• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pokok Bahasan : Faktor-faktor Reaksi Khalayak pada Media Massa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pokok Bahasan : Faktor-faktor Reaksi Khalayak pada Media Massa"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

MODUL

PSIKOLOGI KOMUNIKASI ( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Faktor-faktor Reaksi Khalayak pada Media Massa Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah memperoleh materi ini mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan kembali tentang faktor-faktor yagn mempengaruhi reaksi khalayak terhadap media dan motivasi khalayak menggunakan media.

I. Teori Melvin deFleur dan Sandra Ball-Rokeach

DeFleur dan Ball-Rokeah melihat pertemuan khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka teroritis, yaitu :

1. Perspektif perbedaan individual 2. Perspektif kategori sosial 3. Perspektif hubungan sosial

1) Perspektif perbedaan individual

Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna terhadap stimuli tersebut.

Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman belajar, dan berada dlam lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan pengaruh media masa yang berbeda pula.

2) Perspektif kategori sosial

(2)

berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama menampilkan kategori respons yang cenderung sama.

Anggota-anggota kategori tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respons kepadanya dengan cara yang hampir sama pula.

Misalnya, anak-anak akan membaca Bobo, Ananda, Hai, dsbnya; Ibu-ibu akan akan membaca Femina, Ayah Bunda, dsbnya.

3) Perspektif hubungan sosial

Perspektif ini menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa.

Perspektif ini tampak pada model “two step flow of communications”.

Dalam model ini, informasi bergerak melewati dua tahap. Tahap pertama; informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Tahap kedua; informasi bergerak dari orang-orang tersebut di atas (disebut pemuka pendapat/opinion leader) dan kemudian melalui saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi.

Teori uses and gratification

Teori ini menjawab pertanyaan-pertanyaan : apa yang mendorong kita menggunakan media? Mengapa kita senang acara X dan membenci acara Y? Bila Anda kesepian, mengapa Anda lebih senang mendengarkan musik klasik dalam radio daripada membaca novel? Apakah media massa berhasil memenuhi kebutuhan kita?. Para pendiri teori ini adalah Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch. Asumsi-asumsi teori uses and gratification adalah :

1. Khalayak dianggap aktif; artinya penggunaan media massa oleh khalayak diangap mempunuai tujuan.

2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.

(3)

luasnya kebutuhan manusia. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan. 4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan

anggota khalayak; artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Model uses and gratification memandang individu sebagai mahluk supra- rasional dan sangat selektif. Jadi model ini bertolak belakang dengan model atau teori “Jarum Hipodermic” atau “Magic Bullets Theory” yang memandang media massa, lewat pesan-pesannya, adalah sangat ampuh/powerful.

Jadi jelaslah kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa, dan pada pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat pula dipuaskan sumber lain selain media massa.

Misalnya, ketika kita ingin mencari kesenangan, maka media massa dapat

memeberikan hiburan; ketika kita mengalami goncangan batin, maka media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan; ketika kita kesepian, maka media massa berfungsi sebagai sahabat.

Akan tetapi, semua yang disebut di atas, yaitu hiburan, kesenangan, persahabatan, dan ketenangan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti kawan, hobi, atau rumah ibadah.

(4)

II. Motif Kognitif Gratifikasi Media

Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu.

1. Teori Konsistensi

Teori ini mendominasi penelitian psikologi sosial pada tahun 1960-an. Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Konflik ini mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan yang dimilikinya. Misalnya di antara kepercayaan “merokok itu merusak kepercayaan” dan “merokok itu membantu proses berpikir”.

Atau konflik di antara beberapa hubungan sosial, misalnya “saya menyukai Rini”; Rini membenci Iwan”; sedangkan “Saya menyukai Iwan”, konflik di antara pengalaman masa lalu dan masa kini.

Dalam suasan konflik, manusia tidak tenang dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi.

Misalnya, kembali pada contoh di atas, “Tetapi rokok yang saya isap sudah disaring filter”, atau “saya merokok tidak terlalu sering-sering amat”. Atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik, misalnya “Saya tidak begitu senang pada Iwan”.

Dalam hubungan ini, Komunikasi massa empunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsisitensi.

Media massa juga menyajikan berbagai rasionalisasi, justifikasi, atau

pemecahan persoalan yang efektif. Komunikasi massa kadangkala lebih efektif daripada komunikasi interpersonal, karena melalui media massa orang

menyelesaikan persolan tanpa terhambat gangguan seperti yang terjadi dalam situasi komunikasi interpersonal.

