• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengurai Ketergantungan Kedelai Impor di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengurai Ketergantungan Kedelai Impor di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. VI, Edisi 1, Januari 2021

Optimalisasi dan Permasalahan

Fasilitas Perpajakan di Kawasan

Ekonomi Khusus

p. 8

ISO 9001:2015

Certificate No. IR/QMS/00138

ISSN 2502-8685

Permasalahan Subsidi Pupuk di

Indonesia

p. 12

Mengurai Ketergantungan Kedelai

Impor di Indonesia

(2)

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

DALAM rangka meningkatkan daya saing investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pemerintah menerbitkan beberapa terobosan kebijakan, termasuk fasilitas perpajakan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 237 Tahun 2020. Namun di balik terobosan ini, pemerintah seharusnya berkaca pada pelaksanaan fasilitas perpajakan di lapangan yang masih terkendala. Berdasarkan studi kasus KEK Mandalika dan Galang Batang, terdapat beberapa temuan permasalahan seperti kurangnya sosialisasi dari pemerintah, potensi munculnya beban baru dari insentif pajak, serta belum adanya petunjuk pelaksanaan. Untuk itu, pemerintah sebaiknya tidak hanya berfokus pada peningkatan investasi di KEK, tetapi juga pada efektivitas dan optimalisasi pelaksanaan di KEK yang tengah berjalan.

SUBSIDI pupuk untuk sektor pertanian bertujuan untuk melindungi petani dari lonjakan harga pupuk dunia sehingga petani dapat memenuhi kebutuhan pupuk, dan sesuai dengan kemampuan sesuai yang ditetapkan pemerintah dalam Harga Eceran Tertinggi (HET). Akan tetapi, masih ditemui permasalahan dalam implementasi Kartu Tani dan distribusi pupuk bersubsidi. Diperlukan pembenahan data petani, infrastruktur pendukung subsidi pupuk, serta koordinasi instansi terkait agar penyaluran subsidi pupuk tepat sasaran.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

Dewan Redaksi

Redaktur

Dwi Resti Pratiwi Ratna Christianingrum

Ade Nurul Aida Ervita Luluk Zahara

Editor

Marihot Nasution Riza Aditya Syafri

Satrio Arga Effendi

PADA awal tahun 2021 ini, para perajin tahu dan tempe melakukan mogok

produksi akibat melambungnya harga kedelai impor yang merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Permasalahan kedelai impor yang sering berulang ini terjadi karena hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada impor kedelai. Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa kedelai menempati urutan kedua terbesar dalam impor komoditi subsektor tanaman pangan. Untuk itu Indonesia memerlukan alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri agar masalah kedelai impor tidak kembali terulang di masa mendatang dan Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor kedelai.

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Rendy Alvaro

Mengurai Ketergantungan Kedelai Impor di Indonesia

p.3

Optimalisasi dan Permasalahan Fasilitas Perpajakan di

Kawasan Ekonomi Khusus

p.8

(3)

Mengurai Ketergantungan Kedelai Impor di

Indonesia

oleh

Damia Liana

*

)

P

ada awal tahun 2021 ini

Indonesia dihebohkan oleh berita kenaikan harga kedelai impor yang menyebabkan para produsen tahu dan tempe melakukan mogok produksi karena naiknya harga produksi. Penyebab naiknya harga kedelai

impor ini adalah peningkatan harga kedelai di pasar internasional sebesar 9 persen yaitu dari USD11,92 per busel menjadi USD12,95 per busel, sehingga harga kedelai impor di Indonesia juga mengalami kenaikan dari Rp6.500-Rp7.000 per kg menjadi Rp9.200-Rp10.000 per kg (CNN Indonesia, 2021). Faktor utama dari naiknya harga kedelai impor adalah adanya lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat (AS) selaku eksportir kedelai terbesar di dunia, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton, sehingga menyebabkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan AS dan menghambat pasokan terhadap negara importir kedelai lainnya termasuk Indonesia. Selain itu, ongkos angkut kedelai impor juga mengalami kenaikan, kedelai impor yang biasanya dapat dikirim dalam waktu 3 minggu kini menjadi lebih lama yaitu menjadi 6-9 minggu akibat Covid-19 (CNBC, 2021). Permasalahan terkait kedelai yang dialami Indonesia hingga saat ini

adalah masih kurangnya produksi kedelai dalam negeri sehingga masih mengandalkan kedelai impor. Jika dilihat dari data publikasi Kementerian Pertanian, kebutuhan akan kedelai mencapai 1,98 juta ton biji kering pada tahun 2018 sedangkan produksi dalam negeri pada tahun 2018 hanya mencapai 0,98 juta ton. Tingginya tingkat konsumsi kedelai ini membuat tingginya kebutuhan akan impor kedelai. Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor juga dapat menjadi ancaman bagi ketahanan pangan Indonesia karena kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia hingga saat ini (Kementerian Pertanian, 2019). Oleh karena itu, kedelai perlu menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah untuk dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Berdasarkan penjabaran di atas maka tulisan ini akan mengulas terkait ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor.

Gambaran Produksi dan Impor Kedelai di Indonesia

Produksi kedelai dalam negeri dalam kurun waktu 5 tahun terakhir hampir selalu mengalami tren penurunan setiap tahunnya, yaitu dari 0,96 juta ton pada tahun 2015 turun hingga hanya

Abstrak

Pada awal tahun 2021 ini, para perajin tahu dan tempe melakukan mogok produksi akibat melambungnya harga kedelai impor yang merupakan bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe. Permasalahan kedelai impor yang sering berulang ini terjadi kerena hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada impor kedelai. Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa kedelai menempati urutan kedua terbesar dalam impor komoditi subsektor tanaman pangan. Untuk itu Indonesia memerlukan alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri agar masalah kedelai impor tidak kembali terulang di masa mendatang dan Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor kedelai.

(4)

Gambar 2. Impor Kedelai Indonesia,

2015-2020*

Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah *) Januari - November 2020

Gambar 1. Produksi Kedelai Indonesia

2015-2019 (dalam juta ton)

Sumber: Kementerian Keuangan, 2021; diolah

mencapai 0,32 juta ton pada tahun 2020 (Gambar 1). Produksi kedelai dalam negeri ini masih sangat jauh dari kata memenuhi kebutuhan kedelai Indonesia. Produksi kedelai dalam negeri rata-rata hanya mampu memenuhi sekitar 24 persen dari total kebutuhan kedelai Indonesia. Rata-rata kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,8 juta ton per tahunnya (Kompas.com, 2021).

Untuk menutupi kekurangan kebutuhan kedelai karena minimnya produksi kedelai dalam negeri, maka Indonesia harus memenuhinya melalui impor. Impor kedelai menempati urutan kedua terbesar dalam impor komoditi subsektor tanaman pangan setelah gandum. Kementerian Perdagangan mencatat total impor kedelai Indonesia hampir selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari 2,26 juta ton pada tahun 2015 menjadi 2,67 juta ton

pada tahun 2019. Sementara itu, pada tahun 2020, dari bulan Januari hingga November 2020 impor kedelai mencapai 2,32 juta ton dengan nilai transaksi mencapai USD932 juta (Gambar 2). Dari total impor kedelai tersebut negara pengekspor kedelai terbesar ke Indonesia adalah AS dengan total impor kedelai rata-rata sebesar 2,4 juta ton selama periode 2015-2019 dengan nilai transaksi rata-rata mencapai USD1 miliar. Sementara itu, pada tahun 2020 (Januari-November) impor kedelai dari AS mencapai 2,10 juta ton dengan nilai transaksi mencapai USD844,34 juta. Negara kedua terbesar pengekspor kedelai ke Indonesia adalah Kanada dengan total impor kedelai rata-rata sebesar 45 ribu ton selama tahun 2015-2019. Pada tahun 2020 impor kedelai dari Kanada mencapai 207 ribu ton dengan nilai transaksi mencapai USD84 juta. Selanjutnya disusul oleh negara tetangga yakni Malaysia sebagai negara ketiga pengekspor kedelai ke Indonesia yaitu sebesar 9 ribu ton selama periode 2015-2019 dan pada tahun 2020 impor kedelai dari Malaysia sebesar 6 ribu ton dengan nilai transaksi mencapai USD3 juta (Kementerian Perdagangan/ Kemendag, 2021).

Faktor yang Memengaruhi Tingginya

Impor Kedelai di Indonesia

Tingginya impor kedelai yang dilakukan oleh Indonesia tentunya tidak terlepas dari semakin tingginya konsumsi

kedelai. Sementara itu, produksi kedelai mengalami penurunan akibat penurunan produktivitas kedelai dalam negeri. Produktivitas kedelai dalam negeri selama 5 tahun terakhir rata-rata hanya mencapai 14,9 kuintal/hektar setiap tahunnya (Kementerian Pertanian, 2021). Rendahnya produktivitas dari tanaman kedelai ini disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan untuk menanam kedelai. Merujuk pada data Statistik Pertanian tahun 2019 lahan tanam kedelai selama 5 tahun terakhir hampir selalu mengalami penurunan yaitu dari 654.394 hektar pada tahun 2013/2014 turun menjadi

(5)

termasuk komoditas Non-Lartas, yaitu tidak ada larangan terkait batasan waktu dan jumlah impor kedelai. Tarif bea masuk kedelai impor hingga saat ini masih nol persen sebagaimana aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 133/2013 (Detik. com, 2021).

Namun pada dasarnya kedelai dalam negeri tak selalu memiliki kualitas di bawah kedelai impor. Walaupun kedelai dalam negeri tidak terlalu diminati oleh perajin tempe, namun kedelai dalam negeri lebih unggul untuk bahan baku pembuatan tahu. Risiko terhadap kesehatan untuk kedelai dalam negeri juga lebih rendah jika dibandingkan kedelai impor karena benihnya bukan merupakan benih transgenik. Kedelai dalam negeri memiliki umur tanam yang lebih singkat yaitu hanya berkisar 2,5-3 bulan, sementara masa tanam kedelai impor mencapai 5-6 bulan.

Untuk mengatasi tingginya harga

kedelai impor saat ini dan berkurangnya pasokan kedelai impor dari AS sebagai eksportir kedelai utama bagi Indonesia, pemerintah dapat mencari alternatif negara lain seperti Kanada dan Malaysia untuk impor kedelai dalam jangka

pendek. Namun tentunya pemerintah juga perlu meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia, sehingga diharapkan di masa mendatang

Indonesia dapat mewujudkan cita-citanya untuk swasembada kedelai. Indonesia dahulu pernah mengalami swasembada kedelai yaitu pada tahun 1992, saat itu produksi kedelai dalam negeri mencapai 1,8 juta ton. Selain itu, pada tahun 2014, pemerintah juga menargetkan untuk swasembada pangan yang salah satunya merupakan kedelai. Namun swasembada kedelai di Indonesia masih terkendala oleh jumlah lahan yang terbatas, serta sistem drainase yang masih buruk sehingga menyebabkan kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik di Indonesia (Antaranews.com, 2019).

653.205 hektar pada tahun 2014/2015, 626.041 pada tahun 2015/2016 dan terus turun hingga mencapai 369.038 pada tahun 2016/2017. Namun pada tahun 2017/2018 luas tanam kedelai mengalami kenaikan menjadi 784.440 sehingga produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2018 juga turut mengalami kenaikan hingga 982.598 ton.

Faktor lain yang menyebabkan

Indonesia masih bergantung terhadap impor kedelai adalah harga jual kedelai lokal amat rendah dan sulit untuk mencari pasar. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7/2020, harga kedelai dalam negeri sebesar Rp8.500 per kg sedangkan harga kedelai impor sebesar Rp6.550 per kg. Namun kenyataannya, aturan ini tidak terealisasi dengan baik, harga jual kedelai di tingkat petani masih rendah terutama jika dijual ke tengkulak. Keadaan ini diperparah dengan kondisi pedagang lebih memilih kedelai impor. Selain itu keuntungan dari menanam kedelai terbilang rendah. Ketiga hal ini mengakibatkan turunnya minat petani untuk menanam kedelai. Menurut data BPS pada tahun 2017, biaya produksi kedelai per musim tanam per hektar mencapai Rp9 juta sedangkan pendapatan dari hasil tanam kedelai hanya sebesar Rp10,2 juta, itu artinya petani hanya mendapat keuntungan sebesar Rp1,2 juta saja.

Kualitas kedelai dalam negeri saat ini juga masih belum mampu untuk bersaing dengan kedelai impor. Kualitas kedelai dalam negeri tidak diminati oleh para perajin tempe, karena biji kedelai yang ukurannya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan biji kedelai impor. Di samping itu, menurut Kementerian Pertanian, anggaran peningkatan produksi kedelai dinilai masih kurang yaitu hanya sebesar Rp180 miliar dari APBN dan hanya mampu disalurkan untuk 125 ribu hektar, sehingga dibutuhkan pendanaan lain seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurut aturan Permendag No. 51/2013 tentang Impor Kedelai, importasi kedelai

(6)

Rekomendasi

Impor kedelai bukanlah satu-satunya solusi dalam memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri karena ketika terjadi permasalahan seperti kurangnya pasokan kedelai akibat kenaikan harga maka permasalahan klasik terkait impor kedelai akan kembali terjadi. Untuk itu, pemerintah membutuhkan solusi lain dalam memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, diantaranya: pertama mendorong produksi kedelai dalam negeri dengan memperluas area tanam kedelai sehingga produksi kedelai dalam negeri dapat kembali meningkat. Kedua, meningkatkan kualitas kedelai dalam negeri melalui pengembangan bibit unggul kedelai agar kedelai dalam negeri mampu bersaing dengan kedelai impor dari segi kualitas.

Daftar Pustaka

Antaranews.com. 2019. Kementan Ungkap Kendala Swasembada Kedelai. Diakses dari https://www.antaranews. com/berita/786422/kementan-ungkap-kendala-swasembada-kedelai pada 28 Januari 2021.

BPS. 2019. Nilai Produksi dan Biaya Produksi Budidaya Tanaman Padi, Jagung, Kedelai 2017. Diaskes dari https://www.bps. go.id/statictable/2019/04/10/2055/ nilai-produksi-dan-biaya-produksi- per-musim-tanam-per-hektar- budidaya-tanaman-padi-sawah-padi-ladang-jagung-dan-kedelai-2017.html pada 28 Januari 2021 CNBC Indonesia. 2021. Kemendag Beberkan Penyebab Melonjaknya Harga Kedelai. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/ news/20210103123400-4-213100/ kemendag-beberkan-penyebab-melonjaknya-harga-kedelai pada 19 Januari 2021. CNBC Indonesia. 2021. Tahu-Tempe Langka, Terus yang Salah Petani Kedelai Gitu?. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/

news/20210104144905-4-213360/tahu- tempe-langka-terus-yang-salah-petani-kedelai-gitu pada 19 Januari 2021. CNN Indonesia. 2021. HKTI Ungkap alasan RI Bisa Ketergantungan Kedelai Impor. Diakses dari https:// www.cnnindonesia.com/ekono

mi/20210105131307-92-589634/hkti- ungkap-alasan-ri-bisa-ketergantungan-kedelai-impor pada 22 Januari 2021. Detik.com. 2021. Cerita RI yang Dulu Semoat Swasembada Kedelai di 1990-1992. Diakses dari https://money.kompas.com/ read/2021/01/04/121221626/gaduh- kedelai-impor-masalah-klasik-yang-terus-berulang?page=all pada 22 Januari 2021. Detik.com. 2021. Di Depan DPR, Kementan Bongkar Penyebab RI Tergantung Kedelai Impor. Diakses

dari

https://finance.detik.com/berita- ekonomi-bisnis/d-5332042/di-depan- dpr-kementan-bongkar-penyebab-ri-tergantung-kedelai-impor pada 20 Januari 2021.

Detik.com. 2021. RI Belum Bisa Lepas dari Kedelai Impor, Tahun Ini Capai 2,6 Juta Ton. Diakses dari https://

finance.detik.com/berita-ekonomi- bisnis/d-5333104/ri-belum-bisa-lepas- dari-kedelai-impor-tahun-ini-capai-26-juta-ton/2 pada 20 Januari 2021. Kementerian Keuangan. 2021. Buku II Nota Keuangan Beserta APBN TA 2021. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2021. Data Ekpor dan Impor Menurut HS 8 Digit Berdasarkan Negara.

Kementerian Pertanian. 2019. Analisis Kinerja Perdagangan Kedelai Vol. 8 No. 1C.

(7)

Kompas.com. 2020. Ironi Indonesia, Negeri Tempe, Kedelainya

Mayoritas Impor. Diakses dari https://money.kompas.com/ read/2020/08/23/071100726/ironi- indonesia-negeri-tempe-kedelainya-mayoritas-impor pada 19 Januari 2021.

Kompas.com. 2021. Mengapa Indonesia Begitu Bergantung Pada Kedelai Impor dari AS?. Diakses dari https://money.kompas.com/

read/2021/01/03/134256526/mengapa- indonesia-begitu-bergantung-pada-kedelai-impor-dari-as?page=all pada 20 Januari 2021.

(8)

K

inerja kawasan ekonomi khusus (KEK) yang ditetapkan berdasarkan nilai penanaman modal, belum menggembirakan. Sampai dengan pertengahan tahun 2019, besarnya nilai investasi yang ditanamkan di 13 lokasi KEK tercatat baru berkisar Rp95 triliun. Secara nominal, angka tersebut kurang dari 12 persen dibandingkan nilai target investasi yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekitar Rp800 triliun untuk tahun 2019. Permasalahan utama dalam KEK antara lain: regulasi syarat dan prosedur

yang berbelit, keterbatasan kapasitas koordinasi, keterbatasan profesionalitas pengembang dalam menggali sumber pembiayaan, dan ketidakpastian

besarnya fasilitas fiskal yang berhak

diterima oleh investor (Naskah Akademik RUU Cipta Kerja, 2020). Untuk itu, pemerintah membangun beberapa terobosan kebijakan melalui Undang-Undang (UU) No. 11/2020 Tentang Cipta Kerja untuk meningkatkan daya saing investasi dan membenahi kinerja investasi di kawasan ekonomi.

Dinamika kebijakan dalam rangka meningkatkan daya saing investasi terus dilakukan, termasuk melalui

fasilitas perpajakan. Fasilitas perpajakan setidaknya diyakini pemerintah dapat menjadi salah satu media untuk menarik

investasi serta memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis. Dalam konteks KEK, fungsi fasilitas perpajakan lebih bersifat regulerend dengan harapan bisa meningkatkan basis pajak baru dalam jangka panjang. Namun perluasan basis pajak ini hanya akan berdampak

signifikan apabila dalam pelaksanaan

investasi, termasuk fasilitas perpajakan di KEK berjalan dengan optimal.

Sejalan dengan UU 11/2020, pemerintah mengubah beberapa ketentuan fasilitas perpajakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 12/2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus. Adapun ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 237/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, Dan Cukai Pada Kawasan Ekonomi Khusus yang akan berlaku efektif mulai 31 Januari 2021.

Secara garis besar, perubahan fasilitas

paling signifikan ialah pengurangan

Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang mencapai 100 persen untuk periode pajak tertentu. Mengingat PPh Badan yang lebih banyak bersumber dari kegiatan utamanya, maka terobosan dalam ketentuan baru ini akan efektif ketika perusahaan sudah berproduksi secara komersial. Namun pada faktanya, penyelenggaraan di beberapa KEK

Optimalisasi dan Permasalahan Fasilitas

Perpajakan di Kawasan Ekonomi Khusus

oleh

Deasy Dwi Ramiayu

*

)

Abstrak

Dalam rangka meningkatkan daya saing investasi di kawasan ekonomi khusus (KEK), pemerintah menerbitkan beberapa terobosan kebijakan, termasuk fasilitas perpajakan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 237 Tahun 2020. Namun di balik terobosan ini, pemerintah seharusnya berkaca pada pelaksanaan fasilitas perpajakan di lapangan yang masih terkendala. Berdasarkan studi kasus KEK Mandalika dan Galang Batang, terdapat beberapa temuan permasalahan seperti kurangnya sosialisasi dari pemerintah, potensi munculnya beban baru dari insentif pajak, serta belum adanya petunjuk pelaksanaan. Untuk itu, pemerintah sebaiknya tidak hanya berfokus pada peningkatan investasi di KEK, tetapi juga pada efektivitas dan optimalisasi pelaksanaan di KEK yang tengah berjalan.

(9)

masih terkendala oleh beberapa hal, termasuk pada fasilitas perpajakan. Sebagian besar KEK belum beroperasi secara komersil, sehingga berdampak pada perhitungan belanja perpajakan atau potential loss baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dengan banyaknya jenis insentif yang diberikan, pemerintah perlu berhati-hati terhadap penerapan berbagai insentif pajak tersebut, mengingat hal itu berisiko bagi penerimaan negara.

Permasalahan Fasilitas Perpajakan di KEK – Studi Kasus

Sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan investasi di KEK, fasilitas perpajakan yang ditawarkan sebenarnya cukup menarik bagi investor. Namun, praktik pada studi kasus KEK Mandalika dan Galang Batang, justru ditemukan banyak permasalahan yang menyebabkan kegiatan pembangunan dan operasional perusahaan terhambat. Dirangkum dari pengumpulan data pada tahun 2019 dan 2020, sedikitnya terdapat tiga permasalahan sebagai berikut: pertama, kurangnya

sosialisasi pemerintah terkait fasilitaskepada investor. Misalnya, berdasarkan kesepakatan awal, pemerintah menawarkan PT. Bintan Alumina Indonesia (PT. BAI) sebagai KEK dengan tawaran insentif pajak yang lebih banyak termasuk pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa. Namun pada praktiknya, PT. BAI tidak mendapatkan pembebasan PPN untuk sektor jasa, padahal kegiatan pembangunannya menggunakan sektor jasa mencapai 60 hingga 70 persen. Selain itu, insentif pajak berupa bebas PPN tersebut hanya untuk investor yang membangun pabrik, sedangkan kontraktor tidak dapat memanfaatkannya.

Kasus serupa juga dialami oleh PT. Alam Hijau Mandalika (PT. AHM) dimana PT AHM tidak dapat menikmati bebas PPN untuk jasa. Untuk mempermudah tahap pembangunan, PT. AHM bahkan telah menyampaikan permohonan bebas PPN untuk barang dan jasa namun ditolak oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

dengan PP No. 96/2015, pembebasan PPN hanya diberikan untuk barang saja. Pemerintah mengklaim bahwa saat ini masih ada negative list atas penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Akibatnya, perusahaan harus menanggung biaya lebih yang turut menghambat proses pembangunan. Hal ini menyebabkan perusahaan belum bisa beroperasi secara komersial dan pelaku usaha kurang diuntungkan atas adanya fasilitas perpajakan saat ini.

Kedua, potensi munculnya beban

baru dari insentif pajak. Perlakuan skema PPN untuk pelaku usaha KEK relatif konvensional, dimana menggunakan perhitungan PPN masukan dan keluaran. PPN masukan merupakan pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian, sedangkan PPN keluaran merupakan pajak yang dikenakan saat PKP melakukan penjualan atas Barang Kena Pajak (BKP) dan JKP. Jika pelaku usaha memiliki lebih bayar PPN masukan, maka PKP bisa mendapatkan

kompensasi di masa pajak selanjutnya atau mengajukan restitusi pajak. Namun menurut pernyataan KEK Mandalika, skema ini kurang disukai oleh pelaku usaha karena prosedur restitusi yang perlu melewati pemeriksaan. Selain itu, pemerintah juga belum bisa memastikan PPN Masukan dapat dibebaskan dari perhitungan nilai tambah di harga jual dan berimbas pada kenaikan beban pajak.

Selain itu, dalam skema withholding tax (WHT), wajib pajak ditugaskan untuk melakukan pemungutan dan pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan serta penyetorannya, atau dengan istilah pihak ketiga. Dalam skema ini juga terdapat konsekuensi atau sanksi administrasi yang perlu ditanggung pihak ketiga. Sehingga walaupun pelaku usaha KEK diberikan fasilitas perpajakan, rekanan pelaku usaha akan kesulitan dalam menjalankan kewajiban WHT tersebut. Terlebih lagi, kendala fasilitas perpajakan yang dihadapi KEK selama ini membuat

(10)

pihak rekanan ragu terkait adanya fasilitas ini. Secara administrasi sistem ini juga dirasa lebih merepotkan bagi pelaku usaha, sementara pemerintah dapat menghemat energi dan biaya atas pengumpulan pajak. Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan beban-beban baru yang timbul saat ini agar tidak memberatkan pelaku usaha.

Ketiga, belum ada petunjuk

pelaksanaan. Permasalahan yang dihadapi KEK Mandalika secara umum disebabkan karena inkonsistensi pemerintah khususnya petugas pajak dalam melaksanakan sosialisasi bentuk insentif secara detil. Petugas di lapangan mengacu pada ketentuan lama PP No. 96/2015 dan PMK No. 104/2016, namun hingga 2020 tidak ada petunjuk pelaksanaan yang dapat dijadikan instruksi sehingga menimbulkan perbedaan pemahaman antar petugas. Hal ini juga menyebabkan pihak rekanan ragu akan kepastian adanya fasilitas dan menghambat proses kerjasama antara pelaku usaha. Jika dalam tahap pembangunan saja terkendala, maka pengembangan bisnis dan beroperasinya perusahaan secara komersil juga akan terhambat sehingga pemanfaatan fasilitas khususnya PPh Badan akan terlambat. Berkaca dari kasus tersebut, pemerintah perlu mengatur petunjuk pelaksanaan sebagai instruksi pelengkap ketentuan baru di PP No. 12/2020 dan PMK No. 237/2020 agar pemberian fasilitas pajak berjalan optimal.

Permasalahan dalam pelaksanaan fasilitas perpajakan menjadi tantangan sendiri yang harus dibenahi kedepannya. Terhambatnya penerapan insentif pajak menyebabkan sulitnya perhitungan

potential loss yang tidak tercantum dalam laporan belanja perpajakan. Padahal, perhitungan tersebut sangat diperlukan untuk dijadikan acuan dalam evaluasi kebijakan fasilitas perpajakan. Dengan manfaat belanja perpajakan yang semakin meningkat, sebaiknya pemberian insentif pajak dalam laporan belanja pajak menggunakan perspektif dinamis. Caranya dengan menghitung adanya dampak perubahan perilaku

dan manfaat yang timbul seperti dampak pengganda bagi ekonomi, penyerapan tenaga kerja, hingga potensi pajak baru selain PPh Badan, sehingga evaluasi dapat ditinjau secara proporsional. Pemerintah juga harus memastikan insentif pajak untuk KEK tetap mengedepankan tata kelola untuk mencegah adanya penyalahgunaan insentif akibat celah hukum (Kontan, 2020).

Ketentuan Fasilitas Perpajakan dalam

PMK No. 237/2020

Perkembangan kondisi dan arah kebijakan melalui fasilitas perpajakan untuk KEK telah dituangkan dalam PMK No. 237/2020. Ketentuan ini sedikit lebih banyak mengatur perlakuan dan tata cara pelaksanaan fasilitas. Adapun terobosan besar dalam ketentuan baru ini terletak pada pengurangan PPh Badan sebesar 100 persen untuk nilai investasi Rp500-1.000 miliar selama 5-15 tahun dan nilai investasi lebih dari Rp1 triliun untuk 10-25 tahun, sedangkan untuk jenis insentif lainnya secara relatif tidak banyak perubahan (Tabel 1).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui fasilitas perpajakan bisa menjadi langkah yang tepat bila pada praktiknya sejalan dengan yang direncanakan. Namun jika

membandingkan ketentuan baru dengan kendala di lapangan, maka pada

dasarnya ketentuan baru kurang bisa menuntaskan permasalahan tersebut. Terobosan besar berupa pengurangan PPh Badan yang lebih banyak dikenakan pada kegiatan utama menjadi kurang bisa dioptimalkan apabila permasalahan lain tidak diatasi. Sehingga adanya ketentuan baru dikhawatirkan hanya dapat meningkatkan daya saing investasi untuk KEK, tetapi tidak untuk menjaga kinerja penyelenggaraan insentif pajak di KEK yang telah ada. Untuk itu, jika pemerintah ingin meningkatkan penerapan insentif perpajakan, pemerintah sebaiknya juga mengatasi permasalahan di lapangan agar insentif dalam ketentuan baru bisa diterapkan dengan optimal.

(11)

Rekomendasi

Ketentuan baru terkait penerapan fasilitas perpajakan untuk KEK sebenarnya dapat meningkatkan daya tarik bagi investor. Dengan ketentuan lama saja, pemerintah berhasil meningkatkan nilai investasi di KEK Mandalika dan Galang Batang. Namun, permasalahan di lapangan lagi-lagi menunjukkan inkonsistensi dan kurang kredibelnya pemerintah dalam pemberian fasilitas perpajakan. Selain meningkatkan daya saing investasi, pemerintah sebaiknya perlu memerhatikan pelaksanaan di lapangan. Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka terdapat beberapa langkah yang perlu diambil pemerintah untuk mengoptimalkan penerapan fasilitas perpajakan. Pertama, meningkatkan sosialisasi komprehensif guna meningkatkan kepercayaan investor. Kedua, mengkaji ketentuan fasilitas perpajakan agar tidak berpotensi menimbulkan beban pajak baru yang dapat merugikan pelaku usaha. Ketiga, menyusun peraturan turunan dari PP No. 12/2020 dan PMK No. 237/2020, misalnya berupa petunjuk pelaksanaan untuk dijadikan instruksi oleh petugas pajak.

Daftar Pustaka

Kontan. 2020. Pemerintah Beri Insentif Pajak untuk Investasi di KEK, Ini Kata Pengamat. Diakses dari https://newssetup.kontan.co.id/ news/Pemerintah-beri-insentif- pajak-untuk-investasi-di-kek-ini-kata-pengamat?page=2, pada 26 Januari 2021.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja.

Pengumpulan Data ke PT ITDC

Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika pada 24 Februari 2020.

Pengumpulan Data ke PT Bintan Alumina Indonesia Kawasan Ekonomi Khusus Galang Batang pada 30 Juli 2019.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, Dan Cukai Pada Fasilitas Perpajakan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Tabel 1. Insentif Perpajakan dalam PMK No. 237/2020

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

Jenis Pajak Ketentuan

PPh Pengurangan PPh Badan sebesar 100 persen dari jumlah terutang untuk nilai penanaman modal > Rp100 miliar selama 10 tahun hingga 20 tahun. Untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau daerah tertentu berupa pengurangan penghasilan neto dari jumlah penanaman modal sebesar 30 persen selama 6 tahun, penyusutan dan amortisasi dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri sebesar 10 persen, dan kompensasi kerugian selama 10 tahun.

PPN & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(PPnBM)

Pembebasan PPN atas impor BKP; pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean; BKP tertentu, BKP tidak berwujud, dan JKP tertentu ke KEK dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Kawasan Bebas (KB), atau Tempat Penimbunan Berikat (TPB); penyerahan BKP tertentu di KEK yang sama atau lainnya; dan penyerahan BKP tidak berwujud dan/atau JKP tidak termasuk jasa persewaan tanah/ bangunan untuk jangka waktu di bawah 5 tahun.

Bea Masuk & Pajak Dalam Rangka Impor

(PDRI)

Pembebasan bea masuk dan PDRI atas pemasukan Barang Modal yang berasal dari luar Daerah Pabean; Pelaku Usaha di KEK lain, TPB dan Kawasan Bebas; dan perusahaan di TLDDP untuk jangka waktu pengimporan paling lama 5 tahun.

Cukai Pembebasan cukai untuk Pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha di KEK lain, TPB, Kawasan Bebas, dan TLDDP atas bahan baku/penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai (BKC).

(12)

P

upuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani di sektor pertanian. Pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi WNI perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan/atau budidaya ikan. Petani yang dapat memperoleh subsidi pupuk adalah yang memiliki luas lahan maksimal 2 ha/musim tanam atau maksimal 1 ha/ musim tanam untuk petambak. Penerima subsidi pupuk ini disusun berdasarkan

Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok

Tani (RDKK) yang ditetapkan melalui sistem e-RDKK oleh kelompok tani. Adapun jenis-jenis pupuk yang disubsidi pemerintah yaitu pupuk urea, SP-36, ZA, NPK dan organik. Subsidi pupuk ini diberikan dalam bentuk penyediaan dana yang menutupi selisih antara harga pokok produksi pupuk dengan HET untuk petani yang ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan subsidi pupuk salah satunya diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan petani membeli pupuk dalam jumlah yang sesuai dengan dosis anjuran pemupukan. Namun hingga saat ini masih ditemui permasalahan seperti permasalahan data dan kelangkaan pupuk.

Perkembangan Subsidi Pupuk di

Indonesia

Berdasarkan data Kementerian

Pertanian, pada tahun 1970-1972 subsidi pupuk diberikan dengan sistem subsidi harga melalui pupuk bantuan dari Perusahaan PLN serta subsidi pupuk impor yang dianggarkan dalam APBN. Kemudian di tahun 1973-1998 diberikan pupuk bersubsidi dari impor dan produksi dalam negeri. Pada akhir tahun 1998 subsidi dicabut dan HET urea tidak naik (Rp1.150/kg). Selanjutnya, di tahun 1999-2002 pemerintah menetapkan Insentif Gas Domestik (IGD) yang sumber pembiayaannya dari dana talangan penerimaan migas (PNBP). Di tahun 2003-2006, pemerintah menetapkan subsidi gas dan subsidi harga. Pada saat itu, ditetapkan HET urea Rp1.050/kg dan harga gas ditetapkan USD1/mmbtu. Selain itu diberikan subsidi harga pada pupuk non-urea. Pada tahun 2006 hingga sekarang, diberikan subsidi harga untuk pupuk urea dan non-urea.

Pada tahun 2016-2018, pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk disetiap tahunnya sebesar 9.550.000 ton. Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2016-2018 berturut-turut adalah sebesar 9.197.764 ton, 9.270.007 ton dan 9.289.625 ton. Di tahun 2019, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi adalah sebesar 8.485.693 ton dari yang direncanakan sebesar 8.874.000 ton. Namun, angka alokasi dan realisasi tersebut masih di bawah usulan e-RDKK. Seperti pupuk urea yang pada tahun 2019 pada usulan e-RDKK sebanyak 5.861.773 ton (data

Abstrak

Subsidi pupuk untuk sektor pertanian bertujuan untuk melindungi petani dari lonjakan harga pupuk dunia sehingga petani dapat memenuhi kebutuhan pupuk, dan sesuai dengan kemampuan sesuai yang ditetapkan pemerintah dalam Harga Eceran Tertinggi (HET). Akan tetapi masih ditemui permasalahan dalam implementasi Kartu Tani dan distribusi pupuk bersubsidi. Diperlukan pembenahan data petani, infrastruktur pendukung subsidi pupuk, serta koordinasi instansi terkait agar penyaluran subsidi pupuk tepat sasaran.

Permasalahan Subsidi Pupuk di Indonesia

oleh

(13)

Gambar 1. Realisasi Belanja Subsidi Pupuk (dalam triliun Rupiah)

Sumber: NK Beserta APBN 2017-2019 dan 2021, Perpres 72/2020, LKPP 2016-2019, APBN Kita Desember 2020 (diolah) *Realisasi Sementara

Ditjen PSP Kementan), namun hanya dialokasikan sebanyak 3.825.000 ton dan terealisasi 3.693.722. Jenis pupuk selain urea di tahun yang sama juga masih jauh di bawah usulan e-RDKK (SP-36: 2.792.945 ton, ZA: 2.203.613 ton, NPK: 5.894.355 ton, dan organik: 6.653.793 ton).

Dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyediaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 2020 dijelaskan bahwa RDKK yang dipergunakan untuk penebusan subsidi pupuk adalah yang sudah masuk dalam database e-RDKK. Namun tidak dijelaskan apakah petani segera mendapat informasi mengenai jumlah pupuk yang disetujui usulannya melalui e-RDKK. Hal tersebut tentunya dapat berpengaruh terhadap perilaku tanam petani.

Dalam kurun waktu 2016-2019, realisasi subsidi pupuk mengalami peningkatan dari semula sebesar Rp26,85 triliun di tahun 2016 menjadi Rp34,31 triliun di tahun 2019. Realisasi sementara subsidi pupuk tahun 2020 adalah sebesar Rp26,4 triliun yang telah terealisasi 107,65 persen dari pagu APBN Perpres

No. 72/2020. Penyebabnya adalah adanya penambahan volume pupuk sekitar 1 juta ton pada Oktober 2020. Pada tahun 2021, alokasi belanja subsidi pupuk lebih rendah dari realisasi tahun 2020 menjadi sebesar Rp25,28 triliun untuk volume 7,2 juta ton. Selain itu, di tahun 2021 terdapat kenaikan HET pupuk bersubsidi yang sejak tahun 2012 tidak mengalami kenaikan. Dirjen PSP Kementan menyebutkan bahwa penurunan anggaran subsidi pupuk tersebut menyebabkan kenaikan HET pupuk bersubsidi. Kenaikan HET pupuk bersubsidi bertujuan untuk meminimalisir kesenjangan harga pupuk subsidi dan pupuk non subsidi.

Kartu Tani

Sejak tahun 2017, pemerintah menerapkan penggunaan kartu tani secara bertahap. Kartu Tani adalah kartu yang dikeluarkan oleh perbankan kepada petani untuk digunakan dalam transaksi penebusan pupuk bersubsidi melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) di pengecer resmi. Program Kartu Tani melibatkan beberapa instansi terkait yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian (koordinator), Kementerian Dalam Negeri (yaitu pemda terkait data e-RDKK dan NIK), Kementerian Pertanian (alokasi, HET, HPP), Kementerian Perdagangan (distribusi dan pengawasan),

Kementerian Perindustrian (mutu pupuk), Kementerian BUMN (Himbara, PT. Pupuk Indonesia dan operator telekomunikasi) dan Kementerian Keuangan (anggaran). Uji coba penggunaan Kartu Tani pertama kali dilakukan di Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya,

pada tahun 2018, uji coba penggunaan Kartu Tani diperluas ke 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Aceh,

Tabel 1. Perkembangan Penyaluran Pupuk Bersubsidi (dalam ton)

(14)

Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah. Saat ini jumlah petani yang terdaftar dalam e-RDKK sebanyak 13,9 juta orang dan kartu tani yang telah dicetak sebanyak 9,3 juta kartu dan yang sudah terdistribusi sebanyak 6,2 juta kartu. Namun dari jumlah tersebut, kartu tani yang digunakan baru 1,2 juta. (Kompas, 2020). Padahal, pada tahun 2021 implementasi kartu tani ditargetkan berlaku sepenuhnya di seluruh wilayah Indonesia.

Salah satu persyaratan petani

memperoleh pupuk bersubsidi adalah harus terdaftar dalam e-RDKK yang merupakan usulan yang harus disiapkan oleh kelompok tani sebagai dasar bagi dinas pertanian dalam menentukan kebutuhan pupuk di daerahnya untuk 1 (satu) tahun. Namun dalam implementasinya, program Kartu Tani memiliki permasalahan terkait database e-RDKK. Menurut Ketua Komisi IV DPR RI, permasalahan utama kebijakan pupuk bersubsidi adalah data kebutuhan pupuk yang riil dan akurat serta distribusi yang tidak akurat. Dimana permasalahan tersebut selalu berulang setiap tahun. Selain itu, masih terdapat beberapa wilayah di Jawa yang merupakan blank spot padahal Jawa termasuk yang dijadikan pilot project

karena dinilai memiliki teknologi yang memadai (CNBC, 2021). Terdapat juga permasalahan Kartu Tani dan EDC yang rusak, serta petani dan pengecer yang belum siap menggunakan kartu tani secara elektronik.

Distribusi Subsidi Pupuk

Terkait penyaluran pupuk bersubsidi, PT. Pupuk Indonesia memiliki penugasan untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi. Pendistribusian dilaksanakan secara tertutup dari pelaksana subsidi pupuk yaitu PT. Pupuk Indonesia kepada distributor (penyalur di lini III) dan

selanjutnya disalurkan kepada pengecer (penyalur di lini IV). Penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan oleh pengecer resmi yang telah ditunjuk serta berdasarkan data cetak e-RDKK yang dibatasi oleh alokasi pupuk bersubsidi di wilayahnya

serta sesuai dengan HET yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Permasalahan yang masih terjadi adalah adanya kelangkaan pupuk bersubsidi. Saat ini dijalankan subsidi harga atau subsidi tidak langsung dimana alokasi pupuk subsidi yang telah diusulkan oleh masing-masing pemda dan kemudian ditetapkan oleh pemerintah pusat, dilanjutkan dengan distribusi dari

produsen yang ditugaskan ke distributor sampai ke pengecer, kelompok tani atau petani. Selain itu, saat ini di pasar terdapat dua harga pupuk yaitu harga subsidi dan harga non subsidi. Panjangnya rantai distribusi pada pupuk bersubsidi dan adanya dua harga pupuk di pasaran kemudian memicu munculnya beberapa masalah. Adapun potensi masalah di lapangan yang banyak dikeluhkan oleh petani adalah terjadinya pengoplosan pupuk subsidi dan non subsidi, terjadinya pemalsuan pupuk bersubsidi, panjangnya rantai distribusi sehingga melemahkan tingkat pengawasan pemerintah. Akhirnya terjadi penyelundupan pupuk bersubsidi serta terjadinya pemalsuan kuota pupuk dari daerah yang murah ke daerah yang mahal (Ragimun dkk, 2020). PT. Pupuk Indonesia juga menyebutkan terdapat permasalahan keterlambatan penebusan pupuk bersubsidi dari distributor karena menunggu SK alokasi di daerah yang terlambat.

Daftar Pustaka

CNBC Indonesia. 2021. Jokowi Geram, Anggota DPR Juga Bingung Soal Subsidi Pupuk. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/

news/20210118121630-4-216788/jokowi- geram-anggota-dpr-juga-bingung-soal-subsidi-pupuk pada 20 Januari 2021. Kementerian Keuangan. 2020. APBN Kita Edisi Desember 2020. Kementerian Keuangan: Jakarta.

Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Berbagai Edisi. Kementerian Keuangan: Jakarta. Kementerian Keuangan. Nota Keuangan dan APBN, Berbagai Edisi. Kementerian Keuangan: Jakarta.

(15)

Rekomendasi

Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi melalui Kartu Tani diharapkan lebih tepat sasaran dan memudahkan distribusi pupuk, namun tidak sedikit petani yang justru mengalami kesulitan mendapatkan subsidi pupuk. Salah satu hal mendasar yang perlu dibenahi adalah mengenai penyediaan data kebutuhan pupuk yang tepat. Penyuluh pertanian di setiap wilayah seharusnya dapat melakukan pendataan secara akurat, baik dari data identitas petani serta luas lahan yang dimiliki yang tentunya diperlukan pembenahan infrastruktur IT. Selain itu, diperlukan sosialisasi dan edukasi kepada petani mengenai program Kartu Tani dan penggunaan pupuk berimbang karena hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam menyalurkan manfaat pupuk berimbang. Diperlukan juga koordinasi antar instansi dalam mengawasi proses pendistribusian pupuk, serta diperlukan evaluasi menyeluruh terkait mekanisme subsidi pupuk agar anggaran yang telah dialokasikan sangat besar dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani.

Kedepannya, reformasi kebijakan belanja subsidi pupuk mungkin dapat dipertimbangkan agar dapat lebih tepat sasaran. Dalam Kajian Belanja Publik Indonesia yang diterbitkan oleh World Bank disebutkan bahwa 60 persen subsidi pupuk dinikmati oleh 40 persen petani terkaya, serta lebih dari 30 persen subsidi pupuk dinikmati oleh produsen yang bukan merupakan target penerima subsidi. Terdapat kesempatan untuk mengalihkan subsidi pupuk menjadi bantuan tunai tepat sasaran, terutama ketika harga komoditas yang menentukan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pupuk di kisaran sangat rendah. Alternatif reformasi

subsidi pupuk juga dapat menciptakan ruang untuk belanja yang lebih efisien,

efektif dan seimbang karena subsidi memiliki opportunity cost yang tinggi.

Sebagian kecil dari anggaran yang saat ini dibelanjakan untuk subsidi pupuk juga

bisa digunakan untuk berbagai program signifikan untuk memperkuat infrastruktur

pertanian serta hal-hal terkait kapabilitas pengelolaan SDA lainnya dan untuk berinvestasi lebih jauh dan lebih baik dalam research & development pertanian

dan pendidikan pertanian.

Kementerian Pertanian. 2020. Statistik Sarana Pertanian Tahun 2020.

Kementerian Pertanian. 2020. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyediaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 2020

Kompas 2020. Mulai 1 September

Distribusi Bantuan Ke Petani Lewat Kartu Tani. Diakses dari https://money.kompas. com/read/2020/09/09/140239926/mulai- 1-september-distribusi-bantuan-ke-petani-lewat-kartu-tani?page=all pada 20 Januari 2021

Kontan. 2021. Sengkarut Pupuk Bersubsidi, Presiden Minta Evaluasi Program Bernilai Rp33 triliun. Diakses dari https://insight.kontan.co.id/news/

sengkarut-pupuk-bersubsidi-presiden- minta-evaluasi-program-bernilai-rp-33-triliun pada 19 Januari 2021.

Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.

Ragimun, Makmun dan Sigit Setiawan. 2020. Strategi Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Indonesia. Jurnal Ilmiah M-Progress. Badan Kebijakan Fiskal. World Bank. 2020. Kajian Belanja Publik Indonesia: Belanja untuk Hasil yang Lebih Baik.

(16)

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran

Secara Profesional”

Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI www.puskajianggaran.dpr.go.id Telp. 021-5715635, Fax. 021-5715635 Twitter: @puskajianggaran Instagram: puskajianggaran

Gambar

Gambar 1. Produksi Kedelai Indonesia  2015-2019 (dalam juta ton)
Gambar 1. Realisasi Belanja Subsidi Pupuk  (dalam triliun Rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

Nilai masukan (setpoint) yang digunakan pada sistem aero pendulum berupa posisi sudut, sedangkan pengendali yang digunakan adalah pengendali logika Gambar 2 Blok

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi.. terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih. Pengukuran. sekurang kurangnya dua kali pemeriksaan

Biro Konsultasi merupakan satu unit yang menjadi sasaran untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik secara individu maupun keluarga yang memiliki permasalahan dalam

Beberapa kondisi instrumen lampu yang buruk pada kendaraan sepeda motor mahasiswa/mahasiswi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo, karena kurangnya

Peneltian ini adalah penelitian kuantitatf yang menggunakan data primer: 1) Pendapatan (Y) adalah jumlah pertambahan kas yang diperoleh pengusaha UMKM berbasis Kuliner di

Selanjutnya dilakukan studi terhadap struktur kristal berdasarkan karakterisasi menggunakan x-ray diffaction (XRD), energi celah pita (Eg) berdasarkan karakterisasi

Score apgar memang agak sukar dikaitkan dengan hipoksia karena yang tumpang tindih dan telah dibuktikan tidak berhubungan dengan kelangsungan hidup perinatal oleh karena itu pada

3. Sutama, M.Pd, selaku dosen Pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, motivasi, dan bimbingan dengan penuh kesabaran kepada penulis hingga terselesaikannya