IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) TERHADAP
KINERJA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN KERINCI
ARTIKEL
MENRA HUSNADI NPM. 1010018312062
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BUNG HATTA
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) TERHADAP
KINERJA PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN KERINCI
Menra Husnad1, Bahrul Hanif1, Indra Yurmansyah2
1
Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta,
2
Politeknik Negeri Padang
ABSTRACT
In an effort to implement safety systems work effectively and efficiently takes the safety of good management concepts to identify and analyze the causes of the occurrence of irregularities or accidents that have an impact on job performance. If an organization fails to manage the causes of the decline in performance due to the high number of accidents is certainly an organization may experience a loss. Therefore, in SMK3, safety management a major focus of preventive measures or at least reduce (mitigation) safety threat. This research aims to determine the factors that affect the implementation of the safety management system of work on the construction project and how the influence of these factors in the implementation of the system of safety management on the performance of construction projects that are measured in the parameter of time efficiency, cost efficiency, improved work quality and increased activity work. By using several analytical approach, the obtained results that the factors that affect the implementation of safety management systems in construction projects especially in Kerinci district consists of efficiency time, cost efficiency, and increase in work activities. There is a very significant influence among efficiency time, cost efficiency, improved quality of the work and an increase in work activities on the performance of safety management systems. Accumulated effect that seen from the coefficient determinant for the following 56% effect caused by the ability to manage time to achieve better efficiency, 77.3% influence posed by the ability to manage costs and 83.3% influence posed by the ability to increase activity work more effectively and efficiently.
Keywords: SMK3, Efficiency Time, Cost and Quality Improvement Work
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan industri di Indonesia, masalah kecelakaan kerja yang menimbulkan kerugian materi dan tenaga diperkirakan akan terus meningkat. Di negara maju studi tentang risiko kecelakaan kerja banyak dilakukan dan dipublikasikan. Namun di Indonesia penelitian risiko kecelakaan kerja relatif jarang dilakukan. Riset yang dilakukan badan dunia International Labour Organization (ILO) menghasilkan kesimpulan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2,2 juta orang serta kerugian
mengatakan, dunia industri konstruksi hampir tidak pernah memikirkan keselamatan kerja, padahal angka kecelakaan bahkan kematian di industri tersebut sangat tinggi dibandingkan dengan industri jenis lainnya. Merujuk kepada kondisi dan pendapat ahli berkenaan dengan kondisi tersebut, tentunya sangat dimungkinkan industri jasa konstruksi khususnya yang ada di Kabupaten Kerinci mulai menyusun langkah-langkah antisipatif, salah satunya dengan memperbaiki sistem manajemen keselamatan kerja berbasis resiko. Peluang ini juga dikuatkan dengan fakta lapangan yang berhasil dikumpulkan dari tiga tahun terakhir (2011 s/d 2013) yang menyimpulkan bahwa hampir 25% pelaksanaan sistem manajemen keselamatan kerja pada proyek konstruksi khususnya di Kabupaten Kerinci dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berimplikasi pada efisiensinsi waktu, biaya dan kualitas hasil kerja (fakta ini dirumuskan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang pihak yang mewakil pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci diantaranya Nasrul, S.T., M.T, Maya Novembri Handayani, S.T dan Anto, S.T., M.T). Dalam usaha menerapkan sistem keselamatan kerja yang efektif dan efisien dibutuhkan konsep manajemen keselematan yang baik untuk mengidentifikasi dan menganalisa penyebab terjadinya penyimpangan ataupun kecelakaan kerja yang berdampak pada performansi pekerjaan. Jika suatu organisasi gagal mengelola faktor penyebab terjadinya penurunan performansi oleh karena angka kecelakaan kerja yang tinggi tentunya organisasi dapat mengalami kerugian. Oleh karena itu, dalam SMK3, manajemen keselamatan kerja menjadi fokus utama dalam tindakan pencegahan atau paling tidak mereduksi (mitigasi) ancaman keselamatan kerja. Tujuannya adalah agar dapat mengurangi kerugian dengan harapan dapat tercapai Zero Accident atau tidak pernah terjadi kecelakaan di tempat kerja.