(5)

Teori ini berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an. Teori ini memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya.

Teori ini mencoba mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa untuk melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.

Misalnya, kita tidak begitu gembira ketika dipuji oleh orang – yang menurut persepsi kita – menyampaikan pujian itu kepada karena ingin dia ingin meminjam uang pada kita.

Teori Atribusi menyatakan, kita memiliki banyak teori tentang peristiwa-peristiwa. Kita senang bila teori-teori ini “terbukti” benar.

Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, media massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan menyajikan realitas yang

disimplikasikan, dan didasarkan pada stereotype.

Media massa seringkali menyajikan kisah-kisah (fiktif atau faktual) yang menunjukkan bahwa yang jahat selalu kalah dan kebenaran selalu menang. Berbagai kelompok yang mempunyai keyakinan yang menyimpang dari norma yang luas dianut oleh masyarakat akan memperoleh validasi dengan membaca majalah atau buku dari kelompoknya.

Misalnya, orang-orang lesbian atau homoseks yakin bahwa perilakunya bukanlah menyimpang, karena mereka membaca buku dan majalah yang mendukungnya.

3. Teori Kategorisasi

Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang selalu mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah dipersiapkannya.

Untuk setiap peristiwa sudah disediakan tempat dalam prakonsepsi yang

(6)

Menurut teori ini, orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya.

Dikaitkan dengan komunikasi massa, pandangan ini menunjukkan bahwa isi media massa, yang disusun berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada kategori-kategori yang ada. Berbagai upacara, pokok dan tokoh, dan berbagai peristiwa biasanya ditampilkan sesuai dengan kategori-kategori yang sudah diterima.

Misalnya, ilmuwan yang berhasil karena kesungguhannya, pengusaha yang sukses karena bekerja keras, adalah contoh-contoh peristiwa yang

memperkokoh prakonsepsi bekerja keras dan kesungguhan.

4. Teori objektifikasi

Teori memandang manusia sebagai mahluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan kosep-konsep tertentu.

Teori ini menunjukkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku yang tampak.

Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negatif pada faktor-faktor eksternal, atau untuk memberikan kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang yang kurang baik.

Misalnya, seorang pegawai yang merasa tidak begitu bersalah ketika ia menyelewengkan uang kantor setelah mengetahui peristiwa korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh orang lain.

5. Teori Otonomi

Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang berusaha

mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom.

(7)

tidak banyak membantu khalayak untuk menajdi orang yang mampu mengendalikan nasibnya.

6. Teori Stimulasi

Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman yang baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya.

Dalam hubungannya dengan komuniksi massa, media massa seperti TV, radio, film, dan surat kabar mengantarkan orang paa dunia yajng tidak terhingga, baik lewat kisah-kisah yang fantastis maupun yang aktual.

III. Motif Afektif Gratifikasi Media 1. Teori Reduksi Ketegangan

Teori memandang manusia seabgai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurang ketegangan.

Tegangan emosional karena marah berkurang setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ungkapan

perasaan dipandang dapat berfungsi sebagai katarsis atau pelepas ketegangan.

Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan kekerasan.

Itulah sebabnya teori ini mengatakan, penjahat mungkin tidak jadi melepaskan dendamnya setelah puas menyaksikan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang jagoan dalam film.

2. Teori Ekspresif

Teori ini mengatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam

mengungkapkan eksistensi dirinya, dalam arti menampakkan perasaan dan keyakinannya.

Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, komunikasi massa

mempermudah orang untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan, sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan

(8)

Media massa bukan saja membantu orang untuk mengembangkan sikap tertentu, tetapi juga menyajikan berbagai macam permainan untuk ekspresi diri, misalnya melaui teka teki silang, kontes, acara kuis dan lain-lain.

3. Teori ego-defensif

Teori ini beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan berusaha untuk mempertahankan citra diri ini.

Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita , pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat-sifat manusia.

Pada saat citra diri kita mengalami kerusakan, media massa dapat mengalihkan perhatian kita dari kecemasan kita. Dengan demikian, komunikasi massa memberikan bantuan dalam melakukan teknik-teknik pertahanan ego.

4. Teori Peneguhan

Teori ini memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu.

Menurut kerangka teori ini, orang menggunakan media massa karena

mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.

Di samping isi media yang memang menarik, tindkan menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan; misalnya menonton televisi dilakukan di tengah-tengah keluarga, membaca buku dilakukan di tempat yang sepi dan tenang dan jauh dari gangguan, dan sebagainya.

5. Teori Afiliasi

Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain.

Dalam hubungannya dengan gratifikasi media, banyak sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media massa dalam menghubungkan individu dengan individu lain.

(9)

Ahli mengatakan, komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain seperti keluarga, teman, bangsa, dan sebagainya.

6. Teori Identifikasi

(10)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

MODUL XI

PSIKOLOGI KOMUNIKASI ( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Efek Kognitif Media Massa Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan

menjelaskan kembali tentang pembentukan dan perubahan citra sebagai efek kognitif media massa, dan efek prososial media massa.

I. Pengertian Informasi dan Citra

Informasi adalah segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi”.

Misalnya, seorang insinyur genetic datang dan memberitahukan bahwa mahluk yang ada di depan Anda adalah “chimera”, hasil perkawinan gen manusia dengan gen monyet. Ketidakpastian Anda berkurang, dan alternative tindakan yang akan Anda lakukan juga berkurang. Apabila Anda bertanya lebih jauh, mahluk itu ternyata jinak dan cerdas, maka makin sedikit alternatif tindakan Anda. Sekarang realitas di depan Anda tidak lagi realitas tak berstruktur. Informasi yang Anda peroleh telah menstruktur dan mengorganissi realitas.

Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna. Gambaran seperti itu disebut citra.

Citra menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu.

(11)

Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, komunikasi massa tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu. Komunikasi massa, khususnya media massa, cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan, dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.

Demikian pula dengan komunikasi massa.

II. Pembentukan dan Perubahan Citra

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi.

Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau meredefinisikan citra.

Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita.

Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang , atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa datang untuk menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial politik; televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indera kita.

Surat kabar menajdi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi di seluruh dunia, buku kadang-kadang bisa menjadi kapsul yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang., film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu.

Realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yang disebut realitas tangan kedua (second hand reality). Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengenyampingkan tokoh-tokoh lain yang lain. Begitu juga surat kabar, melalui proses yang disebut “gatekeeping” menapis berbagai berita dan memuat berita tentang “darah dan dada (blood and breast) daripada tentang teladan dan

kesuksesan.

(12)

Jadi, pada akhirnya kita membentuk citra kita tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. Karena televisi sering menyajikan

adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia lebih keras, lebih tidak aman, dan lebih mengerikan.

Menurut para ahli, penelitian berkenaan dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial menemukan bahwa penonton televisi kelas berat cenderung memandang lebih banyak orang yagng berbuat jahat, merasa bahwa berjalan sendirian berbahaya, dan lebih berpikir bahwa orang hanya meikirkan dirinya sendiri.

Jadi jelas bahwa citranya tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya dalam televisi.

Hal yang sama berlaku pada surat kabar. Bila kita berlangganan surat kabar Lampu Merah, besar kemungkinan kita menduga dunia ini dipenuhi oleh pembunuhan, penjambretan, perkoasaan, penganiayaan, dan pencurian.

Jadi jelaslah bahwa, baik surat kabar maupun televisi dapat menonjolkan situasi atau orang tertentu di atas situasi atau tokoh lain.

Berkaitan erat dengan penonjolan yang dilakukan oelh media massa, Lazarsfeld dan Merton menjelaskan fungsi media dalam memberikan status. Karena namanya,

gambarnya, atau kegiatannya dimuat oleh media, maka orang, organisasi, atau lembaga mendadak mendapat reputasi yang tinggi. Dalam hal ini dikenal istilah ”names makes news”. Sebaliknya dalam kaitannya dengan citra yang ada sekarang adalah ’news makes name”. Artinya orang yang tak terkenal mendadak melejit namanya, karena ia diungkapkan secara besar-besaaran dalam media massa. Bahkan orang yang terkenal, perlahan-lahan akan dilupakan oleh orang, karena tidak pernah lagi diliput oleh media.

Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat. Oleh karena itu, terjadilah apa yang disebut stereotype.

Stereotype adalah gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau

masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dasn seringkali timpang dan tidak benar.

Misalnya di Amerika Serikat, media massa memprlihatkan kelompok minoritas

(13)

dan curang; orang Indian liar dan ganas; orang Asia umumnya pekerja kasar seperti pelayan, tukang cuci, dan tukang masak.

Contoh lain, dalam film-film Indonesia wanita sering ditampilkan sebagai mahluk

cengeng, senang kemewahan, dan seringkali cerewet. Bila penampilan seperti iitu terus menerus, akan menciptakan stereotype pada diri khalayak komunikasi massa temntang orang atau lembaga.

Di sinilah bahaya pesan-pesan media massa. P memandang komunikasi massa sebagai ancaman terhadap nilai dan rasionalitas manusia.

Menurut mereka, media massa menimbulkan depersonalisasi dan dehumanisasi manusia. Media massa bukan saja menyajikan realitas kedua, tetapi karena distorsi, media massa juga menipu manusia dan memberikan citra dunia yang keliru. Dalam hal ini C. Wright Mills menyebutnya sebagai ’pseudoworld” yang tidak serasi dengan perkembangan manusia.

Bagi kritikus sosial, media massa seering menampilkan lingkungan sosial yang tidak sebenarnya. Dengan cara itu, media massa membentuk citra khalayak nya ke arah yang dikehendaki oleh media tersebut.

Selain media berperan dalam membentuk citra, media massa juga berperan dalam mempertahankan citra yangsudah dimiliki oleh khalayaknya.

Teori ”reflective –projective theory” beranggapan bahwa media massa adlah cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu, artinya menimbulkan tafsir yang macam-macam., sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya. Media massa mencerminkan citra khalayak, dan khalayak

memproyeksikan citranya pada penyajian media massa.

Misalnya, berita-berita luar negeri bagi orang Amerika, yang melaporkan bencna, kelaparan, dan kekacauan di negara dunia Ketiga akan memperkokoh citra mereka tentang negara terkebelakang yang belum tersentuh ’peradaban modern”. Pada

(14)

Menurut Klapper, media bukan saja mempertahankan citra khalayak, media lebih cenderung menyokong status quo ketimbang perubahan. Roberts menganggap kecenderungan timbul karena 3 hal sebagai berikut :

1. Reporter dan editor memandang dan menafsirkan dunia sesuai dengan citranya tentang realitas seperti kepercayaan, nilai, dan norma;

Karena citra itu disesuaikan dengan norma yang ada, maka ia cenderung untuk melihat atau mengabaikan alternatif lain untuk mempersepsi dunia.

2. Wartawan selalu memberikan respon pada tekanan halus yang merupakan kebijaksanaan pemimpin media;

3. Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang bersifat kontroversial, karena kuatir hal-hal tersebut akan menurunkan jumlah khalayaknya.

Audience share dikuatirkan direbut oleh media saingan. Dengan begitu, yang paling aman ialah menampilkan dunia sedapat mungkin seperti yang diharapkan oleh kebanyakan khalayak.

Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat

modern orang memproleh informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama, mereka sulit mengecek kebenaran yang disajikan media.

Contoh : pada awalnya Anda mengira bahwa di negara-negara Arab yang ada hanyalah kesalehan dn ketatan pada agama Islam, sampai suatu kali Anda membaca di Majalah TEMPO yang menceritakan suatu tempat maksiat di Negara Bahrain. Anda harus menyusun kembali citra Anda tentang negara-negara yang ada di jazirah Arab.

Contoh lain adalah, selama beberapa tahunorang Amerika memandang Richard Nixon sebagai seorang pemimpin negara yang baik, sampai 2 orang wartawan membongkar skandal Watergate. Mereka harfus mengubah citra mereka terhadap Nixon. Sampai kemudia mereka memprotes dan Nixon diganti.

(15)

Misalnya, Kampung tertentu di daerah tertentu banyak didatangi pengunjung dari luar daerah, setelah diberitakan bahwa kampung itu berhasil dalam mengubah

lingkungannya.

Media massa mengubah citra khalayak tentang lingkungannya. Media massa memberikan perincian, analisis, dan tinjauan mendalam tentang berbagai peristiwa. Penjelasan itu tidak mengubah, tetapi menjernihkan citra kita tentang

Lingkungan.

Oleh karena itu, karne penjelasan media massa tersebut, kita bahkan dapat menentukan mana isu yang penting dan mana yang tidak penting.

Efek Prososial Kognitif

Bila taelevisi, radio, dan surat kabar menyampaikan informasi atau nilai-nilai yang berguna, apakah khalayaknya akan memperoleh manfaat?

Yang dimaksud adalah, bila televisi menyebabkan Anda lebih mengerti tentang Bahasa Indonesia yang baik dan beanr, maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati Anda tergerak untuk menolong mereka , maka media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau Anda untuk

menyumbang, lalu Anda mengirimkan sumbangan dalam bentuk uang ke sana, maka terajdilah efek prososial behavioral.

Contoh : Film televisi “Sesame Street”. Film ini dibuat dalam rangka mempersiapkan anak-anak prasekolah untuk mengembangkan ketrampilan dalam hal :

1. proses simbolik, seperti mengenal huruf, angka, bentuk – bentuk geometris; 2. Organisasi kognitif seperti diskriminasi perseptual, memahami hubungan di

antara objek dan peristiwa, mengklasifikasikan, memilih, dan menyusun; 3. Berpikir dan memecahkan masalah;

4. Berhubungan dengan dunia fisik dan sosial..

Film ini dirancang oleh pendidik, psikolog, dan ahli-ahli media massa.

(16)

unsur informasi dan hiburan, telah berhasil menanamkan pengetahuan, pengertian, dan ketrampilan.

Banyak orang memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang bidang yang diminatinya dari berita dan pandangan yang ditampilkan oleh surat kabar, radio, dan televisi. Bahkan majalah-majalah, terutama majalah khusus yang diterbitkan untuk profesi atau kalangan tertentu, telah menjadi sumber informasi dan rujukan bagi pembacanya. Buku sudah menjadi tempat penyimpanan memori peradaban manusia sepanjang jaman. Pada buku orang menyimpan pengetahuan, dan dari buku mereka memperoleh pengetahuan.

Semua bentuk media massa telah menyumbang bagi transformasi nilai-nilai dan perbendaharaan pengetahuan dan peradaban umat manusia.

Efek Prososial Behavioral

Salah satu perilaku prososial ialah memiliki ketrampilan ayng bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Ketrampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal seperti orang tua, teman, atasan, guru, dan sebagainya.

Dalam dunia modern sekarang ini, sebagian dari tugas mendidik telah dilakukan oleh media massa. Buku, majalah, dan surat kabar sudah diketahui mengjarkan kepada pembacanya berbagai ketrampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan ketrampilan secara sistematis dan terarah. Majalah profesi memberikan resep-resep praktis dalam emngatrasi berbagai persoalan. Surat kabar membuka berbagai ruang ketrampilan seperti fotografi, petunjuk penggunaan komputer, rsep makanan, dan sebagainya.

Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki ketrampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.

(17)

2. Proses Pengingatan 3. Proses reproduksi motoris 4. Proses motivasional

1) Proses Perhatian

Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa itu dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran. Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang tua kita, teman, guru, atau sajian media massa.

Kita baru dapat mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan peristiwa yang dpat kita teladani. Tetapi tidak seluruh peristiwa itu kita perhatikan.

Menurut Bandura, peristiwa yagn menarik perhatian ialah yagn tampak menonjol dan sederhana, terjadi berulang-ulang, dan menimbulkan perasaan positif pada pengamatnya.

2. Proses Pengingatan

Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus Sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benaknya dan

memanggilnya kembali tatkala mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan.

3. Proses reproduksi motoris

Tahap ini tahap menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Untuk melakukan itu, perlu motivasi.

4. Proses Motivasional

Proses motivasional bergantung pada peneguhan. Ada 3 macam peneguhan yang mendorong kita bertindak, yaitu peneguhan eksternal, peneguhan gantian, dan peneguhan diri.

(18)

mencemoohkan kita, atau bila kita yakin bahwa orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal.

Kita akan terdorong melakukan perilaku teladan bila kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatnnya. Inilah yang disebut peneguhan gantian.

(19)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

MODUL XII

PSIKOLOGI KOMUNIKASI ( 3 SKS )

Pokok Bahasan : Efek Afektif Media Massa Oleh : Drs. Riswandi, M.Si.

TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah memperoleh materi ini mahasiswa diharapkan dpat memahami dan

menjealaskan kembali tentang pembentukan dan perubahan sikap dan efek emosional media massa.

I. Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pengaruh media massa terhadap pembentukan dan perubahan sikap dapat disimpulkan pada lima prinsip umum sebagai berikut :

1. Pengaruh komunikasi masa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.

2. Karena adanya faktor-faktor tersebut di atas, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, meskipun kadang-kadang berfungsi sebagaqi media pengubah (agent of change).

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada perubahan seluruh sikap (konversi) dari satu segi masalah ke segi yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

(20)

Mengapa para peneliti tidak berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa, hal ini dapat dijelaskan karena berbagai alasan sebagai

berikut :

1) Media massa diduga sebenarnya efektif dalam mengubah sikap, tetapi alat ukur kita gagal untuk mendeteksi perubahan tersebut.

2) Terjadi terpaan selektif yang menyebabkan orang cenderung

menerima hanya informasi yang menunjang kon sepsi yang telah ada sebelumnya.

3) Ketika kita mengukur efek media massa, kita mengukur efek yang saling menghapus; artinya orang menerima bukan saja media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga media yang menentang hal tersebut.

4) Media memang tidak menyebabkan orang berubah sikap, tetapi hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada, sehingga setiap pihak dengan kampanyenya, berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain.

5) Pada umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap politik yang didasarkan pada keyakinan yang dipegang, bukan pada sikap yang berlandaskan keyakinan yang dangkal. 6) Mereka yang diterpa media massa diduga adalah orang-orang yang lebih terpelajar, lebih tahu dan lebih stabil dalam hal kepribadian, sehingga mereka menerima pesan media dengan gagasan yang sudah terumus lebih tegas.

7) Media massa diduga tidak berpengaruh langsung pada khalayak, tetapi terlebih dahulu melewati pemuka pendapat/opinion leader.

8) Media massa tidak mengubah pendapat, tetapi

mempengaruhi penonjolan suatu isu di atas isu yang lain, sebagaimana dinyatakan oleh teori agenda setting.

(21)

sebagai mediator untuk sikap. Semua ini memperlihatkan bahwa adanya peranan struktur kognitif terhadap pembentukan sikap.

Menurut Solomon E. Asch, semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, artinya apda informasi dan pengetahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok, atau orang. Hubungan kita dengan mereka pasti didasarkan pada informasi yang kita peroleh tentang sifat-sifat mereka. Dengan demikian sikap kita pada

seseorang atau sesuatu bergantung pada citra kita tentang orang atau objek tersebut.

Contoh :

a). Bila kita mengetahui bahwa penyakit cacar disebabkan virus, kita akan bersikap positif pada vaksinasi, tetapi bila kita mengetahui bahwa cacar disebabkan oleh mahluk halus, maka kita bersikap negative pada vaksinasi

b) Bila kita tahu bahwa pemerintah dipegang oleh orang-orang yang jujur, berdedikasi, dan dan selalu beropientasi pada kepentingan rakyat, maka sukar bagi kita untuk berpartisipasi pada setiap program pemerintah.

Sebaliknya bila kita yakin pemerintah dikendalikan oleh koruptor yang mementingkan diri sendiri, maka akan sulit bagi kita untuk bersikap positif terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah.

Oleh karena itu, kesimpulan Asch adalah, bahwa tidak ada teori sikap atau aksi social yang tidak disarkan pada penyelidikan tentang dasar-dasar kognitifnya.

Dengan perkataan lain, sikap ditentukan oleh citra. Pada akhirnya, citra ditentukan oleh sumber-sumber informasi. Di antara sumber-sumber yang paling epnting dalam

kehidupan modern ialah media massa. Media massa tidak emngubah sikap secara langsung, melainkan media massa emngubah citra terlebih dahulu, baru kemudian citra yang mendasari sikap.

(22)

Sikap terahdap pemerintah, penolakan pada otoritas, kesenangan pada pemimpin negara, dan sikap pada politisi berkaitan erat dengan terpaan surat kabar, radio, dan televise.

Kesimpulan penelitian Charles K. Atkin, mengatakan bahwa media massa secara secara signifikan mempengaruhi orientasi afektif, walupun dampaknya tidak sebesar pada orientasi kognitif.

II. Rangsangan Emosional

Penelitian komunikasi mengalami kesulitan untuk mengukur emosi sedih, gembira, atau takut sebagai akibat pesan media massa.

Misalnya kita tidak dapat mengukur efeks emosional sebuah film tragedi dengan menampung air mata penonton, atau mengukur kerasnya suara tawa ketika bereaksi pada suatu adegan yang lucu.

Meskipun demikian para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa.

Faktor-faktor itu antara lain : 1. Suasana emosional 2. Skema kognitif 3. Suasana terpaan 4. Predisposisi individual

5. Tingkat identifikasi khalayak dengan tokoh.

1. Suasana emosional (mood)

Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respons kita pada stimuli itu. Penelitian Murray tentang pengaruh suasana mental pada persepsi terhadap foto, dan penelitian Leuba dan Lucas tentang hubungan antara suasana emosional dengan persepsi terhadap gambar yang disajikan memperlihatkan adanya pengaruh suasana emosional terhadap pesan-pesan media massa.

(23)

lucu daripada subyek-subyek yang diberi placebo (pil yang tidak mengandung unsure apa-apa).

Jadi dapat disimpulkan bahwa respons khlayak pada film, sandiwara televisi, atau novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional khlayak.

Misalnya :

- film-film sedih akan sangat mengharukan Anda setelah Anda mengalami kekecewaan sebelumnya.

- Adegan-adegan lucu menyebabkan Anda tertawa terbahak-bahak bila Anda menontonnya setelah mendapatkan suatu keuntungan yang tidak disangka-sangka.

2. Skema kognitif

Skema kognitif adalah semacam “naskah “ pada pikiran kita yang menjelaskan “alur” peristiwa.

Kita tahu bahwa dalam film “sang jagoan” atau ‘pemeran utama” akan menang juga pada akhirnya. Oleh akrena itu, kita tidak terlalu cemas ketika “sang jagoan” tadi babak belur terlebih dahulu atau ia masuk jurang, karena pada akhirnya kita tahu bahwa ia pada akhirnya akan menang juga. Menurut Walter Weiss, kesadaran bahwa sang pahlawan dalam kebanyakan cerita, dan selalu dalam film-film serial, cenderung melemahkan goncangan emosional ketika sang pahlawan ditempatkan dalam situasi berbahaya dan menakutkan. Karena alasan inilah kita mungkin akan kecewa ketika kita

mengetahui pada akhir cerita Mr. Smith mati di tiang gantungan, artinya seorang pahlawan kalah oleh penjahat.

Cerita Mr. Smith tersebut memporak-porandakan skema kognitif kita, yang terbentuk daripengalaman-pengalaman kita.

Tetapi skema kognitif tidak selalu berdasarkan pengalaman. Skema kognitif dapat juga terbentuk karena induksi verbal, atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkan kerangka interpretif.

(24)

diperlukan sebelum remaja itu memperoleh status baru, tidak begitu ngeri menyaksikannya dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat pemberitahuan seperti itu.

Berkaitan erat dengan skema kognitif adalah anggapan apakah adegan atau cerita yang disaksikan khalayak media itu realistis atau sekedar khayalan belaka.Oleh karena itu para ahli menyarankan bahwa salah satu cara untuk mengurangi gangguan emosional pada anak-anak yang menyaksikan adegan fiktif ialah dengan menjelaskan kepada mereka bahwa yang mereka tonton itu hanya khayalan.

3. Suasana terpaan (setting of exposure)

Misalnya, Anda akan sangat ketakutan menonton film horror bila Anda

menontonnya sendirian di sebuah rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik-derik.

Penelitian membuktikan pula bahwa, anak-anak akan lebih ketajkutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap.

Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi Anda pada waktu memberikan respon. Ketakutan seperti juga emosi lainnya memang mudah menular.

3. Predisposisi individual

Predisposisi individual mengacu pada karakteristik khas individu.

Misalnya orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedy lebih terharu daripada orang periang. Sebaliknya orang periang akan lebih terhibur oleh adegan lucu daripada orang melankolis.

Penelitian juga membuktikan bahwa, acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.

Misalnya, drama televisi yang melukiskan keluarga yang penuh kasih sayang dan kehangatan terasa sangat menyakitkan bagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Begitu pula upacara yang melukiskan keemwahan akan sangat

menyinggung buat penonton yang tengah dilanda keprihatian yang mendalam.

(25)

Faktor identifikasi ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa.

Dengan identitfikasi penonton, pembaca, atau pendengar menempatkan dirinya pada posisi si tokoh. Ia ikut merasakan apa yang dirasakan oleh si tokoh, Oleh karena itu, jika si tokoh mengalami kekalahan, maka ia juga merasa kecewa, atau jika si tokoh berhasil, maka ia juga gembira.

Mungkin juga kita menganggap seorang tokoh dalam ceruita televise atau film sebagai lawan kita. Dalam posisi seperti ini, kita gembira bila diidentifikan celaka, dan jengkel bila sukses. Semuanya ini menunjukkan bahwa makin tinggi

identifikasi (atau disidentifikasi) kita dengan tokoh yang disajikan, maka makin besar intensitas emosionalpada diri kita akibat terpaan pada pesan media massa.

Rangsangan seksual

Sejenis dengan rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa.

Bahan-bahan erotis dalam televisi, film, surat kabar atau majalah, buku, dan sebagainya biasanya disebut pornografi.

