• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melissa Waturandang Maraiana Lausan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Melissa Waturandang Maraiana Lausan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN COPING STRES PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENDERITA LEUKEMIA PASIEN RUMAH SAKIT

KANKER DHARMAIS JAKARTA Melissa Waturandang

Maraiana Lausan

ABSTRAK

Penyakit kanker merupakan penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang, karena dapat menyerang siapa saja, kapan saja dan tidak mengenal usia, orang dewasa bahkan dapat menyerang anak-anak. Leukemia merupakan jenis kanker yang terbanyak menyerang anak-anak dan salah satu penyakit yang fatal karena dapat menyebabkan kematian. Tentunya setiap pasangan suami istri tentu mengharapkan memiliki anak yang sehat, namun apabila ternyata anak yang dimiliki menderita penyakit leukemia, hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan bukanlah hal yang mudah bagi orang tua, terutama seorang Ibu. Ibu merasakan perasaan tidak berdaya selama masa kritis pada anak, hal ini cukup membuat orang tua terutama seorang Ibu mengalami frustasi. Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran coping stres pada Ibu yang memiliki anak penderita leukemia.

Oleh karena itu seorang ibu perlu memfokuskan usaha-usaha yang dimilikinya untuk mencoba mengatasi masalah atas situasi yang sedang dihadapi yang menimbulkan stres. Usaha-usaha ini dinamakan coping. Dalam coping ini merupakan usaha-usaha yang dilakukan berupa aktivitas kognitif dan tingkah laku untuk mengatasi stress yang dihadapi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini menggunakan tape recorder untuk memudahkan proses wawancara dibantu dengan pedoman wawancara dan observasi. Hasil wawancara kemudian dibuat dalam bentuk transkip wawancara untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan pattern matching, analisis deskriptif, dan chart / rangkuman agar mempermudah mendapatkan kesimpulan.

Penelitian diawali dengan menghubungi pihak RS Kanker Dharmais untuk memperoleh responden sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Kemudian menjalin good raport dengan responden agar memudahkan saat wawancara. Data yang didapat dari hasil wawancara diubah dalam bentuk transkip wawancara, kemudian dinarasikan dalam bentuk paragraph tanpa mengubah isi dari wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan sumber stress yang dihadapi dari ketiga subjek, yaitu permasalahan keuangan, permasalahan pengobatan yang lama dan efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan. Seorang Ibu juga mengalami respon yang beragam akibat stress yang dihadapi, dimana seorang ibu mengalami penurunan kondisi kesehatan. Untuk mengatasi hal tersebut seorang Ibu melakukan berbagai bentuk strategi coping yang dimiliki. Hal ini didapatkan setelah menyamakan teori yang bersangkutan dengan hasil penelitian pada setiap subjek.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi coping yang dilakukan tidak dapat muncul secara otomatis tetapi terbentuk melalui suatu proses yang panjang. Reaksi terhadap stres bervariasai dari waktu ke waktu. Perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan factor social sehingga berpengaruh terhadap strategi coping yang dilakukan oleh seorang Ibu.

(2)

1. Pendahuluan

Menjadi seorang ibu merupakan suatu hal yang banyak didambakan oleh seorang wanita yang telah menikah. Karena memiliki anak sebagai pelengkap membentuk satu keluarga yang utuh merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Karena kehadiran anak dapat memberikan kebahagian dan kehangatan bagi pasangan suami isri dan terhindar dari rasa kesepian. Anak juga merupakan generasi penerus dalam membina sebuah keluarga.

Penyakit kanker merupakan penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang, karena merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, kapan saja dan tidak mengenal usia, orang dewasa bahkan dapat menyerang anak-anak. Leukemia merupakan jenis kanker yang terbanyak menyerang anak-anak dan salah satu penyakit yang fatal karena dapat menyebabkan kematian, seperti yang diungkapkan oleh Underwood, J. C. E (1999: 748) bahwa leukemia akut pada anak-anak paling sering ditemukan pada umur 3-4 tahun dan merupakan penyebab kematian yang paling sering akibat kanker pada masa kanak-kanak

Seperti yang diungkapkan dalam Baby Cares, Kumpulan artikel kesehatan keluarga bahwa leukemia umumnya muncul; pada diri seseorang sejak masa kecilnya, sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya.(http://www.babycares.info/2008/07/28/penyakit-leukemia-kanker-darah/)

Menurut dr Djajadiman Gatot, SpAK, ahli hematologi anak, anak-anak berusia 3-6 tahun sangat rentan terhadap penyakit kanker darah (leukemia). Sekitar 25-30% dari seluruh kasus kanker anak yang dijumpai adalah anak pengidap leukemia, dan kebanyakan anak laki-laki. Dijelaskan sekitar 10% kematian anak disebabkan penyakit kanker. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika pada anak kelompok usia di bawah 18 tahun. Walaupun angka yang pasti untuk Indonesia sampai sekarang belum ada, tetapi berdasarkan rujukan ini, maka proporsi di Indonesia diperkirakan sama. ( http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com/msg10936.html)

Keadaan anak yang menderita penyakit ini sangat besar pengaruhnya terhadap anggota keluarga dan juga berpengaruh pada kehidupan rumah tangga serta keadaan psikologis anggota keluarganya. Namun hal ini terutama paling dirasakan oleh seorang Ibu. Ibu merasakan perasaan tidak berdaya dan frustasi selama masa kritis pada anak. Kondisi ini sangat membutuhkan dukungan sosial dan juga dukungan secara materi. Bahkan kondisi ini menurunkan aktivitas anggota keluarga, khususnya ibu dan fokus pada anaknya yang menderita penyakit ini. kadang kondisi ini tidak menyenangkan dengan kurangnya informasi yang diberikan ahli medis kepada keluarga tentang kondisi anak mereka.

Disini seorang ibu dihadapkan kepada konflik karena memiliki anak yang sedang sakit, dimana harus mengurus dan merawatnya bahkan juga menemani saat di rumah sakit sampai jangka waktu tertentu. Sedangkan seorang ibu juga memiliki tanggung jawab yang lain, mengurus suami dan anggota keluarga lainnya, serta harus mengurus pekerjaan dan tugas-tugas rumah tangga. Apalagi seorang anak yang sedang sakit lebih memiliki kebutuhan yang lebih besar diperhatikan oleh seorang Ibu, sangat mendambakan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya terutama figure seorang ibu. Seperti yang diungkapkan oleh Asmar Yetti Zein (2005: 37-38), perilaku seseorang yang sedang sakit menunjukan kecemasan akan penyakitnya dan

(3)

orang sakit merasa jengkel, minta perhatian penuh dan kurang senang bila keinginannya tidak dituruti.

Keadaan ini cukup membuat orang tua mengalami stres karena secara tiba-tiba harus dihadapkan pada suatu hal yang tidak menyenangkan. Bahkan jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dapat membuat seorang ibu mengalami depresi. Menurut Gunarsah, Singgih Gunarsah, (2003:86) bentuk penyaluran tekanan batin yang sering terlihat pada kaum ibu pada umumnya adalah depresi. Depresi merupakan gangguan emosionalitas, yang ditandai oleh adanya perasaan sedih, putus asa, putus harapan yang tidak sesuai dengan sebab lingkungan dan kehilangan minat terhadap lingkungan

Keadaan ini bila terus berlanjut dapat menyebabkan efek yang negatif bagi seorang ibu, misalnya seperti perasaan ketakutan, perasaan tidak berdaya, terlalu melindungi anak, perasan yang berlebihan akan tanggung jawab dan depresi. Dapat dikatakan Ibu dari seorang anak yang menderita penyakit leukemia dapat meningkatkan taraf stres. Stres pada taraf tertentu dapat dikendalikan, Namun bila stres berada pada taraf yang lebih tinggi dan dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menggangu kesehatan fisik dan psikis. Seperti yang diungkapkan oleh Singgih Gunarsah (2003:86-87).

Coping yang ditampilkan oleh individu dapat dibagi menjadi dua, yaitu coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dan coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping) (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Davidson & Neale, 275: 2006). Pada coping yang berpusat pada masalah, individu mencoba untuk melakukan suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah atau dengan mengubah situasi. Individu akan menampilkan perilaku coping ini bila dirinya menilai situasi yang dihadapinya masih dapat dilkontrol dan yakin dapat mengubah situasi. Sedangkan dalam coping yang terpusat pada emosi, individu melakuakan usaha-usaha yang bertujuan untuk meredakan emosi yang timbul karena tekanan yang dialami. Wakil Ketua (PPPBN) RSU dr Soetomo-FK Unair dr Agus Ali Fauzi PGD Pall Med (ECU) mengatakan, metode berbagi cerita antara orang tua pasien sangat mendukung perbaikan kualitas hidup anak yang terjangkit leukemia. Mereka yang sudah berpengalaman bisa berbagi cerita kepada orang tua yang baru mengetahui bahwa anaknya terjangkit penyakit tersebut. Dengan begitu, orang tua bisa menerapkan tindakan seperti yang dilakukan oleh mereka yang berpengalaman. Perawatan terbaik untuk penderita kanker memang berasal dari orang terdekat, baik orang tua, anak, ataupun saudara. Jika orang-orang terdekat penderita terlihat tegar, secara otomatis penderita ikut tegar menghadapi penyakit. Dengan begitu, kualitas hidup mereka akan meningkat. Dengan berbagi pengalaman itu juga, para orang tua dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika secara tiba-tiba kondisi menjadi anak drop. (http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=2376)

Dampak fisik dan psikologis sebagai akibat dari banyaknya stresor yang dihadapi orang tua yang memiliki anak penderita leukemia akan mempengaruhi peran dan kemampuan orang tua dalam perawatan dan pengobatan anak, sehingga diperlukan strategi pengatasan masalah atau coping yang tepat untuk meminimalkan dampak stresor yang terjadi.

(4)

2. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini. Pendekatan dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara, karena dapat membantu peneliti untuk lebih memahami keterkaitan masalah yang dikaji dan membantu menentukan pokok permasalahan. Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini antara lain : Sumber stres psikologik pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia.

Respon terhadap stres yang dialami oleh ibu yang memiliki anak penderita leukemia. Bentuk-bentuk strategi coping yang dilakukan pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia.

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian mengenai gambaran coping stres pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui sumber stres psikologik pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia. Untuk mengetahui respon terhadap stres yang dialami oleh ibu yang memiliki anak penderita leukemia.Untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi coping yang dilakukan pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi klinis dan psikologi sosial. Dan juga dapat memperkaya khasananh ilmu pengetahuan, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan kanker, khususnya leukemia dan gambaran coping stres yang dialami khususnya bagi seorang Ibu yang memiliki anak penderita leukemia. Serta penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran coping stres pada ibu yang memiliki anak penderita leukemia sehingga dapat diketahui bagaimana gambaran coping stres, kondisi psikologi subjek serta permasalahan-permasalahan psikologis dan sosial yang dihadapi oleh subjek (seorang ibu) dan bahkan oleh si penderita Leukemia (anak). Oleh karena itu pihak-pihak yang terkait dalam keadaan pribadi subjek seperti keluarga, relasi dan juga lingkungan sosial dapat mengetahui dan memahami, serta dapat membantu mencari alternatif untuk mengurangi permasalahan yang dihadapi seorang Ibu.

3. Hasil Kasus I

Deskripsi Latar

Dalam latar kasus I, pada hari Rabu, tanggal 22 Juli 2009 pukul 12.30 hingga 15.30 WIB datang ke RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsal anak untuk menemui Mas Deni, rekan relawan di RS Kanker Dharmais yang kemudian mengenalkan kepada Dokter Edi sebagain salah satu dokter anak di RS Kanker Dharmais. Kemudian menyerahkan surat keterangan untuk melakukan penelitian di RS Kanker Dharmais kepada Dokter Edi. Lalu meminta ijin kepada dokter untuk melakukan penelitian dan mengajukan syarat responden yang dibutuhkan yaitu ibu yang memiliki anak penderita leukemia yang sedang menjalani perawatan di RS Kanker Dharmais. Disana dikenalkan dengan kepala suster nya, Suster Luky sehingga membantu berinteraksi dengan keluarga pasien leukemia. Kemudian Dokter Edy mengantar ke salah satu ruangan yang berisi tiga pasien yang masing-masing ditemani ibu dan bapaknya, salah satunya hanya ditemani bapaknya. Kemudian di ruangan ini saya meminta ijin kepada dokter untuk mengambil dua subjek, yang anaknya ditemani oleh ibunya. Kemudian berkenalan dengan semua yang ada di

(5)

ruangan itu. Pertama melakukan pendekatan terhadap subjek satu yaitu Y, berbincang-bincang kepada Y, suaminya dan kebetulan anak yang sedang sakit berbaring di tempat tidur dan dinfus. Lalu melakukan pendekatan lebih lanjut dengan Y dan meminta izin kepada Y untuk melakukan wawancara lebih lanjut dalam pertemuan selanjutnya dan juga atas persetujuan dari suaminya. Yang kemudian pertemuan selanjutnya dilakukan wawancara pada hari Jumat, tanggal 24 Juli 2009 pada pukul 10.30 hingga 11.30 WIB. Wawancara dilakukan di RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsal anak, ruang bermain. Ruang bermain di bangsal anak ini cukup luas, di dalamnya banyak terdapat mainan untuk anak-anak pasien kanker. Ada dua buah ayunan, balon-balon besar, ada play station, dua televisi, komputer. Di dindingnya banyak gambar, dan disediakan banyak bangku-bangku kecil dan meja panjang, ada sepeda kecil, dan banyak mainan lainnya. Anak-anak pasien kanker itu di dalam ruangan bermain biasanya dari pagi sampai siang pukul 12.00 WIB. Mereka mengenakan masker penutup mulut dan juga diinfus, kadang beberapa dari mereka menggunakan kursi roda.

Identitas Pribadi Subjek

Nama : Y

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal / Lahir : Jambi, 6 Juli 1968

Usia : 41 tahun

Alamat : Muaro Bungo, Jambi

Suku / Agama : Jambi / Islam

Pekerjaan : PNS Dinas Kesehatan, Jambi

Identitas Anak

Nama Anak : R. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat / Tanggal Lahir : Jambi, 13 Juni 2003

Usia : 6 tahun

Alamat : Muaro Bungo, Jambi

Suku / Agama : Jambi / Islam

Jenis Penyakit : Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) Status Present

Ibu Y adalah seorang ibu berusia 41 tahun. Seorang ibu yang berkulit sawo matang, berwajah oval. Y terlihat tinggi dengan badan agak kurus. Y mengenakan jilbab berwarna coklat dan memakai baju lengan panjang berwarna merah muda, celana bahan panjang berwarna coklat dan sandal pada saat wawancara berlangsung. Y terlihat ramah, murah senyum. Y cenderung berbicara agak cepat dan suaranya menggunakan logat daerah Sumatra.

Latar Belakang Kehidupan Subjek

Y adalah seorang Ibu yang memiliki tiga orang anak, 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Anak pertama adalah perempuan, duduk di bangku SMA, anak kedua juga perempuan, duduk di bangku SMP dan anak ketiga laki-laki baru berumur 6 tahun yang mengidap leukemia. Y mendidik anak-anaknya secara demokratis memberikan kebebasan bagi anak-anaknya dalam kontrol yang wajar. Hubungan Y dengan orangtua dan keluarganya berjalan baik, keluarga Y termasuk keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera.

(6)

Dalam hal pendidikan, Y berusaha memberikan yang terbaik, Y berusaha membagi waktu antara urusan keluarga, pekerjaan dan kuliahnya. Y bekerja sebagai PNS Dinas Kesehatan di Jambi dan kuliah di Akademi Keperawatan di Jambi. Dalam hal bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, Y berusaha menjalin hubungan yang baik dengan para tetangga rekan kerja, keluarga dan orang lain.

Hasil Observasi

Wawancara dilakukan pada hari Jumat, tanggal 24 Juli 2009 pada pukul 10.30 hingga 11.30 WIB. Wawancara dilakukan di RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsal anak, ruang bermain. Pada saat melakukan wawancara, anak sedang bermain bersama bapaknya di ruang bermain, kemudian Y mengajak saya ke ruang bermain dan disanalah wawancara berlangsung. Di ruang bermain itu agak cukup ramai ada beberapa anak sedang bermain, ada yang bermain

play station, bermain sepeda, menonton TV dan ada yang hanya duduk saja. Selama wawancara

berlangsung Y sangat bersikap kooperatif, memberikan secara lugas dan jelas, namun sering melakukan pengulangan dalam menjawab pertanyaan. Sesekali intonasi suara Y agak pelan dan terkesan cepat dalam menjawab pertanyaan. Y kadang menampakkan raut wajah sedih saat menceritakan anaknya, kadang juga tertawa untuk menghilangkan beban perasaannya. Namun Y tetap tersenyum dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya dengan kasih sayang, seperti pada saat anaknya sedang demam, Y mengompres anaknya dan menungguinya sampai tidur dan setia menunggui anaknya sehari semalam. Dan Y tidak lupa melalukan ibadah sholat walaupun sibuk mengurus anak di RS.

Hasil Wawancara

Sumber Stres Psikologik yang dialami oleh Subjek

Y pada saat melihat kondisi anak yang menderita penyakit leukemia ini mengalami berbagai macam perasaan dan permasalahan yang menyebabkan Y mengalami frustasi, konflik, tekanan dan krisis yang membuat Y menjadi stres. “Iya stres itu melihat anak mencret selama seminggu itu mencret, lemes, makan ga mau.”

Kehidupan semua anggota keluarga juga ikut terpengaruh akibat anak menderita penyakit leukemia, terutama Y sebagai seorang ibu. Keluarga Y yang sebelumnya tinggal di Jambi, dirujuk ke RS Kanker Dharmais di Jakarta karena belum tersedia alat-alat yang lengkap untuk pemeriksaan kondisi anak lebih lanjut atas penyakitnya, jauh dari tempat tinggal mereka di Jambi. Dan juga Y memiliki dua orang anak lainnya yang perlu akan perhatian dari Y. “seperti jauh dari rumah, jauh kan. Kakak-kakaknya ada ya, jauh dari kakak-kakaknya dan yang dua itu kurang perhatian lah dari saya gitu kan.”

Y menemani anaknya yang sakit di RS Kanker Dharmais di Jakarta cukup lama selama 3 bulan setelah anak terdiagnosa leukemia. Sedangkan Y juga mempunyai kesibukan lain di Jambi, Y harus bekerja sambil kuliah. Hal ini tentu menyebabkan masalah bagi Y. “Ya tertundalah sementara ini, ya itulah saya juga bingung. Saya juga kuliah, saya sambil kerja sambil kuliah juga.”

Lamanya pengobatan yang dilakukan oleh anak merupakan beban yang harus dihadapi oleh Y. Setelah tiga bulan pertama dirawat di RS, anak harus melakukan kontrol selama dua tahun. Akibat penyakit leukemia yang diderita oleh anak dibutuhkan pengorbanan yang besar bagi pihak keluarga, terutama bagi Y. Karena Y harus mengorbankan waktu, biaya, tenaga dan pekerjaannya. “Iya 2 tahun pengobatan ini, biaya bukan kecil gitu kan. Kita harus tegar, ya gimana saya harus kerja, kerja jauh dari sini. Ya yang paling berat itu yang masalah

(7)

pengobatannya ini, harus berulang dari sana kan, kesini, biaya, waktunya, pekerjaan ya gitu, saya tuh harus usaha gitu kan.”

Respon terhadap Stres yang dialami oleh Subjek

Respon yang dialami Y akibat stres yang dihadapi memiliki anak penderita leukemia ikut mempengaruhi kondisi kesehatan Y, walaupun demikian Y berusaha memberikan yang terbaik kepada anak dengan memperhatikan keadaan diri sendiri. “Iya sempet meriang, pilek. Ya kalau kesehatan ya itu, ya tapi saya kuat-kuatin lah itu. Iya kebetulan ada madu dibeli, itu bagus kan madu itu, sama saya makan obat vitamin. Alhamdulillah udah enakan gitu.”

Y berusaha meminimalkan kondisi stres yang dihadapinya dengan memberikan semangat terhadap anak, karena kondisi anak juga mempengaruhi stres yang dihadapi oleh Y. “Ya disemangatin lah nanti kita berobat kesana, disemangatin nanti kalau udah sehat kita jalan-jalan kesana”. Bahkan agar tidak berlarut-larut dalam kondisi tersebut Y berusaha merencanakan kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan sehingga membantu dalam proses pengobatan yang dilakukan anak. “tapi nanti setelah kemoterapinya selesai, ada waktu senggang itu saya mau itu, mau ngurus pindah kesini, kesini apa-apa. Kalau saya ga bisa ijin-ijin terus kan terpaksa saya itu cari-cari informasi sini pindah ke Jakarta gitu. Saya pengen pekerjaan saya lebih leluasa dan juga anak dapat terobati”.

