Proses Pembentukan Komite Nasional Indonesia
Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI kembali mengadakan persidangan. Persidangan tersebut membicarakan rencana pembentukan Komite Nasional, Partai Nasional Indonesia, dan Badan Keamanan Rakyat. Komite Nasional dibentuk di seluruh Indonesia dan berpusat di Jakarta. Komite Nasional dimaksudkan sebagai penjelmaan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat. KNIP diresmikan dan anggotanya dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian (Gedung Komedi), Pasar Baru, Jakarta. Dalam persidangan pertamanya, KNIP berhasil menyusun staf pimpinan sebagai berikut:
a. Ketua : Mr. Kasman Singodimejo
b. Wakil Ketua I : Sutarjo Kartohadikusumo c. Wakil Ketua II : J. Latuharhary
d. Wakil Ketua III : Adam Malik
Komite Nasional dibentuk dari tingkat pusat sampai daerah. Komite Nasional yang ada di daerah disebut Komite Nasional Daerah. Sejak itu, KNIP berfungsi sebagai pembantu presiden. Dengan demikian, Negara Republik Indonesia mulai berjalan berdasarkan UUD 1945 karena presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin pemerintahan negara tertinggi telah dibantu oleh Komite Nasional Indonesia. Inilah perwujudan Aturan Peralihan Pasal IV UUD 1945.
Sementara itu, masalah Partai Nasional Indonesia ditunda pembentukannya dengan maklumat tanggal 31 Agustus 1945. Penundaan disebabkan segala kegiatan pemerintah dicurahkan ke dalam Komite Nasional. Sejak saat itu gagasan satu partai ini tidak pernah dihidupkan lagi. Partai Nasional Indonesia pada waktu itu diharapkan menjadi satu-satunya partai politik di Indonesia.
Atas desakan sidang KNIP tersebut, Drs. Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif. Selain itu, KNIP ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat.
Perubahan Otoritas KNIP dan Lembaga Kepresidenan
Keragaman ideologi dan partai politik sudah ada pada awal abad ke-20, yakni pada masa pergerakan nasional. Ada yang berideologi nasionalis, agama, sosialis, dan komunis. Pada masa pendudukan Jepang semua organisasi politik dinyatakan bubar. Kemudian, Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Setelah proklamasi, organisasi-organisasi pada masa
kolonial Belanda itu berkembang kembali.
Pada tanggal 16 Oktober 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mengadakan rapat pleno pertama. Dalam rapat itu, ke-lompok sosialis di dalam KNIP di bawah pimpinan Sutan Syahrir mengusulkan dua hal kepada pemerintah, yaitu sebagai berikut:
a. Pembentukan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) b. Pemberian kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum DPR/MPR hasil pemilu terbentuk.
Wakil Presiden Moh. Hatta yang memimpin sidang menerima usul kelompok sosialis itu dengan mengeluarkan Maldumat Wakil Presiden No X. Dengan diterimanya kedua usul dari kelompok sosialis, maka berubahlah otoritas KNIP dan lembaga kepresidenan.
Komite Nasional Indonesia Pusat yang sebelumnya hanya sebagai badan pembantu presiden berubah menjadi pemegang kekuasaan legislatif. Sebaliknya kekuasaan presiden yang sebelumnya sangat luas, kini mulai sangat terbatas. Dalam kegiatannya KNIP mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membentuk partai-partai politik. Usul itu dituangkan dalam Pengumuman BP KNIP No. III tanggal 30 Oktober 1945 yang ditandatangani oleh Ketua BP KNIP Sutan Syahrir. Usul BP KNIP dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Roda pemerintahan telah berputar sehingga BP KNIP merasa telah tiba saatnya untuk mengusahakan pergerakan rakyat.
Atas usul BP KNIP tentang dibentuknya partai-partai politik, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. III tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden RI Moh. Hatta. Maklumat berisi anjuran tentang pendirian partai politik untuk menampung segala aliran dan paham yang ada dalam masyarakat. Pemerintah mengharap agar partai-partai politik terbentuk sebelum pemilihan anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat yang berlangsung pada bulan Januari 1946.
PNI adalah gabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Gerakan Republik Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia yang masing-masing telah berdiri pada bulan November dan Desember 1945. Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah partai politik terus bertambah. Dengan memanfaatkan partai politik yang ada, para politisi berebut kursi dan jabatan dalam pemerintahan.
BP KNIP bahkan mengusulkan kepada pemerintah agar menteri-menteri tidak lagi harus bertanggung jawab kepada presiden, melainkan kepada KNIP sebagai pengganti fungsi Dewan Perwakilan Rakyat pada saat itu (perubahan menjadi kabinet parlementer). Usul BP KNIP yang dimotori oleh Sutan Syahrir itu ternyata disetujui oleh pemerintah.
Persetujuan pemerintah itu diumumkan melalui Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Kabinet Presidentil berubah menjadi Kabinet Parlementer sejak bulan November 1945 dengan Perdana Menterinya Sutan Syahrir sehingga kabinet itu disebut Kabinet Syahrir. Perubahan dari Kabinet Presidentil menjadi Kabinet Parlementer merupakan tindakan penyimpangan pertama terhadap Undang-Undang Dasar Negara.
Kabinet presidensil pertama
8. Menteri pengajaran : Ki hajar dewantara 9. Menteri Sosial : Mr. Iwa kusumasumantri 10. Menteri penerangan : Mr. Amir syarifudin 11. Menteri perhubungan : R. Abikusno Tjokrosujoso 12. Menteri Keamanan rakyat : Soeprijadi
13. Menteri pekerjaan umum : R. Abikusno Tjokrosujoso 14. Menteri Negara : KH. Wachid Hasjim 15. Menteri Negara : Dr. M Amir
16. Menteri Negara : MR. R. M. Sartono 17. Menteri Negara : R. Otto iskandardinata 18. Menteri Negara : MR. A.A. Maramis
Disamping itu juga diangkat sejumlah pejabat tinggi negara sebagai berikut: 1) Ketua Mahkamah Agung : Dr. Mr. Kusumaatmaja
2) Jaksa Agung : Mr. Gatot Tarunamihardja 3) Sekretaris Negara : Mr. A. G. Pringgodigdo 4) Juru Bicara Negara : Sukardjo wirjopranoto
Karena pengaruh dari golongan sosialis dalam KNIP, maka usia kabinet ini tidak berlangsung lama, yaitu sejak september 1945 sampai 14 November 1945 sistem
pemerintahan di Indonesia berubah menjadi sistem kabinet parlementer dengan perdana menteri pertamanya Sutan Syahrir.
Roda pemerintahan telah berputar sehingga BP-KNIP merasa telah tiba saatnya untuk mengusahakan pergerakan rakyat.
Dalam rangka asas demokrasi, BP-KNIP tidak sependapat dengan PPKI tentang penetapan PNI sebagai partai tunggal di Indonesia.
Proses Pembentukan Komite Nasional Indonesia
Karena usulan BP-KNIP tentang dibentuknya partai-partai politik, pemerintah kemudian mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden RI. Isi Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945 isinya sebagai berikut:
Maklumat Politik 3 November 1945
1. Pemerintah Republik Indonesia menghendaki munculnya partai-partai politik untuk menjadi media dalam menyalurkan dan mempresentasikan seluruh aliran dan paham yang terdapat di Indonesia.
2. Pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa pembentukan partai-partai politik telah tersusun secara rapi sebelum dilaksanakannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dilakukan pada Januari 1946.
Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai politik itu, segala aliran yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun sebelum dilang-sungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1945.
Sejak dikeluarkan Maklumat Pemerintah tersebut, banyak partai politik yang berdiri di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), 7 November 1945; Partai Komunis Indonesia (PKI), 7 Desember 1945;
Partai Buruh Indonesia (PBI) , 8 Novem-ber 1945; Partai Rakyat Jelata, 8 November 1945;
Partai Kristen Indonesia (Parkindo), 10 November 1945; Partai Sosialis Indonesia (PSI), 10 No-vember 1945;
Partai Rakyat Sosialis (PRS), 20 November 1945; Pada tanggal 12 Desember 1945, PSI dan PRS bergabung dengan nama Partai Sosialis.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai), 17 Desember 1945; Partai Nasional Indonesia (PNI) 29 Januari 1946.
PNI merupakan fungsi (gabungan) dari Partai Rakyat Indonesia, Gerakan Rakyat Indonesia, dan Serikat Rakyat Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, keadaan politik menjadi tidak stabil. BP-KNIP telah banyak dikuasai oleh kelompok Sutan Syahrir.
Pada tanggal 11 November 1945, BP-KNIP mengeluarkan Pengumuman Nomor 5 tentang Peralihan Pertanggung-jawaban Menteri-Menteri dari Presiden kepada BP-KNIP. Ini berarti sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemen begitu saja menjadi sistem kabinet parlementer.
Hal ini terbukti setelah BP-KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri. Akhirnya, kabinet presidensial Sukarno-Hatta jatuh dan digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir sebagai perdana menteri pertama.
Hasil Sidang KNIP 16 Oktober 1945
Dalam sidang ini Drs. Moh Hatta mengeluarkan Maklumat Nomor X Tahun 1945 yang menetapkan bahwa KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif, ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang diplih di antara mereka dan bertanggungjawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuk dan diketuai oleh Sutan Syahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin
.
Tanggal 11 November 1945 BP-KNIP mengeluarkan pengumuman Nomor 5 tentang pertanggungjawaban Materi Kepada Perwakilan Rakyat. Anehnya, Presiden Sukarno menyetujui usul tersebut dan mengeluarkan Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945. dengan persetujuan tersebut sistem cabinet presidensial dalam UUD 1945 telah diamandemen menjadi sistem cabinet parlementer.
Maklumat Politik 3 November 1945
1. Pemerintah Republik Indonesia menghendaki munculnya partai-partai politik untuk menjadi media dalam menyalurkan dan mempresentasikan seluruh aliran dan paham yang terdapat di Indonesia.
2. Pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa pembentukan partai-partai politik telah tersusun secara rapi sebelum dilaksanakannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dilakukan pada Januari 1946.
A. Peran dan Fungsi KNIP
Tugas pertama KNIP adalah membantu tugas kepresidenan. Namun, kemudian diperluas tidak hanya sebagai penasihat presiden, tetapi juga mempunyai kewenangan legislatif. Wewenang KNIP sebagai DPR ditetapkan dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945. Dalam rapat tersebut,wakil presiden Drs. Moh.Hatta mengeluarkan Maklumat Pemerintah RI No. X yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1. KNIP sebelum DPR/MPR terbentuk diserahi kekuasaan legislatif untuk membuat undang-undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
2. Berhubung gentingnya keadaan, maka pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir. Komite Nasional Indonesia disusun dari tingkat pusat sampai daerah. Pada tingkat pusat disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)dan pada tingkat daerah yang disusun sampai tingkat kawedanan disebut Komite Nasional Indonesia.
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Beberapa sidang yang dilaksanakan oleh KNIP antara lain sidang Pleno ke-2 di Jakarta tanggal 16 - 17 Oktober 194, sidang Pleno ke-3 di Jakarta tanggal 25 - 27 November 1945, sidang keempat di Kota Solo pada tahun 1946, sidang Pleno ke-5 di Kota Malang pada tanggal 25 Februari - 6 Maret 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.
Sidang KNIP pertama
Badan KNIP sesuai dengan UUD 1945 adalah hanya sekedar pembantu Presiden. Republik Indonesia belum memiliki badan legislatif sebagaimana mestinya negara Demokrasi. Setelah para anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dilantik tanggal 29 Agustus 1945 di gedung kesenian Jakarta. Padatanggal 16 dan 17 Oktober 1945, sidang KNIP pertama diadakan bertempat di Balai Muslimin jalan Kramat Raya Jakarta. Sidang dipimpin Kasman Singodimedjo. Soekarno tidak hadir, tapi Hatta hadir. Demikian pula sebagaian besar menteri hadir. Sidang hari pertama ini sangat gaduh tidak menentu. Nampaknya para
Meskipun demikian sidang bisa mengambil keputusan guna meminta hak legislatif kepada presiden sebelum MPR dan DPR terbentuk. Rapat berkali-kali ditunda guna
merumuskan apa yang diinginkan para hadirin. Karena keadaan masih tetap kacau, Kasman yang tidak dapat menguasai keadaan menyerahkan pimpinan sidang kepada Adam Malik sebagai wakil ketua III. Menanggapi semua kejadian diatas, akhirnya pada hari itu juga selaku pimpinan pemerintah, Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan maklumat no X. Isinya antara lain, kepada KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahkan kekuasaan legislatif, ikut menetapkan Haluan Negara, serta untuk kegiatan sehari-hari ditunjuk sebuah Badan Pekerja (BP) yang bertanggung jawab kepada KNIP. Keesokannya, tanggal 17 Oktober 1945 sidang dilanjutkan, dipimpin Latuharhary. Acaranya, mendengarkan pidato Soekarni. Soekarni mengusulkan agar perjuangan RI menjadi lebihRevolusioner.
Katanya: “KNIP harus mempunyai pimpinan yang yang bertanggung jawab dan birokrasi bertele-tele harus dihapuskan dari sistim kerja KNIP”.
Sekalipun ada usaha dari Sartono dan Latuharharyuntuk membela pimpinan KNIP lama (Kasman) dan membela pemerintah, namun sebagian besar anggota sidang setuju agar pimpinan KNIP lama mengundurkan diri dan diganti oleh orang baru. Saat itulah nama Sjahrir dan Amir Sjarifudin disebut-sebut untuk menjadi pimpinan baru. Mereka dicari utusan KNIP dan diundang datang ke Balai Muslimin serta ditunjuk selaku formatir pada
pembentukan Badan Pekerja (BP) KNIP. Itulah karir awal Sjahrir pasca Proklamasi dan merupakan pembuka jalan menuju korsi Perdana Menteri. Gambar atas : Kasman tampak sedang berpidato selaku ketua KNIP. Gambar bawah : Soekarni berpidato agar Republik Indonesia lebih Revolusioner.
Sidang KNIP di Malang 1947
Pada tahun 1946 terjadi krisis kabinet dengan berhentinya Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Dengan pengunduran tersebut pihak oposisi merasa berhak memperoleh mandat dari presiden untuk menjadi formatur untuk dalam pembentukan kabinet yang baru karena
Dalam perkembangan situasi politik tahun 1946 yaitu, mundurnya Sutan Syahrir karena dianggap menjual negara dengan menyetujui perjanjian Linggarjati, terjadi keanggotaan dalam tubuh KNIP dirasakan tidak sesuai lagi dengan konsep awal pembentukannya. Perlu diadakan suatu perubahan dalam keanggotaannya supaya lebih dapat merangkup semua lapisan dan golongan yang ada. Atas usul Presiden Sukarno maka sejak tanggal 10 Juli 1946 keangotaan KNIP ditambah dari 200 menjadi 512 anggota. Jika dirinci maka maksud
penambahan tersebut adalah guna mengimbangi suara yang ada didalam KNIP. Hal itu selanjutnya ditetapkan sebagai dekrit presiden tanggal 29 Desember 1946.
Pada sidang Badan Pekerja KNIP tanggal 6 Januari 1947 golongan PNI menolak dekrit tersebut yang dianggap inkonstitusional. Pertanyaannya adalah dapatkah Presiden dalam sistem parlementer mengeluarkan dekrit?. Menurut pihak pro-Sukarno hal itu merupakan hak prerogatif Presiden, sedangkan pihak oposisi beranggapan yang dapat menerima dan menolak dekrit tersebut adalah KNIP secara keseluruhan bukan hanya Badan Pekerja KNIP. Maka diputuskan untuk mengadakan sidang pleno di Malang pada tanggal 25 Februari-5 Maret 1947.
Dalam sidang di Malang berlangsung dalam suasana yang panas dan tegang bahkan suara pihak pemerintah dengan pihak oposisi berimbang. Selain membahas masalah dekrit presiden sidang di malang juga membahas masalah perjanjian Linggarjati. Sidang tersebut dihadiri oleh Presiden Sukarno bersama Wakilnya Hatta dan juga Sutan Syahrir selaku Perdana Menteri.
Pada hari pertama sidang tidak menghasilkan keputusan apa-apa akibat suara antara pihak pemerintah dan pihak oposisi berimbang. Maka pada hari kedua Hatta tampil kedepan sidang untuk menyampaikan pidato. Pidato tersebut pada intinya membela keputusan Presiden mengeluarkan dekrit tersebut. Jika dicermati sebenarnya Hatta secara konstitusional tidak memiliki kekuasaan, bahkan yang bertanggung jawab memutuskan masalah dekrit tersebut adalah Sutan Syahrir.
sejenak sampai kemudian terdengar tepuk tangan dari para hadirin. Pada akhirnya dekrit Presiden diterima oleh KNIP, namun pihak oposisi tidak memberikan suara.
Pada hari ketiga sidang Hatta kembali berpidato mengenai arti penting persetujuan
Linggarjati bagi Pemerintah. Sama seperti hari kedua, KNIP menyetujui penanda tanganan perjanjian Linggarjati. Setelah menerima dekrit Presiden dan Penendatanganan perjanjian Linggarjati, KNIP kemudian memberikan mosi percaya terhadap kabinet Sutan Syahrir yang kedua.
Perubahan Otoritas KNIP dan Pengaruhnya
Pada masa awal setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan Presiden dianggap sangat luas. Menurut Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, selain menjalankan kekuasaan eksekutif, Presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR. Pada awaktu itu lembaga negara yang ada selain Presiden adalah Wakil Presiden dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berkedudukan sebagai pembantu Presiden. Dengan demikian, Presiden dapat menjalankan kekuasaannya seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi oleh lembaga negara yang lain.
dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) akhirnya dibentuknya dan diketuai oleh Sutan Sjahrir dan wakilnya Amir Syarifuddin.