1.
1. PenPengertgertian Subian Subdurdural Hemal Hematoatomama
Subdural hematoma adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di Subdural hematoma adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena-vena tadi vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
bermuara, namun namun dapat dapat terjadi terjadi juga juga akibat akibat laserasi laserasi pembulupembuluh h arteri arteri pada pada permukaapermukaann otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral hemisferium dan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins. Perdarahan subdural sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins. Perdarahan subdural juga
juga menutupi menutupi seluruh seluruh permukaapermukaa n n hemisfer hemisfer otak otak dan dan kerusakan kerusakan otak otak dibawahnyadibawahnya berat.
berat.
ambar !. Subdural h
ambar !. Subdural heemmatatomomaa
(boards.medscape.com dan s
ambar ". #
ambar ". #eeningenningen
(w
(witithfr hfr eenshnshii p. p.ccom)om) Perdarah
Perdarahan subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, an subdural yang disebabkan karena perdarahan vena, biasanya darah yangbiasanya darah yang terkumpul hanya !$$-"$$ cc dan berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah terkumpul hanya !$$-"$$ cc dan berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah %-& hari hematom
& hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam dalam !$-"$!$-"$ hari.
hari. 'arah 'arah yang yang diserap meninggalkan diserap meninggalkan jaringan yang jaringan yang kaya dengan kaya dengan pembuluh pembuluh darahdarah sehingga dapat memicu
sehingga dapat memicu lagi timbulnya perdarahan-perdalagi timbulnya perdarahan-perdarahan kecil dan rahan kecil dan membentuk membentuk suatu kantong
suatu kantong subdursubdural al yang penuh yang penuh dengan cairan dengan cairan dan sisa dan sisa darah. darah. Subdural Subdural hematomehematome dibagi menjadi fase, yaitu akut, subakut dan kronik. 'ikatakan akut apabila kurang dari dibagi menjadi fase, yaitu akut, subakut dan kronik. 'ikatakan akut apabila kurang dari &" jam,
&" jam, subakut -& subakut -& hari setelah trauma, dan kronik hari setelah trauma, dan kronik bila "! hari atau bila "! hari atau minggminggu lebihu lebih setelah trauma.
setelah trauma.
2. Epidemiologi 2. Epidemiologi
Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada %-"% pasien dengan trauma Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada %-"% pasien dengan trauma kepala
kepala berat, berdaberat, berdasarkan ssarkan suatu penelitian. Sedangkan kruatu penelitian. Sedangkan kronik subdural hematomaonik subdural hematoma terjadi !- kasus per !$$.$$$ populasi. *aki-laki lebih sering terkena daripada terjadi !- kasus per !$$.$$$ populasi. *aki-laki lebih sering terkena daripada perempuan
perempuan dengan dengan perbandperbandingan ingan +!. +!. 'i 'i ndonendonesia sia belum belum ada ada catatan catatan nasionanasionall meng
mengenai enai morbimorbiditas dan ditas dan mortamortalitas perdarlitas perdarahan ahan subdursubdural. al. #ayori#ayoritas tas perperdaradarahanhan subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor resiko pada cedera subdural berhubungan dengan faktor umur yang merupakan faktor resiko pada cedera kepala (
kepala (blunt head injuryblunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih sering ditemukan pada). Perdarahan subdural biasanya lebih sering ditemukan pada penderita-pe
penderita-pe nderita nderita dengan dengan umur umur antara antara %$-&$ %$-&$ tahun. tahun. Pada Pada orang-oorang-orang rang tuatua bridging bridging veins
veins mulai agak rapuh sehingga lebih mudah pecahrusak bila terjadi trauma. Padamulai agak rapuh sehingga lebih mudah pecahrusak bila terjadi trauma. Pada bayi-ba
bayi-bayi yi ruang ruang subdural subdural lebih lebih luas, luas, tidak tidak ada ada adhesi, adhesi, sehingga sehingga perdarahaperdarahan n subduralsubdural bilateral leb
3. Klasifikasi
a. Perdarahan akut
ejala yang timbul segera kurang dari &" jam setelah trauma. iasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari % mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran /t-scan, didapatkan lesi hiperdens.
b. Perdarahan sub akut
iasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 0-"! hari sesudah trauma. 1walnya pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap. 2amun, setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Sejalan dengan meningkatnya tekanan intrakranial, pasien menjadi sulit dibangunkan dan tidak berespon terhadap rangsang nyeri atau verbal. Pada tahap selanjutnya dapat terjadi sindrom herniasi dan menekan batang otak. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau hipodens. *esi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
c. Perdarahan kronik
iasanya terjadi setelah "! hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik, kita harus berhati hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan dan herniasi.
Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma, pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. 3apsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. 3apsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. 3arena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya
hematoma.
'arah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea. 4ematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas %$ tahun. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi hipodens.
5amieson dan 6elland mengklasifikasikan S'4 berdasarkan keterlibatan jaringan otak karena trauma. 'ikatakan S'4 sederhana ( simple SDH ) bila hematoma ekstra aksial tersebut tidak disertai dengan cedera parenkim otak, sedangkan S'4 kompleks (complicated SDH ) adalah bila hematoma ekstra a7ial disertai dengan laserasi parenkim otak, perdarahan intraserebral (PS) dan apa yang disebut sebagai 8e7ploded temporal lobe8. *ebih dari &$ perdarahan intraserebral, laserasi dan kontusio parenkim otak yang berhubungan dengan S'4 akut disebabkan oleh kontra kup
(contrecoup) trauma, kebanyakan dari lesi parenkim ini terletak di lobus temporal dan lobus frontal. *ebih dari dua pertiga fraktur pada penderita S'4 akut terletak di posterior dan ini konsisten dengan lesi kontra cop.
4. Etiologi
3eadaan ini timbul setelah cederatrauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada+
a. 9rauma kapitis
9rauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk. 9rauma pada leher karena guncangan pada badan. 4al ini lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak-anak.
b. 2on trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdural. angguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan antikoagulan.
5. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. 3arena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat d i mana mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
3ebanyakan perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak daerah parietal. Sebagian kecil terdapat di fossa posterior dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan subdural akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan, disebabkan oleh ruptur vena- vena yang berjalan diantara hemisfer bagian medial dan falks : juga pernah dilaporkan disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri pericalosal karena cedera kepala.
Perdarahan subdural interhemisferik akan memberikan gejala klasik monoparesis pada tungkai bawah. Pada a nak- anak kecil perdarahan subdural di fisura interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan karena goncangan yang hebat pada tubuh anak ( shaken baby syndrome). ;alaupun perdarahan subdural jenis ini tidak patognomonis akibat penyiksaan kejam (child abused ) terhadap anak, kemungkinannya
tetap harus dicurigai. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. umpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
ambar . *apisan subdural
Perdarahan subdural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. <ena jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. 3arena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik.
1kibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. 2aiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari
cairan likuor ke a7is spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relat if perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi. #eskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut. 3omplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. 1kibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi serebral. *ebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. 4erniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. 5uga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan
ganglia basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.
9erdapat " teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari ardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik didalam kapsul subdural hematoma. 3arena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. 9etapi ternyata ada kontroversial dari teori ardner ini, yaitu ternyata dari penelitian didapatkan bahwa
tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. 9eori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor
angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural hematoma. *evel dari koagulasi, level abnormalitas en=im fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. 4asil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh darah besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. ;aktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Prinsipnya kalau berdarah, pasti ada suatu proses penyembuhan. 9erbentuk granulation tissue pada membrane luar. >ibroblas kemudian akan pindah ke membrane yang lebih dalam untuk mengisi daerah yang mengalami hematom. ?ntuk sisanya, ada dua kemungkinan (!) direabsorbsi ulang, tapi menyisakan hemosiderofag dengan heme di dalamnya, dan (") tetap demikian dan berpotensi untuk terjadi kalsifikasi.
ambar 0. Patofisiologi S'4 (id.prmob.net)
6. Manifestasi Klinis
ambaran klinis ditentukan oleh dua faktor+ beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume S'4. Penderita-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus yang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batang otak. Penderita dengan S'4 yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecelakaan (initial impact ). 3eadaan berikutnya
akan ditentukan oleh kecepatan pertambahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. S'4 dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma. Stone dkk melaporkan bahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak kejadian trauma, yang lain menunjukkan beberapa lucid interval .
ejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang paling sering ditemukan. *esi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik. 1kan tetapi gambaran pupil dan gambaran motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi menentukan letak hematoma. ejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak terletak kontralateral terhadap S'4 atau karena terjadi kompresi pedunkulus serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. 9rauma langsung pada saraf okulomotor atau batang otak pada saat terjadi
trauma menyebabkan dilatasi pupil kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak S'4.
Secara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. ejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti+ sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. , epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat trauma yang tidak jelas, sering diduga tumor otak.
a. Hematoma Subdural Akut
4ematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam "0 sampai 0@ jam setelah cedera. 'an berkaitan erat dengan trauma otak berat. angguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. 3eadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
b. Hematoma Subdural Subakut
4ematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 0@ jam tetapi kurang dari " minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. 1namnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. 2amun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda- tanda status neurologik
yang memburuk. 9ingkat kesadaran mulai menurun perlahan- lahan dalam beberapa jam. 'engan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
c. Hematoma Subdural Kronik
9imbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. 9rauma pertama merobek salah satu vena
yang melewati ruangan subdural. 9erjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. 'alam & sampai !$ hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. 'engan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. 4ematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini,
cedera tampaknya ringan, sehingga selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. 4asil pemeriksaan /9 scan dan #A bisa menunjukkan adanya genangan darah. 4ematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. 4ematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. 4ematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah+ a. sakit kepala yang menetap
b. rasa mengantuk yang hilang-t imbul c. linglung
d. perubahan ingatan
e. kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
. Pemeriksaan Penun!ang
a. *aboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil hemostasiskoagulasi.
b. >oto tengkorak
Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk memperkirakan adanya S'4. >raktur tengkorak sering dipakai untuk meramalkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubunga n yang konsisten antara fraktur
tengkorak dan S'4. ahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap S'4. c. /9-Scan
Pemeriksaan /9 scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial
!) Perdarahan Subdural 1kut
Perdarahan subdural akut pada /9-scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. 9erdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli. Subdural hematom berbentuk cekung dan terbatasi oleh garis sutura. 5arang sekali, subdural hematom berbentuk lensa seperti epidural hematom dan biasanya unilateral.
Perdarahan subdural yang sedikit (small S'4) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan /9 window width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. ila tidak ada midline shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila midline shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Perdarahan subdural jarang berada di fossa posterior karena serebelum relatif tidak bergerak sehingga merupakan proteksi terhadap 8bridging veins8 yang terdapat disana. Perdarahan subdural yang terletak diantara kedua hemisfer menyebabkan gambaran falks serebri menebal dan tidak beraturan dan sering berhubungan dengan child abused .
") Perdarahan Subdural Subakut
'i dalam fase subakut perdarahan subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dilihat pada gambaran /9. Bleh karena itu pemeriksaan /9 dengan kontras atau #A sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 0@- &" jam setelah trauma kapitis. Pada gambaran 9!-weighted #A lesi subakut akan tampak hiperdens. Pada pemeriksaan /9 dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma. Pada alat /9 generasi terakhir tidaklah terlalu sulit melihat lesi subdural subakut tanpa kontras.
) Perdarahan Subdural 3ronik
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran /9 tanpa kontras. Sekitar "$ subdural hematom kronik bersifat bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali, hematoma subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang mengindikasikan terjadinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara komponen akut (hyperdense) dan kronis
(hipodense).
0) #A (Magnetic resonance imaging)
Magnetic resonance imaging (#A) sangat berguna untuk mengidentifikasi perdarahan ekstraserebral. 1kan tetapi /9-scan mempunyai proses yang lebih cepat dan
akurat untuk mendiagnosa S'4 sehingga lebih praktis menggunakan /9-scan ketimbang #A pada fase akut penyakit. #A baru dipakai pada masa setelah trauma terutama untuk menetukan kerusakan parenkim otak yang berhubungan dengan trauma yang tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan /9-scan. #A lebih sensitif untuk mendeteksi lesi otak nonperdarahan, kontusio, dan cedera a7onal difus. #A dapat membantu mendiagnosis bilateral subdural hematom kronik karena pergeseran garis tengah yang kurang jelas pada /9-scan.
". Komplikasi
Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. /edera parenkim otak biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat. nfeksi luka dan kebocoran /S> bisa terjadi setelah kraniotomi. #eningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan tindakan intrakranial.
Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang menjalani operasi drainase, sebanyak %,0-!C mengalami komplikasi medis atau operasi. 3omplikasi medis, seperti kejang, pneumonia, empiema, dan infeksi lain, terjadi pada !D,C kasus. 3omplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada ", kasus.
Aesidual hematom ditemukan pada C" pasien berdasarkan gambaran /9 scan 0 hari pasca operasi. 9indakan reoperasi untuk reakumulasi hematom dilapaorkan sekitar !"-"". 3ejang pasca operasi dilaporkan terjadi pada -!$ pasien. Empiema subdural, abses otak dan meningitis telah dilaporkan terjadi pada kurang dari ! pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural kronis (S'4). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait dengan anestesi, rawat inap, usia pasien, dan kondisi medis secara bersamaan.
#. Prognosis
9idak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. 9indakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar C$ kasus pada umumnya akan sembuh total. 4ematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak
menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar %$ .
Pada penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit (diameter F ! cm), prognosanya baik. Sebuah penelitian menemukan bahwa &@ dari penderita perdarahan subdural kronik yang dioperasi (burrhole evacuation) mempunyai prognosa baik dan mendapatkan penyembuhan sempurna. Perdarahan subdural akut yang
sederhana ( simple SDH ) ini mempunyai angka mortalitas lebih kurang "$.
Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated SDH ) biasanya mengenai parenkim otak, misalnya kontusio atau laserasi dari serebral hemisfer disertai dengan volume hematoma yang banyak. Pada penderita ini mortalitas melebihi %$ dan biasanya berhubungan dengan volume subdural hematoma dan jauhnya midline shi!t . 1kan tetapi, hal yang paling penting untuk meramalkan prognosa ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak.
1ngka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass e!!ect ) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi dalam waktu 0 jam setelah kejadian. ;alaupun demikian bila dilakukan operasi lebih dari 0 jam setelah kejadian tidaklah selalu berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus S'4 akut, keterlibatan kerusakan parenkim otak merupakan faktor yang lebih menentukan prognosa akhir (outcome) daripada
tumpukan hematoma ekstra a7ial di ruang subdural.
#enurut 5amieson dan 6elland derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan operasi adalah satu-satunya faktor penentu terhadap prognosa akhir (outcome) penderita S'4 akut. Penderita yang sadar pada waktu dioperasi mempunyai
mortalitas C sedangkan penderita S'4 akut yang tidak sadar pada waktu operasi mempunyai mortalitas 0$ - D%. 9etapi Aichards dan 4off tidak menemukan hubungan yang bermakna antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. 1bnormalitas pupil, bilateral midriasis berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. Seelig dkk
melaporkan pada penderita S'4 akut dengan kombinasi refleks okulo-sefalik negatif, relfleks pupil bilateral negatif dan postur deserebrasi, hanya mempunyai !unctional survival sebesar !$.
$. %su&an Kepera'atan 1. Pengka!ian
a. "reathing
3ompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa /heyne Stokes atau 1ta7ia breathing. 2apas berbunyi, stridor, ronkhi, whee=ing ( kemungkinana karena aspirasi ), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. "lood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. 9ekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. "rain
angguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. 3ehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. ila perdarahan hebatluas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi+
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emositingkah laku dan memori):
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia:
) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata: 0) 9erjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh:
%) angguan nervus hipoglosus. angguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
d. ladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. owel
9erjadi penurunan fungsi pencernaan+ bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. angguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi. f. one
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
2. (iagnosa Kepera'atan
'iagnosa 3eperawatan yang bisa muncul adalah+
a. 9idak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak: b. 9idak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum:
c. angguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak:
d. 3eterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (sporos-coma):
e. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer:
3. )en*ana tindakan kepera'atan
+o (iagnosa Kepera'atan ,u!uan-Kriteria Hasil )en*ana ,indakan 1. Pola+af astidak efektif
berhubungan dengan + - 4i perventilasi - Penurunan energik elelahan -Perusak an pelemah an musk ulo-sk eletal - 3 elelahan otot pernaf asan - 4i poventilasi sindrom - 2yeri - 3 ecemasan
- 'isf ungsi 2euromusk uler
- B besitas
- ,njuritulang belak ang
+/0
A es piratory status+
<entilation
A es piratory status+
1ir way patency
<ital sign Status
Setelah dilak uk an tindak an
keperawatan selama
GGG.. pasien
menunjukkan k eef ek tif an
pola naf as, di buk tik an
dengan kriteria hasil+
#endemonstrasik an
batuk ef ek tif dan suara
naf as yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
+/0
Posisik an pasien untuk
memak simalk an ventilasi
Pasang mayo bila perlu
*ak uk an f isiotera pi dada jik a perlu 3 eluark an sekret dengan batuk
atausuction
1usk ultasi suara naf as, catat
adanya suara tambahan
.erik an bronk odilator +
-GGGGGGG..
GGGGGGGG.
.erik an pelemba b udara 3 assa
basah
2a/l*emba b
1tur intak e untuk cairan mengoptimalk ank eseimbangan.
'S+ - 'ys pnea - 2af as pendek 'B+ Penurunan tek anan ins pirasiek s pirasi (mampu mengeluark an sputum)
#onitor res pirasi dan status B"
.ersihk an mulut, hidung dan
secret trakea
2. $ersi&an 2alan +af as tidak
efektif berhubungan
dengan+
- ,nf ek si, disf ungsi
neuromuskular,
hi perplasia dinding bronkus, alergi jalan
naf as, asma, trauma
- B bstruk si jalan naf as +
spasme jalan naf as,
sek resi tertahan,
banyaknya mukus,
2B/+
A es piratory status +
<entilation
A es piratory status +
1ir way patency
1s piration /ontrol
Setelah dilak uk an tindak an keperawatan selama
GGGG.. pasien
menunjukkan k eef ek tif an
jalan naf as di buk tik an
dengan kriteria hasil +
#endemonstrasik a
2/
Pastik an kebutuhan oral
tracheal
suctioning.
.erik anB" GGlmnt,metodeGGG 1njurk an pasien untuk istirahat dan
napasdalam
Posisik an pasien untuk
memak simalk an ventilasi
*ak uk an f isiotera pi dada jik a perlu
3 eluark an sekret dengan
batuk atau suction
adanya jalan naf as
buatan, sek resi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan naf as.
'S+ - 'is pneu 'B+ - Penurunan suara naf as - Brthopneu - /yanosis - 3 elainan suara naf as (rales,whee=ing) - 3 esulitan berbicara
- .atuk , tidak ef ek otif
atautidak ada - Produk sisputum
- elisah
n batuk ef ek tif dan suara
naf as yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluark an sputum, bernaf as dengan
mudah, tidak ada pursed li ps)
#enunjuk k an jalan
naf as yang paten (k lien
tidak merasa tercek ik , irama naf as, f rek uensi
pernaf asan dalam
rentang normal,
tidakada suara naf as a bnormal)
#ampu
mengidentif ik asik an dan
mencegah f ak tor yang
suara tambahan .erik an bronkodilator + - GGGGGGGGG - GGGGGGGGG. - GGGGGGGGG #onitor status hemodinamik
.erik an pelemba b udara 3 assa basah 2a/l
*emba b
.erik an anti biotik + GGGGGGGG. GGGGGGGG.
1tur intak e untuk cairan
mengoptimalk ank eseimbangan.
#onitor res pirasi dan status B"
Pertahank an hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret
- Perubahan f rek uensi
danirama naf as
penyebab.
Saturasi B" dalam
batas nor mal
>oto thorak dalam
batas nor mal
tentang penggunaan peralatan+ B",
Suction,,nhalasi.
3. Perfusi !aringan *erebral tidak efektifb-d gangguan afinitas Hb oksigen3 penurunan konsentrasi Hb3 Hiper4olemia3 Hipo4entilasi3 gangguan transport .23 gangguan aliran arteri dan 4ena
(.
5 6angguan status mental 5 Peruba&an perilaku
5 Peruba&an respon motorik 5 Peruba&an reaksi pupil 5 Kesulitan menelan
2B/ +
/irculation status
2eurologic status
9issue Prefusion + /erebral
Setelah dilakukan asuhan
selamaGGG ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil+
9ekanan systole dan diastole
dalam rentang yang diharapkan
9idak ada ortostatikhipertensi
3omunikasi jelas
#enunjukkan konsentrasi dan
orientasi
2/ +
#onitor 99<
#onitor 1', ukuran pupil, ketajaman,
kesimetrisan dan reaksi
#onitor adanya diplopia, pandangan kabur,
nyeri kepala
#onitor level kebingungan dan orientasi
#onitor tonus otot pergerakan
#onitor tekanan intrkranial dan respon
nerologis
/atat perubahan pasien dalam merespon
stimulus
#onitor status cairan
5 Kelema&an atau paralisis ekstrermitas
5 %bnormalitas bi*ara dari akti4itas ke!ang
,idak mengalami n7eri
kepala
Pupil seimbang dan reaktif
ebas
9inggikan kepala $-0% derajat tergantung pada
(%8,%) P9S,%K%
runner H Suddarth. !CC&. "uku Ajar Kepera#atan Medikal"edah $olume %. 5akarta+ Penerbit uku 3edokteran E/.
'oenges, #arilynn E, dkk. !CC. &encana Asuhan Kepera#atan' edoman ntuk erencanaan Dan endokumentasian era#atan asien. *akarta+ Penerbit
uku 3edokteran E/.
'oenges, #arilynn E.!CCC. Aencana 1suhan 3eperawatan Edisi . E/ + 5akarta, hal %DC I %C%.
4arsono, "$$. 3apita Selekta 2eurologi. Edisi 3edua, adjah #ada ?niversity Press, 6ogyakarta.
#ansjoer, 1rif, dkk. "$$$. Kapita Selekta Kedokteran +disi %. 5akarta+ #edia 1esculapius
Smelt=er, Su=anne /. "$$". "uku Ajar Kepera#atan Medikal"edah $olume ,. E/+ 5akarta. Sastrodiningrat, 1. . "$$D. Memahami -akta-akta pada erdarahan Subdural
Akut . #ajalah 3edokteran 2usantara <olume C, 2o. 4alaman "C&- $D. >3 ?S?+ #edan.
4eller, 5. *., dkk, Subdural Hematoma, #edlinePlus #edical Encyclopedia, "$!". 9om, S., dkk, Subdural Hematoma in +mergency Medicine, #edscape Aeference,
"$!!.
Price, Sylvia dan ;ilson, *orraine. "$$D. ato!isiologi Konsep Klinis roses proses enyakit hal //01//02 . 5akarta+ E/.
Sjamsuhidajat, A. "$$0. Subdural Hematoma, "uku Ajar 3lmu "edah' edisi kedua hal 4/4' *ong 5.D. 5akarta + E/.
/harles, >. "$!$. Sch#art67s rinciples o! Surgery' Edition 2inth. ?nited State of 1merica + 9he #craw-4ill.
erard, #., "$$, 8urrent Surgical Diagnosis 9 :reatment' edition eleven' 4alaman @&-@0.
Engelhard, 4. 4., dkk, Subdural Hematoma Surgery, #edscape Aeference, "$!!. #eagher, A. dkk. Subdural Hematoma, #edscape Aeference, "$!!.