• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reduksi Air Limbah Rumah Tangga oleh Larva Nyamuk Culex quinquefasciatus Say.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Reduksi Air Limbah Rumah Tangga oleh Larva Nyamuk Culex quinquefasciatus Say."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 8-14

Reduksi Air Limbah Rumah Tangga oleh Larva Nyamuk

Culex quinquefasciatus Say.

SUGIYARTO, MARTI HARINI, KUSUMO WINARNO, AHMAD DWI SETYAWAN, EDWI MAHAJOENO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepadatan populasi larva nyamuk Culex quinquefasciatus Say yang paling efektif dan efisien dalam mereduksi kandungan bahan pencemar air limbah rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan dengan perlakuan berupa tingkat kepadatan larva nyamuk, yaitu: 0, 20, 40 dan 60 ekor per 100 ml air limbah. Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap, masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan. Parameter kualitas air diamati pada hari ke 0, 2, 4 dan 6 setelah perlakuan dengan variabel yang diukur meliputi: COD, kandungan zat padat total dan populasi bakteri Coliform dan Escherichia coli. Data penelitian dianalisis dengan analisis varian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan larva uji dapat menurunkan COD dan kandungan zat padat total, tetapi tidak berpengaruh terhadap populasi bakteri Coliform dan E. coli . Populasi larva nyamuk yang paling efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas air limbah rumah tangga adalah 20 ekor/100 ml air limbah.

Key words: reduksi, air limbah rumah tangga, Culex quinquefasciatus Say.

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup, termasuk manusia. Oleh karena kuantitas air di dunia tetap, maka diperlukan upaya menjaga kelestarian sumberdaya air Dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kuantitas air yang dieksploitasi juga meningkat, namun di sisi lain terjadi penurunan kualitas. Karena tercemarnya air oleh berbagai materi dan atau energi dari berbagai kegiatan manusia. Sehingga diperlukan upaya untuk memulihkan kembali kualitas air agar dapat dimanfaatkan kembali.

Kegiatan rumah tangga menghasilkan berbagai macam limbah, termasuk air limbah yang mengandung berbagai macam zat atau bahan terlarut, seperti sabun, air seni, feses, sisa makanan, minuman dan sebagainya. Pada umumnya pencemar air limbah rumah tangga adalah bahan organik. Untuk itu teknologi pengolahan air limbah rumah tangga perlu diarahkan untuk mereduksi bahan organik tersebut. Pada saat ini telah dikenal banyak teknik pengolahan air limbah, baik secara alamiah maupun melalui rekayasa. Secara alamiah air limbah rumah tangga dapat mengalami proses pemulihan selama kapasitas/daya dukung alam belum terlewati. Akan tetapi dengan meningkatnya jumlah penduduk, kapasitas alamiah tersebut umumya terlewati sehingga diperlukan rekayasa. Saat ini, telah dikenal banyak teknik rekayasa pengolahan air limbah seperti penyaringan, pengendapan, penguapan, penambahan zat kimia

maupun introduksi agen biologi/dekomposer, terutama mikroorganisme. Tetapi semua teknik tersebut belum dapat mengatasi masalah limbah.

Teknologi pengolahan air limbah dengan menggunakan agen biologi merupakan alternatif yang memberikan harapan besar. Teknik ini tidak banyak menimbulkan efek samping, sederhana dan murah. Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, algae maupun protozoa dapat dimanfaatkan sebagai agen biologi, misalnya dalam proses ‘lumpur aktif kontinyu’ (‘Continuous Activated Sludges’/CAS) dan ‘Rotating Biological Contactor’/RBC.

Larva nyamuk Culex quinquefasciatus Say merupakan salah satu organisme yang berpotensi untuk mereduksi kandungan bahan organik air limbah. Nyamuk ini sangat melimpah, terutama di daerah perkotaan, bertelur pada genangan air yang mengandung banyak bahan organik, termasuk air limbah rumah tangga. Setelah telur menetas akan tumbuh larva yang memakan bahan organik dan mikroorganisme dalam air. Larva dapat hidup dalam air yang kandungan oksigennya sangat rendah, karena oksigen diperoleh langsung dari udara atmosfer melalui suatu sifon.

Kemampuan larva C. quinquefasciatus Say memakan bahan organik dan mikroorganisme dalam air limbah rumah tangga tergantung faktor internal seperti kepadatan, laju pertumbuhan, lamanya fase larva dan daya tahan atau adaptasi dari larva; serta faktor eksternal seperti suhu, pH, ketersediaan makanan dan sebagainya. Hingga sekarang belum diketahui kepadatan populasi

(2)

optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk. Mulyani (1997) menyebutkan bahwa peningkatan populasi larva C.quinquefasciatus Say dalam air limbah rumah tangga dapat meningkatkan oksigen terlarut serta mempercepat penjernihan air. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan penekanan pada pengamatan pengaruh besarnya populasi larva nyamuk terhadap kualitas air.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Variabel bebas berupa kepadatan populasi larva nyamuk C. quinquefasciatus Say, yang meliputi empat tingkat kepadatan, yaitu 0, 20, 40 dan 60 ekor per 1000 ml air limbah rumah tangga. Untuk masing-masing perlakuan dibuat tiga ulangan. Variabel terikat berupa COD, zat padat total, populasi bakteri Coliform dan Escherichia

coli, masing-masing diamati pada hari ke-0, 2, 4

dan 6 setelah perlakuan.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 1998 di Desa Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kodya Malang, Jawa Timur. Sedang analisis COD, penimbangan zat padat total dan penghitungan populasi bakteri Coliform dan E. Coli dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Brawijaya Malang.

Cara Kerja Persiapan

Pada tahap ini dilakukan: koleksi telur dan rearing larva nyamuk, pengambilan sampel air limbah rumah tangga serta persiapan alat, bahan dan analisis. Telur nyamuk dikoleksi di daerah perumahan penduduk, yaitu pada jamban keluarga dengan pipet tetes. Telur ditampung pada wadah berisi air limbah kemudian dibiarkan menetas. Larva dipelihara hingga umur empat hari, lalu digunakan sebagai larva uji.

Air limbah rumah tangga diperoleh dari jamban atau tempat penampungan air limbah rumah tangga sebelum dialirkan ke selokan. Sampel air limbah ditampung pada ember besar dan diaduk hingga homogen. Alat dan bahan yang digunakan meliputi botol air mineral ukuran 250 ml, plastik bening, karet gelang, gelas ukur, pipet tetes, saringan lembut, hand counter, erlenmeyer, kondensor Liebig, batu didih, pemanas listrik, bunsen, buret, dispenser, pipet ukur, gelas beker, cawan penguap,

oven, desikator, timbangan analitis, cawan petri, inkubator, autoklaf, colony counter, pH meter dan botol sampel; media kaldu lauril triptosa, media EC, media kaldu brillian green lactose bile, kertas saring, larutan standard kalium bikromat, perak sulfat, asam sulfat, reagen asam sulfat, larutan standard fero-ammonium sulfat, indikator feroin, merkuri sulfat, asam sulfamat dan kapas.

Perlakuan

Sebanyak 96 botol bekas air mineral diisi 100 ml air limbah rumah tangga, lalu dikelompokkan menjadi empat, masing-masing sebanyak 24 botol. Kelompok 1 tidak diisi/ dinokulasi larva uji, kelompok 2 diisi 20 ekor larva uji, kelompok 3 diisi 40 ekor larva uji dan kelompok 4 diisi 60 ekor larva uji per botol. Kemudian semua botol ditutup plastik bening, diikat dengan karet gelang dan diletakkan di tempat percobaan secara acak. Pengamatan kualitas air limbah dilakukan pada hari ke-0, 2, 4 dan 6 setelah perlakuan.

Pengamatan

Untuk pengamatan hari ke-0 digunakan botol perlakuan untuk pengamatan ketiga parameter kualitas air (masing-masing 3 botol untuk satu parameter yang diamati). Sedangkan pada pengamatan hari ke ke-2, 4 dan 6, masing-masing diambil 6 botol sampel per perlakuan per pengamatan; 3 botol untuk pengamatan zat padat total, 3 botol untuk analisis COD dan populasi bakteri. Sebelum pengamatan dilakukan larva uji diambil dari botol per comaad dengan cara disaring dengan saringan halus (saringan teh). Adapun metode analisis parameter kualitas air limbah dijelaskan pada sub bab di bawah.

COD (Chemical Oxygen Demand)

Analisis COD dilakukan dengan metode oksidasi bahan organik menggunakan kalium kromat dengan prosedur sebagai berikut:

Dimasukkan 0,4 g HgSO4 ke dalam gelas

erlenmeyer COD (gelas refluks) 250 ml dan 5 buah batu didih. Ditambahkan 20 ml sampel air limbah dan 10 ml larutan kalium kromat 0,25N. Disiapkan 30 ml reagen asam sulfat-perak sulfat dan dengan menggunakan dispenser sebanyak 5 ml reagen tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer COD, lalu dikocok perlahan-lahan hingga merata. Erlenmeyer COD diletakkan di bawah kondensor yang telah dialiri air pendingin, kemudian sisa reagen ditambahkan sedikit demi sedikit dengan dispenser sambil digoyang-goyang hingga tercampur merata. Kondensor dan erlenmeyer COD dipanaskan pada bunsen selama 2 jam, didinginkan, lalu keduanya dipisahkan. Larutan dalam

(3)

erlenmeyer COD diencerkan dengan 200 ml air suling kemudian ditambahkan 3 - 4 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan standard fero amonium sulfat 0,10 N sampai warna hijau-biru menjadi coklat-merah. Untuk pembanding, dibuat blangko yang diisi 20 ml air suling

Dilakukan perhitungan nilai COD (mg O2/1)

dengan rumus sebagai berikut: (a - b) x N x 8000 COD =

ml sampel a: ml FAS untuk titrasi blangko b: ml FAS untuk titrasi sampel c: Normalitas larutan FAS Zat Padat Total

Analisis berat zat padat total dilakukan dengan metode penguapan (volatilisasi), diteruskan penimbangan dengan urutan kerja sebagai berikut:

Cawan penguap dibersihkan, lalu dipanaskan pada oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam,

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Dituangkan sebanyak 50 ml sampel air limbah yang telah dikocok merata ke cawan penguap, lalu dimasukkan dalam oven; mula-mula suhu diatur kurang dari 1000C hingga sampel yang tersisa

tinggal sedikit kemudian dinaikkan menjadi 105 0C

selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Dilakukan perhitungan berat zat padat total dengan rumus sebagai berikut:

(a - b) x 1000 mg zat padat total =

c a: berat cawan penguapan

b: berat cawan penguapan kosong c: volume sampel air limbah Populasi Bakteri Coliform dan E. Coli

Populasi bakteri coli dihitung menggunakan metode MPN (Most Probable Number) dengan urutan kerja sebagai berikut:

Dibuat ekstrak agar triptosa-glukosa dan disimpan. Air sampel diencerkan hingga 1/10.000. Disiapkan tabung reaksi/fermentasi sebanyak 5 buah per tingkat pengenceran, lalu diisi 10 ml kaldu lauril triptosa, dimasukkan dalam tabung Durham, ditutup kapas dan disterilkan dalam autoklaf. Dituangkan 1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam tabung fermentasi; disiapkan pula 1 tabung blangko berisi air suling. Dilakukan tes pendugaan dengan menginkubasi tabung fermentasi pada suhu 35 0C

selama 24 jam atau 48 jam hingga terbentuk gas. Dilakukan tes penegasan dengan mengambil 2 tetes sampel yang telah difermentasi dan dituangkan ke dalam tabung reaksi berisi medium EC atau kaldu

brilliant green lactose bile dan diberi tabung

Durham, kemudian diinkubasi pada suhu 440C atau

350C selama 24 atau 48 jam, hingga terbentuk gas.

Jumlah tabung Durham yang terisi gas dan yang tidak merupakan dasar untuk menghitung populasi bakteri. Perhitungan populasi bakteri merujuk pada tabel MPN. Sebagai catatan: medium EC dengan suhu inkubasi 440C dan lama inkubasi 24 jam

digunakan untuk menghitung bakteri E. coli, sedang medium kaldu brilliant green lactose bile dengan suhu inkubasi 350C dan lama inkubasi 48

jam digunakan untuk menghitung bakteri Coliform.

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis varian (ANAVA). Apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada setiap variabel yang diukur, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaan 95%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan hari ke-0, menunjukkan bahwa air limbah rumah tangga yang dikoleksi di daerah pemukiman penduduk Desa Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kodya Malang memiliki COD, populasi bakteri Coliform total dan bakteri E. coli cukup tinggi, namun kandungan zat padat totalnya relatif rendah. Menurut Alaerts dan Santika (1987), angka COD merupakan ukuran tingkat pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologi. Sedang menurut Daryanto (1995) air limbah rumah tangga dikenal sebagai penghabis oksigen karena tingginya kandungan bahan organik.

COD (kebutuhan oksigen kimia)

Hasil pengukuran COD air limbah dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan gambar 1 menunjukkan grafik hubungan antara hari pengamatan dan COD untuk keempat perlakuan populasi larva uji.

Tabel 1. Rerata COD air limbah rumah tangga akibat perlakuan larva nyamuk C. quinquefasciatus Say. Pada pengamatan hari ke-0, 2, 4 dan 6.

Perlakuan COD (ppm) hari ke:

0 2 4 6 0 ekor 20 ekor 40 ekor 60 ekor 859,37 - - - 630,19 d 386,55 c 210,08 b 33,61 a 529,37 c 16,81 a 176,47 b 25,21 a 126,05c 16,81 a 42,02 b 16,81 a Keterangan: Angka dalam kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT dengan taraf kepercayaan 95%.

(4)

Pada pengamatan hari ke-0, yaitu kondisi air limbah rumah tangga pra-perlakuan nilai COD atau cukup tinggi, 859,37 ppm, sehingga kualitas air limbah mendekati kategori sangat buruk (mendekati 1000 ppm). Tanpa perlakuan larva uji, sebenarnya air limbah telah mengalami perubahan, tampak dari peningkatan nilai COD pada hari ke-2, 4 dan 6, dimana masing-masing menjadi 630,19; 529,37 dan 126,05 ppm.

Dengan perlakuan larva uji, perubahan COD air limbah menjadi lebih cepat dan lebih besar. Pada pengamatan hari ke-2 tampak bahwa semakin besar populasi larva uji, maka semakin besar pula perubahan nilai COD-nya, yakni menjadi 386,55; 210,08 dan 33,61 ppm, masing-masing pada perlakuan 20, 40 dan 60 ekor per 100 ml air limbah.

Pada perlakuan 60 ekor larva uji, kualitas COD air limbah berubah menjadi baik (di bawah 40 ppm). Pada pengamatan hari ke-4 kualitas air limbah berubah menjadi sedang dan baik dengan COD di bawah 200 ppm, yaitu masing-masing 16,81; 176,47 dan 25,21 ppm untuk perlakuan 20, 40 dan 60 ekor larva uji. Penurunan nilai COD air limbah terlihat pula pada hari ke-6, yaitu masing-masing menjadi 16,81; 42,02 dan 16,81 ppm untuk perlakuan 20, 40 dan 60 ekor larva uji. Perlakuan 20 ekor larva uji menunjukkan perubahan terbesar mulai hari ke-4, yaitu menjadi 16,81 ppm, sedang pada perlakuan 60 ekor larva uji hal yang sama baru terjadi pada hari ke-6.

Berdasarkan analisis statistik, pengamatan hari ke-2, 4 dan 6 terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan. Berdasarkan uji BNT, perbedaan yang nyata dari semua perlakuan terlihat pada pengamatan hari ke-2, sedangkan pada hari ke-4 dan 6 perlakuan 20 dan 60 ekor larva uji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Data parameter kualitas air limbah, terutama variabel COD pada perlakuan 0 ekor larva uji, menunjukkan bahwa perbaikan kualitas air limbah dapat berlangsung secara alamiah, tampak dari

semakin menurunnya COD dengan bertambahnya hari pengamatan. Penguraian bahan organik oleh mikrobia menyebabkan menurunnya COD, namun laju pengurangan bahan organik oleh mikrobia ini jauh lebih rendah dibanding laju penambahan bahan organik baru. Menurut Daryanto (1995) pada pencemaran bahan organik tingkat berat, berbagai jenis biota air akan mati akibat teracuni hasil-hasil dekomposisi bahan organik, rendahnya kandungan oksigen dan pH.

Zat Padat Total

Data hasil pengamatan kandungan zat padat total disajikan pada tabel 2. Sedangkan gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara hari pengamatan dan zat padat total.

Tabel 2. Rerata zat padat total pada air limbah rumah tangga akibat perlakuan larva nyamuk C. quinque-fasciatus Say. Pada pengamatan hari ke-0, 2, 4 dan 6.

Perlakuan Zat padat total (g/100 ml) hari ke:

0 2 4 6 0 ekor 20 ekor 40 ekor 60 ekor 0,99 - - - 0,99 a 0,82 a 0,80 a 0,66 a 0,99 a 0,90 a 0,82 a 0,92 a 0,99 a 0,89 a 0,86 a 0,96 a Keterangan: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT dengan taraf kepercayaan 95%.

Dari tabel 2 dan gambar 2 dapat diketahui bahwa kandungan zat padat air limbah rumah tangga berkurang dari 100 g/l. Hal ini ditunjukkan oleh nilai zat padat total pada pengamatan hari ke-0 yang hanya sebesar 0,99 g/100 ml. Dengan demikian, berdasarkan kandungan zat padat totalnya kualitas air limbah tersebut termasuk baik. Tanpa perlakuan larva uji, kandungan zat padat total air limbah ternyata tidak menunjukkan perubahan dan tetap besar.

Gambar 1. Grafik perubahan COD air limbah rumah tangga pada berbagai perlakuan populasi larva uji.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0 2 4 6 Hari Pengamatan COD (p pm : 0 ekor : 20 ekor : 40 ekor : 60 ekor

(5)

Gambar 2. Grafik perubahan zat padat total air limbah rumah tangga pada berbagai perlakuan populasi larva uji Dengan perlakuan larva uji, maka terjadi

perubahan kandungan zat padat total, yaitu menjadi 0,82; 0,80 ml dan 0,66 g/100 ml masing-masing untuk perlakuan 20, 40 dan 60 ekor larva uji per 100 ml air limbah pada pengamatan hari ke-2. Pada pengamatan hari ke-2 ini terjadi peningkatan besarnya zat padat yang tereduksi sejalan dengan bertambahnya populasi larva uji. Akan tetapi pada pengamatan hari ke-4 terjadi peningkatan kandungan zat padat total, baik pada perlakuan 20, 40 dan 60 ekor larva uji, yaitu masing-masing 0,90; 0,82 dan 0,92 g/100 ml. Pada pengamatan hari ke-6 terjadi lagi penurunan kandungan zat padat total untuk perlakuan 20 ekor larva uji, yaitu menjadi 0,89 g/100 ml; sedangkan pada perlakuan 40 dan 60 ekor larva uji justru tetap terjadi peningkatan kandungan zat padat total, yaitu masing-masing menjadi 0,86 dan 0,96 g/100 ml.

Dari analisis statistik terlihat bahwa semua perlakuan larva uji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, baik pada pengamatan hari ke-2, 4 dan 6. Dengan demikian meskipun terjadi penurunan kandungan zat padat total akibat perlakuan larva uji pada air limbah rumah tangga, namun penurunan tersebut relatif kecil dan tidak bermakna.

Dari variabel kandungan zat padat total pada perlakuan tanpa larva uji terlihat bahwa tidak terjadi perubahan kandungan zat padat total, baik pada pengamatan kari ke-0, 2, 4 maupun 6. Hal ini menunjukkan kecilnya dekomposisi alamiah bahan organik menjadi gas. Hasil dekomposisinya tetap tersuspensi atau terendapkan dalam air sampel, dan menjadi bagian dari zat padat total yang diukur.

Dilihat dari kandungan zat padat totalnya, air limbah rumah tangga yang diteliti termasuk dalam standar kualitas air limbah yang baik. Rendahnya

kandungan zat padat total kemungkinan karena air limbah diambil dari penampungan air limbah yang tergenang, sehingga cukup banyak zat padat yang terendapkan. Meskipun kandungan zat padat totalnya rendah, namun dengan COD dan populasi bakteri yang tinggi maka air limbah rumah tersebut tetap merupakan sumber masalah lingkungan.

Populasi Bakteri Coliform dan E. Coli

Data hasil perhitungan populasi bakteri Coliform dan E. coli disajikan pada tabel 3 dan 4. Tabel 3. Hasil penghitungan bakteri Coliform pada air limbah rumah tangga akibat larva nyamuk C.quinquefasciatus Say. Pada hari ke-0, 2, 4 dan 6.

Perlakuan Populasi Coliform/100 ml hari ke:

0 2 4 6 0 ekor 20 ekor 40 ekor 60 ekor >1800 - - - 350 > 1800 1600 > 1800 > 1800 1600 > 1800 > 1800 81 - - - Keterangan: Data tidak dianalisis dengan uji statistik Tabel 4. Hasil penghitungan bakteri E. coli pada air limbah rumah tangga akibat larva C. quinquefasciatus Say. Pada pengamatan hari ke-0, 2, 4 dan 6.

Perlakuan Populasi E. coli/100 ml hari ke:

0 2 4 6 0 ekor 20 ekor 40 ekor 60 ekor 350 - - - 350 > 1800 1600 430 81 1600 81 > 1800 64 - - - Keterangan: Data tidak dianalisis dengan uji statistik

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 0 2 4 6 Hari Pengamatan Zat Pad at To tal (g/ 100 ml ) : 0 ekor: 20 ekor : 40 ekor : 60 ekor

(6)

Dari tabel 3 dan 4 tampak bahwa perlakuan larva uji tidak berpengaruh terhadap populasi bakteri Coliform dan E. coli. Hal ini ditunjukkan oleh ketidak-konsistenan populasi bakteri Coliform dan E. coli dengan bertambahnya kepadatan larva uji maupun waktu perlakuan. Untuk itu dalam penelitian ini pengamatan populasi bakteri Coliform dan E. coli pada hari ke-6 hanya dilakukan pada perlakuan kontrol.

Tingginya populasi bakteri Coliform dan E. coli menunjukkan bahwa air limbah yang diteliti tercemar tinja manusia atau hewan, sehingga dapat menjadi sarang atau vektor penyakit. Alaerts dan Santika (1987) mengemukakan bahwa semakin tinggi populasi bakteri coli, maka semakin besar kemungkinan terdapatnya bakteri pathogen.

Dari variabel populasi bakteri Coliform tampak bahwa terjadi fluktuasi populasi bakteri Coliform yang tidak menentu; semula tinggi, rendah, tinggi lalu rendah lagi. Sedangkan bakteri E. coli pada perlakuan tanpa larva uji menunjukkan penurunan populasi dengan bertambahnya hari. Hal ini kemungkinan karena adanya faktor lingkungan yang tidak teramati pada penelitian, yang menentukan fluktuasi populasi bakteri tersebut.

Pengaruh Kepadatan Larva Nyamuk

Perbedaan kepadatan larva uji C.quinquefasciatus Say ternyata menyebabkan perbedaan kondisi air limbah. Semakin tinggi kepadatan larva uji, maka semakin lambat laju pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini ditunjukkan oleh ukuran tubuh larva yang semakin kecil dan sedikitnya jumlah larva yang berkembang menjadi pupa. Di samping itu semakin tinggi tingkat kepadatan larva uji aktifitas gerak larva semakin rendah, termasuk aktifitas makannya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Brown (1979) bahwa ukuran tubuh, laju pertumbuhan dan lama perkembangan larva nyamuk tergantung pada kondisi lingkungan air, termasuk suhu, pH, ketersediaan makanan dan tingkat kepadatan larva. Dijelaskan pula bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan larva nyamuk akan menyebabkan stres dan kanibalisme.

Dilihat dari pengaruh kepadatan larva uji terhadap kondisi lingkungan air, tampak adanya pengaruh yang nyata dalam COD dan kandungan zat padat total Di samping itu pada tingkat kepadatan yang tinggi, warna air limbah menjadi kekuning-kuningan kemungkinan akibat keluarnya sisa-sisa metabolisme larva uji. Akan tetapi tingkat kepadatan larva uji tampaknya tidak mempengaruhi tingkat populasi bakteri Coliform dan E. coli.

Semakin tinggi kepadatan larva uji, maka semakin besar perubahan COD air limbah rumah tangga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

keberadaan larva uji dapat mempercepat dan memperbesar penurunan COD air limbah rumah tangga. Hal ini dibuktikan secara statistik dengan adanya perbedaan yang nyata dari COD antara air limbah yang tidak diberi perlakuan larva uji dengan air limbah yang diberi perlakuan, baik pada kepadatan 20, 40 dan 60 ekor larva per 100 ml air limbah pada pengamatan hari ke-2, 4 maupun 6.

Peningkatan COD air limbah akibat peningkatan kepadatan larva uji ini kemungkinan disebabkan oleh semakin besarnya bahan organik yang dimakan larva uji, sehingga semakin banyak bahan organik yang tereduksi. Hal ini terutama terlihat pada pengamatan hari ke-2, dimana kehidupan larva secara keseluruhan belum banyak terpengaruh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Akan tetapi pada pengamatan hari ke-4 dan 6 tampak bahwa perlakuan kepadatan 20 ekor larva justru menunjukkan nilai COD terendah. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat kepadatan larva uji, semakin tidak menguntungkan kehidupan larva karena adanya stres dan kematian. Dalam kondisi stres, larva uji banyak mengeluarkan feses atau sisa metabolisme lain sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. Demikian juga larva uji yang mati menambah bahan organik ke dalam air limbah sehingga COD meningkat.

Penurunan COD selain disebabkan berkurang-nya bahan organik yang dimakan larva uji, juga disebabkan meningkatnya kandungan oksigen terlarut sehingga meningkatkan aktifitas penguraian bahan organik oleh bakteri aerobik. Hal ini sesuai penjelasan Mulyani (1997) bahwa keberadaan larva nyamuk dalam air limbah rumah tangga dapat meningkatkan DO rata-rata 0,17 ppm per hari. Peningkatan DO ini diduga disebabkan agitasi air oleh gerakan larva uji dalam mengambil oksigen ke permukaan air dan dalam mencari makanan.

Pengaruh tingkat kepadatan larva uji terhadap penurunan kandungan zat padat total relatif kecil, bahkan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata. Dari pengamatan hari ke-2 tampak bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan larva uji, maka semakin besar pula tingkat reduksi kandungan zat padat total, karena terjadi pemakanan bahan organik oleh larva uji.

Tingkat kepadatan larva uji tidak berpengaruh terhadap populasi bakteri Coliform dan E. coli. Hal ini kemungkinan karena laju pertumbuhan bakteri tersebut lebih cepat dibanding laju predasi oleh larva uji. Dapat pula kerena bakteri tersebut masih mampu hidup dan berbiak di dalam tubuh larva uji. Kondisi ini menandakan bahwa fluktuasi populasi bakteri Coliform dan E.coli lebih dikendalikan oleh faktor lingkungan lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini.

(7)

Pengaruh Lama Perlakuan

Pengaruh lama perlakuan larva uji terhadap kualitas air limbah bervariasi tergantung kepadatan-nya. Pada kepadatan rendah (lebih rendah dari kepadatan optimum), maka larva uji hidup normal, sedang pada kepadatan tinggi aktifitas kehidupan-nya tidak normal.

Untuk variabel COD, secara umum semakin lama perlakuan maka semakin rendah COD-nya. Namun hal ini tidak dapat dipastikan sebagai akibat aktifitas larva uji ataukah mikroba yang secara alamiah juga dapat mereduksi kandungan bahan organik. Pada perlakuan 20 ekor larva uji, COD air limbah menurun secara tajam sampai dengan pengamatan hari ke-4 dan tidak mengalami perubahan pada pengamatan hari ke-6. Tampaknya kepadatan 20 ekor ini masih di bawah tingkat kepadatan optimum. Tidak berubahnya COD dari pengamatan hari ke-4 sampai ke-6 kemungkinan dikarenakan sebagian larva uji telah menjadi pupa, sementara itu kulit larva (kitin) yang dilepaskan menambah jumlah bahan organik. Sedangkan pada perlakuan 40 dan 60 ekor larva tampak penurunan COD yang tajam sampai pengamatan hari ke-2 dan penurunan yang relatif kecil pada pengamatan berikutnya. Hal ini kemungkinan pada saat awalnya kehidupan larva masih normal karena makanan masih mencukupi dan kondisi lingkungan belum terganggu.

Untuk variabel kandungan zat padat total tampak bahwa secara umum terjadi penurunan tajam kandungan zat padat total pada pengamatan hari ke-2, namun pada pengamatan hari ke-4 dan 6 justru terjadi peningkatan kandungan zat padat total, karena dengan bertambahnya umur larva uji, maka semakin besar tambahan bahan organik ke dalam air limbah yang berasal dari feses, kulit larva, sisa metabolisme dan larva mati. Hal ini jelas ditunjukkan oleh semakin besarnya pertambahan kandungan zat padat total pada hari ke-4 dan 6 untuk perlakuan 40 dan 60 ekor larva uji.

Efektifitas dan Efisiensi

Secara umum keberadaan larva uji dalam air limbah rumah tangga dapat mempercepat perbaikan kualitas air. Perlakuan 20 ekor larva uji per 100 ml air limbah menunjukkan efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi dibanding perlakuan 40 dan 60 ekor larva uji per 100 ml air limbah, hal ini ditunjukkan oleh efektifnya perubahan kualitas air limbah yang antara lain ditunjukkan oleh perubahan COD. Dengan perlakuan 20 ekor larva uji per 100

ml air limbah berarti semakin sedikit jumlah larva yang dibutuhkan per satuan volume air limbah dibanding perlakuan 40 dan 60 ekor larva uji. Di samping itu, pada perlakuan 20 ekor larva uji ternyata pertumbuhan dan perkembangan larva uji normal, sehingga tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan air dan bila larva uji tersebut dipanen untuk pakan ikan misalnya.

KESIMPULAN

Larva nyamuk Culex quinquefasciatus Say dapat menurunkan COD dan kandungan zat padat total air limbah, tetapi tidak mempengaruhi populasi bakteri Coliform maupun Escherichia coli. COD air limbah menurun dari 859,37 ppm menjadi 16,81 ppm pada hari ke-4 untuk perlakuan 20 ekor larva dan pada hari ke-6 untuk perlakuan 60 ekor larva uji, sedangkan penurunan kandungan zat padat total relatif kecil untuk semua perlakuan larva nyamuk sehingga secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan larva nyamuk 20 ekor per 100 ml air limbah menunjukkan efektifitas dan efisiensi tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya:Usaha Nasional.

Brown, H.W. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Jakarta: PT Gramedia

Chandler, C.A. and C.P. Read. 1961. Introduction to

Parasitology. New York: John Wiley & Sons.

Daryanto. 1995. Masalah Pencemaran. Bandung: Penerbit Tarsito.

Harsfall, W.R. 1972. Moquitoes, Their Bionomics and Relation

to Diseases. New York: Hafner Publishing Company.

Hoedojo. 1989. “Vectors of Malria and Filariasis in Indonesia”

Buletin Penelitian Kesehatan No. 17 (2): 181-184

Mulyani. 1997. “Pengaruh Pertumbuhan Larva Nyamuk Culex

quinquefasciatus Say Terhadap Faktor Fisiokokimia Media

Tumbuhnya” Seminar Biologi. Surakarta: P. Biologi PMIPA FKIP UNS.

Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soemirat, J. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI-Press.

Suryani, N.T. 1997. “Preferensi Bertelur dan Daya Tetas Telur Nyamuk Culex quinquefasciatus Say Pada Berbagai Macam Air Limbah.” Seminar Biologi. Surakarta: P. Biologi PMIPA FKIP UNS.

Tanjung, H.S. dan S. Hadisusanto. 1987. Pencemaran

Gambar

Tabel 1. Rerata COD air limbah rumah tangga akibat  perlakuan larva nyamuk C. quinquefasciatus  Say
Gambar 1. Grafik perubahan COD air limbah rumah tangga pada berbagai perlakuan populasi larva uji
Gambar 2. Grafik perubahan zat padat total air limbah rumah tangga pada berbagai perlakuan populasi larva uji   Dengan perlakuan larva uji, maka terjadi

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBIMBING HAJI (Studi Kasus KBIH Arwaniyyah Kudus)” ini di susun untuk memenuhi salah satu syarat

Perjanjian kredit dibuat oleh pihak kreditur yaitu bank, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik, selanjutnya ditanda tangani oleh debitur,

(2) Implementasi integrasi kurikulum berdasarkan regulasi sekolah dan pesantren dengan mengintegrasikan semua aspek kompetensi (3) Adanya kurikulum pendukung

Dalam menerapkan model pembelajarn IPS terpadu dengan menggunakan pendekatan masalah Anda dapat memilih model yang dikemukakan oleh para ahli di atas. Karena pada prinsipnya

buku, teori, dan lain – lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara dengan pihaka. terkait.

pendapatan.Demikian menyebabkan kurang optimal pengembangan MPERS. Perlu dilakukan upaya bagaimanacara meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki dan menumbuhkan kesadaran

Interaksi di dalam world utama yang berisi model 3D dari tipe-tipe rumah menggunakan metode interaktivitas standar dalam Web3D yang dapat menggunakan

Perlu juga diinformasikan dengan keluarnya peraturan menteri dalam negeri nomor 17 tahun 2009 tentang pedoman organisasi dan tata kerja Sekretariat Dewan