• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1 Jamban Keluarga - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1 Jamban Keluarga - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Sipange Julu Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2013"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian

2.1.1 Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC (Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban Sehat adalah suatu fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.

2.1.2 Kotoran Manusia/ Tinja

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO₂ sebagai hasil

dari proses pernafasan (Notoatmodjo, 2003).

(2)

tikus, karena mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi makanan hewan itu (Suparmin, 2002).

Komposisi tinja manusia terdiri dari (Chandra, 2007): 1. Zat padat

2. Zat organik 3. Zat anorganik

Karakteristik tinja yang mencakup kuantitas dan kualitas dipengaruhi terutama oleh kebiasaan makan, kondisi kesehatan, kondisi psikologik, kehidupan agama serta tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan yang mempengaruhi kebiasaan hidup, termasuk dalam hal kebiasaan menggunakan air pembersih dari manusia penghasil tinja tersebut (Suparmin, 2002).

2.2 Jenis-jenis Jamban

Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan kontruksi dan cara menggunakannya yaitu:

1. Jamban Cemplung

(3)

2. Jamban Plengsengan

Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin. 3. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

4. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran. 5. Jamban di Atas Balong (Empang)

(4)

kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi b. Balong tersebut tidak boleh kering

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

6. Jamban Septic Tank

Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat b. Lapisan cair

(5)

Menurut Azwar (1990), dilihat dari bangunan kakus yang didirikan, tempat penampungan kotoran yang dipakai serta cara pemusnahan kotoran serta penyaluran air kotor, maka kakus dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni:

1. Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya dibangun di dekat dibawah tempat injakan, dan atau dibawah bangunan kakus.

2. Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Kakus model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanam melingkar di tengah empang, sungai ataupun rawa.

3. Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Disini tinja didisenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Ada dua macam kakus kimia yakni :

a. Type lemari (commode type) b. Type tanki (tank type)

(6)

penampungan dan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic tank. Kakus model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.

Jika diperhatikan keempat macam kakus sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada kotoran yang perlu dipikirkan pengolahan selanjutnya, sebaliknya ada yang tidak perlu dikelola lagi, artinya kakus jenis ini menyerahkan sepenuhnya kepada alam untuk penanganan kotoran selanjutnya (Azwar, 1990).

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas galian penampungan kotoran.

(7)

2.3 Syarat-Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum

b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah di sekitarnya

d. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna f. Cukup penerangan

g. Lantai kedap air h. Ventilasi cukup baik

i. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004).

Menurut Arifin yang dikutip oleh Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.

(8)

c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung. 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan.

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan.

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air.

(9)

d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

a. Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain.

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran.

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan a. Jamban harus berdinding dan berpintu.

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2007), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

(10)

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance) 7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain:

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy) dan sebagainya.

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebagainya.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan di lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Sanitasi Jamban Keluarga

(11)

Sanitasi sesuai nomenklatur MDGs adalah pembuangan tinja. Termasuk dalam pengertian ini meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja (Galuh, 2012).

Bangunan kakus adalah tempat yang dipakai manusia untuk melepaskan hajatnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mendirikan bangunan kakus menurut ialah:

a. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindungi dari pandangan orang lain, terlindung dari panas atau hujan serta terjamin privasinya. Dalam kehidupan sehari-hari, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus pekarangan. b. Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai mengganggu

pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya pelbagai macam binatang.

c. Bangunan kakus mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang kuat, yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung.

(12)

e. Menyediakan alat pembersih (air ataupun kertas) yang cukup sedemikian rupa sehingga dapat segera dipakai setelah melakukan buang kotoran (Azwar, 1990).

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga. b. Lantai jamban

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban.

c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok) d. Closet (lubang tempat faeces masuk)

e. Pit (sumur penampungan faeces)

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk sederhana berupa lubang tanah saja.

f. Bidang resapan

(13)

2.5 Pengaruh Tinja Terhadap Kesehatan Manusia

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara (Notoatmodjo, 2007).

Berikut ini skema mata rantai penularan penyakit dari tinja (Notoatmodjo, 2007):

Gambar 2.1. Skema mata rantai penularan penyakit dari tinja

(14)

sebagainya) dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu, sudah barang tentu akan menyebabkan penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolahan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang dtularkan melalui tinja (Notoatmodjo, 2007).

Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).

Menurut Chandra (2007), bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah:

1. Pencemaran tanah, pencemaran air dan kontaminasi makanan

Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari faeces hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa dan cacing

(15)

manusia dan kadang-kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat (Widiati, 2001).

2. Perkembangbiakan lalat.

Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-bornediseases) sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup pada tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim panas, prevalensi penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih tinggi karena pada saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif (Suparmin, 2002).

Sementara itu, beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain (Notoatmodjo, 2007):

a. Tifus

(16)

atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri. Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2009).

b. Disentri

Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan lendir. Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi. Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti asbes hati, radang otak dan perforasi usus. Amoebiasis ini seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk kista yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2009).

c. Kolera

(17)

ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman (Slamet, 2009).

d. Schistosomiasis

Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih. Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang dan lain-lain hewan penderita

Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita bersama urin

(18)

menyebabkan kerugian dan penderitaan, karena pengobatannya kurang efisien, pemberantasan terhadap cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas, dan meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2009).

f. Diare

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi, alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):

a. Melalui air yang merupakan media penularan utama diare.

Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja yang terkontaminasi.

(19)

g. Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)

Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran usus oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain (Chandra, 2007):

1. Agens penyebab penyakit

2. Reservoir

3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial 4. Cara penularan ke pejamu baru

5. Pejamu yang rentan (sensitif).

Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi. Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitation barrier.

2.6 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Melindungi masyarakat dari penyakit

(20)

d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar, 1990).

2.7 Pemeliharaan Jamban Keluarga

Jamban merupakan kebutuhan dan salah satu sanitasi dasar yang wajib dipenuhi. Untuk menjaga fungsinya hendaknya jamban dipelihara baik dengan cara:

a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

b. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih c. Tidak ada genangan air di sekitar jamban

d. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa e. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat f. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

g. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki (Depkes RI, 2004). 2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Penelitian : - Tingkat Pengetahuan - Kebiasaan

- Sikap

- Peran Petugas Kesehatan

Kepemilikan jamban keluarga Karakteristik responden:

(21)

2.9 Hipotesis Penelitian

1. Ho: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

2. Ho: Ada hubungan antara sikap responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara sikap responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

3. Ho: Ada hubungan antara kebiasaaan responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara kebiasaaan responden terhadap kepemilikan jamban keluarga.

4. Ho: Ada hubungan antara peran petugas kesehatan terhadap kepemilikan jamban keluarga.

Gambar

Gambar 2.1. Skema mata rantai penularan penyakit dari tinja

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jumlah Pengetahuan baik yaitu 64,3%, Sikap baik sebanyak 99,1%, kebiasaan buruk sebanyak 61,7%, memiliki air yang cukup dalam

Alat pelindung diri adalah merupakan cara paling efektif untuk meminimalkan paparan ion bromida yang berasal dari luar tubuh manusia.. Alat pelindung diri dipakai

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jumlah Pengetahuan baik yaitu 64,3%, Sikap baik sebanyak 99,1%, kebiasaan buruk sebanyak 61,7%, memiliki air yang cukup dalam

Definisi Sampah dalam Dinas Kebersihan Kota Kupang, 2005 adalah limbah yang bersifat padat atau setengah padat yang terdiri dari zat organik, berasal dari kegiatan manusia yang

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban diwilayah kerja Puskesmas Pertiwi Kota Makassar,

Penyakit diare dapat ditularkan melalui kotoran manusia, semua orang dalam keluarga harus menggunakan jamban dan jamban harus dalam keadaan bersih agar terhindar dari serangga

Faktor lingkungan yang terdiri dari sosial budaya yang merupakan kebiasaan masyarakat tidak lagi membuang kotoran di tegalan/kebun menjadi faktor dominan untuk mendorong

Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren)