1
A. Latar Belakang
Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul
dari kemampuan intelektual manusia.1 Merek sebagai salah satu hak intelektual
memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang
atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan
brand image nya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau tanda pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau
jasa dalam suasana persaingan bebas. Tanpa adanya merek maka akan sulit bagi
konsumen untuk membedakan kualitas dari suatu produk. Itulah sebabnya merek
merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.2
Pemberian merek pada suatu produk diharapkan mampu membangun
reputasi sehingga nantinya merek tersebut memiliki nilai lebih pada harga jualnya.
Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial
bahkan merek suatu perusahaan sering kali lebih bernilai dibandingkan dengan
aset riil perusahaan tersebut.3 Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu
Cita Citrawinda Priapantja, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000, hlm. 1.
3
membuat produsen atau pengusaha lainnya memacu produknya bersaing dengan
merek terkenal.4
Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mendorong
pengusaha untuk menambah hasil produksi, mempertinggi mutu/kualitas barang,
memperlancar produksi dalam dunia perdagangan yang pada akhirnya tidak hanya
menguntungkan konsumen, masyarakat, bangsa, dan negara. Tetapi bila
persaingan usaha itu sudah sampai pada suatu keadaan, dimana pengusaha yang
satu berusaha menjatuhkan lawannya untuk keuntungan sendiri tanpa
mengindahkan kerugian yang diderita oleh pihak lain, maka inilah titik awal dari
keburukan suatu kompetitif yang menjurus pada pelanggaran hukum. Dengan
perbuatan yang melanggar hukum tersebut, dan juga mungkin melanggar
norma-norma sopan santun, moral, dan norma-norma-norma-norma sosial lainnya dalam lalu lintas
perdagangan, maka persaingan itu dapat menjurus pada persaingan curang atau
tidak sehat.5
Dengan ramainya dunia perdagangan di tingkat nasional maupun
internasional, maka hal ini memberi dampak dengan bermunculan ratusan, bahkan
ribuan merek sehingga tidak jarang menimbulkan ide peniruan/pemalsuan.6
Muncul merek yang sama atau mirip dengan merek lain, sehingga
membingungkan konsumen, dan tentu saja akan merugikan pemilik merek yang
asli. Di sinilah dibutuhkan perlindungan hak atas merek secara tegas, yang
4
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Adtya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 60.
5
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayanan Intelektual, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hlm. 356.
6
diserukan tidak hanya secara nasional, melainkan terlebih pada seruan
internasional untuk menyelenggarakan perlindungan hak atas merek terdaftar dan
terkenal, sehingga memunculkan iklim persaingan usaha yang kompetetif dan
sehat.
Seseorang atau badan hukum yang ingin mendapatkan perlindungan atas
penggunaan suatu merek, maka harus terlebih dahulu melakukan proses
permohonan perdaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang atau
badan hukum perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah secara
tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi
pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang
diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya
nama baik merek itu akan tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan
jaminan (kepercayaan atau reputasi) atas kualitas barang yang dibelinya.7
Usulan pendaftaran merek ini didasarkan pada kemungkinan pendaftar
dengan memperhatikan beberapa kriteria yakni; apakah permohonan didasarkan
pada itikad tidak baik seperti niat meniru, membonceng, menjiplak merek orang
atau badan hukum lain yang telah terdaftar terlebih dahulu baik di Indonesia
maupun di luar negeri; apakah merek bertentangan dengan peraturan, moralitas
agama, kesusilaan dan ketertiban umum; apakah merek yang dimohonkan
memiliki daya pembeda dengan merek lain yang sudah terdaftar; apakah merek
7
yang dimohonkan mengandung tanda yang telah menjadi milik umum; apakah
merek yang dimohonkan merupaka keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa
yang dimohonkan pendaftarannya; apakah merek yang dimohonkan memiliki
persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek sejenis yang telah
terdaftar di Indonesia; apakah merek yang dimohonkan memiliki persamaan pada
pokok atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; merek
yang dimohonkan merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau
nama badan hukum yang dimiliki oranag lain; apakah merek yang dimohonkan
merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang,
simbol, atau emblem negara atau lembaga nasional atau internasional; apakah
merek yang dimohonkan merupakan tiruan, atau menyerupai tanda, cap, atau
stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah.8 Dengan kata
lain, agar suatu merek dapat didaftarkan maka terlebih dahulu merek tersebut
harus dapat dibuktikan telah memenuhi persyaratan merek, dan tidak terdapat
padanya faktor-faktor yang menyebabkan merek tersebut ditolak atau tidak dapat
didaftarkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Namun ternyata permasalahan merek ini juga dapat muncul terkait dengan
keunikan tanda dari sebuah merek, ada kalanya beberapa produsen baik secara
disengaja maupun tidak sengaja menginginkan suatu tanda yang berupa gambar
atau nama yang sama sebagai merek untuk produk mereka. Bahkan permasalahan
