• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI MEDIA UNTUK REGENERASI KALUS DAN PENINGKATAN PEMBENTUKAN PLANLET TANAMAN Tacca leontopetaloides

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SELEKSI MEDIA UNTUK REGENERASI KALUS DAN PENINGKATAN PEMBENTUKAN PLANLET TANAMAN Tacca leontopetaloides"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI MEDIA UNTUK REGENERASI KALUS DAN

PENINGKATAN PEMBENTUKAN PLANLET TANAMAN Tacca

leontopetaloides

Andri Fadillah Martin*, Evan Maulana dan Tri Muji Ermayanti

*) Research Center for Biotechnology LIPI. Jalan Raya Bogor Km 46 Cibinong, 16911.

Telp. 021-8754627, Fax. 021-8754588, Email : andrifm@ymail.com

Abstract

Tissue culture is a technique to produce transplants having similar genotipe as the mother plants or to improve plant genetic by creating a new genotipe. Tacca leontopetaloides is a tuber plants potential for alternative food resource due to its carbohydrate content. This plant species also produces secondary metabolites used for medicinal purposes. This plant grows in limited areas in several coastal areas in Indonesia. In some areas, the flour of this plants have been utilized as materials for some food products. The aims of the study were to select the best medium and to incrase the plantlet formation of Tacca leontopetaloides. Seeds and leaf blades were surface-sterilized then they were cultured on MS medium containing BAP. In this medium, both explants formed compact dan white callus. Callus was then regenerated on the medium containing 2,4-D in combination with BAP to form shoots. Plantlet formation was increased by treatment of different light intensity and photoperiods. Plantlets were then acclimatized in a greenhouse. The results showed that the best medium for regeneration of callus to form shoots was MS containing 0.1 mg/L 2,4-D followed by trasferring callus to MS medium either with no addition of plant growth regulators or with 0.1 mg/L of BAP. Photoperiod and light intensity affected multiple shoot formation. In the greenhouse, plantlets were dormant, formed small tubers, then started to grow afterwards, then they are ready to be planted in the field.

Keywords : Tacca leontopetaloides, medium selection, planlets, regeneration

1. PENDAHULUAN

Indonesia saat ini memiliki penduduk lebih dari 240 juta orang dengan sebagian besar penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras sebagai komoditas pangan pokok antara lain dengan mengembangkan tanaman umbi minor yang sejak dulu telah dikenal sebagai bahan pangan namun kini mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Salah satu tanaman umbi minor yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Tacca

leontopetaloides.

Polynesian Arrowrot (Tacca leontopetaloides (L.)

Kuntze Syn T. pinnatifida. Forst, T. involucrata Schum dan Thonn.) adalah spesies tanaman dari keluarga Taccaceae. Tacca adalah genus yangdipisahkan dari keluarga Dioscoreaceae [1,2]. Tanaman ini secara alami terdistribusi dari Afrika Barat, Asia Tenggara, sampai Australia Utara [3]. Deskripsi tanaman T. leontopetaloises telah dilaporkan pada buku Original:Root Crops 15[4].

Pada masa lalu, umbi Tacca merupakan makanan pokok di Polinesia, dan sebagai sumber pati. Penduduk TahitiTacca digunakan untuk membuat "poi", sebagai makanan tradisional [4]. Umbi Tacca mengandung 20-30% pati yang dapat dengan mudah diekstraksi kemudian dipasarkan di Eropa. Di Filipina

tepungnya digunakan untuk pembuatan roti. Pati

Taccamengandung 22,5%amilosa serupa dengan

kentang, singkong dan beberapa pati umbi lainnya. Sifat fisikokimia pati Tacca yang mirip dengan tepung kentang dan jagung [5]. Karakteristik Taccajuga mirip dengan pati jagung meskipun pati Tacca relatif lebih tahan terhadap kompresi sehingga dapat digunakan sebagai bahan eksipien farmasi seperti pati jagung untuk formulasi tablet [5]. Di pulau-pulau Polinesia umbi Tacca juga berkhasiat obat untuk sakit perut terutama diare dan disentri [6]. Spesies lain yaituT.

chantrieri memiliki aktivitas sitotoksik terhadap

HL-60, sel leukemia manusia promyeocytic [7], sedangkan

T. PaxianadanT. Subflabellatamemiliki aktivitas

antikanker terhadap Sel HeLa [8,9,10].

Di Indonesia Tacca tumbuh terbatas di daerah pantai seperti Karimunjawa, Sukabumi, dan Yogyakarta. Biji Tacca sangat sulit berkecambah, perbanyakan vegetatif dengan umbinya adalah metode yang paling banyak digunakan untuk perkembangbiakannya.Kultur jaringan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan bibit unggul yang seragam dalam waktu yang relatif singkat. Kultur in vitro dari Tacca

chantrieri telah dilakukan di Thailand [11] dan inisiasi

kultur in vitro dari Tacca leontopetaloides telah dilakukan oleh Borokini (2011)[12]. Di Indonesia inisiasi kultur in vitro dari Tacca leontopetaloides telah dimulai sejak awal 2011 di Puslit Bioteknologi –

(2)

Vol.2 hal-2

LIPI. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan seleksi media dan meningkatkan pembentukan planlet dalam penyediaan bibit

leontopetaloides.

2. METODOLOGI

Sterilisasi biji Tacca leontopetaloides.

Biji Tacca yang akan disterilisasi dicuci dengan air sabun (5%) selama 10 menit, kemudian di rendam pada larutan dithane (3%) selama 30 menit. Setelah dibersihkan dari larutan dithane, biji kemudian di rendam di air hangat selama 10 menit untuk memecah dormansi. Sterilisasi lanjutan dilakukan di laminar air flow cabinet. Biji Tacca direndam dalam larutan alkohol (70%) selama 1 menit, bilas dengan akuades steril, kemudian di rendam dalam larutan Na hipoklorit 0,7875% selama 15 menit, Selain larutan Na-hipoklorit, sterilan lain yang digunakan adalah larutan HgCl2 1% selama 5 menit. Setelah direndam

dalam larutan sterilan, biji Tacca

dengan akuades steril 3 kali dan ditanam pada media MS. Setelah berkecambah, eksplan kem disubkultur pada media MS [13

0,5 mg/L BAP (Benzyl Amino Purine

Sterilisasi eksplan daun Tacca leontopetaloides

Eksplan daun Tacca dari lapang dicuci di air sabun (5%) selama 10 menit, kemudian direndam dalam larutan dithane 3% selama 30 menit. Selanjutnya eksplan daun dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Proses sterilisasi selanjutnya dilakukan di

Laminar Air Flow Cabinet (LA

Eksplan daun direndam dengan alkohol 70% selama 1 menit, dibilas dengan akuades steril dan kemudian direndam dalam larutan Na-hipoklorit 0,525% selama 10 menit. Eksplan daun kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali dan dip

ukuran 1x 1 cm dan ditanam pada media MS dengan penambahan 0,5 mg/L BAP. Selanjutnya kalus yang tumbuh dari eksplan daun maupun eksplan kecambah di subkultur pada media perlakuan

Penanaman kalus pada media perlakuan

Sebelum di subkultur pada

kalus terlebih dahulu di subkultur pada media MS selama 2 minggu. Penanaman kalus dilakukan secara aseptik di laminar. Eksplan kalus dari planlet hasil penanaman di media MS diambil dan diletakkan di petri. Kalus dipotong menjadi 4 bagian

Eksplan kalus ditanam di media kombinasi MS + BAP + 2,4-D (2,4 -Dichlorophenoxyacetic acid

terlihat pada Tabel 1. Pengamatan pertumbuhan kalus dilakukan selama 12 minggu.

Tabel 1. Kombinasi Media BAP

(mg/L)

2,4-D

0 0.1 0.5

0 MS0 0.1D 0.5D

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Andri Fadillah Martin et al/Prosiding SNKTI (2013) Vol.2 hal Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

melakukan seleksi media dan meningkatkan pembentukan planlet dalam penyediaan bibit Tacca

leontopetaloides.

yang akan disterilisasi dicuci dengan air sabun (5%) selama 10 menit, kemudian di rendam pada larutan dithane (3%) selama 30 menit. Setelah dibersihkan dari larutan dithane, biji kemudian di rendam di air hangat selama 10 menit untuk memecah rilisasi lanjutan dilakukan di laminar air direndam dalam larutan alkohol (70%) selama 1 menit, bilas dengan akuades steril, kemudian di rendam dalam larutan Na-hipoklorit 0,7875% selama 15 menit, Selain larutan

ilan lain yang digunakan adalah 1% selama 5 menit. Setelah direndam

Tacca kemudian dibilas

dengan akuades steril 3 kali dan ditanam pada media cambah, eksplan kemudian 3] dengan penambahan

Benzyl Amino Purine).

Sterilisasi eksplan daun Tacca leontopetaloides

dari lapang dicuci di air sabun (5%) selama 10 menit, kemudian direndam dalam larutan dithane 3% selama 30 menit. Selanjutnya eksplan daun dicuci dengan air mengalir selama 30 menit. Proses sterilisasi selanjutnya dilakukan di (LAFC) secara aseptik. Eksplan daun direndam dengan alkohol 70% selama 1 menit, dibilas dengan akuades steril dan kemudian hipoklorit 0,525% selama 10 menit. Eksplan daun kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali dan dipotong dengan ukuran 1x 1 cm dan ditanam pada media MS dengan BAP. Selanjutnya kalus yang tumbuh dari eksplan daun maupun eksplan kecambah di subkultur pada media perlakuan.

perlakuan

Sebelum di subkultur pada media perlakuan, terlebih dahulu di subkultur pada media MS selama 2 minggu. Penanaman kalus dilakukan secara aseptik di laminar. Eksplan kalus dari planlet hasil penanaman di media MS diambil dan diletakkan di petri. Kalus dipotong menjadi 4 bagian sebesar 1 cm. di media kombinasi MS + BAP

ichlorophenoxyacetic acid) seperti

abel 1. Pengamatan pertumbuhan kalus

Tabel 1. Kombinasi Media Perlakuan D (mg/L) 0.5 1.0 2.0 0.5D 1D 2D 0.1 0.1B 0.1D+0.1B 0.5D+ 0.5 0.5B 0.1D+0.5B 0.5D+ 1.0 1B 0.1D+1B 2.0 2B 0.1D+2B

Penanaman planlet pada intensitas cahaya dan fotoperiode berbeda

Kultur tunas Tacca pada media MS

pengatur tumbuh disimpan di dalam ruang inkubasi dengan kondisi cahaya yang berbeda selama minggu. Perlakuan pertama (A) dilakukan dengan fotoperiode (16 jam terang, 8 jam gelap) dengan intensitas cahaya 1000 – 1400 lux. Perlakuan kedua (B) dilakukan dengan pencahayaan secara terus menerus (continous light) dengan intensitas cahaya 1000 – 1400 lux. Perlakuan ketiga (C) dilakukan dengan cahaya yang lebih redup dengan intensitas cahaya 500 – 800 lux dan pencahayaan terus menerus (continous light). Pada akhir periode pengamatan, dicatat rata-rata jumlah tunas, rata

dan rata-rata tinggi tunas.

Perakaran dan aklimatisasi

Tunas Tacca yang sudah mempun

daun dipindahkan pada media MS yang mengandung 0.5 mg/L IBA untuk induksi perakaran. Setelah akar terbentuk, planlet siap diaklimatisasi dengan cara memindahkan planlet pada pot berisi media campuran tanah, pasir, kompos dan sekam bakar. Pot kemu disungkup dengan plastik dan ditempatkan di tempat yang teduh. Setelah terbentuk daun baru, sungkup dibuka dan pot dipindahkan di rumah kaca.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan biji dan helai daun yang mengandung 0,5 mg/L

Biji dengan testa lengkap

memerlukan waktu yang cukup lama untuk berkecambah yaitu mulai berkecambah setelah 2 bulan ditanam pada media MS padat tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, sedangkan biji yang telah dikupas maupun dibelah dapat mulai berkecambah setelah 1 bulan ditanam pada media yang sama

semua biji berkecambah dengan baik (Gambar 1 tengah.). Biji yang telah berkecambah kemudian disubkultur pada media MS padat tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Pada saat pengamatan perkecambahan, diketahui bahwa biji

poliembrioni, sehingga dari satu biji memiliki 2 embrio. Hasil dari perkecambahan disubkultur langsung pada media MS yang mengandung 0,5 BAP sehingga membentuk kalus berwarna putih (Gambar 1 kanan).

Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Solo, 23 Mei 2013

/Prosiding SNKTI (2013) Vol.2 hal-1-7 0.5D+0.1B 1D+0.1B 2D+0.1B 0.5D+0.5B 1D+0.5B 2D+0.5B 0.5D+1B 1D+1B 2D+1B 0.5D+2B 2D+2B 2D+2B

intensitas cahaya dan

pada media MS tanpa zat disimpan di dalam ruang inkubasi dengan kondisi cahaya yang berbeda selama 8 . Perlakuan pertama (A) dilakukan dengan fotoperiode (16 jam terang, 8 jam gelap) dengan 1400 lux. Perlakuan kedua (B) dilakukan dengan pencahayaan secara terus ) dengan intensitas cahaya 1400 lux. Perlakuan ketiga (C) dilakukan dengan cahaya yang lebih redup dengan intensitas 800 lux dan pencahayaan terus menerus ). Pada akhir periode pengamatan, rata jumlah tunas, rata-rata jumlah akar

yang sudah mempunyai 3-4 helai media MS yang mengandung IBA untuk induksi perakaran. Setelah akar iaklimatisasi dengan cara ahkan planlet pada pot berisi media campuran ompos dan sekam bakar. Pot kemudian astik dan ditempatkan di tempat yang teduh. Setelah terbentuk daun baru, sungkup dibuka dan pot dipindahkan di rumah kaca.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan biji dan helai daun pada media MS mg/L BAP.

Biji dengan testa lengkap (Gambar 1 kiri) memerlukan waktu yang cukup lama untuk mulai berkecambah setelah 2 bulan ditanam pada media MS padat tanpa penambahan zat pengatur tumbuh, sedangkan biji yang telah dikupas maupun dibelah dapat mulai berkecambah setelah 1 bulan ditanam pada media yang sama. Setelah 2 bulan semua biji berkecambah dengan baik (Gambar 1 .). Biji yang telah berkecambah kemudian disubkultur pada media MS padat tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Pada saat pengamatan ahui bahwa biji Tacca bersifat poliembrioni, sehingga dari satu biji memiliki 2–3 embrio. Hasil dari perkecambahan disubkultur langsung pada media MS yang mengandung 0,5 mg/L BAP sehingga membentuk kalus berwarna putih

(3)

Gambar 1. Biji Tacca setelah sterilisasi ditanam pada media MS mengandung 0.5 mg/L

kalus putih setelah 2 bulan

Eksplan daun yang berasal dari rumah kaca mempunyai tingkat kontaminasi yang rendah, sehingga daun dari tanaman yang tumbuh di rumah kaca sangat baik untuk dijadikan sumber eksplan. Media terbaik untuk induksi tunas dari eksplan helai daun yang berasal dari hasil eksplorasi di Sukabumi adalah media MS dengan penambahan 0,5 dan 1,0 mg/L BAP. Pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa media MS yang mengandung BAP sebanyak 0,5 mg/L lebih responsif, sehingga media ini dipergunakan untuk menginduksi tunas dari dau Gambar 2 merupakan contoh pertumbuhan eksplan potongan helai daun pada media MS dengan penambahan 0,5 mg/L BAP pada umur 5 minggu.

Kalus berwarna putih kemudian secara rutin ditanam pada media MS yang mengandung 0,5 BAP. Hasil pengamatan menunjukka

organogenesis langsung pada bulan ke

subkultur. Kalus terbentuk pada beberapa eksplan pada bulan ke-1 dan berdiferensiasi membentuk tunas pada bulan ke-2. Rata-rata jumlah pembentukan tunas pada bulan ke-2 adalah 3,13 ± 2,028. Art

eksplan rata-rata membentuk 3 tunas pada bulan ke Jumlah tunas terbentuk yang teramati pada bulan ke berkisar antara 1-9 tunas per eksplan. Setelah berumur 8 minggu tunas terus berkembang membentuk tunas adventif dengan jumlah yang meningk

percobaan ini, kalus yang terbentuk dipindahkan pada media perlakuan kombinasi BAP dan 2,4

konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya.

Gambar 2. Eksplan daun Tacca ditanam pada media MS mengandung 0.5 membentuk kalus putih setelah 6 minggu

Pertumbuhan kalus pada media perlakuan

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perkembangan eksplan kalus yang dikulturkan pada media MS yang mengandung

menghasilkan jumlah tunas yang paling banyak tunas), jika dibandingkan dengan eksplan yang ditumbuhkan pada media kultur lainnya yang hanya menghasilkan 0-2 tunas sampai 12 m

subkultur (Gambar 3.). Hal ini dikarenakan dalam proses pembentukan tunas terdapat

pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman

auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh setelah sterilisasi ditanam pada mg/L BAP membentuk

Eksplan daun yang berasal dari rumah kaca mempunyai tingkat kontaminasi yang rendah, sehingga daun dari tanaman yang tumbuh di rumah kaca sangat baik untuk dijadikan sumber eksplan. Media terbaik untuk induksi tunas dari eksplan helai i hasil eksplorasi di Sukabumi adalah media MS dengan penambahan 0,5 dan 1,0 BAP. Pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa media MS yang mengandung BAP sebanyak lebih responsif, sehingga media ini dipergunakan untuk menginduksi tunas dari daun. merupakan contoh pertumbuhan eksplan potongan helai daun pada media MS dengan

BAP pada umur 5 minggu. Kalus berwarna putih kemudian secara rutin ditanam pada media MS yang mengandung 0,5 mg/L BAP. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi organogenesis langsung pada bulan ke-2 setelah subkultur. Kalus terbentuk pada beberapa eksplan 1 dan berdiferensiasi membentuk tunas rata jumlah pembentukan tunas 2 adalah 3,13 ± 2,028. Artinya setiap rata membentuk 3 tunas pada bulan ke-2. Jumlah tunas terbentuk yang teramati pada bulan ke-2 9 tunas per eksplan. Setelah berumur 8 minggu tunas terus berkembang membentuk tunas adventif dengan jumlah yang meningkat. Dari hasil percobaan ini, kalus yang terbentuk dipindahkan pada perlakuan kombinasi BAP dan 2,4-D dengan konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya.

Tacca setelah sterilisasi

ditanam pada media MS mengandung 0.5 mg/L BAP membentuk kalus putih setelah 6 minggu

perlakuan

menunjukkan bahwa perkembangan eksplan kalus yang dikulturkan pada ng mengandung 0,1mg/L 2,4-D menghasilkan jumlah tunas yang paling banyak (5

, jika dibandingkan dengan eksplan yang ditumbuhkan pada media kultur lainnya yang hanya 2 tunas sampai 12 minggu setelah .). Hal ini dikarenakan dalam terdapat interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman [14]. Penambahan dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh

endogen di dalam sel, sehingga tertentu menjadi faktor pemicu dan perkembangan jaringan

pembentukan tunas dapat dilakukan deng memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen

Gambar 3.Jumlah tunas Tacca umur 1-12 minggu setelah subkultur

Pemberian BAP dan 2,4

konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan kalus

dapat terlihat bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh BAP dan 2,4-D yaitu eksplan

tunas dan plantlet. Respon sel, jaringan dan organyang dikulturkan secara in vitro

maupun kalus dipengaruhi oleh kondisi kultur, genotip tanaman dan tipe eksplan[16]

Eksplan kalus Tacca

penambahan zat pengatur tumbuh 2,4 minggu tidak membentuk tunas

dapat membentuk bakal tunas (nodus) berkembang menjadi tunas

tunas pada umur 8 minggu dan 12 minggu. Tunas yang terbentuk merupakan tunas adventif kecil Eksplan yang membentuk

pembesaran, pemanjangan dan pencoklatan pada 12 Minggu (Gambar 4). Pada media MS mengandung0,1mg/L 2,4-D, eksplan menghasilkan 1 tunaspada umur 8 minggu dan

tunas pada umur 12 minggu. Tunas kecil dan kalus berkembang

remah pada umur 12 minggu

alam sel, sehingga pada konsentrasi menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan tanaman. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen [15].

Tacca pada kultur kalus mulai

12 minggu setelah subkultur

Pemberian BAP dan 2,4-D pada beberapa taraf konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan kalus Tacca. Secara visual pengaruh yang ditimbulkan oleh D yaitu eksplan dapat membentuk kalus, antlet. Respon sel, jaringan dan organyang

in vitro membentuk tunas, akar

dipengaruhi oleh kondisi kultur, genotip [16].

dalam media MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D pada umur 4 minggu tidak membentuk tunas atau kalus, akan tetapi dapat membentuk bakal tunas (nodus), kemudian berkembang menjadi tunas. Eksplan menghasilkan 2 tunas pada umur 8 minggu dan 12 minggu. Tunas yang terbentuk merupakan tunas adventif kecil. ksplan yang membentuk kalus mengalami pembesaran, pemanjangan dan pencoklatan pada 12 ). Pada media MS yang D, eksplan menghasilkan 1 tunaspada umur 8 minggu dan bertambah menjadi 5 tunas pada umur 12 minggu. Tunas masih berukuran berkembang menjadi 50% berstruktur remah pada umur 12 minggu (Gambar 4.).

(4)

Vol.2 hal-4

Gambar 4. Perkembangan eksplan kalus media MS (tanpa zat pengatur tumbuh) 0,1mg/L 2,4-D (0,1D), MS + 0,1

MS + 0,5mg/L 2,4-D + 0,5mg/L pada umur 4 (IV), 8 (VIII) dan 12

Eksplan kalus Taccapada mengandung 0,1mg/LBAPumur

tunas, kalus dan nodus. Eksplan menghasilkan rata 1,25 tunas pada umur 8 minggu

tunas pada umur 12 minggu. Eksplan kalus media MS yang mengandung kombinasi D dan 0,5mg/LBAPumur 4 menghasi kalus. Eksplan menghasilkan1 tunas pada minggu dan 1,25 tunas pada umur

4).

Pengaruh ZPT 2,4-D memberikan respon yang berbeda terhadap perkembangan kalus

Perkembangan tunas pada minggu ke MS yang mengandung 0,1mg/L

dibandingkan dalam media MS dengan penambahan konsentrasi 2,4-D yang lebih tinggi. Semakin tinggi konsentrasi 2,4-D maka semakin terhambat perkembangan tunas yang terbentuk

konsentrasi auksin 2,4-D semakin cepat perkembangan kalus atau akar yang

(Gambar 5.).

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Andri Fadillah Martin et al/Prosiding SNKTI (2013) Vol.2 hal . Perkembangan eksplan kalus Taccapada

(tanpa zat pengatur tumbuh), MS + , MS + 0,1mg/LBAP(0,1B) dan mg/LBAP (0,5D+0,5B) dan 12 (XII)minggu.

pada media MS yang 4 minggumembentuk . Eksplan menghasilkan

rata-minggu dan rata-rata 1,75 ksplan kalus Taccapada yang mengandung kombinasi 0,5mg/L

2,4-menghasilkan pembesaran . Eksplan menghasilkan1 tunas pada umur 8 umur 12 minggu(Gambar D memberikan respon yang berbeda terhadap perkembangan kalus Tacca.

Perkembangan tunas pada minggu ke-12 pada media mg/L 2,4-D lebih baik dibandingkan dalam media MS dengan penambahan tinggi. Semakin tinggi D maka semakin terhambat terbentuk. Semakin tinggi D semakin cepat perkembangan kalus atau akar yang terbentuk

Gambar 5. Perkembangan

media MS + 2,4-D dan MS + BAP pada umur 12 minggu.

Pengaruh BAP memberikan respon yang berbeda terhadap perkembangan kalus

jumlah tunas pada minggu ke mengandung 0,1mg/LBAP

dalam media MS dengan penambahan BAP konsentrasi lebih tinggi. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin BAP semakin terhambat perkembangan jumlah tunas yang muncul. Hal ini

karena kalus Tacca mengandung sitokinin endogen yang cukup tinggi. Perbandingan s

lebih besar dapat memicu tunas, perbandingan sitokinin dan auksin berimbang dapat memicu kalus dan perbandingan sitokinin dan auksin lebih kecil dapat memicu perakaran. proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi anta pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman

auksin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen

sel, sehingga menjadi faktor pemicu

tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen

Pertumbuhan tunas pada perlakuan intensitas cahaya dan fotoperiode

Kondisi lingkungan yaitu lamanya penggunaan penerangan (fotoperiode) dan besarnya intensitas cahaya diaplikasikan pada kultur tunas

mengetahui pertumbuhan tunas pada kondisi

yang berbeda. Diharapkan dengan perlakuan ini diperoleh ketegaran tunas yang baik sehingga memudahkan aklimatisasi dan meningka

hidup setelah aklimatisasi. Kondisi yang dicobakan adalah fotoperiode selama 16 jam terang dan penyinaran secara kontinyu. Intensitas cahaya yang digunakan adalah terang (1000

(500-800 lux). Pada penyinaran fotoperiode 16 jam terang hanya digunakan intensitas cahaya tinggi yaitu 100-1400 lux. Tabel 2 merupakan pertumbuhan tunas setelah 8 minggu pada m

pencahayaan yang berbeda. Tabel 2 menunj bahwa dengan kondisi fotoperiod

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas Tacca.R

lebih tinggi dibandingkan dengan

tunas pada perlakuan B (pencahayaan kontinyu dengan 1000-1400 lux) dan C (pencahayaan kontinyu dengan 500-800 lux). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk pembentukan tunas majemuk,

Tacca memerlukan fotoperiode 16 jam terang.

Gambar 6 merupakan contoh planlet yang membentuk tunas majemuk pada fotoperi

Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Solo, 23 Mei 2013

/Prosiding SNKTI (2013) Vol.2 hal-1-7 . Perkembangan eksplan kalus Taccapada D dan MS + BAP pada umur 12

Pengaruh BAP memberikan respon yang berbeda terhadap perkembangan kalus tacca. Perkembangan jumlah tunas pada minggu ke-12 pada media MS yang lebih baik dibandingkan MS dengan penambahan BAP konsentrasi lebih tinggi. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin BAP semakin terhambat perkembangan jumlah tunas yang muncul. Hal ini mungkin terjadi mengandung sitokinin endogen yang cukup tinggi. Perbandingan sitokinin dan auksin lebih besar dapat memicu tunas, perbandingan sitokinin dan auksin berimbang dapat memicu kalus dan perbandingan sitokinin dan auksin lebih kecil dapat memicu perakaran. proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman[14].Penambahan auksin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam ingga menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen[15].

Pertumbuhan tunas pada perlakuan intensitas cahaya

Kondisi lingkungan yaitu lamanya penggunaan penerangan (fotoperiode) dan besarnya intensitas cahaya diaplikasikan pada kultur tunas Tacca untuk mengetahui pertumbuhan tunas pada kondisi in vitro yang berbeda. Diharapkan dengan perlakuan ini aran tunas yang baik sehingga memudahkan aklimatisasi dan meningkatkan daya hidup setelah aklimatisasi. Kondisi yang dicobakan adalah fotoperiode selama 16 jam terang dan penyinaran secara kontinyu. Intensitas cahaya yang digunakan adalah terang (1000-1400 lux) atau redup 800 lux). Pada penyinaran fotoperiode 16 jam terang hanya digunakan intensitas cahaya tinggi yaitu 1400 lux. Tabel 2 merupakan pertumbuhan tunas setelah 8 minggu pada media MS pada kondisi cahayaan yang berbeda. Tabel 2 menunjukkan bahwa dengan kondisi fotoperiode 16 jam terang sangat berpengaruh terhadap peningkatan Rata-rata jumlah tunas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata jumlah tunas pada perlakuan B (pencahayaan kontinyu lux) dan C (pencahayaan kontinyu . Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk pembentukan tunas majemuk, memerlukan fotoperiode 16 jam terang. Gambar 6 merupakan contoh planlet yang membentuk tunas majemuk pada fotoperiode 16 jam terang.

(5)

Tabel 2. Pertumbuhan tunas setelah 8 minggu ditanam pada media MS pada kondisi pencahayaan berbeda Lingkungan tumbuh Jumlah tunas Tinggi (cm) Jumlah akar A (16 jam terang, 1000-1400 lux) 7,44 3,33 3,00 B (cahaya kontinyu, 1000-1400 lux) 3,00 3,70 2,92 C (cahaya kontinyu, 500-800 lux) 2,32 4,16 2,93

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tunas Tacca dapat ditingkatkan dengan perlakuan intensitas cahaya dan fotoperiode. (Gambar 6 merupakan contoh pertumbuhan tunas

Tacca yang memperlihatkan ketegaran tunas pada

intensitas cahaya 1000-1400 lux dan 16 jam terang. Intensitas cahaya dan fotoperiode mempengaruhi perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in

vitro.Faktor lingkungan in vitro berpengaruh terhadap

perkembangan tunas majemuk maupun peningkatan fase pertumbuhan lain pada tanaman baik yang ditumbuhkan secara in vitro maupun di lingkungan ex

vitro. Pengaturan intensitas cahaya dan fotoperiode

juga meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan tanamanHippeastrum johnsonii[17]. Pada tanaman kentang, fotoperiode mempengaruhi terbentuknya umbi mikro[18].Fotoperiode selama 12 jam juga berperan meningkatkan daya tumbuh strawberi yang telah disimpan sampai dengan 12 dan 19 bulan[19]. Dikombinasikan dengan ukuran botol kultur dan suhu, pengaturan fotoperiode dapat meningkatkan produksi tunas majemuk pada tanaman Huernia hystrix [20].

Gambar 6. Planlet Tacca setelah 8 minggu tumbuh pada media MS dengan kondisi 16 jam terang, 1000-1400 lux.

Perakaran dan aklimatisasi

Perakaran pada Tacca secara in vitro dapat diinduksi pada media MS dengan penambahan auksin 0,5 mg/L IBA. Pada media ini, akar mulai terbentuk setelah 2-3 minggu kemudian akar memanjang dan lebih banyak akar mulai muncul. Setelah 5-6 minggu pada media perakaran, planlet diap diaklimatisasi. Pada media MS padat tanpa penambahan auksin, tunas dapat pula membentuk akar, namun diperlukan waktu

yang lebih lama. Penambahan auksin IBA biasa dilakukan untuk mempercepat perakaran. Pada Tacca dengan IBA sebanyak 0,5 mg/L telah berhasil menstimulasi pembentukan akar. Auksin IBA juga efektif untuk induksi perakaran pada Madhuca

latifolia[21]. Pada Gladiolus grandiflorus,

penambahan NAA atau IBA juga efektif untuk perakaran[22]. Beberapa upaya lain dapat dicoba untuk meningkatkan perakaran. Peningkatan perakaran juga dapat dilakukan menggunakan media MS dengan setengah konsentrasi hara makronya seperti pada tanaman Rosa damacena[23], bahkan konsentrasi hara makro dapat dikurangi menjadi hanya seperempat konsentrasi normalnya seperti pada tanaman Rosa hybrida[24].

Setelah terbentuk beberapa helai akar, planlet

Tacca siap diaklimatisasi. Persentase hidup tanaman

ini cukup tinggi yaitu lebih dari 80%. Planlet tumbuh segara pada saat awal aklimatisasi hingga membentuk beberapa helai daun baru. Setelah 2 bulan, satu per satu helai daun menguning kemudian bibit tanaman mulai memasuki masa dormansi. Pada saat ini umbi kecil sudah mulai terbentuk. Setelah dibiarkan beberapa lama, umbi berkecambah lagi membentuk tunas daun, dan siap dipindahkan di lapangan. Gambar 7 adalah contoh beberapa tanaman yang telah berhasil tumbuh di rumah kaca sebelum mengalami dormansi membentuk umbi kecil.

Gambar 7. Tanaman Tacca setelah 2 bulan aklimatisasi sebelum mengalami masa dormansi 4. KESIMPULAN

Dari eksplan biji Tacca leontopetaloides dapat dikecambahkan secara in vitro kemudian diperbanyak untuk membentuk tunas kemudian planlet. Eksplan helai daun dapat membentuk kalus berwarna putih yang selanjutnya dapat diregenerasikan membentuk tunas. Kalus yang terbentuk dapat berkembang menjadi tunas pada media yang mengandung 0,5 mg/L BAP. Fotoperiode dan intensitas cahaya yang tepat dapat meningkatkan produksi tunas adventif. Penambahan IBA dapat menstimulasi perakaran. Planlet berhasil diaklimatisasi di rumah kaca.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lutvinda Ismanjani atas bantuannya dalam pemeliharaan kultur Tacca leontopetaloides.

Penelitian ini merupakan bagian dari program prioritas nasional LIPI dengan judul “Penyediaan bibit unggul tanaman Tacca leontopetaloides secara in vitro untuk pengembangan pangan alternatif “.

(6)

Vol.2 hal-6

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Solo, 23 Mei 2013

Andri Fadillah Martin et al/Prosiding SNKTI (2013) Vol.2 hal-1-7 DAFTAR REFERENSI

[1] RL. Caddick, P. Wilkin, PJ. Rudall, AJ. Hedderson, MW. Chase, “Yams reclassified: A recircumscription of Dioscoreaceae and

Dioscoreales”, Taxon, vol. 51, 2002, pp. 103-114.

[2] United States Department of Agriculture, National

Plant Database,2012.

http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?sour ce=profile&symbol=TALE2&display=31,

[3] ST. Ubwa, BA. Anhwange, JT. Chia, “Chemical Analysis of Tacca leontopetaloides Peels”, American Journal of Food Technology, vol. 6, no. 10, 2011, pp. 932-938.

[4] Original : Root Crops 15,

http://www.appropedia.org/Original:Root_Crops_15,

2010 [accessed 6th August 2010].

[5] OO. Kunle, YE. Ibrahim, MO. Emeje, S. Shaba, Y. Kunle, “Extraction, Physicochemical and Compation Properties of Tacca Starch – a Potential Pharmaceutical Excipient”,Starch/Starke, vol. 55, 2003,pp. 319-325.

[6] UJ. Ukpabi, E. Ukenye, AO. Olojede, “Raw-Material Potentials of Nigerian Wild Polynesian Arrowroot (Tacca leontopetaloides) Tubers and Starch”,Journal of Food Technology, vol. 7, no. 4, 2009,pp. 135-138.

[7] A. Yokosuka, Y. Mimaki, Y. Sashida,“Spirostanol saponins from rhizomes of Tacca chantrieri and theri cytotoxic activity”,Phytochemistry, vol. 61, 2002, pp. 73-78.

[8] AL. Risinger, SL. Mooberry, “Taccalonolides: Novel microtubule stabilizers with clinical potential”,Cancer Letter, vol. 291, 2010, pp. 14-19. [9] A. Muhlbauer, S. Seip, “Five Novel Taccalonolides from the Roots of the Vietnamese Plant Tacca paxiana”,Helvetica Chimica Acta, vol. 86, 2003, pp. 2065-2072.

[10 ] Lei I, Wei Ni, Xing-Rao Li, Yan Hua, Ping-Lei Fang, Ling-Mei Kong, Li-Li Pan, Yan Li, Chan-Xiang Chen, Hai-Yang Liu, “Taccasubosides A-D, four new steroidal glycosides from Tacca subflabellata”,Steroids, 2011, (to be published)

[11] R. Charoensub, D. Thiantong, S. Phansiri,“Micropropagation of Bat Flower Plant”,Kasetsart J. (Nat. Sci.), vol. 42, 2008, pp. 7-12. [12] TI. Borokini, EF. Lawyer, AE. Ayodele, “In vitro propagation of Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze in

Nigeria”,Egyptian Journal of Biology, vol. 13, 2011, pp. 51-56.

[13] T. Murashige, F. Skoog, “A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultures”,Physiol. Plant., vol. 15, 1962, pp. 473-497. [14] L. Winata, “Teknik Kultur Jaringan”, PAU

Bogor, l987.

[15]P. Poonsapaya, MW. Nabors, W. Kersi, M.Vajrabhaya,“A comparison of methods for callus culture and plant regeneration of RD 25 rice (Oryza

sativa L.) in vitro laboratories”,Plant Cell, Tissue and Organ Culture,vol. 16, l989, pp.175-186.

[16]Gunawan. “Teknik Kultur Jaringan Tanaman”. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Universitas Bioteknologi-IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor. 1992

[17]S. Zakizadeh, B. Kaviani and R. Onsinejad, “Role of photoperiod on some growth characters of Amaryllis (Hippeastrum johnsonii), a Bulbous plant”,

European Journal of Experimental Biology,vol. 3, no.

1, 2013, pp. 289-291.

[18]RA. Ghavidel, AR. Bolandi, H. Hamidi,S. Foroghian, “Effects of plant growth regulators and photoperiod on in vitro microtuberization of potato (Solanum tuberosum L.)”,African Journal of Biotechnology, vol.11, no. 53, 2012, pp. 11585-11590.

[19]BM. Reed, “Photoperiod improves longterm survival of in vitro-stored strawberry plantlets”,

HortScience, no. 37, 2002, pp. 811-814.

[20]SO. Omoo, JF. Finnie, J. van Staden, “Effects of temparatures, photoperiod and culture vessel size on adventitious sgoot production of in vitro propagated Huernia hystrix”, Plant Cell, Tissue and Organ

Culture, vol. 99, 2009, pp. 233-238.

[21] YK. Bansaland,T. Chibbar, “Micropropagation of

Madhuca latifolia Macb. trough nodal culture”, Plant Biotechnol, vol. 17, 2000, pp. 17-20.

[22] I. Priyakumari, VL.Sheela, “Micropropagation of gladiolus cv. ‘Peach Blossom’ through enhanced release of axillary buds”,J Trop Agric, vol. 43, 2005, pp. 47-50.

[23] A. Nikbakht, M. Kafi, M. Mirmasoumi, M. Babalar, “Micropropagation of Damask Rose (Rosa

damascena Mill.) cvs. Azaran and Ghamsar”, Intl J Agric Biol, vol. 7, 2005, pp. 535-538.

[24] N.Nak-Udom, K. Kanchanapoom, K. Kanchanapoom,“Micropropagation from cultured

(7)

nodal explants of rose (Rosa hybrida L. cv. ‘Perfume Delight’)”, Songklanakarin J. Sci. Technol, vol. 31,

2009, pp. 583-586.

Rekaman Tanya Jawab Saat Presentasi

Pertanyaan Tidak Ada Pertanyaan

Jawaban

Gambar

Gambar 1. Biji Tacca setelah sterilisasi ditanam pada  media  MS  mengandung  0.5  mg/L
Gambar  4.  Perkembangan  eksplan  kalus  media  MS  (tanpa  zat  pengatur  tumbuh) 0,1mg/L 2,4-D (0,1D), MS + 0,1
Tabel 2.  Pertumbuhan tunas setelah 8 minggu ditanam  pada  media  MS  pada  kondisi  pencahayaan  berbeda  Lingkungan  tumbuh  Jumlah tunas  Tinggi (cm)  Jumlah akar  A (16 jam terang,  1000-1400 lux)  7,44  3,33  3,00  B (cahaya  kontinyu,  1000-1400 lux

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar pengaruh persepsi, gender dan tipe kepribadian terhadap pemilihan karir sebagai akuntan publik

Sifat-sifat yang diinginkan dalam perakitan varietas antara lain adalah toleran kekeringan dan keracunan Al, berumur genjah, mutu gizi baik, dan tahan terhadap penyakit bulai,

Dengan peningkatan kemampuan menghasilkan laba bersih akan membuat perusahaan memiliki lebih banyak dana yang dapat digunakan baik untuk membagikan dividen ataupun untuk

Berdasarkan landasan teori dan pemamparan hasil penelitian terdahulu maka jawaban sementara dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis yaitu: H: Terdapat perbedaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada

Dalam keseharian siswa diajak menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kegiatan seperti berdoa sebelum memulai kegiatan belajar, peduli pada teman yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh film animasi Upin dan Ipin terhadap penerapan nilai sosial siswa di SDN 006 Sekolubuk Tigo Lirik, bahwa nilai R = 0,733

Berdasarkan hasil pengujian pencarian rute dapat disimpulkan bahwa penggunaan prioritas pada Algoritma A-Star dapat digunakan untuk menentukan rute berdasarkan data kemacetan.