Menurut The Australian/New Zealand Standard for Risk (AS/NZS 4360), risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan mempengaruhi obyek, dan hal ini diukur dengan frekuensi dan konsekuensi. Sedangkan manajamen risiko adalah sebuah proses dan struktur yang diarahkan menuju manajemen yang efektif. Pengelolaan risiko bisa difokuskan pada usaha mengurangi kemungkinan (probability) munculnya risiko dan mengurangi keseriusan (severity) konsekuensi risiko tersebut. Manajemen Risiko, pada dasarnya dilakukan melalui proses-proses berikut ini : Indentifikasi risiko, Evaluasi dan pengukuran risiko dan Pengelolaan risiko. Penelitian ini mengikuti konsep manajemen risiko dengan mengembangkan hasil internal safety audit yang telah dilakukan sebelumnya, untuk mengidentifikasi dan menganalisa risiko pada perusahaan Konstruksi yang ada di Kabupaten Kerinci. Kemudian untuk mengukur sejauhmana pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), dilakukan melalui teknik scoring yang mengacu pada hasil NGT (Nominal Group Technique), dan dilakukan analisa dengan menggunakan pareto chart dalam menentukan prioritas penanganan risiko serta menghitung perkiraan biaya yang diperlukan dalam penanganan risiko tersebut.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut, maka dapat disusun beberapa hal yang menjadi pertanyaan penelitian, antara lain:
• Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan sistem manajemen keselamatan kerja pada proyek konstruksi?
biaya, peningkatan kualitas kerja dan peningkatan kegiatan kerja?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan sistem manajemen keselamatan kerja pada proyek konstruksi?
2. Mengetahui bagaimanakah pengaruh faktor-faktor dalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan kerja terhadap kinerja proyek konstruksi yang diukur dalam parameter efisiensi waktu, efisiensi biaya, peningkatan kualitas kerja dan peningkatan kegiatan kerja?.
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah: keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja memiliki tujuan pencapaian ”Zero Accident” ataupun nihil kecelakaan dalam menjamin:
• Sumber produksi diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien • Menjamin keselamatan setiap orang lain
yang berada di tempat kerja
• Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan Pekerjaan
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena dibelakang peristiwa tersebut tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling fatal. Kerugian tersebut meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Terdapat
2 (dua) faktor penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
• Tindakan perbuatan yang tidak selamat (unsafe acts), dan
• Kondisi/ keadaan lingkungan kerja yang tidak selamat (unsafe condition)
Dalam analisis kecelakaan kerja, kedua faktor penyebab kecelakaan kerja tersebut disebut dengan gejala, yang berpotensi sebagai pemicu (trigger) terjadinya kecelakaan. Sedangkan akar masalahnya terdapat pada kebijakan manajemen (Management Policy), mengingat pimpinan perusahaan (istilah umum dikenal sebagai: Manajemen) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No. 1 tahun 1970) adalah penanggung jawab penyelenggaraan keselamatan kerja, maka dalam hal terjadi atau tidak terjadinya kecelakaan sangat tergantung sampai sejauh mana kesepakatan (commitment) manajemen dalam penerapan sistem manajemen keselamatan kesehatan kerja (SMK3).
