BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan
meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal
kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1965 tentang Perkoperasian. Setelah itu, terjadi beberapa peraturan mengenai
koperasi tersebut mengalami beberapa pergantian, mulai dari dihapusnya
undang-undang tersebut dan digantikan oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian, kemudian oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian dan yang paling terbaru adalah Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian(selanjutnya disebut dengan UU
Koperasi). Pergantian undang-undang perkoperasian Indonesia yang dilakukan
dari masa ke masa tersebut semata-mata dilakukan dalam rangka meningkatkan
dan mengembangkan peranan koperasi sebagai soko guru perekonomian
Indonesia.1
Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian digantikan
oleh Undang – Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
dengan tujuan untuk membangkitkan peran koperasi sebagai wadah perjuangan
ekonomi rakyat dan mengembalikan koperasi pada landasan-landasan asas-asas
dan sendi-sendi koperasi yang murni. Perbaikan dan pengembangan pada
undang-undang perkoperasian terus dilakukan dalam rangka peningkatan perekonomian
rakyat melalui peran koperasi. Hal tersebut juga dilakukan dengan memegang
teguh prinsip-prinsip koperasi yang murni dan menjaganya agar tetap ada dan
menjiwai seluruh koperasi yang didirikan di Indonesia. Akhirnya pada tahun
2012, diterbitkanlah undang-undang perkoperasian terbaru yang dianggap akan
membawa perubahan terhadap koperasi itu sendiri. Undang-Undang No. 17
Tahun 2012 mengenai Perkoperasian ini membawa banyak konsep-konsep baru
yang ditujukan dalam rangka mengembangkan koperasi dan menyesuaikannya
dengan keadaan perekonomian global. Undang-Undang ini diamanatkan untuk
membawa koperasi ke arah yang lebih baik lagi.2
Koperasi merupakan suatu bentuk kerja sama dalam lapangan
perekonomian. Kerja sama ini diadakan orang karena adanya kesamaan jenis
kebutuhan hidup mereka. Orang-orang ini bersama-sama mengusahakan
kebutuhan sehari-hari, kebutuhan yang bertalian dengan perusahaan ataupun
rumah tangga mereka. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan adanya kerjasama Undang-Undang koperasi dan perubahan perubahan dari undang-undang
ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua pihak baik kepada pihak organ
koperasi maupun kepada masyarakat luas . Undang-Undang ini juga diharapkan
dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum seputar koperasi.
2
yang akan berlangsung terus, oleh sebab itu dibentuklah suatu perkumpulan
sebagai bentuk kerja sama itu. 3
Pada umumnya tujuan koperasi merupakan untuk mensejahterakan
anggotanya. Selain itu, koperasi juga merupakan sebuah badan usaha dimana
sebuah badan usaha mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya. Oleh sebab itu, untuk dapat mensejahterakan para anggotanya, koperasi
sebagai badan usaha harus bisa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
melalui usaha yang dilakukan bersama.
4
Hal ini didukung oleh kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan dalam sebuah koperasi seperti halnya kegiatan dalam
memproduksi barang-barang, simpan pinjam, jual beli produk yang mana pada
umumnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan koperasi ini bertujuan untuk
kesejahteraan dan kepentingan bersama para anggota koperasi tersebut agar tidak
ada satu pihak pun yang dirugikan.5
Koperasi sebagai badan usaha memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi nasional. Koperasi diberikan peranan dan ruang
gerak yang luas untuk melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Terkait
dengan hubungan itu koperasi juga digunakan sebagai salah satu wadah utama
untuk membina kemampuan golongan ekonomi lemah.6
3
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Rineka Cipta, 2007, hlm 1
Seperti menurut Pasal 4
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dijelaskan, bahwa fungsi dan peran
koperasi sebagai berikut :
14 februari 2014 pada pukul 20.00
55
Syamsul Arifin dkk , Diktat Kuliah Universitas Medan Area , Hukum dan Koperasi , Fakultas Hukum Universitas Medan Area , 1985, hlm 1
6
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi sosialnya;
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat;
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuasaan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional
yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi.
Seperti halnya bentuk badan usaha lainnya, koperasi sebagai badan hukum
untuk menjalankan kegiatan usaha dan untuk mencapai segala tujuan dari badan
usahanya koperasi memerlukan modal, yang terbagi seluruhnya atas setoran
pokok, sertifikat modal koperasi, hibah, modal penyertaan, modal pinjaman ( yang
berasal dari anggota, koperasi lainnya, bank dan lembaga keuangan lainnya,
penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, pemerintah) dan sumber lain yang
sah yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan.7
Sebuah koperasi mendapatkan status sebagai badan hukum setelah akta
pendiriannya disahkan oleh Menteri yaitu Menteri Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah. Pengesahan koperasi sebagai badan hukum ini diberikan dalam jangka
waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima, dan
7
apabila Menteri tidak tidak melakukan pengesahan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan maka akta pendirian koperasi dianggap sah.8 Perjalanan pengelolaan
koperasi dalam prakteknya tidak selalu membawa koperasi ke arah yang lebih
baik. Bahkan terkadang ada koperasi yang harus menanggung kerugian secara
terus menerus sehingga berujung pada pembubaran koperasi.9
Pengaruh gejolak moneter yang terjadi di beberapa negara, termasuk
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, telah menimbulkan kesulitan yang
sangat besar terhadap perekonomian nasional, terutama kemampuan dunia usaha
dalam mengembangkan usahanya dan bahkan untuk mempertahankan
kelangsungan kegiatan usahanya. Lebih jauh lagi, gejolak tersebut juga telah
memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan dunia usaha, untuk
memenuhi kewajiban pembayaran mereka kepada kreditor. Keadaan ini pada
gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera
diselesaikan, akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi. Tidak hanya dalam
kelangsungan usaha dan segi segi ekonomi pada umumnya, tetapi juga terhadap
masalah ketenagakerjaan dan aspek-aspek sosial lainnya, yang lebih jauh perlu
diselesaikan secara adil, dalam arti memperhatikan kepentingan koperasi sebagai
debitor ataupun kepentingan kreditor secara seimbang, yang penyelesaiannya
harus dilakukan secara cepat dan efektif.10
Apabila koperasi berada dalam keadaan merugi dan tidak dapat membayar
utang-utangnya, ada 2 jalan yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah
8Ibid
9Ibid 10
tersebut, yaitu dengan keputusan rapat anggota atau keputusan pemerintah yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran
Koperasi Oleh Pemerintah, dapat juga dibubarkan melalui Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (selanjutnya disebut dengan UUK dan PKPU). 11
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk
melakukan pembayaran terhadap utang-utang dari pada kreditornya. Keadaan
tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan
(financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.
Kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas
seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada
dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator
dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil
penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit
tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.12
Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, dijelaskan bahwa debitor yang
mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya. Kepailitan koperasi sebagai badan hukum dalam menjalankan
kegiatannya tidak tertutup kemungkinan untuk terkait dengan utang piutang dalam
11
Kristiani, Kajian Yuridis Atas Putusan Kepailitan Koperasi Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor: 01/Pailit/2008/ Pengadilan Niaga Semarang), Tesis, Ilmu Kenotariatan, Pascasarjana, UNDIP, 2008, hlm 16
12
menjalankannya. Koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum dapat
melakukan kegiatan ini, hal ini terkait dengan sumber modal dari koperasi itu
sendiri yaitu yang berasal dari modal pinjaman sehingga tidak tertutup
kemungkinan untuk terjadinya kepailitan terhadap suatu koperasi.13
Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para
kreditor atas kekayaan debitor oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor
dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.14
Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitor dalam keadaan
berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada
dasarnya memiliki 2 fungsi sekaligus, yaitu :15
1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditor bahwa debitor
tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua
hutang-hutangnya kepada semua kreditor.
2. Kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitor
terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya. Oleh
karena itu, keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu
lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian
2014 pada pukul 14.00 wib
14
Ibid
15
konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk
keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitor tersebut
sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utang tersebut
kepada para kreditornya. Oleh sebab itu, bila keadaan ketidakmampuan untuk
membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitor, maka
langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya
(voluntary petition for self bankruptcy) menjadi suatu langkah yang
memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitor
tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitor tersebut memang telah
tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Lembaga kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk
penyelesaian kewajiban-kewajiban debitor terhadap kreditor secara lebih efektif,
efisien dan proporsional. 16
Dalam kedudukan koperasi ini sebagai badan hukum mempunyai suatu
ciri-ciri tersendiri, jika dibandingkan dengan badan usaha lain yang juga
mempunyai status sebagai badan hukum. Hal yang demikian itu dapat dilihat
antara lain pada pertanggung jawaban para anggota, Seperti misalnya koperasi
mengalami kerugian, maka setelah dibayarkan seluruh harta kekayaan dari
koperasi tersebut ternyata tagihan dari pihak ketiga belum terlunasi seluruhnya.
Oleh sebab itu masing-masing anggota koperasi secara secara tanggung renteng
16
melunasi hutang terhadap pihak ketiga tersebut. Bahkan anggota koperasi yang
telah keluar tetapi belum lewat bulan turut menanggung kerugian tersebut.17
Merujuk pada pertanggung jawaban yang diemban kepada organ koperasi
sebagaimana telah disebutkan di atas, maka jelas bahwa selaku salah satu bagian
dari organ dalam lembaga koperasi, pengurus memiliki tanggung jawab sangat
besar dalam operasionalisasi koperasi, terlebih-lebih apabila terjadi pembubaran
terhadap koperasi yang disebabkan karena terjadinya kepailitan terhadap koperasi.
Tanggung jawab pengurus ini akan menjadi bahasan utama penulisan skripsi ini
yang berjudul “Tanggung Jawab Pengurus Koperasi Terhadap Kepailitan
Koperasi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang
Perkoperasian”.18
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang diatas, maka
permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pengelolaan koperasi menurut
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Jo. Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992?
2. Bagaimanakah kepailitan dalam koperasi ?
3. Bagaimanakah pertanggung jawaban pengurus koperasi atas pailitnya koperas
17
Syamsul Arifin dkk, Op.Cit, hlm 8
18
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkankan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum tentang pengelolaan
koperasi menurut Undang Nomor 17 Tahun 2012 Jo.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
2. Untuk mengetahui kepailitan dalam perkoperasian;
3. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pengurus koperasi atas pailitnya
koperasi.
Adapun manfaat penulisan dari skripsi ini baik secara teoristis maupun
praktis adalah:
1. Secara teorietis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum
perusahaan pada khususnya, Juga diharapkan dapat menambah khasanah
kepustakaan yang berkaitan dengan substansi hukum perusahaan.
2. Secara praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada setiap
orang yang merupakan pengurus koperasi agar lebih profesional dan
berhati-hati dalam melakukan pengelolaan koperasi, dapat menjadi masukan bagi
pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara pertanggungjawaban
pengurus koperasi, dan dapat juga menjadi masukan bagi aparat penegak
hukum dan bagi pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian
D. Keaslian Penulisan
Judul tulisan ini adalah Tanggung Jawab Pengurus Koperasi Terhadap
Kepailitan Koperasi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian yang diajukan dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat
untuk memperoleh gelar sarjana hukum. Judul skripsi ini belum pernah ditulis di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan ini berdasarkan referensi
buku-buku, media cetak, dan elektronik. Oleh karena itu penulisan ini merupakan
sebuah karya asli sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Koperasi pada dasarnya adalah pembentukan badan usaha yang bertujuan
untuk menggalang kerja sama di antara orang-orang yang mempunyai
keterbatasan ekonomi guna mencapai tujuan bersama. Pembentukan badan
koperasi tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi
para anggota, baik yang bersifat individual maupun kelompok.19
Koperasi
merupakan institusi atau lembaga atau organisasi yang tumbuh atas dasar
solidaritas tradisional dan kerjasama serta kepentingan yang sama antar individu.
Koperasi sangat berperan dalam pembangunan nasional diberbagai bidang
terutama bidang ekonomi dan bidang lainnya serta memiliki peran yang
digunakan sebagai salah satu wadah untuk membina kemampuan golongan
ekonomi lemah.
Koperasi di Indonesia menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17
tahun 2012 tentang Perkoperasian, didefinisikan sebagai badan hukum yang
didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Dalam menjalankan kegiatannya
koperasi memiliki seperangkat pengurus untuk menjalankan kegiatan organisasi
maupun usaha dari koperasi tersebut dimana pengurus dipilih dari dan oleh
anggota koperasi dalam rapat anggota.
Pengurus adalah pemegang kuasa rapat anggota yang dipilih dari dan oleh
anggota dalam rapat anggota. Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan koperasi untuk kepentingan dan
tujuan koperasi serta mewakili koperasi baik didalam maupun diluar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Berdasarkan Pasal 60 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian mengatur tentang tanggung
jawab pengurus yang ditetapkan, sebagai berikut Pengurus bertanggung jawab
atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi
kepada rapat anggota.
Untuk memahami lebih lanjut tanggung jawab pengurus koperasi, dalam
Pasal 60 ayat (3) Undang-Udang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
Perkoperasian menentukan bahwa setiap pengurus bertanggung jawab penuh
secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Maka pengurus, baik
kerugian yang diderita koperasi apabila hal-hal yang dapat menyebabkan sebuah
koperasi bubar tersebut disebabkan karena tindakan yang dilakukan dengan
kesengajaan atau kelalaiannya. Bahkan disamping kerugian tersebut, apabila
tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan tidak menutup kemungkinan bagi
penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadapnya.
Salah satu cara menyelesaikan apabila koperasi dalam keadaan merugi
adalah dengan keputusan pemerintah yaitu koperasi dapat dinyatakan pailit
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Berdasarkan Pasal 1 angka 1
UUK dan PKPU, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan
hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa syarat
untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor adalah “Debitor
yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan
satu atau lebih kreditornya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Koperasi sendiri selaku badan hukum dapat dimohonkan kepailitannya apabila
memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tersebut.
F. Metode Penelitian
Sebagaimana untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat
adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan
skripsi ini meliputi:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan
dengan permasalahan yang diangkat didalamnya. Metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum
normative. Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga
penelitian hukum kepustakaan.
2. Sumber Data
Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data
sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.20
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Junto Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan dibidang hukum koperasi dan pailitnya koperasi yang
mengikat, antara lain :
b. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
20
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa
buku-buku, pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum
sekunder yakni kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.
3. Tekhnik Pengumpulan data
Penulisan skripsi ini digunakan metode library search (penelitian
kepustakaan), yakni mempelajari literatur atau dari sumber bacaan buku-buku,
peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari
surat kabar, majalah, media elektronik, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan
penulisan skripsi ini yang semua itu dimaksudkan untuk memperoleh
bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.
4. Analisis Data
Jenis analisi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
normatif kualitatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan. Data yang diperoleh
dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskiriptif kualitatif. Metode
deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi
pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan
dan mnyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar
belakang penulisan skripsi dengan judul “Tanggung jawab
pengurus koperasi terhadap kepailitan koperasi ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian”,
permasalahan tanggung jawab pengurus terhadap kepailitan
koperasi , tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGELOLAAN
KOPERASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17
TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN.
Bab ini memberikan uraian mengenai pengertian koperasi sebagai
badan hukum, organ dalam koperasi, pengelolaan koperasi,
tanggung jawab pengelola koperasi dalam pengelolaan koperasi
BAB III KEPAILITAN DALAM KOPERASI
Bab ini akan membahas mengenai syarat pailit dalam koperasi,
prosedur permohonan pernyataan pailit, akibat hukum pernyataan
BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PENGURUS KOPERASI ATAS
PAILITNYA KOPERASI
Bab ini berisi bentuk pertanggungjawaban pengurus koperasi atas
pailitnya koperasi, akibat tidak dilaksanakannya
pertanggungjawaban pengurus koperasi dalam penyelesaian pailit.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab
seluruhnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan