BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Investasi
2.1.1.1 Pengertian Investasi
Menurut Tandelilin (2001 : 3), investasi merupakan komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini dengan
tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Pengertian investasi
juga dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni :
1. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam SAK (2008), investasi adalah suatu
aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan melalui
distribusi hasil investasi untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain
bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui
hubungan perdagangan.
2. Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2008 : 5) investasi adalah komitmen atas
sejumlah uang atau sumber daya lain untuk mendapatkan keuntungan yang
besar di masa yang akan datang.
3. Menurut Jones (2000 : 3), investasi adalah komitmen dari dana untuk
diinvestasikan ke satu atau lebih aset yang akan dipegang sampai periode yang
akan datang.
4. Menurut Gerald (1978 : 6), investasi adalah suatu aktivitas yang berkaitan
modal barang pada saat sekarang ini. Barang modal tersebut akan
menghasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang.
5. Menurut Gitman (2000 : 332), investasi adalah komitmen untuk mengeluarkan
dana sejumlah tertentu pada saat sekarang untuk memungkinkan perusahaan
menerima manfaat di waktu yang akan datang, dua tahun atau lebih.
Jadi secara umum, investasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk
pengambilan keputusan investor dalam mengeluarkan dananya pada saat sekarang
untuk membeli suatu aktiva riil, (tanah, rumah, dan sebagainya) atau membeli
aktiva keuangan (saham, obligasi, reksa dana, dan sebagainya) dengan tujuan
mendapatkan penghasilan yang lebih besar di masa mendatang.
2.1.1.2 Tujuan Investasi
Menurut Tandelilin (2001 : 5), tujuan seseorang melakukan investasi
adalah sebagai berikut.
1. Mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa depan.
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana
mempertahankan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak
berkurang di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau objek lain,
seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau
3. Dorongan untuk menghemat pajak.
Berbagai negara di dunia banyak yang melakukan kebijakan yang bersifat
mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang
usaha tertentu.
2.1.1.3 Dasar Keputusan Investasi
Dasar-dasar keputusan investasi menurut Tandelilin (2001 : 6) terdiri dari:
1. Return
Alasan utama seseorang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan.
Dalam manajemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut return.
Menjadi suatu hal yang wajar apabila seorang investor menuntut tingkat
return tertentu atas dana yang telah diinvestasikannya. Return yang
diharapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan pengorbanan
atau kompensasi atas biaya kesempatan (oppurtinity cost) dan risiko
penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Dalam berinvestasi juga
perlu dibedakan antara return yang diharapkan (expected return) dengan
return yang sesungguhnya terjadi (actual return).
Return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor
dimasa yang akan datang. Sedangkan return yang terjadi merupakan return
yang telah diperoleh di masa lalu. Antara tingkat return yang diharapkan
dengan tingkat return yang terjadi mungkin saja berbeda. Sehingga dalam
berinvestasi, disamping memperhatikan tingkat return, juga harus
2. Risiko (Risk)
Dalam berinvestasi selain ada return yang diharapakan, tentu ada juga risiko
yang mengikuti return tersebut. Semakin tinggi return yang didapatkan tentu
akan semakin tinggi risiko yang dihadapi. Begitu juga sebaliknya, semakin
rendah return yang didapatkan maka akan semakin kecil pula risiko yang
dihadapi. Oleh karena itu, investor harus menjaga tingkat risiko dengan
pengembalian yang seimbang.
3. Jangka Waktu (The Time Factor)
Jangka waktu pengembalian dari suatu investasi juga harus diperhatikan.
Dalam berinvestasi, investor dapat menanamkan dananya pada jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Pemilihan jangka waktu investasi
sebenarnya merupakan suatu hal penting yang menunjukkan harapan atau
ekspektasi dari investor. Investor selalu menyeleksi jangka waktu dan
pengembalian yang bisa memenuhi ekspektasi dari pertimbangan
2.1.1.4 Proses Keputusan Investasi
Menurut Tandelilin (2001 : 8-10) proses investasi adalah rangkaian
aktivitas yang menghasilkan yang dilakukan oleh investor di dalam pembelian
aset nyata/ surat berharga. Proses investasi sendiri terdiri dari lima tahap
keputusan, yaitu:
1. Penentuan tujuan investasi
Tujuan investasi dapat berbeda-beda tergantung pada investor yang membuat
keputusan tersebut. Misalnya, lembaga dana pensiun bertujuan untuk
Return
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang Risiko
Gambar 2.1. Hubungan antara Return, Risiko, dan Jangka Waktu
membayar dana pensiun nasabahnya di masa depan mungkin akan memilih
investasi pada portofolio reksa dana.
2. Penentuan kebijakan investasi
Keputusan ini menyangkut pada pendistribusian dana yang dimiliki pada
berbagai kelas-kelas aset yang tersedia, contohnya: saham, obligasi, real
estate, ataupun sekuritas luar negeri.
3. Pemilihan strategi portofolio
Ada 2 strategi portofolio yang dapat dipilih, yaitu: strategi portofolio aktif dan
strategi portofolio pasif. Strategi portofolio aktif meliputi kegiatan
penggunaan informasi yang tersedia dan teknik-teknik peramalan secara aktif
untuk mencari kombinasi yang terbaik. Sedangkan, strategi portofolio pasif
meliputi aktivitas investasi pada portofolio yang seiring dengan kinerja indeks
pasar.
4. Pemilihan aset
Tahap ini mengevaluasi setiap sekuritas yang ingin dimasukkan dalam
portofolio, dimana dalam tahap ini dicari kombinasi portofolio yang paling
efisien, yaitu portofolio yang mampu menawarkan return yang tertinggi
dengan tingkat risiko tertentu.
5. Pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio
Tahap pengukuran dan evaluasi kinerja ini meliputi pengukuran kinerja
portofolio dan pembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja
Sumber: Tandelilin (2001)
2.1.2 Pasar Modal
Pasar modal menurut Latumaerissa (2011 : 353) adalah pasar yang
menyediakan sumber pembelanjaan dengan jangka waktu yang relatif panjang,
yang diinvestasikan pada barang modal untuk menciptakan dan memperbanyak
alat-alat produksi dan akhirnya meningkatkan kegiatan perekonomian. Dengan
demikian, pasar modal dapat diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan Penentuan tujuan
investasi
Penentuan kebijakan investasi
Pemilihan strategi portofolio
Pemilihan aset
Pengukuran dan evaluasi kinerja
portofolio
sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan
obligasi. Sedangkan tempat dimana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan
bursa efek. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara
fisik. Untuk kasus di Indonesia, bursa efek yang ada yaitu Bursa Efek Indonesia
(BEI).
Pasar modal Indonesia sebenarnya dimulai ketika pemerintah Hindia
Belanda mendirikan Bursa Efek di Jakarta (Batavia) pada akhir tahun 1912.
Pendirian bursa efek tersebut diikuti dengan pendirian bursa efek di Semarang dan
Surabaya pada tahun 1925. Dengan berbekal pengalaman bursa efek di Belanda
yang cukup lama, bursa efek yang didirikan tersebut mengalami perkembangan
yang cukup pesat sampai akhirnya kegiatannya terhenti akibat pecahnya Perang
Dunia Kedua. Selanjutnya, memasuki era kemerdekaan bursa efek Indonesia
diaktifkan kembali dengan diterbitkannya obligasi pemerintah RI tahun 1950.
Untuk menetapkan keberadaan bursa efek tersebut, maka pemerintah
mengeluarkan UU Darurat tentang Bursa No. 13 Tahun 1951 yang kemudian
ditetapkan dengan UU No. 15 Tahun 1952. Penyelenggaraan bursa efek yang
dibuka Jakarta tersebut dilakukan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek –
efek (PPUE) dimana Bank Indonesia terlibat sebagai penasehat.
Namun usaha pengaktifkan kembali bursa efek tidak mengalami
perkembangan atau bahkan dapat dikatakan tidak begitu banyak pengaruhnya.
Keadaan tersebut berlangsung sampai dengan memasuki dekade 1970-an.
Pemerintah mulai kembali melakukan usaha pengaktifan pasar modal Indonesia
(Bapepam) yang sejak tahun 1991 berubah menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal.
Untuk menggairahkan kembali pasar modal, pemerintah melakukan
deregulasi di sektor keuangan dan perkembangan termasuk pasar modal.
Deregulasi yang dapat dianggap mempengaruhi pasar modal Indonesia antara lain
adalah Pakto 27 1988 dan Pakto 20 1988. Sebelum itu telah dikeluarkan Paket 24
Desember 1987 yang berkaitan dengan usaha pengembangan pasar modal
meliputi pokok-pokok sebagai berikut.
1. Kemudahan syarat go public antara lain tidak harus mencapai 10%.
2. Diperkenalkan bursa pararel.
3. Penghapusan pungutan-pungutan seperti fee pendaftaran dan pencatatan di
bursa yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam.
4. Investor asing boleh memiliki saham yang go public.
5. Saham boleh diterbitkan atas unjuk.
6. Batasan fluktuasi harga saham di Bursa Efek sebesar 4% dari kurs sebelum
ditiadakan.
7. Proses emisi harus sudah diselesaikan Bapepam dalam waktu
selambat-lambatnya 20 hari sejak dilengkapinya persyaratan.
Dampak dari deregulasi tersebut adalah meningkatnya minat emiten
maupun investor secara drastis yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber
pembiayaan bagi perusahaan di satu pihak dan sarana investasi bagi pemodal.
banyaknya perusahaan yang melakukan emisi saham dan obligasi serta naiknya
jumlah kapitalisasi dana.
2.1.3 Reksa Dana
2.1.3.1 Pengertian Reksa Dana
Reksa dana secara umum dapat dikatakan sebagai wadah dan pola
pengelolaan dana/ modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam
instrumen-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit
penyertaan reksa dana. Dana ini kemudian akan dikelola oleh Manajer Investasi
(MI) ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang
ataupun efek/ sekuriti lainnya.
Menurut UU Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasar 1 ayat 27 “Reksa
dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan ke dalam portofolio efek oleh manajer
investasi.”
Selanjutnya, menurut Gunawan Widjaja dan Almira Prajna Ramaniya
(2006 : 7), reksa dana merupakan suatu bentuk pemberian jasa yang didirikan
untuk membantu investor yang ingin berpartisipasi dalam pasar modal tanpa
adanya keterlibatan secara langsung dalam prosedur, administrasi, dan analisis
dalam sebuah pasar modal.
Dari ketiga pengertian yang disebutkan di atas, terdapat empat unsur
penting dalam reksa dana, yaitu:
3. Reksa dana dikelola oleh manajer investasi.
4. Reksa dana merupakan instrumen jangka menengah dan panjang.
2.1.3.2 Klasifikasi Reksa Dana
2.1.3.2.1 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Portofolionya
Menurut Bapepam dalam Cahyono (2002 : 60), jenis reksa dana
berdasarkan portofolionya dapat dibagi menjadi empat golongan besar reksa dana,
yaitu:
1. Reksa Dana Saham (Stock Funds)
Reksa dana saham adalah reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam efek bersifat ekuitas.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Bond Funds)
Reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana yang melakukan investasi
sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam efek bersifat utang.
3. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Funds)
Reksa dana pasar uang adalah reksa dana yang hanya melakukan investasi
pada efek bersifat utang yang jatuh tempo kurang dari satu tahun.
4. Reksa Dana Campuran (Balanced Funds)
Reksa dana campuran adalah reksa dana yang melakukan investasi dalam efek
bersifat ekuitas dan efek yang bersifat utang dengan komposisi yang berbeda
2.1.3.2.2 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Bentuknya
Menurut Cahyono (2000:24), jenis reksa dana berdasarkan bentuknya
dapat dibagi menjadi dua golongan besar reksa dana, yaitu:
1. Reksa Dana Perusahaan (Company Funds)
Reksa dana perusahaan adalah reksa dana berbentuk suatu perusahaan yang
mempunyai kegiatan usaha mengelola portofolio efek. Investor yang tertarik
berinvestasi pada reksa dana ini dapat membeli saham yang dikeluarkan
perusahaan perusahaan tersebut.
2. Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif (Collective Investment Contract
Funds)
Reksa dana kontrak investasi kolektif adalah reksa dana yang dibentuk
berdasarkan suatu kontrak investasi kolektif antara manajer investasi dan bank
kustodian. Investor yang tertarik berinvestasi pada reksa dana ini dapat
membeli unit penyertaan reksa dana tersebut.
2.1.3.2.3 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Kewajibannya
Menurut Widjaja dan Ramaniya (2006 : 10), jenis reksa dana berdasarkan
kewajibannya dapat dibagi menjadi dua golongan besar reksa dana, yaitu:
1. Reksa Dana tertutup (close end funds)
Reksa dana tertutup adalah reksa dana yang menerbitkan saham per unit
penyertaan dan menjualnya kepada investor namun tidak memiliki kewajiban
untuk membeli saham per unit penyertaan yang telah dijualnya. Investor
saham per unit penyertaan yang dimilikinya kepada investor lain yang
berminat.
2. Reksa Dana terbuka (open end funds)
Reksa dana terbuka adalah reksa dana yang menerbitkan saham per unit
penyertaan dan menjualnya kepada investor dan memiliki kewajiban untuk
membeli kembali saham per unit penyertaan yang telah dijualnya.
2.1.3.2.4 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Strategi Investasinya
Menurut Cahyono (2000 : 26), jenis reksa dana berdasarkan strategi
investasinya dapat dibagi menjadi empat golongan besar reksa dana, yaitu:
1. Aggressive Growth Funds
Aggressive Growth Funds adalah strategi investasi dimana manajer investasi
melakukan investasi terutama pada saham-saham perusahaan baru yang
mempunyai potensi pertumbuhan yang sangat tinggi, walaupun bersifat
spekulatif dan berisiko tinggi, namun jika berhasil akan memperoleh
pendapatan yang bersumber pada kenaikan harga saham (capital gain) yang
tinggi, walaupun dengan fluktuasi harga yang juga tinggi.
2. Growth Funds
Growth funds adalah strategi investasi dimana manajer investasi melakukan
investasi pada saham-saham perusahaan yang telah dan diperkirakan akan
terus mampu mengalami pertumbuhan di atas rata-rata industri dan
memperoleh pendapatan pada kenaikan harga saham (capital gain) yang
3. Growth Income Funds
Growth income funds adalah strategi investasi dimana manajer investasi
melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang tumbuh sedikit
dibawah rata-rata dan memiliki sejarah pembayaran deviden yang baik, dan
memperoleh pendapatan bersumber pada potensi kenaikan harga (capital
gain) dan pembayaran deviden.
4. Value Income Funds
Value income funds adalah strategi investasi dimana manajer investasi
melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang memiliki sejarah
pembayaran deviden yang sangat baik, dan mempunyai pendapatan yang
bersumber dari penerimaan deviden.
2.1.3.3 Return dan Risiko Reksa Dana 2.1.3.3.1 Return Reksa Dana
Dalam berinvestasi setiap investor pasti mengharapkan tingkat return yang
disyaratkan. Return reksa dana merupakan suatu nilai lebih yang diharapkan oleh
investor yang akan diperoleh pada akhir periode tertentu. Return yang diharapkan
(expected return) tentu saja dapat berbeda dengan return yang terjadi (actual
return). Return reksa dana dapat berupa kenaikan NAB (Nilai Aktiva Bersih).
Jika NAB positif maka investor akan mendapatkan capital gain dan sebaliknya
jika NAB negatif maka investor akan mendapatkan capital loss, ceteris paribus.
2.1.3.3.2 Risiko Reksa Dana
Tiap investasi pasti mengandung risiko, ada investasi yang berisiko rendah
dan ada juga investasi yang berisiko tinggi. Begitu juga dengan reksa dana yang
tidak luput dari risiko. Menurut Cahyono (2000 : 52), risiko dalam berinvestasi di
reksa dana dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Risiko berkurangnya nilai Unit Penyertaan (UP), dimana tidak ada jaminan
bahwa dalam mengelola dana manajer investasi akan terus memberi hasil.
Unit penyertaan reksa dana bisa turun dan naik sejalan dengan kenaikan atau
penurunan nilai efek ekuitas maupun utang yang menjadi sarana investasi
reksa dana.
2. Risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, dimana perubahan di dalam
perekonomian dan politik suatu negara dapat mempengaruhi pandangan
umum terhadap perusahaan-perusahaan di negara tempat mereka beroperasi.
3. Risiko likuiditas, dimana risiko ini sangat berkaitan dengan seberapa mudah
suatu reksa dana yang dibeli oleh seorang investor dapat dijual kembali.
4. Risiko wanprestasi, dimana risiko ini muncul jika ada pihak terkait seperti
emiten, bank kustodian, pialang atau agen penjual gagal memenuhi
kewajibannya, dan dapat mempengaruhi nilai NAB.
5. Risiko regulasi, dimana risiko ini lebih berkaitan dengan regulasi dari
pemerintah setempat, dimana reksa dana dalam portofolionya harus
2.1.3.3.3 Hubungan antara Return dan Risiko
Melalui gambar di atas dapat kita lihat bahwa hubungan antara return dan
risiko adalah searah dan linear, hal ini bermakna bahwa semakin besar tingkat
return yang disyaratkan oleh investor maka akan semakin besar pula risiko yang
akan terjadi dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah return yang disyaratkan
oleh investor maka akan semakin kecil risiko yang akan terjadi, ceteris paribus.
2.1.3.4 Pengertian dan Penilaian Kinerja Reksa Dana
2.1.3.4.1 Pengertian Kinerja Reksa Dana
Kinerja reksa dana merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
melakukan evaluasi dan mengetahui perkembangan reksa dana yang selama ini
dikelola di periode tertentu. Kinerja reksa dana penting bagi investor untuk
melakukan investasi dengan melihat kinerja reksa dana di masa lalu. Kinerja
reksa dana yang baik di masa lalu tidak dapat menjadi jaminan bahwa reksa dana
Return
Risiko
Sumber: Tandelilin (2001)
tersebut akan berkinerja sama baiknya dengan sekarang ataupun di masa yang
akan datang, namun kinerja reksa dana di masa lalu dapat menjadi acuan bagi
investor untuk berinvestasi pada reksa dana yang lain. Suatu reksa dana dikatakan
memiliki kinerja yang baik apabila sejak peluncurannya berada di atas kinerja
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). NAB per unit merupakan suatu data
yang dibutuhkan untuk menilai kinerja reksa dana. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja reksa dana, yaitu:
1. Kebijakan pemerintah dalam bidang moneter
Faktor ini berpengaruh pada kebijakan pemerintah dalam hal SBI, dimana
penurunan nilai SBI akan berpengaruh positif pada reksa dana.
2. Cara pengelolaan Reksa Dana
Dimana kesalahan dalam mengalokasikan reksa dana akan berpengaruh besar
terhadap kinerja reksa dana.
3. Market Timing
Ukuran yang mencerminkan kemampuan seorang manajer investasi dalam
membeli reksa dana ketika pasar sedang bullish dan menjual reksa dana ketika
pasar sedang bearish.
2.1.3.4.2 Penilaian Kinerja Reksa Dana
Perkembangan konsep pengukuran kinerja portofolio yang terjadi pada
akhir tahun 60-an yang dipelopori oleh William Sharpe, Treynor, dan Michael
Jensen yang berdasarkan pada teori Capital Market atau lebih dikenal dengan
istilah composite (risk adjusted) measure of portofolio performance karena
798-799) dalam penelitian awal mengenai kinerja manajer investasi, ketiga alat
ukur ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajer reksa dana dan ketiga
ukuran tersebut adalah sebagai berikut.
1. Metode Sharpe
Metode ini menggunakan konsep Capital Market Line atau lebih dikenal
dengan istilah Reward to Variability Ratio (RVAR). Sharpe menyatakan
bahwa kinerja portofolio merupakan hasil bersih dari portofolio dengan
tingkat bunga bebas risiko per unit risiko dengan diberi symbol Sp. Indeks
kinerja Sharpe dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
Dimana:
Sp = indeks kinerja Sharpe
Rp = return portofolio atau tingkat pengembalian pasar
Rf = return bebas risiko
σp = total risiko
2. Metode Treynor
Metode ini mengasumsikan bahwa portofolio sangat terdiversifikasi yang
dikenal dengan istilah Reward to Valatility Ratio (RVOR). Treynor
menyatakan bahwa kinerja portofolio merupakan hasil bersih dari portofolio
dengan tingkat bunga bebas risiko per unit dengan diberi symbol Tp. Indeks
Dimana:
Tp = indeks kinerja Treynor
Rp = return portofolio atau tingkat pengembalian pasar
Rf = return bebas risiko
βp = risiko pasar dari portofolio atau risiko sistematik portofolio
3. Metode Jensen
Jensen dalam mengukur kinerja portofolio sangat memperhatikan CAPM
(Capital Asset Pricing Model) sehingga pengukuran ini sering disebut dengan
Jensen ALPHA. Indeks kinerja Jensen dapat dihitung dengan formula sebagai
berikut:
Dimana:
αp & βp = hasil estimasi regresi Rp = return portofolio
Rf = return bebas risiko
Rm = return pasar
2.1.3.5 Pengertian dan Model Pengukuran Stock Selection Skills dan Market
Timing Abilities
2.1.3.5.1 Pengertian Stock Selection Skills dan Market Timing Abilities
Kemampuan memilih saham (stock selection) merupakan kemampuan
manajer investasi untuk memilih saham - saham yang undervalue yang akan
dimasukkan ke dalam portofolio dan diprediksi mempunyai kinerja yang lebih
baik di masa yang akan datang. Manajer investasi lebih sering mengandalkan
Kemampuan market timing merupakan kemampuan manajer investasi
untuk melakukan penyesuaian portofolio guna mengantisipasi perubahan atau
pergerakan harga pasar secara umum. Manajer investasi yang mempunyai
kemampuan market timing akan mampu untuk membeli efek untuk dimasukkan
ke dalam portofolionya ketika kondisi pasar sedang naik (bullish) dan menjual
efek yang ada di dalam portofolionya ketika kondisi pasar sedang turun (bearish).
2.1.3.5.2 Model Pengukuran Stock Selection Skills dan Market Timing
Abilities
Untuk mengukur stock selection skills dan market timing ability dapat
digunakan dua model dari Treynor-Mazuy dan Henrikson-Merton.
1. Model Treynor-Mazuy
Menurut Treynor dan Mazuy (1966) stock selection skills dan market timing
abilities seorang manajer investasi dapat dilihat dari nilai alpha (α) dan
gamma ( ) yang di dapat dari hasil estimasi regresi. Alpha mencerminkan
stock selection skills, dimana alpha yang positif mengindikasikan stock
selection skills yang baik dan alpha yang negatif mengindikasikan stock
selection skills yang buruk. Gamma mencerminkan market timing abiliites,
dimana gamma yang positif mengindikasikan bahwa manajer investasi
mempunyai market timing abilities yang baik dan gamma yang negatif
mengindikasikan bahwa manajer investasi mempunyai market timing abilities
yang buruk. Model dari Treynor Mazuy ini dapat diformulasikan sebagai
Dimana:
Rp = return reksa dana periode t
Rf = return bebas risiko periode t
Rm = return pasar periode t
α = intercept yang mengindikasikan kemampuan memilih saham (stock selection) manajer investasi
β = koefisien regresi excess market return atau slope pada waktu pasar turun (bearish)
γ = koefisien regresi yang mengindikasikan kemampuan market timing manajer investasi
εp = random error
2. Model Henrikson-Merton
Model ini dikembangkan oleh Henrikson dan Merton, dimana Henrikson dan
Merton mengukur kemampuan market timing dan stock selection dari
portofolio yang dikelola secara aktif. Untuk mengukur kemampuan stock
selection manajer investasi, hal ini dapat dilihat dari alpha (α). Jika manajer
investasi memiliki alpha > 0 maka dapat dikatakan bahwa manajer tersebut
memiliki kemampuan memilih saham yang baik, sebaliknya apabila manajer
investasi memiliki alpha < 0 maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi
tersebut tidak memiliki kemampuan memilih saham yang baik. Kemampuan
market timing dari manajer investasi disimbolkan dengan γ, dimana γ > 0
maka dapat dikatakan bahwa manajer investasi memiliki kemampuan market
timing yang baik, sebaliknya jika γ < 0 maka dapat dikatakan bahwa manajer
investasi tidak memiliki kemampuan market timing yang baik. Model dari
Dimana:
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang memfokuskan pada kemampuan memilih saham (stock
selection skills) dan market timing abiliti telah banyak dilakukan oleh peneliti
baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini adalah:
Tabel 2.1. Penelitian-Penelitian Terdahulu
No Peneliti
kemampuan stock
reksadana. risiko dari reksa dana berpengaruh negatif terhadap stock selection, namun berpengaruh positif terhadap
kemampuan market
timing. manajer investasi di BEI
tidak memiliki kemampuan memilih saham. Sedangkan untuk kemampuan market timing manajer investasi di BEI sangat kecil dan tidak signifikan. manajer investasi di Indonesia tidak memiliki kemampuan stock selection & market timing yang baik dan kurang optimal dalam mengubah portofolionya sesuai dengan tren pasar.
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2014)
2.3 Kerangka Konseptual
Peneliti dalam melakukan penelitian ini menggunakan model dari
Treynor-Mazuy. Menurut teori Treynor-Mazuy, kinerja suatu reksa dana dapat
REKSA DANA SAHAM
abilities. Stock selection skills adalah kemampuan manajer untuk mengidentifikasi
dan memilih saham yang mispriced dan memberi potensi keuntungan di masa
mendatang. Market timing abilities adalah kemampuan manajer investasi untuk
bereaksi terhadap antisipasi perubahan harga dari suatu saham dengan cara
menginvestasikan atau menarik dananya secara tepat waktu. Kemudian peneliti
juga ingin melihat apakah diantara dua kemampuan tersebut saling berkorelasi
baik secara positif atau negatif, yang artinya apakah ketika manajer investasi
mempunyai stock selection skills yang baik maka akan buruk dalam hal market
timing, atau sebaliknya, ketika manajer investasi mempunyai stock selection skills
yang buruk maka akan baik dalam hal market timing.
Sumber: Data Diolah oleh Peneliti (2014)
2.4Hipotesis Penelitian
Dari kerangka pemikiran teoritis, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Manajer investasi reksa dana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki
stock selection skills.
Stock Selection Skills Market Timing Ability
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual
H2: Manajer investasi reksa dana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki
market timing abilities.
H3: Terdapat trade off antara stock selection skills dengan market timing abilities