• Tidak ada hasil yang ditemukan

TULISAN TENTANG MODEL BEKERJA BERSAMA MASYARAKAT:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TULISAN TENTANG MODEL BEKERJA BERSAMA MASYARAKAT:"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS INDIVIDU I

TULISAN TENTANG MODEL BEKERJA BERSAMA MASYARAKAT:

Telaah Singkat Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis pada Asset

dan Berbasis pada Masalah

MATA KULIAH:

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN MODAL SOSIAL

DOSEN:

ARIBOWO, Ph.D

DR. FREDIAN TONY

DR. ERNA ERNAWATI CHOTIM

Drs. BAMBANG SUGENG, MP

OLEH:

HERU SUNOTO (13.01.003)

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL (STKS)

BANDUNG

(2)

1

TULISAN TENTANG MODEL BEKERJA BERSAMA MASYARAKAT:

Telaah Singkat Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis pada

Asset dan Berbasis pada Masalah

A.

PENGANTAR

Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi didasarkan pada tiga sistem kerangka, yaitu sistem pengetahuan, sistem ketrampilan, dan sistem nilai. Brenda L. DuBois dan K.K. Miley (2004) menyatakan ada tiga hal yang mendasari praktik Pekerjaan Sosial, yaitu

skill-base, knowledge-base, and professional value. Ketiga sistem kerangka tersebut

menjadi alat profesi pekerjaan sosial di dalam bekerja bersama klien dalam menguatkan potensinya, kapabilitasnya, kekuatannya, dan kebutuhan serta masalahnya, dengan memanfaatkan beragam sumber untuk kemudian bisa berfungsi sosial secara baik. Sistem klien bagi Pekerjaan Sosial ada pada tiga level, (i) indovidual dan keluarga, (ii) Organisasi, dan (iii) komunitas dan masyarakat. Ketiganya adalah dengan satu tujuan utama, yaitu keberfungsian sosial. Charles Zastrow (2010) menyebutnya dengan istilah

Three Level of Social Workers Practice: Micro, Mezzo, and Macro Practice.

B.

PRAKTIK MAKRO

Menurut Rothman, Erlich, dan Tropman (2001), ada tiga arena praktik profesi pekerjaan sosial pada setting makro, yaitu: (i) Komunitas, (ii) Organisasi, dan (iii) Kelompok kecil atau kelompok yang sangat tinggi keeratannya/kelekatannya (closed group).

Praktik pekerjaan sosial pada tataran makro tidak hanya berfokus pada tujuan akhir saja, yaitu keberfungsian sosial/kesejahteraan sosial, namun juga pada proses. Perkembangan praktik pekerjaan sosial dunia, sejak abad 19 hingga kini memberikan manfaat kepada kita bahwa fokus pada tujuan akhir saja dan mengabaikan proses, adalah pemandulan. Bukan empowering bahkan pengkerdilan, bukan memanusiakan tapi merobotkan atau membenda-matikan. Maka, penting bagi para profesional untuk fokus pada keduanya: proses (process) dan hasil akhir (outcome) (Anna Haines, Jim Ife, DuBois and Miley).

Ada dua pendekatan yang berkembang dalam tataran makro, yaitu:

a. Pengembangan masyarakat yang berbasis pada masalah atau kebutuhan atau

(3)

2 b. Pengembangan masyarakat yang berbasis pada aset atau and Assets-based

community development (ABCD). Keduanya bukan merupakan opsi namun lebih

kepada proses pemunculan dan penyempurnaan dari waktu ke waktu.

C.

NEEDS-BASED COMMUNITY DEVELOPMENT (NBCD)

Dalam sejarah awal perkembangan profesi pekerjaan sosial, munculnya Revolusi Industri dan diikuti dengan Revolusi Sosial di Eropa dan Amerika memunculkan masalah yang sangat banyak. Penindasan terhadap kaum buruh dan masyarakat kecil oleh para pemilik modal atau kalangan kaya dan borjuis. Dari hal ini, muncullah profesi pekerjaan sosial sebagai profesi pertolongan (helping profession) yang berusaha membantu menyelesaikan masalah (problem solving). “Masa bakti” pekerjaan sosial pada era ini demikian lama hingga terstigma bahwa profesi pekerjaan sosial itu adalah membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya (Max Siporin, 1975).

Pendekatan ini tidak salah, tidak keliru, karena memang saat itu keadaan sosial di Eropa dan Amerika akibat Revolusi Industri dan Revolusi sosial demikian parah hingga terjadi perbudakan. Dan sangat manusiawi, refleks manusia apabila dihimpit masalah yang sangat dalam dan parah maka akan bergegas bagaimana keluar dari masalah. Ini yang utama. Jim Ife (2008) menyebutnya sebagai menolong manusia atas masalah ketidakadilan yang terjadi pada abad 19, sehingga muncul Era Pertama perjuangan HAM pada civil and politic human right.

Kelebihan dan Kekurangan

Anna Haines (2009) menyatakan bahwa pendekatan ini efektif pada kasus masalah yang masih tergolong sederhana. Misalnya pada kasus seseorang yang memiliki masalah rendahnya pendapatan. Maka, seorang pekerja sosial bisa saja langsung pada fokus masalahnya, yaitu rendahnya pendapatan, tidak punya rumah, tidak bisa sekolah. Cukup dengan memberikan pekerjaan kepada yang nganggur, memberikan rumah layak huni kepada mereka yang tidak punya rumah, dan memberikan akses sekolah kepada anak-anak yang tidak bersekolah tadi, maka seselsai sudah masalahnya.

Namun, pendekatan ini akan sangat sulit dilaksanakan jika menyangkut masalah yang kompleks, misalnya kemiskinan dan pengangguran di satu kota atau negara. Maka, pendekatan NBCD tidak bisa menjawab masalah tersebut. Maka, kita lihat masalah kemiskinan dan pengangguran, misalnya, hingga kini --khususnya di negara Indonesia—

(4)

3 belum bisa diselesaikan, satu alasannya adalah karena selama ini menggunakan pendekatan berbasis masalah. Untuk dua masalah ini memerlukan pendekatan lain yang lebih luas, lebih komprehensif, lebih menghargai kemampuan dan keinginan klien, memberi ruang bagi partisipasi dan potensi klien. Pendekatan kedua ini adalah berbasis pada asset atau assets-based community development (ABCD).

D.

ASSETS-BASED COMMUNITY DEVELOPMENT (ABCD)

Pendekatan kedua ini adalah Pendekatan Pembangunan Masyarakat yang berbasis pada asset (assets-based community dvelopment). Pendekatan ini sebagai penyempurnaan dari pendekatan yang pertama tadi, berbasis pada masalah atau kebutuhan.

Anna Haines (2009): Pendekatan ini juga menghargai dan fokus dua hal penting dalam kerja bersama komunitas, yaitu proses dan outcome/manfaat. Pendekatan ini melihat bahwa komunitas terdiri atas banyak aset yang apabila difungsikan secara baik, maka akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri (self-help).

Pendekatan ABCD memiliki karakteristik sebagaiberikut:

1. Berusaha membangun kekuatan masyarakat sebagai penentu keberhasilan mereka; 2. Fokus pada kapasitas dan kapabilitas masyarakat dan bukan pada apa yang kurang

atau apa kelemahan masyarakat;

3. Fokus pada aset yang positif yang ada di masyarakat;

4. Pendekatan ini tidak berarti menolak atau mengingkari adanya masalah di dalam masyarakat, namun yang pertama kali dilihat sebagai pekerja sosial adalah hendaknya ia melihat pada aset dan potensi apa yang ada di masyarakat.

Dari keempat hal ini, maka apabila diberdayakan, akan menjadi snowball effect yang pada gilirannya akan masuk pada penyelesaikan masalahnya atau kebutuhannya. Ada banyak aset di dalam masyarakat, sebagian ahli menyebut tiga jenis aset, sebagian menyebut empat, sebagian lain menyebut lima aset, dan sebagian lagi menyebutnya tujuh jenis aset. Kesemuanya adalah benar dilihat dari perspektifnya masing-masing. Anna Haines menyebut aset komunitas ada berupa individu, asosiasi, institusi lokal, dan organisasi. Ferguson dan Dicken (1999) menyebut ada lima, yaitu: Fisik, manusia, sosial, politik, dan finansial. Green dan Haines (2007) menyebut ada tujuh aset, yaitu: Fisik, manusia, sosial, politik, finansial, environmental, dan budaya. Reiny, Robinson, Allen, dan Kristy (2003) menyebut ada tiga aset saja, yaitu manusia, publik/fisik, dan sosial.

(5)

4 Aset manusia terdiri atas tiga: Ketrampilan/skill, kemampuan/talents, dan pengetahuan/knowledge. Aset publik/fisik meliputi seluruh sarana infra-struktur fisik, termasuk bangunan sekolah dan pabrik, serta sarana lainnya. Adapun aset sosial meliputi: kepercayaan/trust, norma/norm, dan jejaring sosial/social network.

Kesemua aset di masyarakat ini apabila diarahkan secara tepat, diberdayakan dan digunakan, maka pada gilirannya akan bisa menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan mereka (problems and needs).

E.

ANALISIS

Dari penjelasan di atas, dapat dianalisis hal-hal sebagai berikut:

Manusia adalah makhluk yang berakal-budi, bernorma, dan bersosialisasi, serta berbudaya. Dalam aktivitas kesehariannya, memenuhi kebutuhan dan mengaktualisasikan dirinya, manusia berhubungan dengan orang lain, baik dalam lingkup keluarga, kelompok, masyarakat, maupun negara. Munculnya masalah dan adanya peluang, potensi, dan kesempatan adalah dampak dari hubungan antar manusia tersebut.

Munculnya masalah dan adanya kebutuhan yang belum terpenuhi pada manusia bisa diselesaikan dengan dua pendekatan, bergantung kepada sederhana atau kompleksnya masalah dan kebutuhan tersebut.

Apabila kebutuhan atau masalah tersebut tergolong sederhana, bisa dan cukup diselesaikan dengan pendekatan Needs-Bases Community Development (NBCD) yang fokus mensasar pada kebutuhan atau masalahnya.

Namun, apabila kebutuhan dan masalahnya adalah saling berkaitan dengan masalah lainnya, kompleksitasnya makin tinggi, maka pendekatan pertama akan mengalami kebuntuan, dan diperlukan pendekatan kedua, yaitu Assets-based Community

Development (ABCD). Pendekatan ABCD lebih mampu menyelesaikan masalah pada

yang kompleks karena pendekatan ini menghargai kemampuan, kapabilitas, kapasitas, potensi, dan partisipasi, serta harapan/keinginan klien. Dan inilah hakikat dari pemberdayaan/empowement.

(6)

5

DAFTAR PUSTAKA

DuBois, Brenda L., and K.K. Miley (2010), Social Work: an Empowering Profession, Allan Bacon,

USA.

Ferguson, R.F. and Dickens, W.T. (eds) (1999) “Introduction,” in Urban Problems and Community Development Washington, DC: Brookings Institution Press, pp. 1–31. in an Introduction to Community Development, Rhonda Phillips and Roberth H.

Pitmann, 1st Ed. Roudlegde, NY, USA, 2009.

Green, G.P. and Haines, A. (2007) Asset Building and Community Development, 2nd edn,

Thousand Oak, CA: Sage in an Introduction to Community Development, Rhonda Phillips and Roberth H. Pitmann, 1st Ed. Roudlegde, NY, USA, 2009.

Haines, Anna (2009), Assets-based Community Development in an Introduction to Community Development, Rhonda Phillips and Roberth H. Pitmann, 1st Ed. Roudlegde, NY, USA,

2009.

Ife, Jim (2008), Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, NY, USA.

Rainey, D.V., Robinson, K.L., Allen, I. and Christy, R.D. (2003) “Essential Forms of Capital for

Sustainable Community Development,” American Journal of Agricultural Economics, 85(3): 708–715 in an Introduction to Community Development, Rhonda Phillips and Roberth H. Pitmann, 1st Ed. Roudlegde, NY, USA, 2009.

Rothman, Erlich, dan Tropman (2001), Strategies of Community Intervention, 6th ed., Ltasca, IL,

F.E. Peacock, in Social Work Macro Practice, 3rd Ed., F. Ellen Netting, Peter M. Kettner, and Steven McMurtry, Pearson EducationInc, USA, 2004.

Zaztrow, Ch. (2010), Introduction to Social Work and Social Welfare: Empowering People, 10th

Ed., Brooks/Cole, USA.

Referensi

Dokumen terkait

di Puskesmas Jetis Yogyakarta, hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan kunjungan ibu nifas sehingga

Sesuai dengan judul dalam Tugas Akhir ini membahas tentang analisis postur kerja dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) yang termasuk

Hasil pengujian terhadap variabel bebas X4 (Lama Bermukim) menunjukkan bahwa nilai t hitung signifikan 24,319 dengan tingkat signifikansi 0,000 Artinya variabel

Jenderal

AI Perubahan aras pemikiran visual pelajar di antara penilaian 321 aktiviti pertama, kedua dan ketiga serta perubahan keseluruhan. AJ Perubahan aras pembelajaran visual

Berdasarkan analisis jaringan perdagangan ikan kerapu dapat dipetakan bahwa keuntungan terbesar dinikmati oleh eksportir, kemudian oleh pedagang besar (ponggawa darat)

Berdasarkan hasil analisis dan perumusan masalah yang telah dilakukan oleh penulis mengenai Rancangan Sistem Informasi Penginputan Hasil Analisis dan Pembuatan Hasil

Kurangnya pengetahuan ibu-ibu yang masih PUS (Pasangan Usia Subur) tentang pemilihan alat kontrasepsi banyak dipengaruhi oleh pendapat dimasyarakat yang beranggapan