Karena istilah ini terlalu abstrak, beberapa orang ahli menggunakan istilah SEM

(Sexually Explicit Materials) atau erotica. Pada umumnya orang menduga dan meyakini bahwa erotica meerangsang gairah seksual, meruntuhkan nilai-nilai moral, mendorong orang gila sex, atau mendorong terjadinya pemerkosaan..

Penelitian menunjukkan bahwa terpaan erotica, meskipun berlangsung singkat, akan membangkitkan gairah seksual pad kebanyakan pria dan wanita; selain itu ia juga menimbulkan reaksi-reaksi emosional lainnya seperti resah, gelisah, agresif, dan impulsive. Erotika terbukti membangkitkan rangsangan seksual.

Stimuli erotis adalah stimuli yang membangkitkan gairah seksual, baik internal maupun eksternal. Stimuli internal ialah perangsang yang timbul dari mekanisme dalam tubuh organism. Misalnya, pada binatang ialah adanya perubahan hormonal pad bulan-bulan tertentu yang merupakan musim kawin.

(26)

Faktor-faktor yang menstimuli rangsangan erotis manusia adalah : a. factor pelaziman

b. factor imajinasi c. factor pengalaman.

Ad. a. Kepada sekelompok subjek pria diperlihatkan slide sepasang sepatu hitam. Setelah itu, diperlihatkan slide lain yang menampakkan foto gadis telanjang. Percobaan itu diulangi berkali-kali, sehingga foto sepatu hitam itu sudah cukup membangkitkan gairah seksual. Generalisasipun terjadi, subjek terangsang oleh gambar sepatu apa pun. Karena proses pelaziman inilah maka apa saja yang ada di dunia bias menjadi stimuli erotis, misalnya saputangan, minyak wangi, buku tulis, tulisan, foto, atau lagu. Dengan demikian, apa yang merangsang saya belum tentu merangsang Anda. Minyak wangi yang membangkitkan gairah Anda, malah menyebabkan saya mau muntah. Begitu pula, penampakan buah dada tidak menimbulkan gejolak apa-apa bagi keabnyakan saudara kita di Papua atau Bali. Pusar dan kulit perut tidak juga “aneh” buat penduduka di India yang mengenal sari.

Ad. b. Selain pelaziman, manusia juga dapat terangsang karena imajinasi. Para ahli yang melakukan eksperimen untuk meneliti kekuatan ebberapa stimuli erotis seperti imajinasi, cerita erotis, dan gambar-gambar erotis. Ternyata hasilnya adalah yang paling merangsang adalah imajinasi dibandingkan gambar dan cerita.

Seringkali efek imajinasi dibantu oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsanganyang berlainan bagi orang yang mempunyai pengalaman yagn berbeda. Griffit memperlihatkan bahwa makin banyak pengalaman seksual seseorang, makin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. Terbukti pula bahwa pada wanita, hubungan antara pengalaman dan rangsangan itu sangat menonjol.

Ad. c. Seringkali efek imajinasi ini didukung oleh memori yang ada. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangan yang berlainan bagi orang yang

mempunyai pengalamanyang berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seksual seseorang, semakin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual. Terbukti pula bahwa pada wanita, hubungan antara pengalaman dan

(27)

Kesimpulan :

Karena pelaziman, imajinasi, dan pengalaman bermacam-macam, maka kita mengalami kesulitan untuk mendefinisikan pornografi atau media erotica.

Pornografi tidak cukup didefinisikan sebagai gambar-gambar atau adegan-adegan yang merangsang, sebab rangsangan sangat bergantung pada orangnya.

Referensi

Dokumen terkait

Downey dan Erickson menjelaskan perkembangan sistem agribisnis (nput, processing, output% dimulai dengan berbagai kegiatan di dalam sektor barang perlengkapan pertanian yang

Aplikasi ini akan dirancang multiple server , maksudnya di setiap titik-titik keberangkatan akan diaplikasikan satu server (selama ini baru dua tempat, yaitu Bandung

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penumbuhan film tipis CuPc di atas substrat SiO 2 dengan metode penguapan hampa udara ( Model JEOL JEE-4X ) telah dilaksanakan dan dikarakterisasi dengan menggunakan

Sedangkan untuk pendekatan manajemen kira-kira terbagi ke dalam sembilan unsur yaitu manajemen sumber daya manusia (MSDM), pembelanjaan, produksi, biaya, pemasaran,

Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 51/MENKLH/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, baku mutu untuk kelarutan

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang