• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Keluarga Jepang dan Implementas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Struktur Keluarga Jepang dan Implementas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Struktur Keluarga Jepang dan Implementasinya dalam Keluarga Indonesia*

Rima Devi

Jurusan Sastra Jepang FIB, Universitas Andalas rima_devi2004@yahoo.com

Keluarga adalah satu institusi penting dalam masyarakat di manapun berada. Dari keluarga individu berasal, tumbuh, dan menjadi dewasa kemudian membentuk keluarga sendiri dan akhirnya meninggal dunia juga dalam keluarga. Jepang yang berada pada belahan timur mengalami perubahan struktur keluarga karena pengaruh politik, ekonomi, dan budaya. Ogawa Yoko seorang novelis Jepang kemudian menangkap perubahan struktur keluarga

tersebut dan menawarkan satu struktur keluarga yang disebut dengan interdependent family relationship yang

merupakan pengejawantahan dari ideologi yang dianutnya yaitu sekte Konko.

Sementara itu pada masyarakat Indonesia sebagaimana masyarakat Jepang yang merupakan negara bagian Timur memiliki beragam suku dan agama. Keberagaman suku dan agama mempengaruhi struktur keluarga yang terbentuk di Indonesia. Bagaimana implementasi struktur keluarga Jepang dalam keluarga Indonesia merupakan bahasan pada tulisan ini. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra dengan metode kajian pustaka. Hipotesis dari tulisan ini adalah faktor pembentuk struktur keluarga di Indonesia adalah latar belakang suku dan agama.

Kata kunci: sosiologi sastra, keluarga, struktur keluarga, Ogawa Yoko

Pendahuluan

Bourdieu (1996) mengatakan keluarga telah terinternalisasi secara kolektif pada diri tiap-tiap individu karena keluarga adalah konstruksi dasar dari kenyataan sosial. Bourdieu berkeyakinan bahwa keluarga adalah produk dari institusionalisasi dengan tujuan membuat setiap anggotanya merasa menjadi bagian dari satu unit yang eksis dan kokoh. Sesuai dengan pernyataan Bourdieu ini maka masyarakat di belahan bumi ini baik pada negara Barat maupun negara Timur memiliki institusi yang disebut dengan keluarga. Keluarga yang terbentuk memiliki struktur

yang beragam, yang oleh para ahli seperti Murdock dikelompokkan ke dalam keluarga besar atau extended family

dan keluarga batih atau nuclear family.

Keluarga batih disebut juga dengan keluarga modern dikarenakan struktur keluarga ini terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum menikah. Keluarga batih dianggap sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan industri modern sehingga disebut sebagai keluarga modern. Hal ini mulai terlihat pada keluarga Jepang setelah berakhirnya perang dunia kedua, ketika industri mulai berkembang, tumbuh pula kota-kota baru yang ditempati oleh pasangan suami istri muda. Para suami pergi bekerja ke kantor dan pabrik-pabrik sementara para istri mengurus rumah dan merawat anak-anak mereka. Para pasangan muda yang pindah ke kota industri ini berasal dari keluarga besar. Mereka memisahkan diri dari keluarga asalnya karena alasan pekerjaan dan tempat tinggal. (Goode, 2007).

Berkaitan dengan keluarga batih yang sesuai dengan tuntutan industri modern maka keluarga besar disebut dengan keluarga tradisional. Keluarga tradisional memiliki struktur keluarga yang anggotanya terdiri dari beberapa generasi dan tinggal bersama dalam satu rumah. Anggota keluarga tradisional ini berjumlah sangat banyak sehingga disebut juga dengan keluarga besar. Tiap-tiap kelompok masyarakat yang menganut sistem keluarga besar memiliki aturan dan tata cara tersendiri dalam mengatur anggota dan mengelola keluarganya. Aturan yang diterapkan biasanya berdasarkan ideologi yang dianut ataupun berdasarkan adat istiadat yang berlaku sehingga bisa dipahami mengapa bentuk keluarga besar ini disebut juga dengan keluarga tradisional yang melaksanakan tradisi mereka turun-temurun.

Negara yang umumnya menjalankan sistem kekeluargaan tradisional ini adalah negara Timur seperti Indonesia, Jepang, China, India, dan lain sebagainya. Namun seiring dengan perkembangan dunia industri, sistem kekeluargaan tradisional mengalami perubahan dan penyesuaian menurut tuntutan zamannya. Perubahan sistem kekeluargaan tradisional menjadi keluarga modern terlihat cukup bermakna adalah pada masyarakat Jepang.