yang terkait dengan merek tersebut juga dapat terjadi ketika ada sebuah produsen
8
yang menginginkan untuk memiliki dan menggunakan suatu merek yang sama
dengan yang telah digunakan oleh produsen lainnya.9 Tanda yang berupa gambar
atau logo, nama, atau ciri khusus yang dibuat oleh produsen pertama yang
mendaftarkan merek tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa merek yang telah
didaftarkan ada yang sama, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.10
Padahal, era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim
persaingan usaha yang sehat.11
Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan
merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak ini tentu dapat menyesatkan
konsumen terhadap asal-usul, dan /atau kualitas barang dan/atau jasa. Pemakaian
merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang
beritikad tidak baik. Penggunaan dengan merek-merek tertentu di samping good
will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari
konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau
keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan
prestis dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainnya sehingga dengan
memakai persepsi mereka adalah suatu simbol yang menimbulkan gaya hidup
baru (life style).12
Dewasa ini permasalahan yang muncul dalam persaingan bisnis tidak
hanya terbatas pada munculnya produk-produk bajakan untuk jenis barang atau
Ahmad Miru, Hukum Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1.
12
jasa yang sama. Produsen yang merasa dirugikan dengan digunakannya merek
mereka oleh pihak lain, kemudian mengajukan keberatan berupa gugatan
pembatalan pendaftaran merek.13 Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan tingkat pertama, hingga
kasasi ke Mahkamah Agung terhadap pihak lain yang secara tanpa hak
menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi,
dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut.14
Adanya perbedaan persepsi di dalam masyarakat mengenai merek
menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu tindakan orang-orang
yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain
tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak
bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan
seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak langsung.15
Di sinilah pentingnya sistem pengaturan merek yang memadai. Oleh sebab
itu di Indonesia lahir Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
untuk menggantikan Undang-Undang terdahulu yang dibentuk dengan dasar
pemikiran/pertimbangan sebagai berikut:
1. Dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi di Indonesia, peranan merek menjadi
sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat
2. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pengaturan yang memadai tentang
merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.
3. Berdasarkan kedua hal di atas serta memerhatikan pengalaman dalam
melaksanakan Undang-Undang Merek yang ada, maka dipandang perlu
untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek
sebagimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang
Merek.16
Terdapatnya pengaturan mengenai hak atas merek ini sekaligus sebagai
salah satu upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang
terdapat di dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu
untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka untuk itu, perlu dilakukan
pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu bidang
pembangunan yang perlu dikembangkan dan diatur yaitu bidang hak kekayaan
intelektual yang di dalamnya terkait masalah hak merek yang berkaitan langsung
dengan dunia perdagangan baik di tingkat regional, nasional, maupun
internasional.
16
Adapun dasar hukum pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek adalah :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3564).
Dengan diperbaharuinya Undang-Undang tentang Merek maka diharapkan
mampu menjaga iklim persaingan usaha tetap sehat. Merek mampu mencegah
terjadinya persaingan usaha tidak sehat, sebab dengan merek produk barang atau
jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan
bahwa produk itu original.17
Namun dewasa ini permasalahan yang timbul mengenai sengketa merek
akibat adanya kesamaan keseluruhan atau kesamaan pada pokoknya tidak hanya
terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang sekelas dan sejenis, melainkan
juga dapat terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang tidak sekelas tetapi
sejenis. Sebagai contoh, terdapat bisnis jasa kecantikan dan perawatan kulit
dengan merek Natasha (kelas jasa nomor 44) yang telah lama terdaftar di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dan sudah menjadi
merek terkenal di bidangnya. Pada tahun 2009 owner bisnis jasa kecantikan dan
17
perawatan kulit Natasha menggugat badan usaha yang mengeluarkan produk
kecantikan dengan merek Natasha (kelas barang nomor 3), yang juga telah
terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Meski berasal dari
kelas barang dan jasa yang berbeda pula, namun karena kesamaan Merek ini
konsumen secara keliru menilai bahwa jasa perawatan dan kecantikan kulit
Natasha dengan produk kosmetik Natasha adalah berasal dari pelaku usaha yang sama, sehingga dalam hal ini pelaku usaha jasa kecantikan dan perawatan kulit
Natasha sebagai merek yang pertama sekali didaftarkan merasa dirugikan sebab
produk kosmetik Natasha dianggap mendompleng ketenaran merek jasa
kecantikan dan perawatan kulit Natasha.
Dengan uraian di atas tersebut, maka dipilih skripsi dengan judul
“ASPEK HUKUM KESAMAAN MEREK TERDAFTAR DALAM KELAS
YANG BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15
TAHUN 2001 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 699K/
PDT.SUS/2009). ”
A. Perumusan Masalah
Dari uraian sebelumnya, penulisan skripsi ini akan membahas
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan pembatalan merek atas pelanggaran
hak atas merek di Indonesia dan tata cara permohonan kasasi atas putusan
2. Apa sajakah pokok-pokok yang harus ada dalam suatu gugatan pembatalan
merek terdaftar yang mempunyai persamaan dengan merek terdaftar lainnya?
3. Bagaimana penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya
dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual ?
B. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami tata cara mengajukan gugatan atas
pembatalan merek terdaftar di Indonesia dan permohonan banding atas
putusan Pengadilan Niaga di Mahkamah Agung.
2. Untuk mengetahui dan memahami apa sajakah pokok-pokok yang harus ada
dalan suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan
dengan merek terdaftar lainnya.
3. Untuk mengetahui dan memahami penyelesaian terhadap sengketa merek
dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
C. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan
menambah wawasan khususnya di bidang ilmu hukum baik dalam konteks teori
dan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap
penggunaan merek di Indonesia yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual.
2. Secara Praktis
Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih
dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan memberikan
sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Hukum dan HAM
dalam hal peningkatan pemeriksaan suatu merek yang hendak didaftarkan oleh
pelaku usaha, serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum dan bagi
pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum khususnya mengenai
sengketa merek.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:
1. Sifat/Jenis Penelitian
Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/
dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati
dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.18
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia
senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas
dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu
terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar
manusia lebih mengetahui dan mendalami.19
Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia,
merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik
penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.20
Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti
bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap
norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum
terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, kemudian didukung dengan studi putusan terhadap putusan
Mahkamah Agung No.699K/Pdt.Sus/2009.
18
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27.
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.
20
2. Bahan Hukum
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah
mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, dan sebagainya.21 Adapun data sekunder yang dimaksud
adalah:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat
dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan
perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini antara lain menggunakan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas
Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Putusan Mahkamah Agung No.
699K/Pdt.Sus/2009 serta bahan hukum primer lainnya yang terkait dengan
pembahasan skripsi ini.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan
merek, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun
tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang
praktik mengenai penggunaan merek dan hal lainnya yang berkaitan dengan
pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini.
21
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah
bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta
bahan-bahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk
melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.
3. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah
melalui metode studi pustaka (library research) yang merupakan pengumpulan
data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku,
peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, dan bahan bacaan lain yang terkait
dengan penulisan skripsi ini, yang semua itu dimaksudkan untuk memperolah
data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar
dalam penelitian.
4. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam
penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas.
analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan
dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai
dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal
yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif
Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat
mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah
terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan
permasalahan yang diteliti.
E. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul: Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam
Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/ Pdt.Sus/2009) adalah judul yang
belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di
media manapun.
Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi
yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan
pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan
pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar
membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling
berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK
Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Dasar
Hukum Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Syarat dan
Tata Cara Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan
Merek, dan Berakhirnya Perlindungan Merek.
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK
TERDAFTAR
Dalam bab ini akan membahas mengenai Perlindungan Hukum
terhadap Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek
Indonesia, Perlindungan Hukum secara Preventif, Perlindungan
Hukum Secara Represif Melalui Gugatan di Pengadilan Niaga.
BAB IV ASPEK HUKUM TERHADAP KESAMAAN MEREK
TERDAFTAR DALAM KELAS YANG BERBEDA DI
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN
2001 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NO.699K/PDT.SUS/2009)
Dalam bab ini akan membahas mengenai Tata Cara Mengajukan
Banding atas Putusan Pengadilan Niaga, Pokok-pokok Gugatan
dalam Suatu Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar yang Memiliki
Persamaan dengan Merek Terdaftar lainnya, dan Penyelesaian
terhadap Sengketa Merek dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek
yang Sama dari Kelas yang Berbeda di Direktorat Jenderal HAKI.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran