• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Usia pasien kaitannya dengan klinikopatologi Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of Usia pasien kaitannya dengan klinikopatologi Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

124

Usia pasien kaitannya dengan klinikopatologi Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut

Siti Hamidatul ‘Aliyah1, Nelsiani To’bungan2, Jajah Fachiroh3, Nastiti Wijayanti4

1 Program Studi Farmasi, STIKES Harapan Ibu Jambi 2

Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada 4

Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK

Latar Belakang : Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut merupakan neoplasma maglina yang berkembang dari keratinosit suprabasal maglina. Karsinoma sel skuamosa rongga mulut disebabkan oleh rokok, konsumsi alkohol, faktor genetik (mutasi p53) maupun infeksi human papillomavirus. Penelitian mengenai Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia pasien dengan gambaran klinikopatologi Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data penelitian diperoleh berupa data demografi yaitu usia pasien, serta gambaran klinikopatologi yang berupa data stadium dan diferensiasi dari pasien

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut. Data dianalisis secara deskriptif.

Hasil: Berdasarkan data demografi 22 orang pasien Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut sebanyak 59,09% berjenis kelamin laki-laki dan 40,91% adalah perempuan dengan rentang usia kurang dari sama dengan 60 tahun yaitu sebesar 81,82% sedangkan sisanya adalah berusia lebih dari 60

tahun. Gambaran klinikopatologi pasien SCC dengan usia ≤60 tahun, sebanyak 59,09% stadium III,

13,64% stadium II dan 27,27% stadium I dengan 44,44% memiliki derajat diferensiasi yang baik, 11% sedang, 27,78% pasien buruk dan sisanya tidak teridentifikasi. Pasien dengan usia >60 tahun sebanyak 50% ditemukan pada stadium II dan 50% stadium III dengan 50% memiliki derajat diferensiasi baik, dan 50% buruk.

Kesimpulan : Tidak ada kaitan antara usia pasien dengan stadium dengan gambaran klinikopatologi pada Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut. Hal ini dikarenakan kondisi internal dalam tubuh dari setiap orang yang berbeda-beda.

Kata Kunci : Squamous Cell Carcinoma, Usia, klinikopatologi, stadium.

PENDAHULUAN

Data dari World Health Organization

(WHO) yang diterbitkan pada tahun 2008 menyebutkan bahwa sebanyak 7,6 juta jiwa penduduk dunia meninggal karena kanker, 70% kasus kematian karena kanker ini terjadi pada negara-negara berkembang dan

hanya 30% yang berhasil ditangani1.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2007 yang diterbitkan oleh Depkes (2008) menyatakan bahwa pevalensi kanker kepala dan leher di Indonesia cukup tinggi, yaitu menduduki urutan keempat dari seluruh keganasan kanker yang terdapat pada pria maupun wanita2. Salah satu contoh bentuk kanker kepala dan leher yaitu

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga

mulut.

Squamous Cell Carcinoma (SCC)

merupakan perubahan aktivitas dari

epitelium mukosa yang menjadi ganas baik membentuk sel keratinosit maupun tidak3.

Neoplasma ini merupakan neoplasma jenis maglina non melanoma terbanyak setelah

karsinoma sel basal. Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut disebabkan

oleh banyak faktor diantaranya karena merokok, konsumsi minuman beralkohol, infeksi virus dan faktor genetis4,5,6,7,8. Penggunaan tembakau dan alkohol yang berlebihan menyebabkan terjadinya tumor-tumor yang berasal dari sel skuamosa. Perubahan pada p53 baik karena mutasi, metilasi atau sekuestrasi pada sitoplasma

dan inaktivasi pada TP53 merupakan

penyebab terjadinya sejumlah kasus kanker pada manusia9. Sejumlah peneliti telah

menganalisis secara molekular dan

melaporkan bahwa 50-70% tumor pada manusia karena adanya mutasi p539.

Disamping penggunaan tembakau dan

alkohol yang belebihan, Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut disebabkan

(2)

125 Paradigma baru menjelaskan bahwa pasien kanker kepala dan leher pada laki-laki yang bukan perokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dengan rentang usia antara 40 hingga 60 tahun adalah positif HPV. Sebanyak 70% HPV 16 ditemukan di orofarings pada kanker kepala dan leher. Pada saluran sinonasal, HPV 16 ditemukan

20% pada Squamosa-Cell Carsinoma

(SCC)11.

Stadium karsinoma merupakan hal

yang esensial dalam menentukan

penanganan maupun prognosis. Banyak pendapat pembagian stadium, tergantung pada aspek yang dinilai. Keterlambatan penanganan menjadi salah satu penyebab besarnya kasus kematian pada penyakit

kanker. Squamous Cell Carcinoma (SCC)

rongga mulut sering kali terdeteksi setelah memasuki stadium yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena minimnya gejala serta masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemerikasaan kanker sejak dini. Stadium kanker yang digunakan yaitu stadium TNM merupakan metode penentuan stadium tumor yang ditemukan oleh Pierre Denoix pada 1940. Stadium ini menyangkut ukuran tumor (T), pembesaran nodus limfa terdekat (N) dan metastasis kanker (M). Penentuan stadium kanker meliputi 3 parameter tersebut12.

Gambaran klinikopatologis yang

menentukan tingkat keparahan Squamous

Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut selain

stadium yaitu derajat diferensiasi. Diagnosis

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga

mulut yang telah ditegakkan berdasarkan penentuan derajat diferensiasi diferensiasi

akan berguna untuk perencanaan

pengobatan, dan sebagai sarana pertukaran informasi antar berbagai pusat pengobatan karsinoma. Diagnosis berdasarkan tingkat keganasan atau stadium didasari oleh angka kesembuhan penderita karsinoma. Angka kesembuhan pasien karsinoma lebih besar

pada stadium dini daripada angka

kesembuhan pada stadium lanjut karena tumor telah bermetastasis18.

Semakin lanjut usia terkena Squamous

Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut,

semakin tinggi stadium dan diferensiasi

karsinoma se sehingga pengobatan jauh lebih sulit. Lebih dari separuh penderita

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga

mulut datang berobat di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta sudah dalam stadium lanjut sehingga hasil pengobatan tidak

seperti yang diharapkan. Berdasarkan

penjelasan tersebut, maka dilakukan

penelitian mengenai usia pasien kaitannya dengan gambaran klinikopatologi Squamous

Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta-Pusat Kanker Nasional pada Januari 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data hasil penelitian berupa data demografi pasien dan gambaran klinikopatologi. Data demografi

berupa data usia pasien sedangkan

gambaran klinikopatologi pasien berupa data stadium dan derajat diferensiasi pasien

Squamous Cell Carsinoma (SCC) rongga

mulut. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif.

HASIL

Berdasarkan data demografi 22 orang

pasien Squamous Cell Carcinoma (SCC)

rongga mulut di rumah sakit Dharmais pada Oktober 2013 - Januari 2014 sebanyak 59,1% berjenis kelamin laki-laki dan 40,9% adalah perempuan dan sebagian besar respoden memiliki usia < 60 tahun yaitu 18 (81,82%) (Tabel 1).

Data stadium menunjukkan bahwa 59,9% pasien SCC rongga mulut yang berobat dideteksi berada pada stadium III, 13,6% stadium II, dan 27,3% stadium I. Dapat diketahui 45,5% SCC rongga mulut memiliki derajat diferensiasi baik, 9,09% sedang, 31,8% buruk sedangkan sebanyak

13,6% tidak teridentifikasi derajat

diferensiasinya (Tabel 1). Klinikopatologi SCC rongga mulut disajikan pada Tabel 2. Dari 22 pasien SCC rongga mulut, 18 pasien

berusia ≤ 60 tahun. Sebanyak 61,1% pasien

SCC rongga mulut dengan usia ≤ 60 tahun

(3)

126

Tabel 1. Distribusi jenis kelamin, usia, stadium dan differensiasi sel pasien SCC rongga mulut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta-Pusat Kanker Nasional, Januari Tahun 2014

Tabel 2. Distribusi usia pasien dengan stadium dan derajat differensiasi pasien SCC rongga mulut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta-Pusat Kanker Nasional, Januari Tahun 2014

Derajat differensiasi dari pemeriksaan

pasien SCC rongga mulut dengan usia < 60 tahun diketahui 4 orang dengan derajat diferensiasi baik, 1 orang sedang, 4 orang

buruk dan 2 dtidak teridentifikasi.

Sedangkan stadium II, 1 orang pasien dengan derajat diferensiasi baik, stadium I sebanyak 3 orang pasien dengan derajat diferensiasi baik, 1 sedang, 1 buruk dan 1 tidak teridentifikasi. Pada pasien dengan usia >60 tahun diketahui 50% berada pada stadium III dengan diferensiasi baik dan 50% berada pada stadium II dengan diferensiasi yang buruk (Tabel 2).

PEMBAHASAN

Persentase pasien Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut pada

laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh. Hal ini disebabkan karena tingkat konsumsi rokok dan alkohol di Indonesia pada laki-laki jauh lebih banyak dari pada perempuan. Berdasarkan data WHO (2013), prevalensi penduduk usia dewasa yang merokok setiap hari di Indonesia sebesar 29% yang menempati urutan pertama se-Asia Tenggara. Sejalan dengan data hasil survei Global Adults

Variabel (n=22) Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 13 59,1

Perempuan 9 40,9

Usia

< 60 tahun 18 81,8

> 60 tahun 4 18,2

Stadium

I 6 27,3

II 3 13,6

III 13 59,1

Differensiasi sel

Baik 10 45,5

Sedang 2 9,1

Buruk 7 31,8

Tidak teridentifikasi 3 13,6

No Usia

Pasien Stadium

Derajat Differensiasi

Frekuensi %

Baik Sedang Buruk Tdk

teridentifikasi

1 ≤ 60

I √ √ √ √ 6 33,3

II √ 1 5,6

III √ √ √ √ 11 61,1

IV 0 0,0

2 > 60

I 0 0,0

II √ 2 50,0

III √ 2 50,0

(4)

127 Tobacco Survey (GATS) tahun 2011, Indonesia memiliki jumlah perokok aktif terbanyak dengan prevalensi perokok laki-laki sebesar 67% (57,6 juta) dan prevalensi perokok wanita sebesar 2,7% (2,3 juta).

Pasien Squamous Cell Carcinoma

(SCC) rongga mulut di rumah sakit

Dharmais didominasi oleh pasien dengan rentang usia relatif muda, kurang dari sama dengan 60 tahun yaitu sebesar 81,82% sedangkan sisanya adalah berusia lebih dari 60 tahun (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Leemans et al (2011), bahwa pasien kanker kepala dan leher pada laki-laki yang bukan perokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dengan rentang usia antara 40 hingga 60 tahun karena positif HPV.

Infeksi HPV pada Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut

membuktikan bahwa HPV berperan dalam pada perubahan epitelium rongga mulut. Meskipun sebagian besar kasus Squamous

Cell Carcinoma (SCC) rongga mulut di

seluruh dunia disebabkan karena konsumsi tembakau dan alkohol tetapi di negara-negara bagian Barat yang sudah berhasil

mengontrol konsumsi tembakau dan

alkohol, dilaporkan ada peningkatan jumlah

penderita oropharyngeal squamous cell

carcinoma (OPSCC) yang masih berusia

relatif muda, hingga 60% dikarenakan

infeksi HPV yang disebabkan oleh

perubahan perilaku seksual. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa HPV 16 positif frekuensinya lebih tinggi dibanding HPV 16

negatif pada pasien Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut yang bukan

perokok dan bukan pengkonsumsi alkohol13. Perilaku seks berhubungan erat dengan

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga

mulut HPV positif seperti yang dilaporkan

oleh D’Souza et al (2007) bahwa 100

individu penderita kanker oropharing

sebagian besar karena perilaku oral seks maupun oral-vaginal seks14, selain itu Gillison et al (2008) melaporkan bahwa 240

individu penderita kanker oropharing

dengan HPV 16 positif karena peningkatan perilaku oral seks dan oral-anal15.

Gambaran klinikopatologi pasien

Squamous Cell Carcinoma (SCC) rongga

mulut meliputi data stadium dan derajat diferensiasi. Data stadium disajikan pada Tabel 3. Data stadium menunjukkan bahwa 59,09% pasien SCC rongga mulut yang berobat dideteksi berada pada stadium III, 13, 64% stadium II, dan 27,27% stadium I. Semakin tinggi stadium kanker, semakin

tinggi pula tingkat keparahannya18.

Beberapa faktor yang mempengaruhi

keterlambatan seorang seorang saat

terdiagnosis SCC rongga mulut diantaranya pengetahuan, tingkat pendidikan, dan sikap.

Diagnosis berdasarkan stadium akan mempengaruhi angka kesembuhan pasien. Angka kesembuhan pasien karsinoma lebih besar pada stadium dini daripada angka kesembuhan pada stadium lanjut karena tumor telah bermetastasis17. Prognosis SCC rongga mulut seperti pada kanker lainnya bergantung pada penegakkan diagnosis secara dini, semakin awal diagnosis

ditegakkan maka semakin baik

prognosisnya. Selain data stadium, derajat

diferensiasi yang juga penting untuk

menetukan tindakan terapi yang akan diberikan kepada pasien. Penanganan pasien kanker meliputi pembedahan, radiasi ataupun kemoterapi19.

Derajat diferensiasi Squamous Cell

Carcinoma (SCC) rongga mulut juga

diperoleh melalui pemeriksaan patologi anatomi melalui pemeriksaan mikroskopis. Derajat diferensiasi memberikan gambaran

jumlah sel yang mengalami mitosis,

perbedaan antara sel normal dengan sel ganas serta susunan homogenitas sel. derajat diferensiasi ini menentukan sejauh mana karsinoma tersebut menginvasi tubuh penderita, atau tingkat keganasan dari krsinoma yang menyerang. Sel dikatakan semakin ganas apabila perubahan bentuk menjadi tak terkendali dan kemiripan dengan sel normal semakin kecil18,12.

Derajat diferensiasi baik artinya jumlah sel yang bermitosis sedikit sehingga dapat

dikatakan prognosis baik. Sementara

derajat diferensiasi buruk mempunyai

(5)

128 diferensiasi sel karsinoma buruk atau bahkan tidak berdiferensiasi17.

Hubungan antara usia dengan

gambaran Pasien berusia muda dengan tingkat stadium yang tinggi dan derajat diferensiasi yang buruk menggambarkan

keganasan sel karsinoma tersebut,

sehingga prognosisnya juga buruk.

Beberapa penelitian terkait dengan SCC rongga mulut menyatakan bahwa derajat

diferensiasi yang buruk berhubungan

dengan infeksi HPV20,21,22. Beberapa literatur mengemukakan kecendrungan SCC rongga mulut dengan HPV positif terjadi pada usia yang lebih muda 5 tahun dari SCC rongga mulut HPV negatif. Namun,

dalam penelitian ini belum dapat

menunjukkan hubungan antara usia pasien dengan gambaran klinikopatologi rongga mulut23.

Beberapa penelitian menyatakan

bahwa SCC rongga mulut yang positif HPV, mempunyai karakteristik yang berbeda

dengan SCC rongga mulut yang

diakibatkan oleh faktor risiko utama seperti tembakau dan alkohol. Selain gambaran klinis yang berbeda, tumor ini juga berbeda dalam derajat histopatologis serta biologi molekuler yang berdampak pada respon terapi dan prognosis20,21. Terkait dengan

prognosis, sebagian besar penelitian

menunjukkan bahwa pasien dengan SCC rongga mulut yang positif mengandung HPV mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan SCC rongga mulut yang tidak mengandung HPV. Pasien tersebut mempunyai risiko kematian 60% sampai 80% lebih kecil dibandingkan dengan pasien penderita SCC rongga mulut HPV negatif24.

Stadium tidak selalu berbanding lurus

dengan derajat diferensiasi. Hal ini

dipengaruhi oleh perbedaan imunitas pada masing-masing pasien. Faktor imunitas yang lemah menyebabkan karsinoma dapat terus tumbuh dan terhindar dari serangan sistem imun25.

Sel yang mengalami transformasi

maligna dapat mengalami perubahan

fenotip dari sel normal dan hilangnya komponen antigen permukaan. Perubahan

tersebut akan menimbulkan respon imun. perubahan pada antigen sel sehingga pejamu tidak memberikan respon imun yang diharapkan26,27,28.

Imunitas seluler pada kanker lebih

banyak berperan dibanding imunitas

humoral. Namun tubuh juga membentuk antibodi terhadap antigen kanker. Efektor imun humoral terhadap sel kanker adalah melalui lisis oleh antibodi dan komplemen, opsonisasi melalui antibodi dan komplemen, serta hilangnya adhesi oleh antibodi. Sedangkan mekanisme seluler terhadap sel kanker adalah destruksi oleh sel T sitotoksik, destruksi oleh sel NK (Natural Killer) dan destruksi oleh makrofag. Sel kanker yang mengekspresikan antigen dapat memacu sel T sitotoksik untuk meng-hancurkan sel kanker29. Untuk melihat kembali hubungan antara usia pasien dengan gambaran klinikopatologi SCC rongga mulut dapat dilakukan penambahan sampel penelitian. Sampel yang lebih banyak dapat menghasilkan keluaran yang lebih bermakna.

KESIMPULAN

Tidak ada kaitan antara usia pasien dengan stadium dan derajat diferensiasi

pada Squamous Cell Carcinoma (SCC)

rongga mulut. Hal ini dikarenakan kondisi internal dalam tubuh dari setiap orang yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. IARC TP53 Data Base. WHO; 2013. http://p53.iarc.fr/.aspx. Diakses tanggal 2 Juni 2013.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Dep Kes RD 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Laporan Nasional Kemenkes; 2007. 3. Barnes L, Eveson JW, Reichart P,

(6)

129 polymorphism and risk of squamous cell carcinoma of the head and neck: A Martin S, et al. Smoking and drinking in relation to oral and pharyngeal cancer.

Cancer Res. 1988; 48(11):3282–7.

7. Sankaranarayanan R, Nair MK, Mathew B, Balaram P, Sebastian P, Dutt SC.

neck cancer: epidemiology and

molecular biology. Head Neck. 1998; 20(3):250–65.

9. Partridge M, Costea DE, Huang X. The changing face of p53 in head and neck cancer. International Journal of Oral and

Maxillofacial Surgery. 2007; p. 1123–38.

10. Van de Velde N, Brisson M, Boily M-C. Modeling human papillomavirus vaccine effectiveness: quantifying the impact of parameter uncertainty. Am J Epidemiol. 2007; 165(7):762–75.

11. Leemans CR, Braakhuis BJM,

Brakenhoff RH. The molecular biology of head and neck cancer. Nat Rev

Squamous Cell Carcinomas. Acta

Otolaryngol. 2004; 124(4):520–6.

14. D’Souza G, Kreimer AR, Viscidi R,

Pawlita M, Fakhry C, Koch WM, et al.

Case-control study of human

papillomavirus and oropharyngeal

cancer. N Engl J Med. 2007;

356(19):1944–56.

15. Gillison ML, Shah K V. Human papillomavirus-associated head and

neck squamous cell carcinoma:

mounting evidence for an etiologic role for human papillomavirus in a subset of

head and neck cancers. Curr Opin

Oncol. 2001; 13(3):183–8.

16. Muñoz N, Castellsagué X, de González AB, Gissmann L. Chapter 1: HPV in the etiology of human cancer. Vaccine. 2006; 24(SUPPL. 3).

17. Pringgoutomo S, Himawan S, & Tjarta A. Buku Ajar Patologi I (Umum) (1 ed.). Jakarta: Sagung Seto; 2006. 18. Kusuma R, Miranti IP. 2009. Derajat

Diferensiasi Histopatologik pada

Kejadian Rekurensi Kanker Serviks.

Semarang: Universitas Diponegoro;

2009

19. Chamim. Buku Acuan Nasional

Onkologi Ginekologi. In: M Farid Aziz, Adrijojo, Abdul Bari Saifuddin, editors.

Penentuan stadium klinik dan

pembedahan kanker ginekologi.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo; 2006.

20. Chocolatewala NM, Chaturvedi P. Role of human papilloma virus in the oral carcinogenesis: an Indian perspective.

J Cancer Res Ther. 2013; 5(2):71–7.

21. Fakhry C, Gillison ML. Clinical

implications of human papillomavirus in head and neck cancers. J Clin Oncol. 2006; 24(17):2606–11.

22. Strome SE, Savva A, Brissett AE, Gostout BS, Lewis J, Clayton AC, et al. Squamous cell carcinoma of the tonsils:

a molecular analysis of HPV

Papillomavirus 16/18 dengan Derajat Differensiasi Karsinoma Sel Skuamosa

pada Kepala dan Leher serta

Korelasinya dengan Ekspresi Ki-67.

(7)

130 25. To’bungan, N., Aliyah, S.H., Wijayanti,

N., Fachiroh, J. Epidemiologi, Stadium, dan Derajat Diferensiasi Kanker Kepala dan Leher. Biogenesis. 2015; 3(1): 47-52.

26. Kresno SB. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Ed.3. Jakarta: FKUI; 1996.

27. Robbins dan Kumar. Buku Ajar Patologi II. Ed.4. Jakarta: EGC; 1995.

28. Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. Cellular and Molecular Immunology. 4th ed. USA: WB Saunders; 2000.

Gambar

Tabel 2. Distribusi usia pasien dengan stadium dan derajat differensiasi pasien SCC rongga mulut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta-Pusat Kanker Nasional, Januari Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian ini yaitu rekam medis pasien yang menjalani perawatan saluran akar multi kunjungan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi pada tahun