                                                                                                               

1

 

Dipresentasikan  pada  Seminar  Internasional  Sastra  Bandung  2015  pada  tanggal  7-­‐8  Oktober  2015  di  Hotel  Panghegar,  Bandung,   dan  dimuat  pada  buku  Sastra  Kita:  Kini,  Dulu,  dan  Nanti,  disunting  Resti  Nurfaidah,  M.Hum.,  dkk.  Cetakan  Unpad  Press,  Jatinangor,   2015.    

(2)

Perubahan struktur keluarga tidak hanya dipicu oleh perkembangan teknologi dan industri, namun oleh hal yang lebih kuat yaitu peraturan perundang-undangan negara Jepang. Sistem kekeluargaan tradisional yang ditetapkan sebagai sistem kekeluargaan negara Jepang yang tercantum di dalam undang-undang dasar negaranya dihapuskan pada tahun 1947 dan masyarakat Jepang diarahkan untuk meninggalkan struktur keluarga tradisional dan membangun struktur keluarga modern.

Perubahan sistem kekeluargaan secara yuridis tidak serta merta membuat sistem kekeluargaan dalam masyarakat Jepang berubah. Sebagian besar masyarakat Jepang masih menjalankan sistem kekerabatan tradisional hingga saat ini namun dengan bentuk yang agak berbeda dengan sistem kekerabatan tradisional yang pernah dijalankan oleh masyarakat Jepang sebelum perang dunia kedua. Masyarakat Jepang yang masih menjalankan sistem kekerabatan tradisional hanya melaksanakan sebagian dari unsur-unsur yang terdapat dalam sistem tersebut. Akibatnya struktur masyarakat Jepang dewasa ini berubah-ubah dari waktu ke waktu sehingga memiliki pola yang beraneka ragam.

Sugimoto (1997) membuat empat kategori keluarga Jepang yaitu pertama tipe keluarga yang masih kuat menjalankan sistem kekeluargaan tradisional, kedua, tipe keluarga yang struktur anggotanya seperti keluarga besar karena terdiri dari beberapa generasi, namun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mereka terpisah seperti keluarga batih. Ketiga, tipe keluarga batih namun mereka masih meyakini adanya hubungan garis seketurunan sehingga walaupun mereka berada jauh dari keluarga asalnya karena alasan pekerjaan dan lain-lain, mereka masih menyempatkan diri untuk hadir pada acara tradisional yang diselenggarakan keluarga besarnya seperti pesta pernikahan tradisional, acara pemakaman, festival daerah, pemujaan arwah leluhur dan lain sebagainya. Keempat, tipe keluarga batih modern yang menjalankan ideologi keluarga modern. Dari pengkategorian yang dibuat oleh Sugimoto ini dapat dipahami bahwa struktur keluarga yang terbentuk dalam masyarakat Jepang setelah kalah pada perang dunia kedua memiliki berbagai corak dan memiliki kecendrungan untuk terus berubah berdasarkan tuntutan zaman.

Adalah Ogawa Yoko, seorang novelis perempuan Jepang, melihat perubahan struktur keluarga yang terjadi di dalam masyarakatnya. Ogawa Yoko kemudian menawarkan satu struktur keluarga melalui novel-novelnya kepada masyarakat Jepang. Struktur keluarga yang ditawarkan tidak sama dengan keluarga modern tapi memiliki kemiripan dengan struktur keluarga tradisional Jepang. Menurut Devi (2015), Ogawa Yoko menawarkan struktur

keluarga yang disebut dengan “Sougoizonteki Kazokukankei” 「相互依存的家族関係」atau “Interdependent

Family Relationship” atau “Hubungan Kekeluargaan Interdependen”. Bagaimana struktur keluarga yang

ditawarkan oleh Ogawa Yoko kepada masyarakatnya dapat diimplementasikan dalam keluarga Indonesia merupakan permasalahan pada tulisan ini.

Hubungan Kekeluargaan Interdependen

Masyarakat Jepang pada masa pemerintahan Meiji (1868-1912) merasa perlu mengukuhkan sistem kekeluargaan

yang mereka jalankan dalam undang-undang dasar negaranya yang disebut dengan Meiji Minpo. Pada

undang-undang dasar negara disebutkan bahwa sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat Jepang adalah sistem ie yang berdasarkan sistem patriakat. Sistem ie ini disebut sebagai sistem kekeluargaan tradisional Jepang yaitu dalam satu keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga yang mengayomi anggota keluarga dalam jumlah cukup besar. Keluarga yang terbentuk berupa keluarga besar yang anggotanya terdiri dari beberapa generasi.

