• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Desa (selanjutnya disebut dengan BUMDes). BUMDes tersebut merupakan salah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Desa (selanjutnya disebut dengan BUMDes). BUMDes tersebut merupakan salah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan mengkaji mengenai status hukum Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya disebut dengan BUMDes). BUMDes tersebut merupakan salah satu wujud pencapaian sesuai Pasal 33 UUD 1945 yang menjelaskan bahwa pada dasarnya bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan kekuasaan dari negara yang dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia itu sendiri.

Disamping menempatkan provinsi dan kabupaten/kota sebagai sasaran pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah memandang bahwa desa sudah saatnya melaksanakan otonominya. Otonomi yang dimaksud adalah implementasi otonomi desa. Keseriusan ini ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa). Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah disinggung mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa. Namun saat itu dasar pelaksanaan dari pengakuan tersebut baru tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang saat ini diperbaharui dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut dengan PP Desa).

Pendirian BUMDes tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Desa No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,

(2)

2

dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya disebut Permendesa No. 4 Tahun 2015) yang menjelaskan bahwa BUMDes didirikan dengan tujuan:

a. meningkatkan perekonomian Desa;

b. mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa;

c. meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

Desa;

d. mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan

pihak ketiga;

e. menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan

layanan umum warga;

f. membuka lapangan kerja;

g. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan

umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan

meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pola ekonomi yang berlaku di Indonesia saat ini memiliki 3 pola ekonomi, yaitu:

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memiliki kegiatan usaha:

a) Persero

b) Perum

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang memiliki kegiatan usaha:

a) Persero

b) Perum milik daerah

(3)

3

a) Persero

b) Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Bagan 1.

Pola kegiatan ekonomi yang berlaku di Indonesia saat ini

Persero Perum Persero Perum Persero Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Negara Indonesia Memiliki Pola Ekonomi BUMN, Memiliki kegiatan usaha: BUMD, Memiliki kegiatan usaha: BUMDes, Memiliki kegiatan usaha: kurangnya peraturan mengenai status hukumnya

(4)

4

Dengan adanya pola ekonomi yang ada di Indonesia tersebut tentunya masyarakat Indonesia serta Pemerintah mengharapkan kemajuan yang cukup baik dalam aspek sumber daya alam maupun dalam hal kesejahteraan masyarakat desa. Namun dalam hal tersebut dengan lahirnya BUMDes tersebut masih dianggap kurang efektif dalam hal peraturan perundang-undangan desa. Pentingnya dasar hukum pendirian BUMDes yang sejatinya harus memiliki status badan hukum guna kelancaran berjalannya kegiatan usaha dari BUMDes itu sendiri. Status badan hukum dalam hal tersebut hanya dimiliki oleh kegiatan usahanya, yaitu Persero dan Lembaga Keuangan Mikro (selanjutnya disebut LKM). Namun BUMDes itu sendiri tidak memiliki status badan hukum. Hal tersebut berbeda dengan BUMN dan BUMD yang dalam peraturan perundang-undangan telah mengatur bahwa badan usaha tersebut memiliki status badan hukum. Dengan adanya pola ekonomi yang ada di Indonesia tersebut tentunya masyarakat Indonesia serta Pemerintah mengharapkan kemajuan yang cukup baik dalam aspek sumber daya alam maupun dalam hal kesejahteraan masyarakat desa. Namun dalam hal tersebut dengan lahirnya BUMDes tersebut masih dianggap kurang efektif dalam hal peraturan perundang-undangan desa. Sejatinya pentingnya pendirian BUMDes harus memiliki status badan hukum guna kelancaran berjalannya kegiatan usaha dari BUMDes itu sendiri. Status badan hukum dalam hal tersebut hanya dimiliki oleh kegiatan usahanya, yaitu Persero dan Lembaga Keuangan Mikro (selanjutnya disebut LKM). Namun BUMDes itu sendiri tidak memiliki status badan hukum. Hal tersebut berbeda dengan BUMN dan BUMD yang dalam peraturan perundang-undangan telah mengatur bahwa badan usaha tersebut memiliki status badan hukum.

(5)

5

Berangkat dari sejarah mengenai BUMN yang telah ada sejak tahun 1960 yang dikenal dengan Perusahaan Negara ini tentunya memiliki peran yang cukup besar dalam pergerakkan roda ekonomi Indonesia. Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN.

Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN maupun Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menjadi binaan BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk

membangkitkan perekonomian lokal.1

Perkembangan BUMN ini diawali oleh sejarah politik ekonomi Indonesia. Sebagian BUMN pada awalnya merupakan perusahaan-perusahaan Belanda yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Nasionalisasi besar-besaran terjadi ketika demokrasi parlementer memasuki babak akhir dalam sejarah Indonesia di tahun 1950-an. Di masa itu desakan melakukan nasionalisasi semakin besar karena didasarkan pada keinginan agar sistem perekonomian lebih kokoh dan bisa

dikontrol secara lebih baik oleh pemerintah.2

1Gunawan Nachrawi, Role of BUMN In Increasing People’s Welfare, Awang Long Law

Review, Vol. 1, No.1,2018, hlm. 29.

2 Muchayat, Badan Usaha Milik Negara: Retrorika, Dinamika dan Realita (Menuju

(6)

6

Dalam tingkat daerah, adanya Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut BUMD) yang memiliki tugas dan kewajiban yang tidak berbeda dengan BUMN di tingkat pusat tersebut. BUMD yang dapat mendirikan Persero dan Perum tersebut dianggap cukup berhasil dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Berangkat dari sejarah BUMD yang berdiri sejak tahun 1962 ini yang awalnya disebut dengan Perusahaan Daerah dengan dasar hukum Undang-Undang Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dengan adanya upaya dari Pemerintah guna meningkatkan perekonomian Indonesia melalui BUMD tersebut, dasar hukum mengenai bentuk hukum BUMD tersebut telah diberlakukan dengan diterbitkannya Peraturan Dalam Negeri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah. Istilah BUMD tersebut dikenal setelah diterbitkannya Permendagri No. 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku hingga saat ini.

BUMD merupakan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dimana tujuannya adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah (PAD). Otonomi daerah memberikan peranan yang besar bagi BUMD dalam menopang pendapatan asli daerah (PAD).

Otonomi daerah mengharuskan adanya otonomi di sektor ekonomi, tidak adanya sektor politik. Maka diperlukan landasan hukum yang tangguh yang dapat menjadi pijakan atau pedoman agar BUMD berperan

(7)

7

sebagai lembaga bisnis yang professional, mandiri dan dapat berkiprah

serta memenuhi tuntutan bisnis domestik dan global.3

BUMD merupakan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah, dimana tujuannya adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah (PAD). Otonomi daerah memberikan peranan yang besar bagi BUMD dalam menopang pendapatan asli daerah (PAD). Otonomi daerah mengharuskan adanya otonomi di sektor ekonomi, tidak anya sektor politik. Maka diperlukan landasan hukum yang tangguh yang dapat menjadi pijakan atau pedoman agar BUMD berperan sebagai lembaga bisnis yang professional, mandiri dan dapat berkiprah serta memenuhi

tuntutan bisnis domestik dan global.4

BUMDes ini diharapkan juga mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Substansi dan

filosofi BUMDes harus dijiwai dengan semangat bersamaan dengan self

help sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada tahap ini, BUMDes akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa, menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di mana peran BUMDes sebagai institusi payung dalam

menaungi.5

Namun apabila dilihat kembali pada landasan yuridis pendirian BUMDes tersebut terlihat adanya peraturan yang masih minim. Tidak sama seperti BUMN dan BUMD yang memiliki status badan hukum beserta dengan kegiatan usahanya yaitu Persero dan Perum, BUMDes dalam hal tersebut tidak memiliki status badan hukum. Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN) menjelaskan secra tersirat bahwa BUMN memiliki status badan hukum yaitu dalam Pasal 1 angka 9 yang

3 Anwar M. Arsyad, Prospek Ekonomi Indonesia dan Sumber Pembiayaan

Pembangunan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hlm. 50.

4Ibid.

5 Coristya Berlian Ramadana, dkk, Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

sebagai Penguatan Ekonomi Desa, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. I, No. 6, 2013, hlm. 1069.

(8)

8

menjelaskan bahwa “direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun diluar pengadilan”. Dengan adanya landasan yuridis tersebut terlihat bahwa unsur dari suatu badan usaha memiliki perkumpulan serta dapat melakukan perbuatan hukum yang mewakili badan usaha tersebut telah terpenuhi. Hal tersebut tidak sama dengan halnya BUMDes. Sesuai dengan Permendesa tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDes tersebut tidak mengatur secara konkrit maupun tersirat mengenai perolehan status badan hukumnya baik dalam hal BUMDes dapat melakukan perbuatan hukum tersebut. Status badan hukum tersebut dimiliki hanya dalam kegiatan usahanya saja, yaitu Persero dan LKM. Dalam Pasal 213 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan mengenai desa dapat mendirikan badan usaha milik desa. Dengan adanya landasan mengenai keberadaan desa yang dapat mendirikan BUMDes tersebut seharusnya dalam peraturan yang lebih operasional seperti peraturan menteri menjelaskan secara konkrit mengenai status badan usaha dari BUMDes tersebut. Hal ini mengingat bahwa pentingnya suatu badan usaha memperoleh status badan hukum yaitu dalam hal apabila suatu badan usaha tersebut memiliki status badan

hukum, maka rechtperson tersebut dapat melakukan perbuatan hukum. Subjek

hukum yang berupa badan hukum ini mempunyai wewenang untuk memiliki hak-hak subjektif dan dapat melakukan perbuatan hukum. Badan hukum ditentukan sebagai subjek hukum karena perkembangan kebutuhan keadaan, maka badan hukum juga dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh anggota yang ditunjuk oleh mereka yang bekerja sama membentuk badan hukum

(9)

9

tersebut.6 Karena bentuk badan hukum adalah sebagai badan atau lembaga, maka

dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.

Landasan yuridis yang masih minim tersebut tentu akan menimbulkan implikasi kepada kegiatan usaha dari BUMDes tersebut. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 139 PP No. 43 Tahun 2013 yang menjelaskan bahwa “kerugian yang dialami oleh BUMDesa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional

BUMDesa”. Yang kemudian dalam Pasal 132 angka 6 menjelaskan bahwa

“pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan

perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Desa”. Hal tersebut

mengacu pada unsur badan hukum yang memiliki perkumpulan suatu orang, namun dalam pasal tersebut terdapat unsur perseorangan serta tidak menjelaskan mengenai kerugian tersebut ditanggung/dilunasi dengan harta benda perkumpulan atau perseorangannya. Dalam pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1661 KUHPer yang menjelaskan bahwa “para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjian-perjanjian perkumpulannya. Semua utang perkumpulan itu hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan”.

1.2.

Rumusan Masalah

Bagaimana ambiguitas status badan hukum BUMDes tersebut?

6Sri Harini Dwiyatmi, Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm.

(10)

10

1.3.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan memahami peraturan status badan hukum BUMDes sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:

1. Dari segi teoritis adalah untuk memperjelas badan hukum BUMDes yang

diatur dalam perundang-undangan.

2. Dari segi praktis akan mempermudah dan memberikan gambaran kepada

Desa dalam rangka mengelola BUMDes berdasarkan pilihan bentuk hukumnya.

1.5.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan disusun menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah- kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif.7 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang

dihadapi.8 Maka dengan adanya penelitian tersebut perlu adanya beberapa

pendekatan serta bahan hukum lainnya, yaitu:

1. Pendekatan

a) Pendekatan Perundang-undangan

7 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia

Publishing, Malang, 2006, hlm. 45.

(11)

11

Dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.9

b) Pendekatan Konseptual

Mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konep hukum, dan asas-asas

hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.10

2. Bahan Hukum11

a) Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer yang di kaji dalam penelitian tersebut adalah dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah

4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

5) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

9Ibid., hlm.133.

10Ibid., hlm. 136.

(12)

12

6) Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDes

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku hukum yang memuat materi mengenai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dalam hal tersebut yang mendukung sebagai penjelasan terhadap bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu litelatur-litelatur, teks hukum jurnal hukum, makalah, maupun tulisan ilmiah yang didasarkan pada pandangan-pandangan para ahli.

3. Unit Amatan dan Unit Analisa

a) Unit amatan

1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

3) Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUMDes

b) Unit Analisa

Memahami status badan hukum BUMDes dan implikasi apabila terjadi kerugian pada badan usaha tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut BUMDES adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki

Salah satu desa yang memiliki potensi untuk pengembangan BUMDES adalah Desa Klatak, Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.. Kata Kunci: Manajerial; BUMDes;

Pemerintah Desa Bangunrejo mendirikan BUMDES Bangun Karya yang memiliki empat unit usaha. BUMDES tersebut masih mengalami permasalahan yaitu terbatasnya modal serta

Dengan potensi demikian masyarakat dan pemerintah desa memamfaatkan lahan tambak tersebut sebagai salah satu potensi desa untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Menilai hasil kerja murid .Guru memberi ganjaran kepada murid yang menunjukkan pencapaian dan prestasi yang baik di dalam pertandingan.. Membuat isyarat / mengekod

(4) Apabila perangkat dan sistem informasi transaksi parkir usaha yang dimiliki wajib pajak tidak dapat dihubungkan dengan perangkat dan Sistem Informasi Pajak Hotel,

Peran pemerintah Desa Bumiaji dalam mengelola BUMDes yaitu mendirikan, berpartisipasi dalam mengendalikan program kerja yang diselenggarakan BUMDes terutama BKD,