Metodologi Penelitian
Metoda penelitian yang digunakan untuk penelitian identifikasi faktor-faktor Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan proyek konstruksi bangunan gedung di Kabupaten Kerinci ini adalah penelitian menggunakan desain studi kasus guna menjawab masalah secara detail. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian ini meliputi:
Penentuan Wilayah Penelitian
Penentuan Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh pihak yang terlibat dan kompeten pada pekerjaan bangunan gedung selama lima tahun terakhir. Pihak yang terlibat dan memiliki kompetensi sebagai populasi dibatasi pada jabatan sebagai berikut : PPK, PPTK, General Superintendent, Site Manager, Civil Engineer, Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana. Jumlah populasi didalam penelitian ini berdasarkan data yang didapat adalah sebanyak 100 orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1
Jumlah Populasi Berdasarkan Klasifikasi Jabatan
No Jabatan Jumlah
1 PPK 4
2 PPTK 16
3 General Superintendent 10
4 Site Engineer 16
5 Civil Engineer 16
6 Konsultan Pengawas 28 7 Konsultan Perencana 10 100 Sumber : Bidang Cipta Karya DPU Kab. Kerinci, 2016
Selanjutnya untuk menentukan jumlah sampel (n) dapat ditentukan yaitu dengan menggunakan model perhitungan Slovin dengan formulas sebagai berikut:
Dimana :
n : Jumlah Sampel N : Ukuran Populasi d : derajak kesalahan (5%)
Melalui formulasi ini, maka jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 80 orang dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2
Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Klasifikasi Jabatan
No Jabatan Jumlah
1 PPK 4
2 PPTK 8
3 General Superintendent 8
4 Site Engineer 16
5 Civil Engineer 19
6 Konsultan Pengawas 20
7 Konsultan Perencana 5
80
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016
Identifikasi Faktor dan Variabel Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada bagian terdahulu, maka tahap terpenting yang harus dilaksanakan didalam penelitian ini adalah merumuskan faktor dan variabel yang akan digunakan sebagai dimensi operasional dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Rumusan faktor dan variabel diperoleh melalui kajian mendalam terhadap beberapa sumber referensi terkait yang diperoleh melalui hasil penelitian relevan yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) khususnya dengan objek kasus pada bangunan gedung di Indonesia sudah dimulai semenjak tahun 2001 antara lain:
1. Agung Irawan, (2001) Pengaruh Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi Gedung Di Wilayah Jabotabek, Universitas Indonesia.
2. Herlina, (2010) SMK3 Pandangan Baru Pimpinan Untuk Mencapai Produktifitas Organisasi.
Gedung Di Jakarta Dan Sekitarnya, Universitas Indonesia.
4. Eka Cempaka P, 2009, Pengembangan SMK3 di Indonesia, FK Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Munthe, E. A, 2010. Gambaran Pengetahuan dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) OHSAS 18001:2007 di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Tahun 2010.FKM-USU Medan
6. Suardi, R..2007. Sistem Manajemen dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PPM
Dari enam sumber referensi ini, maka diperoleh beberapa faktor berikut variabel yang menjadi indicator untuk mendefinisikan faktor-faktor dari Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang akan dipakai didalam penelitian ini, adapun rumusan faktor dan variabel tersebut disajikan pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3
Rumusan Faktor dan Variabel Penelitian
Faktor Variabel Notasi
Pembentukan
Panitia Pembina K3 X1 Penyuluhan dan
Penjelasan K3 X2 Penyelenggaraan
Pelatihan dan pengarahan Kerja
X3
Pemberian sangsi apabila tidak menggunakan alat keselamatan kerja
X4
Kesadaran Pimpinan terhadap K3
X5
Anggapan pimpinan bahwa biaya K3 Mahal
X6
Anggapan pimpinan bahwa hasil K3 tidak langsung dapat dinikmati
X7 Peranan
Manajemen
Anggapan pimpinan bahwa K3
menghambat proses produksi
X8
Tersedianya peralatan
Keselamatan Kerja
X9
Tempat kerja yang
aman dan Luas X10 Peralatan kerja
dalam kondisi layak dan memadai
X11 Kondisi dan
Lingkungan Fisik Kerja
Ketersediaan alat penanggulangan kebakaran
X12
Kedisiplinan dalam menggunakan alat pengaman
X13
Ketaatan terhadap
prosedur kerja X14 Pengalaman kerja
yang memadai X15 Kesadaran
akan Kualitas Pekerjaan
Ketertiban dalam
Secara sederhana berikut disajikan hasil interpretasi penulis terhadap faktor dan variabel yang akan digunakan.