Kata ie sendiri dalam bahasa Jepang bermakna rumah. Ie memiliki makna yang lebih luas yaitu keluarga yang

mengacu pada keluarga tradisional. Untuk kata keluarga sendiri dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah kazoku

yang mengacu pada kata family dalam bahasa Inggris. Menurut Aruga, ie adalah

 

adat istiadat khusus yang terdapat

dalam masyarakat Jepang, yang maknanya berbeda dengan keluarga pada umumnya. … Ie adalah satu kelompok

yang menjalankan usaha dari harta milik keluarga (kasan) dan merupakan usaha keluarga (kagyou). Melalui

pemahaman mengenai hal ini maka sebagai satu unit di dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, maka tujuannya adalah kesinambungan dari ie dan setiap anggotanya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia secara turun-temurun. (dalam Devi, 2015).

(3)

keluarga mereka adalah mengolah lahan pertanian, pada keluarga nelayan, maka usaha keluarga mereka adalah mencari dan mengolah ikan, demikian juga pada keluarga pedagang, usaha mereka adalah menperjualbelikan barang.

Sementara itu tujuan dari keluarga dalam sistem ie adalah menjaga kesinambungan ie-nya secara turun-temurun. Untuk melaksanakan tujuan dari ie maka di dalam ie ditunjuk seorang kepala keluarga yang disebut dengan

kachou. Tugas kachou cukup berat karena kachou bertanggung jawab akan kesejahteraan anggota dan kesinambungan ie-nya. Dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin keluarga sekaligus usaha atau bisnis keluarga,

kachou dibantu oleh istrinya yang disebut dengan shufu. Tugas utama shufu adalah hal yang berkaitan dengan urusan domestik seperti mengatur anggaran belanja harian rumah tangga, bersama para wanita lainnya menyiapkan makanan untuk semua anggota keluarga, menjahitkan pakaian, mengurus anak-anak, dan merawat lansia.

Penentuan siapa yang akan menjadi kachou pada ie biasanya ditentukan berdasarkan garis keturunan dan hubungan

darah. Anak laki-laki tertua dari kachou yang disebut dengan chounan biasanya disiapkan untuk menjadi pewaris

bila kachou pensiun atau meninggal dunia. Selain mengelola ie-nya, menyiapkan calon pewaris, kachou juga

bertugas menjalankan upacara pemujaan arwah leluhur yang disebut dengan sosen suuhai. Masyarakat Jepang

percaya bahwa leluhur mereka yang sudah meninggal dunia akan menjadi dewa dan akan terus menjaga dan melindungi anak cucunya yang masih hidup dan yang akan lahir. Untuk itu ritual pemujaan arwah leluhur menjadi hal yang sangat penting dalam ie.

Mengenai anggota keluarga yang terdapat dalam ie memiliki struktur yang khas. Dalam satu ie terdapat anggota

keluarga yang memiliki hubungan darah secara langsung yaitu kachou dengan chounan, yang memiliki hubungan

ini seperti hubungan pada keluarga batih. Namun dalam ie terdapat pula ayah dari kachou yang merupakan mantan

kachou, kachou sendiri, chounan, dan cucu dari kachou sehingga dalam ie tinggal beberapa generasi. Ada pula anggota keluarga yang tidak memiliki hubungan darah secara langsung namun memiliki hubungan kekerabatan

yaitu kachou dengan saudara beserta anak istrinya. Anggota lain yang tinggal di dalam ie adalah anggota yang

tidak memiliki hubungan darah dan tidak pula memiliki hubungan kekerabatan. Anggota keluarga ini disebut

dengan houkounin yang bersama anak istrinya tinggal di dalam ie dan bekerja bersama-sama dalam bisnis keluarga.

Kachou dengan semua anggota keluarganya tinggal bersama-sama dalam satu komplek perumahan yang saling berdekatan satu sama lain.

Sistem ie ini dijalankan oleh masyarakat Jepang sejak beratus tahun lalu sehingga menguat mengakar dalam masyarakatnya. Namun sistem ini mengalami perubahan seiring dengan dihapuskannya sistem ie dari undang-undang dasar Jepang. Masyarakat Jepang diarahkan untuk membentuk struktur keluarga modern yang disebut dengan keluarga batih. Struktur keluarga batih terlihat pada keluarga di daerah perkotaan terutama kota besar seperti Tokyo dan Osaka, sementara di daerah pedesaan masyarakatnya masih menjalankan adat istiadat yang berlaku dalam ie sehingga struktur keluarga di pedesaan pada umumnya masih berbentuk keluarga besar. Perbedaan yang mencolok antara struktur keluarga di kota dan di desa dapat terjadi karena adanya perbedaan dari jenis pekerjaan. Pada wilayah pedesaan masih terdapat lahan pertanian yang perlu dikelola secara bersama-sama, demikian juga pada daerah pantai masih terdapat keluarga besar yang bersama-sama mencari ikan dan mengelola hasil tangkapan secara bersama-sama. Sementara di daerah perkotaan pekerjaan yang umumnya dilakukan adalah pekerjaan yang bersifat individu karena menawarkan jasa dan keahlian seperti dokter, guru, konsultan, buruh pada

satu perusahaan dan lain-lain, yang pekerjaan ini tidak bisa diwariskan kepada chounan.

Perkembangan teknologi dan industri yang sangat pesat dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa membuat anak muda Jepang yang tinggal di desa berbondong-bondong menuju kota untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Namun karena masih kuatnya adat istiadat dalam pewarisan harta dan usaha

keluarga di pedesaan, anak laki-laki yang merupakan anak tertua atau chounan terpaksa tetap bertahan di desa dan

melanjutkan mengelola usaha keluarga. Tidak semua keluarga di desa memiliki chounan, dan tidak semua chounan

bersedia tinggal di desa apalagi bila usaha keluarga mereka tidak begitu besar dan tidak bisa menunjang kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu tak jarang ditemui adanya keluarga yang ditinggal oleh chounannya karena alasan

ekonomi. Terkadang karena alasan eknomi ini pula ditemui adanya kachou yang meninggalkan ie-nya untuk

sementara waktu karena akan menjadi pekerja musiman di daerah urban. Usaha keluarga yang ditinggalkan oleh

kachou akhirnya dikerjakan oleh shufu. Para shufu ini akhirnya menjadi lebih paham mengenai bagaimana

pengelolaan lahan pertanian mereka dibandingkan dengan kachou. (Henry, 2003).

(4)

anggotanya memiliki hak yang sama sebagaimana tercantum dalam undang-undang dasar yang baru. Oleh karenanya setiap individu bebas menentukan jalan hidupnya sendiri seperti pasangan suami istri bebas menentukan apakah akan punya anak atau tidak, apakah istri akan bekerja atau di rumah saja mengurus rumah tangganya. Anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri juga bebas menentukan apakah akan tetap tinggal serumah dengan orang tua atau tidak. Lalu individu dewasa yang sudah mandiri juga bebas menentukan apakah akan menikah atau hidup melajang, apakah menikah secara resmi, atau hidup bersama tanpa ikatan perkawinan. Bila mereka tidak merasa nyaman lagi dengan pasangannya, mereka juga lebih mudah untuk bercerai. Kebebasan yang didapatkan oleh individu ini membuat struktur keluarga Jepang khususnya di daerah perkotaan memiliki variasi yaitu adanya keluarga yang memiliki anggota keluarga lebih dari tiga generasi yaitu keluarga besar, adanya keluarga batih yang anggotanya suami istri dan anak-anak yang belum menikah, keluarga yang terdiri dari suami dan istri saja, keluarga yang terdiri dari ayah dan anak saja, keluarga yang terdiri dari ibu dan anak saja, bahkan adanya keluarga yang anggotanya satu orang saja. (Rebick, 2006).

Beragamnya susunan anggota keluarga pada masyarakat Jepang menimbulkan berbagai persoalan yang berkaitan

dengan tidak lengkapnya anggota keluarga seperti pengasuhan anak, perawatan lansia, dan muenshi2. Pemerintah

Jepang terus berupaya mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam masyarakatnya dan para ahli sosiologi Jepang juga terus berupaya melakukan penelitian dan memberikan berbagai saran untuk perbaikan masyarakatnya di masa depan. Dalam hiruk pikuk persoalan dalam masyarakatnya, Ogawa Yoko seorang novelis Jepang mencoba menawarkan satu struktur keluarga melalui novel-novelnya. Mengenai upaya Ogawa Yoko menawarkan struktur keluarga ini diketahui dari penelitian Devi (2015) mengenai keluarga Jepang yang tergambar dalam tiga novel

karya Ogawa Yoko yaitu Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki dan Miina No Koushin.

