutnya.

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, maka secara singkat pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimanakah pengelolaan retribusi jasa usaha angkutan umum sebagai

sumber PAD di kota Padangsidimpuan ?

2. Apakah pelaksanaan retribusi jasa usaha angkutan umum telah sesuai dengan Perda Kota Padangsidimpuan Nomor 05 tahun 2010 tentang Retiribusi Jasa Usaha ?

3. Apa saja kendala pemerintah daerah khususnya kota Padangsisimpuan dalam hal pengelolaan retribusi jasa usaha angkutan umum ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penulisan ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui proses dan cara pengelolaan retribusi angkutan umum sebagai sumber PAD di kota Padangsidimpuan.

b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan retribusi angkutan umum sesuai perda kota Padangsidimpuan Nomor 05 tahun 2010.

c. Untuk mengetahui hal – hal yang menjadi kendala pemerintah daerah kota Padangsidimpuan dalam pengelolaan retribusi angkutan umum.

(9)

2. Manfaat Penulisan

Menelaah batasan permasalahan di atas, penelitian ini nantinya diharapkan memberi faedah sebagai berikut :

a. Dari segi teoritis, sebagai suatu wujud penambahan literatur di bidang administrasi pemerintahan daerah khususnya di bidang retribusi Angkutan Umum.

b. Dari segi praktis, sebagai wujud sumbang pikiran dan upaya pemantapan kinerja aparatur pemerintahan di daerah terutama dalam pengelolaan retribusi angkutan umum di daerah.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, ternyata penulisan yang

berkaitan dengan “Implementasi Perda Nomor 05 tentang Retribusi Jasa Usaha

Angkutan Umum Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara ( Studi Kota Padangsidimpuan ) , belum pernah ada sebelumnya.

Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa penulisan ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk memberikan pengertian yang sesuai dengan yang di harapkan, terlebih dahulu Penulis akan mencoba menguraikan pengertian dasar dari pokok bahasan skripsi ini yang telaah dari aspek Hukum Administrasi Negara sebagai berikut :

1. Pengertian Implementasi

Arti kata implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan.

(10)

8 Pengertian Implementasi Para Ahli, http://www.jualbeliforum.com/pendidikan/215357-

pengertian-implementasi-menurut-para-ahli.html , di akses Januari 29, 2014

9 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan Pasal 1

angka 8

Pengertian Implementasi menurut beberapa ahli :

Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi.

Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70) mengemukakan

bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.

Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004).

Implementasi menurut Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70)

mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.”

Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya yaitu kurikulum.8

2. Pengertian Peraturan Daerah

Perda kabupaten / kota adalah Peraturan Perundang - undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota9

Hierarki peraturan perundang - undangan dalam sistem hukum di Indonesia mengacu pada Pasal 7 Ayat (1) Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut:

(11)

10 Ibid Pasal 7 ayat 1

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota.10

Dan kekuatan hukumnya ditegaskan pada pasal 7 ayat 2 :

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8 ayat 1 dan 2 :

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan ini mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota, Bupati / Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan perundang – undangan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat

(12)

11 Ibid Pasal 7 ayat 2 12 Ibid Pasal 9 ayat 1 dan 2

13 http://tehangatsekali.blogspot.com/2011/11/tata-perundangan-menurut-uu-no12-tahun.html, diakses januari

29, 2014

14 Ibid

sepanjang diperintahkan oleh Undang – undang yang lebih Tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan11

Pada pasal Pasal 9 ayat 1 dan 2 Undang – undang Nomor 12 Tahun 2011 dijelaskan bahwa Suatu undang-undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan, suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang - Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung12.

Peraturan Daerah Kabupaten / Kota, yang berlaku di kabupaten / kota tersebut. dibentuk oleh DPRD Kabupaten / Kota dengan persetujuan bersama Bupati / Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota tidak subkordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi. Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang - undangan yang lebih tinggi13.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan tatanan hukum dalam sistem hukum dan sistem perundang-undangan

nasional. Dalam Pasal 1 angka 21, ditentukan bahwa “Qanun Aceh adalah

peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang mengatur

penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.” Dalam Pasal

233 ayat (1) ditentukan bahwa “qanun dibentuk dalam rangka penyelenggaraan

Pemerintahan Aceh, pemerintahan kabupaten / kota, dan penyelenggaraan tugas

pembantuan.”14

(13)

15 Undang - Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1

Dari hal di atas dapat dilihat bahwa kedudukan Qanun dengan Perda Provinsi mempunyai hubungan yang sederejat tingkatannya.

3. Pengertian Retribusi Jasa Usaha

Dalam Undang - Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 angka 64, 65, dan 67 disebutkan beberapa pengertian antara lain :

64) Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

65) Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

67) Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.15

F. Metode Penelitian

Dalam setiap penulisan karya ilmiah diperlukan metode-metode penulisan ilmiah untuk kesempurnaan tulisan sehingga menjadi tulisan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini penulis menggunakan dua (2) metode pengumpulan data yaitu:

1. Penelitian Pustaka ( Library Research )

(14)

Dalam metode ini penulis melakukan penelitian melalui kepustakaan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pokok permasalahan, peraturan perundang - undangan yang dianggap relevan serta mendukung kesempurnaan skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan ( Field Research )

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dari Kantor Dinas Perhubungan Daerah Kota Padangsidimpuan yang merupakan objek dari pembahasan penulisan ilmiah ini.

Penulis secara langsung terjun kelapangan dan langsung mengadakan wawancara dengan Kepala Dinas Perhubungan Kota Padangsidimpuan serta meminta data - data yang diperlukan. Dengan cara inilah Penulis mengumpulkan data guna melengkapi dan mendukung uraian selanjutnya dalam penyelesaian skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum tentang tulisan ini dan untuk memudahkan pembaca untuk memahami pembahasan skripsi ini, maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Retribusi Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah

(15)

Dalam bab ini penulis menguraikan lebih lugas tentang Pengertian Retribusi Daerah, Dasar Hukum Retribusi Daerah, Perbedaan Retribusi dan Pajak Daerah , Pengaruh Retribusi terhadap PAD

Bab III : Tinjauan Retribusi Angkutan Umum dan Badan Instansi sebagai Pihak Pengelolala

Pada bab ini penulis mencoba menguraikan tentang pengertian angkutan umum dan jenis – jenisnya, manfaat retribusi khusus terhadap angkutan umum, mengukur kinerja retribusi, dan instansi yang berwenang mengelola retribusi angkutan umum Bab IV : Penerapan Perda Nomor 05 Tahun 2010 tentang Retribusi Usaha terhadap Retribusi Angkutan umum Kota Padangsidimpuan

Pada Bab ini penulis menguraikan tentang Pengelolaan retribusi angkutan umum sebagai sumber PAD di kota Padangsidimpuan, Pokok persoalan retribusi angkutan umum sesuai dengan Perda Kota Padangsidmpuan Nomor 05 tahun 2010, kendala Pemerintah Daerah Kota Padangsidimpuan dalam hal Pengelolaan Retribusi Angkutan Umum

Bab V : Penutup

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan-kesimpulan atas pembahasan tulisan ini, yang merupakan jawaban dari permasalahan yang ada, selanjutnya penulis akan memberikan saran-saran sebagai sumbangan penulisan atau pendapat yang

(16)

mungkin bermanfaat dalam hal pengelolaan Retribusi Angkutan Umum di kota Padangsidimpuan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam karakteristiknya, twitter juga dapat disebut sebagai new media hal ini selaras dengan teori yang dikemukakan oleh McQuail (1987:17) yang menyatakan bahwa

During teaching and learning process, the researcher found that more than a half of the students in the class did not bring dictionary. While the teacher asked them to

Pada perencanaan batang tarik, batang - batang yang ditinjau sesuai pada gambar 2.1 berikut.. Gambar 2.1 Batang yang ditinjau untuk analisa

By the result that described above, we can conclude that the m ain structure played as the production zone in the Brady’s Hot Spring field is Brady’s fault which dip about

Berdasarkan hasil penelitian menunujukkan kategori peran orang tua sebagai teman paling tinggi memiliki peran yang berperan baik dan Cukup berperan sebanyak 11

Bagikan kepada siswa bahan ajar yang dipilih sendiri (dapat menggunakan satu halaman dalam sebuah buku teks, sebagai ganti buku pegangan). Perintahkan siswa untuk mempelajari buku

Adapun perbaikan yang disarankan adalah menghapus posisi floor stock yang kurang efektif dan tugasnya dilakukan oleh unit gudang, penggambaran struktur organisasi yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi tepung pra masak pisang terhadap berat, volume, kadar air, pH dan total asam lemak rantai pendek dalam digesta