• Peranan Manajemen
Beberapa hal yang menjadi indicator untuk peranan manajemen ini didalam pelaksanaan SMK3 adalah sebagai berikut:
1) Adanya upaya untuk membentuk Panitia (PIC) SMK3
2) Penyelenggaraan Penyuluhan SMK3 yang terpadu
3) Penyelenggaraan Pelatihan dan Pembinaan K3
4) Pemahaman dari Pimpinan tentang K3
5) Pemberian sangsi apabils tidak menggunakan alat keselamatan kerja
6) Anggapan pimpinan bahwa biaya K3 Mahal
7) Anggapan pimpinan bahwa hasil K3 tidak langsung dapat dinikmati 8) Anggapan pimpinan bahwa K3
menghambat proses produksi
• Kondisi Lingkungan Kerja
Untuk mempermudah pemahaman tentang lingkungan fisik kerja ini, maka pada penelitian ini dirumuskan beberapa indicator, antara lain:
1) Ketersediaan peralatan K3 yang memadai
2) Lingkungan fisik kerja yang memadai (luas dan aman)
3) Peralatan kerja dalam kondisi layak dan memadai
4) Ketersediaan alat penanggulangan kebakaran
• Faktor Kesadaran Karyawan dan Kualitas Pekerjaan
Faktor ketiga yang selama ini juga terkait dengan kondisi di Kabupaten Kerinci adalah kesadaran karyawan
terhadap K3 dan kaitannya dengan kualitas pekerjaan. Indikator yang dipakai adalah sebagai berikut:
a. Mendorong karyawan untuk selalu disiplin menggunakan Alat pelindung diri
b. Mendorong karyawan untuk tetap taat melaksanakan prosedur kerja c. Pengalaman kerja karyawan yang
memadai sebagai wujud pemahaman terhadap K3
d. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan secara terjadwal dan adil.
Mendefinisikan Teknik Pengukuran variabel
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti menggunakan kuesioner dengan pilihan jawaban berupa skala. Skala yang digunakan adalah skala likert. Skala ini berinterasi 1-5 dengan pilihan jawaban sebagai berikut :
1) Sangat Tidak Penting 2) Tidak Penting
3) Kurang Penting 4) Penting
5) Sangat Penting
Pengujian Kesesuaian Faktor dan Variabel Penelitian Dengan Objek Kasus di Kabupaten Kerinci
Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Uji Validitas Variabel
Pengujian validitas didalam penelitian ini merupakan pengujian tentang suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen yang terbentuk dari beberapa variabel SMK3.
2) Uji Reliabilitas Instrumen
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbach dan dengan menggunakan program SPSS 19.0 for windows. Formulasi manual adalah sebagai berikut:
α = koefisien reliabilitas alpha k = jumlah item
Sj = varians responden untuk item I Sx = jumlah varians skor total
Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000) yang membagi tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :
• 0,8-1,0 = Reliabilitas baik
• 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
• kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
Pendefinisian Faktor dan Variabel SMK3 Pendefinisian faktor dan variabel SMK3 pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis faktor (confirmatory factor analysis) dengan tahapan sebagai berikut:
• Menguji ketepatan dalam model faktor Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji statistik yang digunakan adalah barletts test sphericity dan Kiser-Mayer-Olkin (KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya. Kriteria dan parameter Nilai KMO adalah sebesar 0,9 adalah baik sekali, Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik, Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik, Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup, Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang dan Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak
• Penentuan jumlah faktor
Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari satu yang dipertahankan dalm model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model.
• Rotasi faktor
Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut banyak variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Melalui rotasi faktor matriks, faktor matriks ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan.
• Interpretasi faktor
Interpretasi faktor dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel yang mempunyai factor loading minimum 0,4 sedangkan variabel dengan faktor loading kurang dari 0,4 dikeluarkan dari model.
• Model Fit (ketepatan model)
Tahap akhir dari ananlisis faktor adalah mengetahui ketepatan dalam memilih teknik analisis faktor antara principal component analysis dan maximum likelihood dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini adalah nilai root mean square error = RMSE), maka semakin tepat penentuan faktor yang terbentuk
Pengujian Pengaruh SMK3 Terhadap Kinerja Proyek
atau hasil akhr dari tahap analisis faktor. Pada pembahasan regresi ditetapkan ada dua variabel yang akan diuji, yaitu :
• Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas didalam penelitian ini adalah variabel yang didapat dari hasil perhitungan analisis faktor. Jumlah variabel bebas bergantung dari berapa banyak faktor yang terbentuk pada analisis faktor ditahap sebelumnya.
• Variabel Terikat (Dependen Variabel) Variabel terikat didalam penelitian ini adalah variabel yang besarannya sangat bergantung dari variabel bebas, yaitu kinerja proyek konstruksi bangunan gedung yang diukur dari 4 indikator, yaitu : Efisiensi Waktu, Efisiensi Biaya, Peningkatan Kualitas Kerja dan Peningkatan Kerja.
Adapun langkah-langkah perhitungan yang akan dilakukan didalam tahap ini meliputi:
• Penentuan Nilai Koefisien Regresi
Untuk menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen yang jumlahnya lebih dari satu dikenal dengan anlisis regresi berganda. Bentuk persamaan regresi dengan dua variabel independen adalah :
Y = a + b1X1+ b2X2
Dimana :
Y = Kinerja Proyek Konstruksi a = konstanta
b1,b2,b3 = koefisien kemiringan
x1,x2,x3 = independent variabel (SMK3)
• Koefisien Determinasi (R2)
Digunakan untuk menjelaskan seberapa besar kontribusi variabel independen (X1
dan X2) terhadap variabel dependent (Y).
Secara skematik, tahapan pengolahan data yang dilakukan disajikan kedalam gambar dibawah ini.
Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk Memastikan Kecocokan Faktor dan
Variabel yang akan digunakan
Analisis Faktor (untuk menjawab tujuan penelitian 1)
Analisis Regresi (untuk menjawab tujuan penelitian 2) Literatur Review
Untuk Mendefinisikan Faktor dan Variabel
Penelitian
Gambar 1
Skema Pembahasan dalam Penelitian
Analisa Faktor
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Pengujian Tahap 1 disajikan pada tabel
dibawah ini. Tabel 5
Hasil KMO dan Bartlett’s Test Tahap 1 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy 0,750
Bartlett's Test of Sphericity
Approx.
Chi-Square 885.288
Df 120
Sig. 0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Adequacy) pada tabel anti-image matrix. Ketentuan standar secara statistic variabel yang dinyatakan layak untuk dikelompokkan jika variabel tersebut memiliki nilai MSA > 0.5 dan sebaliknya variabel dengan nilai MSA < 0.5 tidak lagi dapat digunakan pada tahap selanjutnya. Ketika pengujian MSA masih berada dibawah 0,5 maka analisis faktor perlu diulang kembali untuk mendapatkan ketepatan model faktor. Untuk pengujian faktor tahap pertama ini didapatkan tiga (3) variabel dengan nilai MSA kecil dari 0.5, yaitu X5, X6 dan X7 dengan nilai MSA masing-masing adalah 0.310, 0.450 dan 0.350. Sampai pada tahap uji ini, disimpulkan bahwa analisis faktor tidak lagi dapat dilanjutkan karena masig terdapat variabel dengan nilai MSA dibawah standar normative, oleh sebab itu perlu dilakukan pengujuan ketepatan model faktor tahap kedua. Hasil pengujian disajikan sebagai berikut:
Tabel 6
Hasil KMO dan Bartlett’s Test Tahap 2 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy 0,849
Bartlett's Test of Sphericity
Approx.
Chi-Square 452.545
Df 78
Sig. 0,000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Hasil pengujian ketepatan model faktor berdasarkan nilai KMO pada tahap kedua ini menyimpulkan bahwa 13 variabel yang tersisa dengan nilai MSA > 0.5 layak dan tepat untuk dikelompokkan kedalam beberapa faktor nantinya. Selanjutnya setelah didapatkan nilai KMO maka perlu dilakukan lagi penyortiran variabel yang layak berdasarkan nilai MSA yang terbentuk. Dari 13 variabel yang digunakan pada
tahap kedua ini didapatkan satu (1) variabel dengan nilai MSA < 0,5, yaitu X8 dengan nilai 0.451. Dari hasil yang didapatkan maka tahap kedua pengujian ketepatan faktor juga tidak bisa diteruskan karena masih terdapat variabel dengan nilai MSA dibawah standar normative. Oleh sebab itu pengujian faktor tahap ketiga diperlukan dengan mengabaikan X8 sehingga sisa variabel yang dipakai berjumlah 12 buah variabel.