Ogawa Yoko pada tiga novel yang disebut di atas menggambarkan struktur keluarga yang memiliki kemiripan dengan sistem ie. Struktur keluarga yang berkenaan dengan sistem ie itu adalah terdapatnya unsur-unsur yang

terdapat dalam sistem ie. Pada setiap keluarga yang dibangun di dalam novel terdapat seorang kachou yang

memimpin keluarga. Kachou pada novel Miina No Koushin (selanjutnya disingkat dengan novel MNK) adalah

chounan dari ayahnya. Kachou ini memiliki shufu dan seorang anak laki-laki. Sementara kachou pada dua novel lainnya adalah perempuan yang merupakan pewaris dari suaminya yang telah meninggal dunia. Dalam penentuan

siapa yang akan menjadi kachou dalam tiga keluarga ini bersesuaian dengan sistem ie. Kemudian setiap keluarga

mempunyai harta keluarga atau kasan, memiliki usaha keluarga atau kagyou, dan adanya kafu atau kebiasaan

keluarga. Selain itu pada masing-masing keluarga terdapat anggota yang tidak memiliki hubungan darah ataupun

hubungan kekerabatan yaitu houkounin. Adanya unsur dalam sistem ie yaitu kachou, shufu, chounan, houkounin,

kasan, kagyou, dan kafu dalam ketiga novel ini menunjukkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam sistem ie masih ada di dalam keluarga Jepang saat ini.

Namun keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko pada ketiga novel ini tidak berkesinambungan sebagaimana halnya sebuah ie yang bertujuan untuk menjaga keberadaan ie secara turun-temurun. Ogawa menjual semua harta

keluarga begitu kachou pensiun ataupun meninggal dunia. Padahal ada anggota keluarga yang bisa ditunjuk untuk

menjadi pewaris dan dapat menjaga kesinambungan ie. Lalu, Ogawa juga tidak menggambarkan pelaksanaan

pemujaan arwah leluhur yang merupakan satu kewajiban seorang kachou terhadap ie-nya. Tidak ditentukannya

calon pewaris, tidak dijalankannya pemujaan arwah leluhur, dan dijualnya aset keluarga setelah kachou pensiun

ataupun wafat memperlihatkan bahwa struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko bukanlah mengacu pada

keluarga tradisional. Selanjutnya, melihat susunan anggota keluarga yang dibangun pada novel Kifujin A No Sosei

(selanjutnya disingkat dengan novel KAS) dan novel Hakase No Aishita Suushiki (selanjutnya disingkat novel

HAS) memperlihatkan bahwa keluarga tersebut bukan pula keluarga batih karena tidak ada ikatan suami istri dalam keluarga pada novel KAS dan HAS. Lalu keluarga seperti apa yang ditawarkan oleh Ogawa Yoko pada masyarakatnya?

Pada ketiga novel KAS, HAS, dan MNK, Ogawa Yoko menggambarkan keluarga yang saling menolong, saling membantu baik secara materil maupun moril seperti, anggota keluarga yang tidak mampu secara ekonomi, dibantu oleh yang mampu, anak-anak diasuh dengan baik, orang sakit dirawat dengan semestinya, dan lansia mendapatkan

perhatian khusus sehingga tidak terjadi muenshi di saat anggota keluarga yang lansia menghembuskan nafas

terakhirnya. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko oleh Devi (2015) disebut sebagai hubungan

keluarga yang saling bergantung atau interdependent family relationship atau dalam bahasa Jepang dapat disebut

dengan Sougoizonteki Kazokukankei「相互依存的家族関係」.

                                                                                                               

2

 

Muenshi adalah seorang yang meninggal dunia seorang diri dan kematiannya diketahui berhari-hari atau berminggu-minggu

(5)

Penyebutan istilah hubungan keluarga interdependen ini terkait dengan ideologi yang dianut oleh Ogawa Yoko

sebagai seorang pengarang. Dalam ajaran Sekte Konko yang dianut oleh Ogawa Yoko dikenal istilah aiyo kakeyo

「あいよ かけよ」yaitu saling bergantung. Yang dimaksud dengan saling bergantung pada ajaran Sekte Konko

ini adalah saling ketergantungan antara Tuhan atau Kami dengan manusia, manusia dengan sesama manusia, dan

manusia dengan alam. Syurga bagi penganut Sekte ini adalah dunia tempat kita tinggal. Keindahan syurga akan didapatkan dengan saling mendengarkan dan saling membantu sesama manusia baik secara moril maupun materil.

Sebagai bentuk bakti manusia kepada Kami, manusia juga harus membantu manusia lain yang membutuhkan.

