• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencahayaan Alami Pada Bangunan Berkoridor Tengah Dengan Menggunakan Sistem Pencahayaan Tabung Horizontal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pencahayaan Alami Pada Bangunan Berkoridor Tengah Dengan Menggunakan Sistem Pencahayaan Tabung Horizontal"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENCAHAYAAN ALAMI PADA BANGUNAN BERKORIDOR TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PENCAHAYAAN

TABUNG HORIZONTAL

Oleh: M. Mardan Anasiru

Abstrak

Pencahayaan alami adalah salah satu sistem pencahayan dalam suatu bangunan guna membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya. Pada bangunan bervolume besar dan berdenah rumit,, ruang-ruang di bagian tengah bangunan sulit dijangkau oleh pencahayaan alami. Tabung cahaya horizontal digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan cahaya alami ke ruang-ruang di bagian tengah bangunan, di antaranya ke koridor di tengah bangunan.

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode experimental dengan menggunakan tabung cahaya, dan simulasi software dengan menggunakan Velux Daylighting Visualizer 2. Pengukuran dilakukan pada tabung cahaya untuk mendapatkan pola distribusi illuminasi cahaya di dalam tabung. Simulasi dilakukan pada software Velux Daylighting Visualizer 2 dengan langkah-langkah yang sama dengan yang dilakukan pada tabung experiment, dengan membuat geometri model tabung virtual.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cahaya alami dapat didistribusikan secara horizontal. Pola distribusi cahaya di dalam tabung merupakan fungsi non linier. Semakin jauh jangkaun tabung dari bukaan, kuat cahayanya semakin melemah. Hasil simulasi dan pengukuran menunjukkan cahaya alami yang didistribusikan secara horizontal dapat mengkontribusikan cahaya alami ke koridor di bagian tengah bangunan, meskipun nilai illuminasinya kecil.

(2)

PENDAHULUAN

Pencahayaan alami adalah salah satu sistem pencahayan dalam suatu bangunan guna membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya. Disebut pencahayaan alami karena sistem pencahayaan tersebut menggunakan cahaya alami sebagai sumber pencahayaannya. Sistem pencahayaan lainnya adalah sistem pencahayaan buatan, yaitu sistem pencahayaan yang memanfaatkan cahaya buatan sebagai sumber pencahayaannya.

Sistem pencahayaan alami perlu ditata dengan baik sedemikian rupa guna membantu manusia memperoleh kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya. Memasukkan cahaya alami merupakan bagian paling utama pada disain pencahayaan alami (daylighting design). Upaya ini kelihatanya sangat mudah, meski kenyataannya tidaklah sesederhana yang terlihat. Memasukkan cahaya tidak semata-mata membuat akses cahaya dari ruang luar ke ruang dalam, membuat bukaan sebesar-besarnya atau memasang bidang transparan yang seluas-luasnya agar cahaya dapat masuk dengan leluasa. Cara pandang ini tentu bukan pendekatan disain yang tepat, karena bukan kuantitas semata yang menjadi pertimbangan, (tapi) kualitas cahaya serta berbagai faktor lain pun harus di perhatikan. Penerangan yang baik akan membantu kita mengerjakan dan membuat kita merasa nyaman ketika mengerjakannya. Walaupun terkesan sederhana, pernyataan ini merupakan tujuan dari lighting design, yaitu mencaiptakan kenyamanan, suasana yang menyenangkan, dan ruang yang fungsional bagi stiap orang di dalamnya. (Lam, 1977).

Salah satu ruang yang relatif sulit terjangkau pencahayaan alami pada bangunan bermasa besar adalah koridor di tengah bangunan. Pada bangunan-bangunan bervolume besar, berdenah rumit dan berlantai banyak seperti hotel, apartemen, kantor, rumah sakit, dan lain-lain, pencahayaan alami sulit menjangkau koridor yang terletak di bagian tengah bangunan. Koridor tersebut sulit dicapai oleh cahaya alami karena cahaya alami yang masuk melaluI bagian selubung bangunan terhalang oleh ruang-ruang yang mengelilinginya. Sehingga di siang hari sekalipun di ruang tersebut digunakan pencahayaan buatan. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan dan inovasi berkaitan dengan teknologi bangunan yang dapat menghantarkan dan mendistribusikan cahaya alami dari selubung bangunan ke koridor tersebut.

(3)

Terdapat dua permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut, yakni:

a. Bagaimana pola distribusi cahaya alami dapat berlangsung dari luar ke koridor di bagian tengah gedung, dengan cara menggunakan tabung cahaya yang mendistribusiknnya secara horizontal.

b. Berapa besar kontribusi cahaya yang dapat disalurkan oleh tabung cahaya yang ditempatkan secara horizontal dari kulit bangunan hingga ke koridor di bagian tengah gedung, sehingga kuat pencahayaan yang sampai ke koridor intansitasnya sesuai standard atau yang direkomendasikan, yaitu 50-70 lux.

LANDASAN TEORI

Cahaya didefinisikan sebagai bagian dari spektrum elektromagnetik yang sensitif bagi penglihatan mata kita. Kekuatan cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya diukur dalam lumen. Dapat dikatakan bahwa jumlah cahaya yang dikeluarkan oleh sumber cahaya ke segala arah diindikasikan dalam nilai lumen. Namun lumen tidak menjelaskan bagaimana distribusi cahaya dikeluarkan. Dua buah sumber cahaya dengan jumlah cahaya (lumen) yang sama tapi pola distribusinya berbeda akan berbeda pula intensitas cahayanya. Kuat sinar, diukur dalam candela, mendeskripsikan intensitas pancaran cahaya ke arah manapun. Jumlah lumen dari sumber cahaya akan memperjelas objek jatuhnya cahaya. Illuminance adalah jumlah lumen yang jatuh pada setiap square foot (ft²) sebuah permukaan. Satuan dari iluminasi adalah footcandle. Kemudian, Luminance. Luminance adalah jumlah cahaya yang direfleksikan oleh permukaan benda sampai ke mata. Luminance sebuah benda adalah fungsi dari: iluminasi; nilai geometri dari pengamat dalam hubungannya dengan sumber cahaya; spekularitas, atau refleksi seperti cermin, dari sebuah benda; dan warna atau refelksi dari benda tersebut. (Norbert Lechner, 2007).

Aspek lain dalam pencahayaan adalah pemantulan/pemancaran, dan warna. Cahaya yang jatuh ke sebuah benda dapat di pancarkan, diserap, ataupun dipantulkan. Faktor pemantulan (RF/Reflectance Factor) menunjuk seberapa banyak cahaya yang jatuh kesebuah benda dan dipantulkan. Permukaan berwarna putih memiliki RF sekitar 0,85 atau 85%, sementara permukaan berwarna hitam hanya memliki RF sebesar 0,05 atau 5%. Nilai RF tidak memprediksi bagaimana cahaya dipantulkan, tetapi seberapa besar nilainya. Permukaan yang sangat halus, seperti cermin, menghasilkan pantulan yang sudut datangnya sama dengan sudut pantul. Permukaan

(4)

yang sangat datar atau matte akan menyebar cahaya dan menghasilkan pantulan yang menyebar. Kebanyakan material akan memantulkan cahaya dengan spekular dan menyebar. (Norbert Lechner, 2007).

Memasukkan cahaya alami ke dalam bangunan dapat di optimalkan dengan memperhatikan orientasi bangunan, bentuk bangunan, cara memasukkan dan cara mendistribusikan cahaya. Dalam pendistribusian cahaya alami ke dalam bangunan dikenal beberapa cara yaitu:

a. Menggunakan pipa cahaya (light pipe), atau sering juga disebut tabung cahaya.

b. Menggunakan heliostat. Heliostat merupakan sebuah alat yang berperan mengumpulkan dan memantulkan cahaya matahari ke bidang lain untuk ditujukan ke suatu arah tertentu.

c. Kombinasi heliostat dan pipa cahaya. Kemampuan heliostat dalam menerima cahaya serta pipa cahaya dalam mendistribusikan cahaya ke dalam kerap dikombinasikan untuk mendapatkan cahaya alami yang optimal.

d. Lubang atau cerobong (shaft) cahaya. Dengan permukaan modern, sangat memantul, dan specular, yang menyerap kurang dari 5 persen pada setiap pemantulan, dimungkinkan untuk memancarkan cahaya sadalam satu lantai dengan lubang cahaya yang kecil.

e. Tubular Skylight. Saluran melingkar seperti tube tersedia secara komersial dengan pemantulan permukaan dalam yang tinggi memancarkan 50 persen cahaya ruang luar melalui lantai atas. Jumlah cahayanya tergantung dari diameternya, dan yang tersedia dalam variasi ukuran 8 sampai 24 inci.

Dalam membuat akses cahaya alami ke dalam bangunan, perlu diperhatikan material-material yang digunakan, menyangkut sifat dan karakter bahan dalam memantulkan, membiaskan, dan meneruskan cahaya. Besarnya kwantitas cahaya dari terang langit yang masuk dalam ruangan melalui suatu bukaan tergantung pada tiga komponen, yaitu Sky Component (CS), External Reflecting Component (ERC), dan Internal Reflecting Component (IRC).

Jumlah keseluruhan komponen sinar terang tersebut, dikatakan sebagai factor siang hari (DF = Daylight Factor) yang dinyatakan dalam prosentasi (%).

(5)

DF = SC + ERC + IRC

Selanjutnya besarnya kuat pencahayaan dalam ruangan (dalam satuan lux) adalah merupakan prosentase DF terhadap besarnya terang langit siang hari (dalam satuan lux) yang sedang terjadi, atau dapat dinyatakan sabagai berikut, (Szokolay, 1980):

DF = Ei/Eo x 100 %

dimana: Ei = Kuat pencahayaan di ruang dalam (lux)

Eo = Kuat pencahayaan di ruang luar (lux)

DF = Daylight Factor / Faktor cahaya siang hari (%)

Bahan Tebal mm Transmisi hantaran % Refleksi pantulan % Absorpsi serapan % Tingkat penyebaran cahaya kaca polos terang

kaca prisma

kaca ornamen (cahaya pada posisi halus) kaca mat est (cahaya pada sisi halus) kaca opal albaster murni kaca termoluks putih kertas pergamen

1-4 3-6 3-6 2-3 2-3 11-13 5-8 1-2 90 - 92 90 - 70 90–60 78–63 66–36 30–17 47–21 55–35 6-8 5-20 7-20 12-20 31-54 54-62 37-48 35-50 2-4 5-10 3-20 10-17 3-10 16-21 16-25 10-15 sangat lemah kuat lemah lemah kuat kuat sedang sedang

IRC

ER

C

SC

Tabel 1. Bahan-bahan Tembus Cahaya

Gambar 1. Komponen-komponen pencahayan alami. Sumber: Szokolay, (1980)

(6)

Bahan Refleksi %

Kemampuan penyebaran

cahaya

Pemantulan

alumunium sangat mengkilat alumunium mat/buram email putih

gips putih segar kertas putih buram cermin kaca perak dipoles 80 - 85 55 - 65 65 - 75 85 - 95 70 - 80 80 - 88 90 - 92 sangat lemah kuat sedang kuat sedang sangat lemah sangat lemah kuat sangat lemah lemah sangat lemah lemah kuat kuat

METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental yang mengacu pada paradigma kuantitatif melalui pendekatan pengukuran dan simulasi dengan penggunaan software terhadap kuat intensitas cahaya dan sistem pencahayaan alami. Penelitian eksperimental ini meliputi pengukuran dengan metode simulasi dengan penggunaan software Velux Daylighting Visualizer 2 untuk mendapatkan hasil simulasi.

Sumber: Noebert Lechner, (2007)

Tabel 2. Bahan-bahan Tidak Tembus Cahaya

Tabung cahaya eksperimen (200 x 400 x 1000 mm) Luxmeter + alat bantu Input cahaya alami Tabung cahaya virtual (200 x 400 x 1000 mm) PENGUKURAN SIMULASI HASIL Pola distribusi illuminasi dalam tabung VALIDASI Tabung cahaya virtual (500 x 1000 x 7000 mm) Model “A” Model“B” Model “C SIMULASI HASIL Pola distribusi illuminasi dalam tabung Komparasi Tabung cahaya virtual (500 x 1000 x 6000 mm) SIMULASI Model “D” HASIL Kontribusi cahaya alami ke koridor Distribusi cahaya alami sampai ke bidang kerja

(7)

Dimensi penampang tabung eksperimen 200 x 400 mm, panjang 1000 mm. Bagian dalam tabung eksperimen dilapisi cermin. Pada area bukaan tempat masuknya cahaya ditutup kaca bening dengan nilai transmittance 0.90, dilengkapi frame sebagaimana geometri tabung virtual pada software. Posisi alat ukur seperti terlihat pada Gambar 2 dan 3 di atas. Pengukuran dilakukan dalam tiga interval waktu, dengan posisi alat ukur berbeda.

Spesifikasi tabung eksperimen digunakan pada tabung virtual pada Velux Daylighting Visualizer 2. Posisi kamera pada saat simulasi sama dengan posisi alat ukur pada tabung eksperimen saat melakukan pengukuran.

200 200 200 200 100 100 1000 mm + 1000 ±0.00 10 0 10 0 10 0 10 0 40 0 m m

Kiri, kanan, atas dan bawah bidang dalam tabung dilapis cermin

Posisi alat ukur

100 50 50 Kaca bening 3mm Arah masuk cahaya 20 0 m m 25 mm 200 200 200 200 100 100 1000 mm + 1000 ±0.00 100 50 50 Kaca bening 3mm Arah masuk cahaya Posisi alat ukur

Kiri, kanan, atas dan bawah bidang dalam tabung dilapis Gambar 2. Denah Tabung Cahaya Eksperimen

(8)

Tabung virtual Model A, B, dan C, digunakan untuk mensimulasi distribusi cahaya alami pada tabung horizontal. Tabung virtual Model D digunakan untuk mensimulasi kontribusi cahaya ke koridor. Dimensi penampang tabung virtual 500 x

Kamera Arah masuk cahaya D E N A H POTONGAN 1000 mm 6200mm 1000 m m Ca ha ya m as uk Cahaya masuk 500 mm D E N A H POTONGA N TABUNG VIRTUAL MODEL "B"

Penangkap cahaya

Gambar 4. Model Tabung Cahaya Virtual untuk validasi

(9)

1000 mm, dengan panjang 6200 mm untuk tabung A, 7200 mm untuk tabung B dan C, dan 6000 mm untuk tabung D. Tabung B, C, dan D dilengkap penangkap cahaya. Khusus untuk tabung D, pada ujung output cahaya pada koridor dibuatkan lubang output sebesar 1000 x 1000 mm dan ditutup kaca bening dengan nilai transmittance 0.90.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perbandingan hasil pengukuran distribusi illuminasi pada tabung eksperimen dan simulasi pada tabung virtual dapat dilihat dari Grafik 1 di bawah ini.

Prosentase penurunan illuminasi dalam pola distribusi illuminasi di dalam tabung eksperimen dan dan tabung virtual adalah sama, yaitu berkisar 50 – 80 %. Dengan demikian maka software Velux Daylighting Visualizer 2 dapat digunakan sebagai acuan atau pendekatan dalam merencanakan tabung cahaya horizontal.

Hasil simulasi pada tabung virtual Model A, B, dan C, dengan jarak kamera dari bukaan + 4500, + 5000, + 5500, dan + 6000 mm, medapatkan pola distribusi illuminasi di dalam tabung sebagaimana terlihat dalam Tabel 3 di bawah ini.

837,10 471,76 269,30 127,95 102,95 8668,33 4890,67 3591,50 3175,17 2168,33 0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 7000,00 8000,00 9000,00 10000,00 1 2 3 4 5 Tabung Virtual

Jarak kamera/alat ukur dari

bukaan (mm)

100 300 500 700 900

Posisi Alat Ukur: Kanan-Bawah di Dalam Tabung Tanggal Pengukuran: 25 Juli 2015

Simulasi :

Location : Custom, Latitude 0.4˚, Longitude 124˚ Time: July at 12.00, Orientation : 90.0 CW

Ill um in as i (lu x)

Grafik 1. Perbandingan distribusi Illuminasi Hasil Simulasi pada Tabung Virtual dan Tabung Experiment

(10)

Illuminasi rata-rata pada jarak dari bukaan:

Model Tabung 4500 mm 5000 mm 5500 mm 6000 mm

Model “A” 72.58 lux 39.88 lux 26.57 lux 21.53 lux Model “B” 239.46 lux 125.16 lux 72.29 lux 54.91 lux Model “C” 150.96 lux 67.15 lux 33.88 lux 19.98 lux

Tabung virtual Model B lebih tinggi besaran illuminasi yang dicapai terhadap jarak titik simulasi dari bukaan, dibanding tabung virtual Model A dan C. Pada jarak 5000 mm dari bukaan, illuminasi pada tabung Model B adalah 125.16 lux. Dengan data yang sama, dilakukan perhitungan Daylight Factor (DF) pada tabung tersebut dengan menggunakan metode H/D dan L/D, dan metode Busur Cahaya dan Nomogram. Dari hasil perhitungan, dengan metode H/D dan L/D diperoleh nilai DF sebesar 1.2462 %, dan dengan metode Busur Cahaya dan Nomogram diperoleh nilai DF sebesar 1.4997 %. Jika langit perancangan adalah 10000 lux, maka dari nilai DF tersebut diperoleh illuminasi sebesar 124.62 lux dan 149.97 lux. Kedua nilai illuminasi tersebut setara dengan nilai illuminasi hasil simulasi.

Model tabung virtual B kemudian diterapkan pada tabung virtual Model B dengan menambahkan lubang output cahaya pada lantai tabung, untuk mendistribusikan cahaya ke koridor. Dimensi lubang output cahaya tersebut adalah 1000 x 1000 mm, dan ditutupi kaca bening dengan nilai transmittance 0.90. Hasil simulasi yang dilakukan terhadap tabung Model D, diperoleh nilai illuminasi rata-rata pada lubang output cahaya sebesar 81 lux. Besaran illuminasi yang diteruskan ke koridor adalah sebesar 81 lux x 0.90 = 72.90 lux.

Dari data tersebut kemudian dilakukan pengukuran langsung di lapangan, dengan menggunakan lampu LED 3 Watt, dimana nilai illuminasinya diatur mendekati atau sama dengan 72.90 lux. Lebar koridor 2.00, dan material dinding koridor plesteran yang dicat putih. Dengan tinggi bidang kerja 1.00 M’ dan lantai dan jarak bidang kerja 1.50 M’, dari hasil pengukuran diperoleh nilai illuminasi pada bidang kerja sebesar 7 lux. Nilai ini hanya 10% dari nilai illuminasi yang direkomendasikan untuk koridor, yaitu 50-70 lux.

(11)

KESIMPULAN

1. Dari hasil penilitian, baik yang dilakukan melalui pengukuran pada tabung cahaya experiment maupun melalui simulasi pada tabung virtual, didapatkan pola distribusi cahaya alami di dalam tabung pencahayaan horizontal yang nantinya akan diterapkan pada bangunan berkoridor tengah. Distribusi kuat pencahayaan di dalam tabung tergantung dari posisi titik ukur / titik simulasi terhadap bidang bukaan. Semakin jauh dari bidang bukaan maka kuat pencahayaannya semakin melemah. Pola distribusinya merupakan fungsi non linier.

Distribusi kuat pencahayaan di dalam tabung horizontal dipengaruhi pula oleh hal hal sebagai berikut:

a. Dimensi dan model tabung. Hal ini berpengaruh terhadap dimensi bukaan dan cara masuknya cahaya ke dalam tabung.

b. Nilai transmittance material penutup bukaan cahaya pada tabung. Hal ini berpengaruh pada nilai illuminasi cahaya luar yang masuk ke dalam tabung. c. Nilai reflectance material pelapis bagian dalam tabung. Hal ini berpengaruh

terhadap illuminasi cahaya yang dipantulkan di dalam tabung hingga menjangkau panjang tabung yang direncanakan.

d. Materi-materi di depan bukaan tabung yang dapat memantulkan cahaya ke dalam tabung. Hal ini berpengaruh pada nilai illuminasi cahaya luar yang dipantulkan ke dalam tabung.

Bidang kerja

Floor Cafity Area Room Cafity Area Illuminasi 7 lux Output Cahaya 72.90 lux Dinding berwarna putih Tabung cahaya w = 2000 mm C O R I D O R hf = 1 00 0 m m m m hr = 15 00 m m m m

(12)

2. Kontribusi cahaya alami ke koridor di tengah bangunan dengan menggunakan tabung cahaya horizontal adalah 7 lux. Angka tersebut adalah illuminasi yang jatuh pada bidang kerja di koridor, dengan tinggi bidang kerja 1.00 M’ dari lantai dan jarak bidang kerja dari langit-langit koridor adalah 1.50 M’. Hasil simulai pada tabung virtual dengan panjang tabung 5000 mm memperlihatkan bahwa tabung cahaya horizontal hanya dapat memberikan kontribusi cahaya alami ke dalam koridor sebesar 10 % dari yang direkomendasikan, yaitu 50–70 lux.

SARAN

1. Simulasi pendistribusian cahaya pada tabung horizontal dengan menggunakan software Velux Daylighting Visualizer 2 dapat digunakan sebagai acuan. Untuk mendapatkan nilai illuminasi cahaya yang sebenarnya yang didistribusikan melalui tabung cahaya horizontal, disarankan untuk menggunakan metode pengukuran langsung dengan ukuran tabung yang sesuai dengan yang direncanakan, baik itu dimensi maupun material yang digunakan. Dengan demikian maka kontribusi cahaya yang didapatkan akan sama, atau setidaknya mendekati nilai illumiasi cahaya yang direkomendasikan.

2. Nilai kontribusi cahaya yang didapatkan bisa ditingkatkan dengan memperhatikan pola-pola pemantulan cahaya di dalam tabung. Untuk itu disarankan untuk mengunakan bentuk-bentuk lain dari penampang tabung, selain bentuk persegipanjang. Misalnya penampang yang berbentuk trapesium.

DAFTAR PUSTAKA

Ander, G., 2003, Daylighting Performance and Design, John Wiley & Sons, Inc., New York

Bell, J., Bourt, W., 1995, Designing Building forDaylight, Constructions Research Communication, Ltd., Herts

Benya, James dan Karlen, Mark., 2007 Dasar-Dasar Desain Pencahayaan., Erlangga, Jakarta.

Egan, M. David, 1983, Concept in Architectural Lighting, Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Frazier, Mary Claire., 2003, The Role of Daylighting in Green Building Design. ProQuest Science Journal, Volume 6, No.6

Koenigsberger, O.H., Ingersoll, T.G., Mayhew, A., Szokolay, S.V., 1973, Manual of Tropical Housing and Building, Part One: Climatic Design, Bombay, Orient Longman.

Krishan, A. 2002. Climate Responsive Architecture: A Design Handbook for Energy Efficient Buildings. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd.

(13)

Lam, William M.C, 1977, Perception and Lighting as Formgives for Architecture, Mc Graw-Hill Book Company, New York.

Lechner, Norbert, 2007, Heating, Cooling, Lighting: Metode Disain Untuk Arsitektur, Edisi Kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mangunwijaya, Y.B., 1980, Pasal-pasal Penghantar Fisika Bangunan, PT Gramedia, Jakarta.

Manurung, Parmonangan, 2012, Pencahayaan Alami dalam Arsitektur, CV Andi Offset, Yogyakarta.

Mc Guinnes, W.J., Stein, Benjamin, 1979, Mechanical and Electrical Equipment for Buildings, Fifth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York.

Sangkertadi, 2006, Fisika Bangunan untuk Mahasiswa Teknik Arsitektur dan Praktisi , Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.

Satwiko, Prasasto, 2009, Fisika Bangunan, CV Andi Offset, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Steffy, Gary, 2002, Architectural Lighting Design, John Wiley & Sons, Inc, New York.

Szokolay, SV, 1980, Envinronmental Science Handbook for Architecs and Builders, The Construction Press, Ltd., Lancaster, England.

Gambar

Gambar 1. Komponen-komponen pencahayan alami. Sumber: Szokolay, (1980)
Tabel 2. Bahan-bahan Tidak Tembus Cahaya
Gambar 3. Potongan Tabung Cahaya Eksperimen
Gambar 4. Model Tabung Cahaya Virtual untuk validasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perhatikan betapa erat hubungan antara acuan-acuan kepada asal usul Yesus dengan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh 'hikmat' kiasan dalam buku Amsal di

KWh-meter konvensional dapat diubah menjadi kWh-meter digital dengan menambahkan beberapa rangkaian kontrol dan unit sistem berupa mikrokontroler ATMega8535 sebagai

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penggunaan larutan pereaksi kadaluarsa dalam proses pengujian yang dilakukan departemen QC di GSK adalah menerapkan

Tanda bahaya bahaya kehamilan kehamilan adalah adalah suatu suatu kehamilan kehamilan yang yang memiliki memiliki suatu suatu tanda tanda bahaya bahaya atau risiko

Aquarius adalah pribadi yang suka menyendiri, perlu banyak waktu untuk mengenal mereka karena mereka hanya membuka diri pada orang yang mereka suka atau percaya,.. Asmara

Dalam model PSI dan Inkuiri keterampilan sosial dan keterampilan dasar permainan bola basket realisasinya memberikan perbedaan, karena meskipun konsep kedua model

Oleh karena itu implementasi IbW ke desa tersebut merupakan salah satu upaya untuk memberikan informasi potensi wisata yang menarik dan unik Desa Bayung Gede

Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting di dunia dan masih menjadi masalah kesehatan utama, Desa Mata Air merupakan wilayah dengan kejadian malaria