Tabel 7
Hasil KMO dan Bartlett’s Test Tahap 3 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy 0,864
Bartlett's Test of Sphericity
Approx.
Chi-Square 77.261
Df 66
Sig. 0,162
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Tabel 8
Hasil KMO dan Bartlett’s Test Tahap 4 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy 0,850
Bartlett's Test of Sphericity
Approx.
Chi-Square 35.629
Df 36
Sig. 0,162
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Pada tabel 8 terlihat bahwa nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) tahap pengujian keempat lebih besar dari 0.5 yaitu 0,85 berarti analisa faktor dapat dilanjutkan. Proses selanjutnya adalah melihat tabel anti-image matrix untuk menentukan nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy) yang lebih dari 0,5. Dari tabel anti-image matrix didapatkan tiga variabel memiliki nilai MSA kecil dari 0.5 diantaranya yaitu X2=0.449, X1=0.449 dan X13=0.486, selanjutnya variabel ini tidak digunakan pada tahapan selanjutnya. Oleh karena masih terdapat variabel dengan nilai MSA kecil dari 0.5 maka analisis faktor dilanjutkan pada tahap berikutnya dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 9
Hasil KMO dan Bartlett’s Test Tahap 5 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of
Sampling Adequacy 0,853
Bartlett's Test of Sphericity
Approx.
Chi-Square 15.072
Df 15
Sig. 0.446
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Tabel 9 diatas menyimpulkan bahwa variabel yang tersisa sebanyak 9 (Sembilan) layak dan memadai untuk dikelompokkan kedalam faktor karena nilai KMO yang didapat sebesar 0,864 dan lebih besar dari 0,50. Sebelum sisa variabel ini dikelompokkan maka perlu
dipastikan kembali nilai MSA masing-masing variabel. Hasil yang didapat pada tahap kelima ini menyimpulkan bahwa sisa variabel setelah melalui pengujian ketepatan model faktor dengan standar nilai KMO dan MSA dapat dilanjutkan untuk dikelompokkan kedalam beberapa faktor yang terbentuk berdasarkan berdasarkan nilai eigenvalue sama atau lebih besar dari satu. Penentuan jumlah faktor mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya. Informasi hasil analisis memperlihatkan bahwa jumlah faktor yang terbentuk adalah sebanyak dua buah faktor yang didasari dari nilai eigen value yang bernilai lebih besar dari satu yaitu 1.218 untuk faktor pertama dan 1.023 untuk faktor kedua dengan total variansi yang ditimbulkan sebesar 68.725%. Kondisi nilai ini sangat memadai secara statistic dan secara jelas sudah dapat disimpulkan bahwa hanya ada dua faktor dari dimensi SMK3 ini yang memiliki pengaruh signifikan pada capaian kinerja proyek konstruksi di Kabupaten Kerinci. Setelah didapatkan jumlah faktor yang terbentuk selanjutnya dilakukan interpretasi faktor dengan kriteria nilai factor loading minimum 0,4 yang akan dimasukkan pada salah satu faktor yang lebih besar. Adapun hasil nilai loading faktor disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 10
Pengelompokkan Variabel Kedalam 2 Faktor Berdasarkan Nilai Loading Factor
Component
1 2
X1 0.423 0.089
X3 0.569 0.256
X4 0.777 0.043
X9 0.367 0.648
X12 0.001 0.681
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016 Hasil pengolahan data yang didapat seperti informasi tabel 10 diatas menyimpulan bahwa masing-masing faktor akan ditentukan oleh masing-masing variabel berdasarkan nilai loading faktor yang didapat. Hasil pengelompokkan adalah sebagai berikut:
• Faktor 1 (F1)
Faktor ini akan dijelaskan oleh tiga variabel yaitu X1, X3 dan X4 yaitu : X1 = Pembentukan Panitia
Pembina K3
X3 = Penyelenggaraan Pelatihan dan pengarahan Kerja
X4 = Pemberian sangsi apabila tidak menggunakan alat keselamatan kerja
• Faktor 2 (F2)
Faktor ini juga dijelaskan oleh tiga variabel yaitu :
X9 = Tersedianya peralatan Keselamatan Kerja
X12 = Ketersediaan alat penanggulangan kebakaran
X14 = Ketaatan terhadap prosedur kerja
Adapun penamaan faktor berdasarkan hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
• Faktor 1
Faktor ini diberi nama peranan
manajemen karena memiliki
indicator yang sama dengan penelitian sebelumnya.
• Faktor 2
Faktor ini diberi nama ketersedian
peralatan k3 serta ketaatan
karyawan
Analisa Regresi
Hasil analisa regresi pada setiap indicator kinerja dan SMK3 disajikan sebagai berikut:
Y1 (efisiensi waktu) = 1.175 + 0.311 F1 + 0.292 F2
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tercapai tidaknya efisiensi waktu penyelesaiaan pekerjaan selama ini ditentukan oleh 31.1% F1 dan 29.2% F2, kedua faktor ini memiliki pengaruh positif terhadap capaian efisiensi waktu, artinya semakian baik pengelolaan F1 dan F2 didalam implementasi SMK3 maka akan semakin efisien juga waktu penyelesaian pekerjaan.
Y2 (efisiensi biaya) = 1.338 + 0.411 F1 + 0.210 F2
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tercapai tidaknya efisiensi biaya penyelesaiaan pekerjaan selama ini ditentukan oleh 41.1% F1 dan 21.0% F2, kedua faktor ini memiliki pengaruh positif terhadap capaian efisiensi biaya, artinya semakin baik pengelolaan F1 dan F2 didalam implementasi SMK3 maka akan semakin efisien juga biaya pelaksanaan pekerjaan.
Y3 (kualitas pekerjaan) = 1.638 + 0.136 F1 + 0.252 F2
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tercapai tidaknya kualitas pekerjaan selama ini ditentukan oleh 13.6% F1 dan 25.2% F2, kedua faktor ini memiliki pengaruh positif terhadap capaian kualitas pekerjaan meskipun pengaruh yang ditimbulkan oleh F1 tidak signifikan.
Y4 (peningkatan output kerja) = 2.450 + 0.300 F1 + 0.198 F2
Validasi Model Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas saling berkorelasi atau tidak. Karena model regresi yang bagus adalah jika variabel bebasnya tidak saling berkolerasi. Pengujian ini hanya dilakukan dengan menentukan nilai VIF (variance inflation factor), jika didapatkan nilai VIF kecil dari 10 maka disimpulkan persamaan regresi ataupun hubungan antara SMK3 dengan kinerja dapat diterima dan tidak terdapat hubungan
multikolinieritas. Hasil olahan SPSS yang sudah disederhanakan menyimpulkan bahwa Nilai Tolerance > 0,10, Nilai VIF < 10.
Auto Korelasi
Uji Durbin-Watson digunakan untuk mengetahui apakah ada autokorelasi dalam suatu model regresi. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui autokorelasi pada suatu model nilai Durbin Watson harus lebih besar dari nilai du dan lebih kecil dari 4-du (du < D < 4-du). Untuk k = 3 dan n = 11, nilai batas atas (du) = 1,650. Hasil penilaian yang diperoleh untuk pengujian Durbin Watson = 1,790 lebih besar dari du =1,650 dan lebih kecil dari 4-du = 2,350, maka tidak ada autokorelasi pada model.
Pembahasan Faktor SMK3
Penelusuran faktor-faktor SMK3 yang dinilai memiliki pengaruh signifikan pada capaian empat indicator kinerja pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung khususnya di Kabupaten Kerinci menyimpulkan hanya terdapat dua buah faktor yang menentukan, yaitu Faktor Peranan Manajemen dan Faktor ketersedian peralatan K3 serta ketaatan karyawan.
Jika dibandingkan dengan penelitian relevan yang pernah dilaksanakan seperti penjelasan pada bab dua dan tiga terlihat ada perbedaan hasil yang didapat. Pada penelitian terdahulu
3 faktor dengan jumlah indicator sebanyak 16 buah secara bersama-sama mempengaruhi keberhasilan pekerjaan, sementara di Kabupaten Kerinci kinerja pelaksanaan pekerjaan hanya dipengaruhi oleh dua faktor dengan Sembilan variabel. Untuk beberapa indicator seperti kualitas pekerjaan dan peningkatan output pekerjaan pengaruh F1 dan F2 tidak sejalan karena nilai signifikansi yang disyaratkan tidak mencapai standar minimal statistic (berdasarkan hasil uji t dengan level signifikansi 5%)
Penutup
Bagian akhir dari penelitian ini akan memberikan informasi tentang kesimpulan yang diperoleh terkait dengan pertanyaan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan pada bagian awal penelitian. Hal-hal yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut:
• Pencapaian kinerja pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan gedung di Kabupaten Kerinci dipengaruhi oleh dua faktor dari SMK3 yaitu peranan manajemen (F1) dan ketersedian peralatan K3 serta ketaatan karyawan (F2), masing-masing faktor memiliki tiga dimensi indicator/variabel.
• Terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara dua faktor SMK3 terhadap capaian efisiensi waktu, efisiensi biaya, sementara untuk peningkatan kualitas hasil kerja dan peningkatan kegiatan kerja masing-masingnya hanya dipengaruhi oleh satu faktor SMK3 secara signifikan, yaitu faktor ketersedian peralatan k3 serta ketaatan karyawan untuk Ukuran Kualitas dan peranan manajemen untuk capaian output pekerjaan.
Sementara saran-saran yang bisa diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Sebaiknya seluruh pemangku
melaksanakan sosialisasi kepada seluruh pihak tentang pentingnya SMK3 didalam pencapaian kinerja organisasi
2. Sebaiknya pelaksanaan perbaikan nantinya perlu diperhatikan prioritas penanganannya berdasarkan nilai koefisien determinan yang diperoleh pada masing-masing faktor.
Daftar Pustaka
Agung Irawan, (2001) Pengaruh Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi Gedung Di Wilayah Jabotabek, Universitas Indonesia
AM Sugeng Budiono, 2007, Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Undip, Semarang
Bambang, R, 2004. Industrial Health. Safety & Environment. Modul Program Profesi Insiyur, PII. Cabang Semarang. Boediono dan Koster, W. 2001. Teori dan
Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Donald S. Boyd C.P.Jr, 1993, Manajemen
Konstruksi Profesional. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta
Eka Cempaka P, 2009, Pengembangan SMK3 di Indonesia, FK Universitas Indonesia, Jakarta
Endroyo, B, 1989, Keselamatan Kerja Untuk Teknik Bangunan, IKIP Semarang Press, Semarang
Herlina, 2010, “SMK3 Pandangan Baru Pimpinan Untuk Mencapai Produktifitas Organisasi”, Orasi Ilmiah UI, Jakarta
Institution of Engineers, 1999, Project Management: from conceptual until solving problem, Engineering Education Australia.
Jackson, Susan E., Schuler, Randall S., 1999, “Human Resources Planning:
Challenges for
Industrial/Organizational
Psychologist”, American Psychologist, Vol. 5, No. 2.
Lenggogeni, Teknik Sipil, 2001 Pengaruh Kondisi Kerja Terhadap Kinerja Produktivitas Tenaga Kerja Pada Proyek Konstruksi Gedung Di Jakarta Dan Sekitarnya, Universitas Indonesia Munthe, E. A, 2010. Gambaran Pengetahuan
dan Tindakan Pekerja pada Bagian Produksi tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) OHSAS 18001:2007 di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Tahun 2010.FKM-USU Medan
Rahmat Tisnawan, (2002), Analisa Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berdasarkan Total Quality Management Pada PT.X Universitas Indonesia
Suardi, R..2007. Sistem Manajemen dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : PPM
Trreo N, Yates, J.K, 1997, Construction Industry Safety Measures, Cost Engineering Vo.39 No. 2.