Strategi Coping yang Dilakukan oleh Subjek

Pada saat anak mulai menunjukkan gejala-gejala sakit, Y langsung membawa anak ke RS, dan diperiksa oleh dokter umum dan ternyata hasilnya menunjukkan leukositnya tinggi, trombositnya rendah. Kemudian dari pihak RS dirujuk ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian Y membawa anaknya untuk konsultasi ke dokter anak dan kemudian dirawat. “ke Rumah Sakit lagi kan, ketemu dokter umum… lalu langsung konsul ke dokter anak, dirawat di dokter”.

Setelah anak terdiagnosa leukemia, dengan perundingan dari pihak keluarga terlebih dahulu, Y dan keluarga membawa anak ke RS khusus kanker di Jakarta dan berharap RS memberikan yang terbaik untuk anak. “Ya keluarga langsung bawa ke RS, kasih yang terbaiklah di RS kasih terbaik. Makanya ini karena RS khusus kanker, maka langsung bawa kesini”.

Kondisi anak yang sakit dalam jangka waktu yang lama, tentu hal ini juga dirasakan oleh seorang anak. Namun Y selalu memberikan semangat kepada anak agar ia mau menjani pengobatan sengan dorongan dan motivasi dari Y. “Iya dia tahu dia sakit, kan pertama gusinya berdarah gitu kan tapi dia semangat untuk berobat. Ya disemangatin lah nanti kita berobat kesana, disemangatin nanti kalau udah sehat kita jalan-jalan kesana”

Keluarga Y sangat mendukung dan selalu memberikan semangat kepada Y serta mendoakan keadaan anak. Tak hanya bantuan moril yang diberikan kepada Y, namun memberikan bantuan secara materi. “Ya mendukung, keluarga saya dukung , ya memberi semangat ya mudah-mudahan anak saya bisa sehat, anak yang sehat. Lalu apa yang ada dikasihlah itu.”

Y juga mengesampingkan urusan pekerjaan dan kuliah demi pengobatan yang dilakukan terhadap anak. “Ya tertundalah sementara ini, ya itulah saya juga bingung. Saya juga kuliah, saya sambil kerja sambil kuliah juga.”. Dan walaupun kondisi anak mempengaruhi kesehatanY, Y berusaha memberikan yang terbaik untuk anak dengan menjaga kesehatannya sendiri, dengan mengkonsumsi madu dan vitamin C. “Ya kalau kesehatan ya itu, ya tapi saya kuat-kuatin lah itu. Iya kebetulan ada madu dibeli, itu bagus kan madu itu, sama saya makan obat vitamin C. Alhamdulillah udah enakan gitu.”

Dengan pelayanan yang diberikan di RS, sedikitnya mengurangi stres yang dihadapi oleh Y. Dan anak tidak diperlakukan seperti anak yang sakit, kadang walaupun anak diinfus, mereka dapat

(8)

tetap bermain dengan pasien lainnya. “Disini tim medisnya bagus-bagus, pelayanannya bagus, lumayan. Iya membantu, ya gitu kan ga trauma ga diperlakukan seperti anak yang sakit.”

Kasus II

Deskripsi Latar

Pertemuan pertama kali pada hari Senin, tanggal 27 Juli 2009 dengan Subjek kedua, yaitu ibu N merupakan wawancara yang tidak disengaja. Awalnya membuat janji untuk bertemu dengan subjek ketiga, yaitu Ibu S. Pada hari itu datang pukul 11.00 WIB, namun ternyata Ibu S sedang pergi ke Tanah Abang. Saya menunggu cukup lama di ruang tunggu bangsal anak lantai 4 RS kanker Dharmais, hingga sore. Ketika menunggu Ibu S saya ditemani oleh suami Ibu S sambil berbincang, kemudian ada juga bapak-bapak lainnya yang anaknya pasien leukemia di ruang tunggu sedang duduk. Sambil menuunggu dan mengobrol, salah satu bapak menawarkan istrinya untuk diwawancarai, yaitu ibu N. Kebetulan Ibu N sedang ada di RS, karena yang menemani anak di RS adalah suaminya. Lalu kemudian dikenalkan kepada Ibu N, dan setuju untuk diwawancarai juga pada hari itu. Anak dari ibu N dan suaminya telah menjalani perawatan cukup lama. Mulai pengobatan dari Januari 2008, dan di RS Kanker Dharmais mulai dari Januari 2009. Kemudian wawancara berlangsung pada pukul 14.45 hingga 16.00 WIB, dimana latar pada kasus I sama dengan kasus II yaitu di RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsal anak, ruang bermain.

Identitas Pribadi Subjek

Nama : N

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal / Lahir : Jakarta, 13 November 1980

Usia : 29 tahun

Alamat : Cilandak Barat, Jakarta Selatan

Suku / Agama : Betawi / Islam

Pekerjaan : Analis Laboratorium

Identitas Anak

Nama Anak : R. N

Jenis Kelamin : laki-laki

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Mei 2005

Usia : 4 Tahun

Alamat : Cilandak Barat, Jakarta Selatan

Suku / Agama : Betawi / Islam

Jenis Penyakit : Leukemia Mieloblastik Akut (AML) Status Present

Ibu N adalah ibu berusia 29 tahun. Seorang ibu yang berkulit putih, berwajah oval. Ibu N terlihat kecil dan agak kurus. Ibu N mengenakan jilbab, namun pada saat diwawancarai ibu N tidak mengenakan jilbab, karena sebelumnya sedang menemani anak yang sedang drop di kamar sambil tiduran. Ibu N memakai baju garis-garis vertikal tangan panjang dan memakai celana panjang hitam dan sandal pada saat wawancara berlangsung. Ibu N terlihat ramah, tersenyum namun agak letih terlihat dari raut mukanya yang sedikit pucat. Dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam wawancara. Ibu N memberikan jawaban yang jelas dan lugas.

(9)

Latar Belakang Kehidupan Subjek

N adalah seorang Ibu yang memiliki dua orang anak laki-laki. Anak pertama laki-laki yang menderita leukemia berumur 4 tahun, sedangkan anak kedua laki-laki lahir ketika kakaknya mengidap leukemia pada umur 2 tahun. N mendidik anak-anaknya secara demokratis memberikan kebebasan bagi anak-anaknya dalam kontrol yang wajar dan selalu mengajarkan kemandirian kepada anak-anaknya. Hubungan N dengan orangtua dan keluarganya berjalan baik dan saling mendukung karena tempat tinggal mereka dalam satu komplek. Keluarga N termasuk keluarga yang harmonis dan berusaha menjaga keharmonisan walaupun anak dalam keadaan sakit.

N bekerja dalam bidang kesehatan, merupakan seorang analis di laboratorium. Dan berusaha membagi waktu antara urusan keluarga dan pekerjaan. Dalam hal bersosialisasi N mudah dalam beradaptasi dengan orang-orang di sekitarnya, N berusaha menjalin hubungan yang baik dengan para tetangga, rekan kerja, keluarga dan orang lain.

Hasil Observasi

Wawancara dilakukan pada hari Senin, tanggal 27 Juli 2009 pada pukul 14.45 hingga 16.00 WIB. Wawancara dilakukan di RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsa anak, ruang bermain.. Pada saat dikenalkan oleh N, saya diantarkan oleh suaminya di kamar anaknya, N sedang istirahat menemani anaknya yang sedang berbaring di tempat tidur, karena keadaannya sedang drop. N bersikap ramah dan sambil tersenyum mengatakan setuju untuk diwawancarai. Keadaan ruang bermain terlihat sepi hanya terlihat beberapa anak sada saat wawancara berlangsung, karena sudah sore biasanya anak-anak kembali ke kamar beristirahat dan disanalah wawancara berlangsung. Selama wawancara berlangsung N sangat bersikap kooperatif walalupun agak sedikit letih. Dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam wawancara secara detail, lugas dan jelas, dengan intonasi suara yang lembut dan pelan. Terkadang menampakkan raut wajah sedih saat menceritakan anaknya, dan terlihat hampir menitikkan air mata, namun di tahannya. Namun N tetap tersenyum dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya dengan kasih sayang dan pengorbanan waktunya, tenaganya. Walaupun letih N harus, bekerja, mengurus anaknya yang kecil dan bolak-balik ke RS untuk anaknya yang sakit, karena yang menunggu anaknya adalah suaminya. Sampai akhirnya mengorbankan suaminya berhenti bekerja melihat anak lebih dekat dengan bapaknya.

Hasil Wawancara

Sumber Stres Psikologik yang dialami oleh Subjek

Jenis pekerjaan N berpengaruh terhadap stres yang dialami oleh N. N lebih mengetahui penyakit leukemia ini secara detail karena latar belakang pekerjaannya sebagai analis laboratorium. Hal ini justru membuat beban stres N semakin berat, karena mengetahui secara detail jenis pengobatan terhadap penyakit ini. Dimana pengobatan tersebut menyakitkan untuk dilakukan terhadap seorang anak. “Saya analis, saya orang laboratorium. Istilahnya saya tahulah mengenai penyakit seperti itu, saya tahu tentang segala tentang pengobatannya, udah tahu tentang kemoterapinya, udah tahu semuanya. Itu yang bikin saya sesak. Yang saya sedih tuh cara pengobatannya menyakitkan semua”.

Dengan kondisi anak sering dirawat di RS, menimbulkan perubahan yang terjadi dalam keluarga N. Hal ini perlu pengorbanan dari seluruh anggota keluarga, dimana suami N merelakan pekerjaannya untuk merawat anak mereka yang sedang sakit di RS, melihat anak lebih dekat dengan bapaknya. Sedangkan N sendiri tetap bekerja dan sekaligus merawat anak yang kecil .

(10)

Mereka berusaha sebaik mungkin memberikan yang terbaik untuk anak mereka. “Kan kita berdua kerja. Ehh.. salah satu harus ada yang lepas. Akhirnya bapaknya yang ngalah, yang tetap kerja saya. Istilahnya bapak sama anaknya yang sakit, Ravi kan di RS. Sedangkan aku sama anak yang kecil”.

N juga memiliki permasalahan dalam permohonan ijin di tempat kerja, Karena setelah kemoterapi kondisi anak justru menurun dan suami tidak dapat mengurus anak sendiri. Hal ini menjadi beban tersendiri bagi N, karena N tidak dapat terlalu sering ijin dari tempat kerja. “jadi pada saat dia ngdrop kemoterapi dia kan ngdrop kondisinya menurun, otomatis saya harus ijin dari tempat kerja karena bapaknya ga bisa sendirian. saya ga bisa ijin dari tempat kerja terlalu sering”.

Masalah finansal merupakan masalah yang sensitif karena merupakan salah satu beban terberat yang dialami kelurga. Perawatan selama berbulan-bulan di RS tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, apalagi pengobatan kanker merupakan pengobatan jangka panjang. ”Setelah ini dia fase maintenance selama dua tahun, setelah dua tahun minum obat, lima tahun pengawasan. Iya delapan sampai sepuluh tahun pengobatan”. Hal ini tentu merupakan penyebab stres utama yang dialami N dan keluarga. Dengan adanya jaminan dari pihak RS cukup membantu pengobatan yang dilakukan oleh anak, walaupun tidak sepenuhnya terpenuhi. “Surat keterangan tidak mampu. Terus saya pinjem kesana kesini. Walaupun kita pakai KTM kan tetap bayar 25 % dari perawatan, soalnya satu bulan aja limitnya aja udah tiga puluh juta.”Nah kita kalau bayar 25% aja juga udah termasuk gede juga sekitar delapan juta. Itu harga di RS, tapi kadang-kadang kita beli obat di luar belum dihitung.”

N juga mengkhawatirkan keadaan anak setelah pengobatan, tentu dia harus bersosialisasi dengan lingkungannya. Pada saat anak sekolah, kondisi anak seringkali tidak terkontrol oleh orang tua dan bahkan oleh guru sekalipun. pertengkaran dapat terjadi dan tidak dapat dihindari. Dan kadang pihak sekolah tidak mengetahui keadaan anak yang menderita sakit leukemia, yang rawan terhadap benturan dan pukulan “Pengen dia apa, seperti anak-anak lain, cuma yang saya takutkan pada saat dia bersosialisasi dengan lingkungannya. Itu yang saya takutkan.Pada saat dia sekolah, anakku kan ga bisa kena pukulan, benturan segala macam kan. Terus dia ga boleh capek”.

Respon terhadap Stres yang Dialami oleh Subjek

Memiliki anak penderita leukemia bukanlah hal yang mudah bagi seorang ibu, hal tersebut juga dialami oleh N. Disamping N harus bekerja, merawat anak yang kecil dan harus bolak-balik RS demi anaknya yang sakit. Tentu membutuhkan pengorbanan yang sangat besar bagi seorang ibu, dimana ia harus mengorbankan waktu, pikiran dan tenaganya. Hal ini membuat waktu luang N untuk beristirahat semakin sedikit, sehingga mempengaruhi kondisi kesehatan N dan menyebabkan N menjadi sakit. “Terus karena saya bolak-balik kan RS, nanti saya kerja, nanti saya ngurus yang kecil, saya kemaren kan sempet sakit juga”.

Namun hal ini tidak membuat N menjadi depresi. N tetap tegar menjalani kehidupannya bersama keluarga dengan dukungan dari suami yang selalu memberikan semangat, dan sebaliknya N memberikan semangat kepada suami dengan saling memberikan motivasi. Dan berusaha melakukan yang terbaik untuk anak-anak mereka. “Iya bener, saya sama bapaknya tuh saling dukung. Jadi pada saat saya ngdown, bapaknya kasih tahu “kamu ga boleh begitu” dia kasih semangat. Kalau pas bapaknya lagi ngdown, saya kasih semangat juga. Karena kita udah ikhlas, kita serahin sama yang di Atas. Saya sama bapaknya ikhlas, berdoa, kalau saya pasrah bagaimana dengan anak kita”.

(11)

Strategi Coping yang dilakukan oleh Subjek

N sudah memiliki kecurigaan sebelumnya bahwa anaknya menderita leukemia, kemudian N langsung membawa anaknya ke RS. “…periksa ke dokter, saya curiga jangan-jangan anakku mengarah ke kanker darah”. Bahkan setelah perawatan di Fatmawati dan menunggu kamar di RS Dharmais N mencoba menggunakan pengobatan alternative, karena takut keadaan anaknya semakin memburuk. “Saya mencoba alternatif, tapi gagal. Iya waktu saya nunggu kamar di Dhamais itu, saya coba alternative takut anakku kambuh lagi kan”.

Setelah anak dinyatakaan terdiagnosa leukemia oleh dokter melalui pemeriksaan, N kemudian memberitahukan masalah ini kepada keluarga dan konsultasi kepada keluarga, karena melihat latar belakang keluarga bagian kesehatan. Dan segera melakukan perawatan dan pengobatan di RS. “Ehh. Iya saya langsung konsultasi ke keluarga semua, kebetulan keluarga saya keluarga kesehatan”.

Kondisi anak sangat mempengaruhi seluruh anggota keluarga bahkan anak yang menderita sakit sekalipun. Namun N berusaha memberikan kondisi yang nyaman bagia anak, agar anak juga tidak mengalami stres. Dan berusaha mengajarkan anak kemandirian walaupun sedang sakit. Memberitahukan makanan apa yang tidak baik untuk kesehatannya, dan makanan yang sehat. “Ohh.. kalau kita, kita bikin dia jangan sampai stres, kita bikin dia enjoy, jadi kita ga terlalu maksakan. Tapi kita kasih tahu apa yang boleh dia makan apa yang ga boleh. Saya pengen ngajarin dia kemandirian”.

Bersama suami N berusaha menjaga keharmonisan keluarga dan menikmati waktu sebaik mungkin. Karena saat N menunjukkan perasaannya, kesedihannya di depan anak, justru anak menunjukkan sikap sebaliknya, anak menjauh dan tidak ingin disentuh oleh orang tuanya. “Iya benar, saya sama bapaknya nangis depan dia, dia ga mau disentuh saya, ga mau. Ya kalau dipikir seperti itu memang bisa stres, tapi saya sama bapaknya bikin enjoy kita menikmati waktu sebaik mungkin”. Dengan kejadian seoerti itu, N menyadari bahwa ia tidak boleh menangis di depan anak, menunjukkan kesedihannya. Dan berusaha tegar di depan anak, walalupun di dalam hati merasa sedih. “Sejak itu saya sadar saya ga boleh nunjukkin kesedihan di depan dia. Jadi walaupun hati saya sedih kayak apapun, saya harus saya ga boleh nangis depan dia.”

Keadaan anak yang menjalani pengobatan di RS selama beberapa bulan, menyebabkan perubahan dalam keluarga, dimana akhirnya suami N harus melepaskan pekerjaannya dan menemani anak di RS, karena anak lebih dekat dengan Bapaknya. “Kan kita berdua kerja. Ehh.. salah satu harus ada yang lepas. Akhirnya bapaknya yang ngalah, yang tetap kerja saya. Jadi saya yang kerja, bapaknya yang ngurus Ravi”.

N berusaha ikhlas menerima keadaan anaknya yang mengidap leukemia, walaupun cobaan yang berat menimpa keluarganya. N bersama suami berdoa semoga diberikan yang terbaik untuk anak mereka. “dan kita udah ikhlas, kita serahin sama yang di Atas. Saya sama bapaknya ikhlas, berdoa, kalau saya pasrah bagaimana dengan anak kita”.

Masalah keuangan memang merupakan masalah yang paling sulit dihadapi oleh keluarga, namun dari pihak RS cukup memberikan bantuan berupa jaminan. Namun karena pengeluaran yang terlalu besar, S berusaha untuk pinjam kesana-kemari. “Surat keterangan tidak mampu, Iya itu pertama saya pakai KTM. Terus saya pinjem kesana kesini”.

Interaksi dengan tim medis sangat mendukung dan mengurangi sedikit beban yang dihadapi oleh N,. Dan mereka juga mengerti dengan kondisi N sebagai orang tua. Sehingga perawat dapat bersikap ramah dan memberikan informasi yang jelas mengenai keadaan anak “Kita disini saling dukung dengan perawatnya juga, sikapnya baik gitu. Mereka juga mengerti dengan

(12)

situasi kita. Jadi mereka membantu, informasinya tuh jelas”. Lalu dengan interaksi dengan keluarga lain, juga memiliki pengaruh yang besar, mereka memliki rasa kebersamaan, karena memiliki nasib yang sama memiliki anak penderita leukemia. Mereka dapat bertukar pikiran dan memberikan pendapat, sehingga hubungan mereka seakan peperti keluarga sendiri. “Terus kalau interaksi dengan keluarga lain, itu udah seperti saudara kita udah ga seperti orang lain lagi, udah saudara kan perasaan kita sama”.

Kasus III Deskripsi Latar

Pertemuan pertama dengan subjek ketiga berbarengan dengan pertemuan pada subjek pertama, karena anak mereka dirawat di ruangan yang sama. Pertemuan pertama dengan subjek ketiga , yaitu Ibu S yang dilakukan pada hari Rabu tanggal 22 Juli 2009, pada pertemuan ini saya hanya berkenalan dengan ibu S dan memperkenalkan diri. Kemudian pada pertemuan kedua pada hari Jumat, tanggal 24 Juli 2009. Setelah selesai wawancara dengan subjek pertama, kemudian melakukan pendekatan terhadap ibu S yang sedang menemani anaknya yang duduk di kursi roda dan diinfus di ruang bermain. Kemudian berbincang sebentar dan meminta ijin kepada ibu S untuk kesediannya menjadi responden dan diwawancarai dan atas persetujuan suami ibu S. lalu membuat janji dengan ibu S pada hari Senin tanggal 27 Juli 2009, ternyata ibu S sedang pergi. Kemudian membuat janji lagi pada hari Rabu tanggal 29 Juli 2009. Datang pada pukul 11.00 WIB, namun mulai wawancara pada pukul 15.00 hingga 15.45 WIB. Karena pada saat itu anak ibu S sedang drop dan sedikit rewel, sehingga mencari waktu yang tepat untuk memulai wawancara. Wawancara dilakukan di RS Kanker Dharmais, lantai 4, bangsa anak di ruang tunggu. Di ruang tunggu ini terdapat kantin, toilet, lift yang tidak terpakai, tangga darurat yang di belakang pintunya disimpan kursi roda, ada dua sofa kecil dan meja kecil di tengahnya. Dan banyak kursi-kursi mengelilingi meja besar. lalu ada jendela, kaca ukuran besar memperlihatkan jalan raya ke luar. Kemudian sebagian dindingnya terdapat banyak gambar, ada gambar anak-anak, kereta api dan pemandangan.

Identitas Pribadi Subjek

Nama : S

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal / Lahir : Lampung, 11 Maret 1982

Usia : 27 tahun

Alamat : Jl. Sehatang, Lampung

Suku / Agama : Lampung / Islam

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Petani

Identitas Anak

Nama Anak : D. J. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Lampung, 26 Desember 2003

Usia : 5 Tahun

Alamat : Jl. Sehatang, Lampung

Suku / Agama : Lampung / Islam

(13)

Status Present

S adalah seorang ibu berusia 27 tahun. Seorang ibu yang berkulit agak coklat. S dengan tinggi badan sedang dan agak kurus. S memiliki rambut agak coklat sebahu dan selalu dikuncir ke belakang. Pada saat diwawancarai S memakai kaos pendek dan celana jeans yang panjangnya setengah betis, serta memakai sandal. S terlihat ramah bersikap kooperatif walaupun agak sedikit cuek, tersenyum namun agak letih karena waktunya di RS selalu menemani anaknya selama sehari semalam.

Latar Belakang Kehidupan Subjek

S adalah seorang Ibu yang memiliki satu orang anak perempuan. Anak satu-satunya itu lah yang menderita leukemia dan sekarang berumur 5 tahun. S sangat menyayangi dan selalu memperhatikan anaknya. S dan suami juga saling mendukung untuk merawat anak mereka. S termasuk keluarga yang harmonis dan berusaha menjaga keharmonisan walaupun anak dalam keadaan sakit. Hubungan S dengan orang tua berjalan baik dan dekat, bahkan pada saat di RS sakit, orang tua S menemani di RS selama beberapa minggu.

S bekerja sebagai petani di lampung bersama suami. Mereka sangat bahagia tinggal di lampung bersama keluarga. S menjalin hubungan yang baik dengan para tetangga, , keluarga dan orang lain bahkan pada saat anak sakit dan dan di rujuk ke Jakarta, tetanggapun ikut membantu.

Hasil Observasi

Wawancara dilakukan pada hari Rabu tanggal 29 Juli 2009. Datang pada pukul 11.00 WIB, namun mulai wawancara pada pukul 15.00 hingga 15.45 WIB. Wawancara dilakukan pada sore hari karena mencari waktu yang tepat untuk wawancara. Pada saat itu anak sedang rewel dan menangis karena oleh suster disuntik diambil darahnya di salah satu tangannya, S berusaha menenangkannya dan menemaninya bersama suami. Pada saat kondisi anak agak tenang S dan suami bergantian untuk menjada anak untuk melakukan sholat dzuhur. Pada hari itu juga Ibu dan bapak S pulang kembali ke Lampung setelah menemani selama beberapa minggu di RS. Akhirnya Wawancara dilakukan di ruang tunggu, bangsa anak, lantai 4, RS Kanker Dharmais, karena ruang bermain dikunci pada saat itu. Kemudian terlihat kondisi ruang tunggu ada beberapa orang sedang mengobrol di sofa, Saya melakukan wawancara di bangku biasa beralaskan meja sehingga mudah untuk meletakkan tape recorder mengatakan setuju untuk diwawancarai. Pada saat wawancara S bersikap kooperatif walalupun agak sedikit bingung. Dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam wawancara secara singkat, sehingga saya memberikan pertanyaan wawancara yang sedikit mengarahkan. Terkadang menampakkan raut wajah sedih dan datar saat menceritakan anaknya, S tetap tersenyum dan berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya dengan kasih sayang. Dan S berusaha tidak mengeluh dengan keadaan anak yang sakit, S bersikap tegar.

Hasil Wawancara

Sumber Stres Psikologik yang dialami oleh Subjek

Dengan kondisi anak yang sakit leukemia ini membuat S merasa tidak percaya dan sedih. Bahkan penyakit seperti ini dapat diderita oleh anak kecil, tanpa mengetahui penyebab yang pasti anak menderita penyakit leukemia ini. “Ahh.. ga bisa dihilangkan sedih gimana hati ini memikirkan anak sekecil ini bisa kena penyakit yang seperti ini gitu karena apa, memakan apa kan kita ga tahu”.

(14)

Apalagi melihat keadaan anak setelah menjalani pengobatan, memberikan efek yang beraneka ragam terhadap anak yang menyebabkan anak kesakitan. Saat itulah S merasa frustasi dan berfikir ke arah yang negatif dan hanya pasrah melihat kondisi anak seperti ini. Tentu hal ini sangat tidak mudah bagi S, karena seorang ibu memiliki perasaan tidak berdaya melihat anak dalam keadaan kritis. “Ya pas, iya ini apa merintih kesakitan itu, iya ga tega liatnya sakit, pusing, Disitulah kita apa ga gimana ya perasaan kita, pikirannya udah ke lain-lain, kita udah pasrah aja kalau dia udah sakit apa perih gimana gitu”.

Dan masalah jauhnya pengobatan yang harus dilakukan di RS kanker Dharmais karena tidak tersedianya alat untuk pemeriksaaan leukemia di daerah tempat tinggal S sehingga S harus menetap di RS selama pengobatan dilakukan. “Ya emang kita jarak jauh, ga bisa, harus bolak-balik juga ga bisa”.

Lama pengobatan yang dilakukan dan biaya pengobatan merupakan salah satu stres utama yang dialami oleh S. Namun dari pihak RS membantu memberikan jaminan kepada S dan keluarga, hal ini sangat membantu dalam pengobatan yang dilakukan kepada anak. “Ya perawatannya ini cukup panjang selama dua tahun Ya masalah biaya kita juga pusing, gimana mikirinnya, ya kita disini juga pakai jaminan”.

Respon terhadap Stres yang dialami oleh Subjek

Dengan kondisi anak yang menderita sakit leukemia tidak mempengaruhi kondisi kesehatan S, S berusaha tegar di depan anak dan memberikan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak. S dan suami juga mendukung dan saling mengerti berharap anak cepat sembuh seperti keadaan saat anak belum menderita sakit leukemia. “Dukungannya ya gimana ya, ya mendukung. Saling mengerti supaya anak ini cepat sembuh, seperti dulu yang sebelum di RS anak kena leukemia ini.”

Strategi Coping yang dilakukan oleh Subjek

Ketika anak mulai menunjukkan gejala-gejala sakit, S mengikuti berbagai macam pengobatan, mulai membawa anak ke orang pintar, sampai akhirnya membawa anak ke dokter di RS di lampung, tentu dengan harapan anak S cepat sembuh. “Kita bawa berobat kemana-mana, sama orang pintar, sama dokter, sama yang orang bagian kesehatan.”

Dan setelah anak terdiagnosa leukemia, S memberitahukan kepada keluarga mengenai hasil pemeriksaan tersebut. Dari pihak RS di lampung, dokter menyarankan agar anak dirujuk ke Jakarta karena belum tersedia alat yang lengkap untuk pemeriksaan penyakit leukemia ini, dan dengan kesepakatan keluarga akhirnya anak menjalani pengobatan di RS Kaker Dharmais di Jakarta. “Iya suruh berobat kesini itulah, ke Dharmais ini nunggu dia sembuh total, kan kalau disanan ga ada, ga ada pengobatan seperti ini, belum lengkap gitu”.

Sebelum anak S menderita leukemia, S berniat mendaftarkan anaknya masuk sekolah, dan merencanakan bulan juli ini anak sudah mulai masuk sekolah. Namun kondisi anak yang sakit sehingga S harus menunda anaknya untuk sekolah. Dan S lebih memfokuskan pada pengobatan yang dilakukan anak. “Udah, udah emang udah daftar, kita fokuskan dulu untuk berobat, sekolahnya kita tunda dulu”

Biaya pengobatan anak selama di RS, membuat N pusing dan bingung. Namun pihak RS juga membantu memberikan jaminan kepada S dan keluarga. Yaitu Jamkesmas, Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin. “Ya masalah biaya kita juga pusing, gimana mikirinnya, ya kita disini juga pakai jaminan. Jaminan Jamkesmas, Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin”.

(15)

Interaksi dengan tim medis di RS sangat membantu memgurangi beban yang dihadapi oleh S dan juga dengan interaksi dengan keluarga pasien yang lain, mereka dapat saling berbagi cerita, suka dan duka. “Iya mereka-meraka ramah, perawatnya baik, dokternya juga baik, baik-baik semua. Ya samalah, saling berbagi cerita, suka-duka.”

4. Kesimpulan

Dari hasil wawancara per kasus dapat disimpulkan permasalahan yang berat dihadapi orang tua pasien leukemia adalah permasalahan keuangan, permasalahan pengobatan yang lama dan efek samping yang ditimbulkan dari pengobatan. Serta permasalahan lainnya yang mempengaruhi kehidupan anggota keluarga lainnya. Dimana mereka harus mengalihkan kegiatan atau pekerjaan mereka untuk fokus terhadap kondisi anak. Namun Y dan S memiliki permasalahan lain, mereka harus melakukan pengobatan untuk anak yang menderita leukemia jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini dikarenakan belum lengkapnya alat yang disediakan RS di daerah mereka untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit leukemia yang diderita oleh anak mereka. Y meninggalkan dua anak lainnya demi pengobatan anak yang sedang sakit sehingga kurangnya perhatian yang diberikan kepada dua anak lainnya. Lalu kekhawatiran N setelah anak selesai melakukan pengobatan, tentu anak harus bersosialisasi terhadap lingkungan, anak harus bersekolah. Namun lingkungan di luar tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh orang tua. sedangkan anak diusahakan tidak boleh kecapean dan tidak boleh kena benturan. Hal inilah yang ditakutkan oleh N. Hal tersebut merupakan sumber stress yang dihadapi oleh Subjek, sehingga mereka mengalami frustasi, konflik, tekanan dan juga krisis akibat permasalahan yang mereka hadapi.

Kondisi anak menderita penyakit ini, sangat mempengaruhi stress yang dihadapi oleh sorang Subjek, karena memiliki perasaan tidak berdaya melihat anak dalam kondisi kritis. Ibu juga melakukan banyak pengorbanan demi memberikan yang terbaik untuk anak, memfokuskan waktu, pikiran dan tenaganya. Hal ini mempengaruhi kondisi kesehatan subjek bahkan menyebabkan Y dan N sakit. Namun mereka tetap tegar dan ikhlas mengahadapi kondisi ini dengan dukungan dari keluarga. Dengan demikian Respon terhadap stress yang dihadapi oleh subjek mempengaruhi kondisi kesehatan dan subjek dapat mengatasinya dengan berbagai strategi coping yang mereka miliki.

Berdasarkan temuan lapangan dapat disimpulkan bahwa startegi coping yang dilakukan oleh Subjek tidak dapat muncul secara otomatis seperti gerak refleks. startegi coping terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan tidak dapat terbentuk dalam satu waktu atau langsung terjadi. Pada masa awal pengobatan, orangtua pasien leukemia akan melakukan penyangkalan atas kondisi anaknya yang sakit. Pada masa ini, orangtua pasien leukemia juga sering menangis. Seiring berjalannya waktu, orang tua dapat menerima dan memahami permasalahan yang dihadapinya. Strategi coping yang digunakan orang tua pasien leukemia adalah pencarian dukungan sosial, bertindak secara aktif untuk mengatasi masalah, membuat perencanaan, dan Subjek bersifat sabar, tawakal serta ikhlas dengan kondisi apapun yang terjadi pada anaknya.. Subjek juga melakukan coping yaitu dengan interaksi dengan tetangga, keluarga, tim medis dan interaksi dengan sesama orangtua pasien leukemia lain. Sehingga bertambahnya pengalaman akan meningkatkan pemahaman tentang penyakit yang diderita anak.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Asmar Yetti Zein, Eko Suryani. (2005). Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya …

http://www.babycares.info/2008/07/28/penyakit-leukemia-kanker-darah/ …. http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=2376 …… http://www.mail-archive.com/balita-anda@indoglobal.com/msg10936.html ...

Singgih D. Gunarsa. (2003). Psikologi untuk Keluarga. Jakatra : Gunung Mulia….

Referensi

Dokumen terkait

Produk pengembangan media pembelajaran multimedia interaktif pada mata kuliah bahasa Inggris merupakan materi pembelajaran bahasa yang telah dikembangkan

‫السيكولوجية من خبلل شخصية الشخص الرئيسي ىف رواية عائد إىل حيفا‪.‬‬ ‫ب‪ .‬تحديد البحث‬ ‫أساسا على خلفية البحث السابقة فحددت الباحثة

(a) Ruang yang memiliki jiwa (spirit of place), ditandai tata ruang yang menunjukkan hubungan antara penguasa (manusia) dengan Sang Khalik maupun rakyat, (b)

Berdasarkan aturan dalam pelelangan umum dengan pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi perusahaan,

Penulis sekiranya dapat memberikan alternatif pilihan dalam pengaturan lampu lalu lintas tersebut sehingga dapat mengurangi kemacetan pada suatu

[r]

IKIP Padang yang menjadi pembahas utama dalam seminar penelitiarl.. Kami yakin tanpa dedikasi dan kerja sama yang

Dalam metode penilaiannya SPBU di Darmo Indah Timur ini masih menggunakan metode Tradisional atau metode yang pertama kali muncul dalam Penilaian prestasi Kerja karyawan, dalam