Ajaran dasar dari Sekte Konko yaitu saling bergantung ini tergambar jelas dalam ketiga novel KAS, HAS, dan MNK. Sesuai dengan gambaran keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dalam novelnya dan ajaran yang dianutnya maka struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko disebut dengan hubungan keluarga interdependen. Struktur keluarga yang ditawarkan Ogawa Yoko dalam novelnya bukanlah hal yang kebetulan atau

tidak disengaja. Ogawa Yoko sendiri mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi perantara atau toritsugi3 untuk

menyampaikan ajaran agamanya kepada sesama. (Watanabe, 2011). Pada penjelasan mengenai struktur keluarga Jepang di atas dapat diketahui bahwa struktur keluarga yang ditawarkan Ogawa Yoko pada masyarakatnya dirancang menggunakan konsep agama yang dianutnya yaitu Sekte Konko, dan konsep keluarga tradisional Jepang yang merupakan adat istiadat masyarakat Jepang yaitu sistem ie.

Implementasi Struktur Keluarga Jepang dalam Keluarga Indonesia

Berkenaan dengan masyarakat Jepang, masyarakat Indonesia juga termasuk dalam kelompok negara Timur yang menjalankan sistem kekeluargaan tradisional. Sama halnya dengan sistem kekeluargaan di Jepang, Sistem kekeluargaan tradisional di Indonesia sudah dijalankan ratusan tahun lalu. Namun ada perbedaan dengan Jepang, sistem kekeluargaan di Indonesia pada zaman dahulu bukan atas nama satu negara atau satu bangsa seperti Jepang, melainkan atas nama suku yang tersebar di seluruh Nusantara. Dan setiap suku memiliki aturan dan tata cara tersendiri dalam mengatur keluarganya.

Pada keluarga tradisional Jepang setiap ie atau keluarga memiliki rumah atau komplek perumahan yang cukup luas tempat semua anggota keluarga dari ie tersebut tinggal. Mereka tinggal bersama-sama dalam ie-nya menjalankan kehidupan sehari-hari. Demikian juga dengan keluarga tradisional di Indonesia terdapat rumah yang besar dan luas, yang terdiri dari banyak ruangan yang bisa ditempati secara bersama-sama oleh beberapa pasangan suami-istri. Rumah-rumah yang besar pada umumnya berbentuk rumah panggung yang dapat ditemukan diberbagai suku di

Indonesia seperti Suku Minangkabau4, Batak, Melayu, dan lain sebagainya. Rumah tradisional pada Suku

Minangkabau misalnya, pada rumah tersebut terdapat ruangan yang besar dan luas tempat semua anggota keluarga berkumpul atau melakukan acara-acara keluarga dan terdapat sembilan buah kamar yang ditempati oleh beberapa orang pasangan suami istri dan anak-anak mereka.

Kemudian mengenai kepala keluarga atau kachou dalam sistem ie, juga terdapat dalam suku-suku di Indonesia.

Kepala keluarga disebut juga dengan tetua suku, kepala adat, dan sebutan lainnya yang berkaitan dengan pemimpin

keluarga. Seperti pada Suku Minangkabau, kepala adat disebut dengan datuak dan memiliki gelar nama tersendiri

sesuai dengan keluarga masing-masing. Dalam hal mata pencarian setiap keluarga pada ie, terdapat keluarga yang bermata pencariannya dari pertanian dan perdagangan, keluarga pada suku-suku di Indonesia juga memiliki mata pencarian dari pertanian dan perdagangan. Namun dalam pengelolaannya apakah melibatkan semua anggota keluarga seperti pada ie, diperlukan telaah yang lebih lanjut.

Setelah berakhir perang dunia kedua dan negara Barat yang menang perang seperti Amerika mulai mengumandangkan paham demokrasi dan kesetaraan gender. Pada bangsa Jepang sebagai negara yang kalah perang, menerima paham demokrasi ini dan menuliskan di dalam undang-undang dasar negaranya. Pada negara Indonesia yang merupakan daerah jajahan, pada awal pembentukan negara juga memasukkan paham demokrasi

                                                                                                               

3

 

Toritsugi atau mediator adalah istilah yang digunakan dalam Sekte Konko untuk menyebutkan pendeta atau orang yang

menyebarkan ajaran agamanya.

 

4

 

Fenomena yang digambarkan dan contoh pada analisis ini adalah Suku Minangkabau karena penulis sendiri berasal dari

Suku Minangkabau. Pengetahuan yang dimiliki untuk analisis ini adalah data dari pengamatan langsung sebagai seorang yang berasal dari daerah tersebut dan juga seorang perantau.

(6)

dalam undang-undang dasarnya. Sama halnya dengan Jepang, menyebarnya paham demokrasi ini tidak serta merta merubah struktur keluarga dalam masyarakat Indonesia.

Sama halnya dengan Jepang, perubahan struktur keluarga di Indonesia mulai terlihat sejak berkembangnya teknologi dan industri. Pembangunan di daerah perkotaan membuat masyarakat di pedesaan berbondong-bondong pula meninggalkan kampung halamannya untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Kaum muda mencoba peruntungan mereka di kota dengan menjadi perantau. Para perantau ini walaupun masih memegang adat istiadat mereka yang diketahui di kampung, namun pelaksanaan adat istiadat ini mulai tergerus oleh tuntutan zaman. Para perantau cendrung untuk membangun keluarga sendiri yang umumnya terdiri dari keluarga batih walaupun tak jarang ditemuinya adanya keluarga perantau yang merupakan keluarga besar. Di daerah perkotaan muncul komunitas atas nama suku atau daerah asal masing-masing. Dari fenomena yang terlihat dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak suku, terlihat ada kemiripan dengan Jepang yaitu perubahan struktur keluarga terjadi karena faktor ekonomi, pekerjaan dan tempat tinggal. Seperti masyarakat pada suku Minangkabau yang memang memiliki kebiasaan merantau. Para perantau sejak zaman dahulu sudah meninggalkan kampung halamannya mencari penghidupan yang lebih baik. Namun jarang yang menetap di rantau dan membentuk keluarga sendiri karena perantau ini pada umumnya laki-laki dan mereka pergi tanpa membawa keluarga. Pada waktu-waktu tertentu mereka pulang menemui keluarganya dan membawakan barang dan uang untuk keperluan keluarganya selama ditinggalkan. Namun sejak berkembangnya teknologi dan industri dan meningkatnya kebutuhan hidup, para perantau ini membawa serta keluarganya dan menetap di daerah rantau hingga beranak-bercucu bahkan sampai meninggal dunia. Kampung halaman hanya dikunjungi ketika hari raya atau sewaktu-waktu saja. Mengenai perantau-perantau ini memiliki kemiripan dengan kaum urban pada masyarakat Jepang yaitu yang menetap tinggal di kota dan pulang sewaktu-waktu ke kampung halamannya ketika ada perayaan tertentu.

Para perantau yang tinggal di daerah perkotaan yang berbaur dengan berbagai suku lain yang tinggal di kota yang sama kemudian tak dapat mengelakkan diri dari kawin campur dengan suku lain yang memiliki adat yang berbeda-beda. Perbedaan itu membuat struktur keluarga yang dibangun cendrung menjadi keluarga batih karena lebih bersifat menerima perbedaan suku dalam struktur keluarga batih, walaupun tak jarang ditemui keluarga yang kawin antar suku masih menjalankan struktur keluarga besar. Struktur keluarga yang terbentuk dalam masyarakat Indonesia terutama di daerah perkotaan selain dipengaruhi oleh adat istiadat setiap suku juga dipengaruhi oleh latar agama yang dianut. Para perantau umumnya menerima perkawinan beda suku bukan saja karena pemahaman memiliki tempat tinggal yang sama yaitu diperkotaan namun juga karena memiliki latar agama yang sama. Tak jarang latar agama ini menjadi acuan bagi keluarga untuk menerima lamaran perkawinan untuk anggota keluarganya. Latar belakang agama yang sama malah menguatkan terjadinya perkawinan beda suku ini.

Melihat latar belakang masyarakat Indonesia terbaca bahwa banyak struktur keluarga yang dapat terbentuk akibat percampuran dalam masyarakat yang beragam dan menimbulkan berbagai variasi dari struktur keluarga. Sebagai mana Ogawa Yoko yang menawarkan struktur keluarga interdependen, maka pada masyarakat Indonesia terdapat potensi untuk terbentuk pula masyarakat seperti yang digambarkan oleh Ogawa Yoko karena permasalahan keluarga dalam masyarakat di Indonesia saat ini juga memiliki kemiripan dengan masyarakat Jepang yaitu pengasuhan anak, perawatan orang sakit, perawatan lansia, dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Masyarakat Jepang sebagai masyarakat Timur memiliki permasalahan yang hampir sama dengan masyarakat Indonesia terutama dalam masalah keluarga saat ini yaitu pengasuhan anak, perawatan orang sakit, dan perawatan lansia. Untuk itu diperlukan satu struktur keluarga yang bisa mendukung setiap individu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini. Oleh Ogawa Yoko ditawarkan struktur keluarga yang disebut dengan hubungan kekeluargaaan interdependen yang kemungkinan hubungan kekeluargaan seperti terdapat di dalam masyarakat Indonesia dan dapat pula dijadikan sebagai acuan untuk membentuk keluarga walaupun masyarakat Indonesia memiliki berbagai suku yang memiliki adat istiadat sendiri dan latar agama sendiri.

(7)

Daftar Pustaka

Aruga, Kizaemon. (1981). Ie : Nihon No Kazoku (Edisi Revisi). Tokyo: Shibundo.

Bourdieu, Pierre. (1996). On the Family as a Realized Category. Theory Culture Society, 1996 13:19. Diakses 18

Februari 2013.

http://tcs.sagepub.com/content/13/3/19

Devi, Rima. (2010). Perjuangan Simbolik Seorang Ilmuwan Sebagai Ayah Alternatif pada Novel Hakase No

Aishita Shuushiki Karya Ogawa Yoko. Depok: Kajian Wilayah Jepang Pascasarjana Universitas Indonesia.

(Tesis).

Devi, Rima. (2012). Keluarga Alternatif dalam Masyarakat Jepang Abad Milenium pada Novel Hakase no Aishita

Suushiki Karya Ogawa Yoko. Journal of Japanese Studies Vol. 01 No. 01 June 2012. Center for Japanese Studies Universitas Indonesia.

Devi, Rima. (2013). Ketiadaan Muenshi pada Lansia dalam Novel Kifujin A No Sosei Karya Ogawa Yoko.

Prosiding Simposium Nasional Asosiasi Studi Jepang Indonesia (ASJI), kamis, 28 November 2013 di Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. ISBN: 979-26-0267-4.

Devi, Rima. (2014). Keluarga Jepang Kontemporer dalam Tiga Novel Karya Ogawa Yoko. Lingua Cultura

Jurnal Bahasa dan Budaya Vol. 8 No. 2 November 2014. Universitas Bina Nusantara.

Devi, Rima. (2015). Keluarga Jepang dalam Novel Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, dan Miina No

Koushin Karya Ogawa Yoko. Depok: Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. (Disertasi).

Damono, Sapardi. (2013). Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum.

Faruk (2012). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Modernisme. (2nd ed.).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Goode, William. (2007). Sosiologi Keluarga. (7th ed.). (Dra. Lailahanoum Hasyim, Penerjemah.). Jakarta: Bumi

Aksara.

Ogawa, Yoko. (1993). Yousei Ga Maioriru Yoru. Tokyo: Kakugawa Bunko.

Ogawa, Yoko. (2004, Februari). Kakareta Mono, Kakarenakatta Mono. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa

Yoko, p.44-54.

Ogawa, Yoko. (2004, Februari). Mouko Nikki. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.55-59.

Ogawa, Yoko. (2009). Inu No Shippo O Nadenagara. Tokyo: Shueisha.

Sugimoto, Yoshio (1997). An Introduction to Japanese Society. Hongkong: Cambridge University Press.

Watanabe, Naoki. (2011). Watashi To Shuukyou: Takamura Kaoru, Kobayashi Yoshinori, Ogawa Yoko, Tachibana

Takashi, Araki Nobuyoshi, Takahashi Keiko, Tatsumura Jin, Hosoe Eikou, Souda Kazuhiro. Mizuki Shigeru. Tokyo: Heibonsha Shinsho.

Wellek, Rene, & Warren, Austin. (1993). Teori Kesusastraan. (3th ed.) (Melani Budianta, Penerjemah.). Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif megembangkan potensi dirinya untuk

Berdaarkan hasil pelaksanaan praktik mengajar di sekolah latihan, praktikan mempunyai simpulan bahwa tugas seorang guru (praktikan) meliputi

Pada format eksplanasi survei, peneliti diwajibkan membangun hipotesis penelitian dan menguji di lapangan karena format penelitian ini bertujuan mencari hubungan sebab-akibat

Pengobatan secara farmasi dapat dilakukan dengan memberi obat antacid, Pengobatan secara farmasi dapat dilakukan dengan memberi obat antacid, antihistamin, antikolinergik,

Komposisi musik yang tergolong ke dalam bentuk komposisi baru mengaplikasikan sebuah sastra kedalam sebuah musik dengan menggunakan beberapa teori penggarapan dari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat FNS yang dikembangkan oleh Pliner dan Hobden pada tahun 1992 menjadi versi bahasa Indonesia secara sahih dan memiliki keterandalan

Ketika akun medsos milik Kementerian Kominfo sedang melakukan postingan tentang kebijakan pemerintah pusat, pada waktu yang bersamaan akun medsos milik Pemerintah