• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Radioterapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Radioterapi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Radioterapi

Radioterapi atau terapi radiasi adalah pengobatan dengan menggunakan sinar pengion yang hingga saat ini merupakan salah satu jenis terapi utama bagi penyakit kanker disamping terapi bedah dan kemoterapi ( Argadikoesoema, 1998 ).

2.1.1 Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan keganasan yang berasal dari tubuh yang secara anatomi berbatas tegas, yaitu daerah nasofaring. Nasofaring merupakan daerah berbentuk kubus yang terletak di belakang hidung, dengan ukuran 4 – 5 cm. Lokasi ini berhubungan dengan rongga hidung melaui coane dan telinga melalui tuba eustachius. Daerah ini dibatasi oleh basis cranii, klivus dan vertebrae servikalis serta palatum mole dan merupakan daerah yang kaya akan jaringan limfatik ( Argadikoesoema, 1998 ).

Dalam mempelajari karsinoma nasofaring maka bagian yang terpenting adalah kedua dinding lateral yang terdiri atas pars faringeal tubae auditive / tubae eustachii. Bagian tubae yang menonjol adalah torus tubarius. Orifisium tubae eustachii ini terletak anterior dari torus dan inferior terhadap resesus lateralis. Struktur superfisial di atas membentuk ruang udara yang merupakan gambaran khas potongan nasofaring pada CT Scan ( Satalof et al, 1985 ).

Untuk penanganan radioterapi karsinoma nasofaring tersebut, pada umumnya menggunakan lapangan standar arah sinar dari samping kanan dan kiri (latero lateral ) dan arah sinar dari depan ( antero posterior ) dengan teknik SSD untuk penggunaan Pesawat Linear Acelerator ( LINAC ).

(2)

Gambar 2.1 Penyinaran karsinoma nasofaring irisan sagital

2.1.2 Organ Kritis Lensa Mata

Organ kritis terdekat yang masuk dalam penyinaran karsinoma nasofaring dan harus dilindungi sebagai langkah proteksi radiasi adalah mata.

Umumnya mata dilukiskan sebagai bola, tetapi sebetulnya lonjong dan bukan bulat seperti bola. Bola mata mempunyai garis tengah kira-kira 2,5 cm, bagian depannya bening serta terdiri dari 3 lapisan :

a. Lapisan luar : fibrus yang merupakan lapisan penyangga. b. Lapisan tengah : vaskuler

c. lapisan dalam : lapisan saraf

(3)

Gambar 2.2 Penampang horizontal mata ( Prawirohartono dan Sutarmi, 1990 )

Ada enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus, sementara dua yang lain agak serong. Otot-otot terletak sebelah dalam orbita, dan bergerak dari dinding tulang orbita untuk dikaitkan pada pembungkus skletorik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot lurus terdiri dari otot rektus mata superior, inferior, medial dan lateral. Otot-otot ini menggerakkan mata ke atas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian.

Lensa mata adalah bagian dari bola mata yang terletak di bagian depan. Lensa mata adalah sebuah benda bening berbentuk cakram yang tergantung di belakang selaput pelangi dan manik mata. Bidang depannya kurang melengkung dibandingkan dengan bidang belakangnya. Lensa sekeliling tepinya tergantung pada badan siliar dengan perantaraan serabut-serabut halus yang dinamakan sabuk siliar.

Dengan perantaraan serabut-serabut ini badan siliar bersama otot siliar yang terdapat di dalamnya dapat mempengaruhi bentuk lensa / akomodasi ( Prawirohartono dan Sutarmi, 1990). Jika sel-sel lensa mata terkena radiasi akan menghasilkan serabut yang abnormal sehingga perkembangbiakan dari sel lensa mata tidak akan terjadi sebagaimana harusnya akan menyebabkan ketidakjernihan (buram) ini merupakan awal timbulnya katarak.

(4)

Dosis lokal beberapa Gray dapat mengakibatkan konjunctivitas dan heratitis akut ini merupakan dampak / efek radiasi terhadap mata, ( Wijayanti, 2002 ).

Katarak lentis akibat radiasi lensa mata dimulai dengan kerusakan sel epitel lensa yang di ikuti pula oleh penurunan aktivitas mitosis sel-sel germinatif sehingga terjadi kegagalan pembentukan serat-serat lensa mata. Sel-sel abnormal serta debris akan terkumpul di kutub posterior lensa yang pada pemeriksaan akan tampak sebagai kekeruhan pada bagian lensa tersebut. Periode laten antara pemberian radiasi dan terjadinya kekeruhan berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun (Vogel, 1973). Toleransi berbagai organ terhadap radiasi ( hanya organ yang mungkin terikut serta pada radiasi Karsinoma Nasofaring), (Rubin dan Casarett (1973), dapat digolongkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Toleransi berbagai organ terhadap radiasi

Organ Kerusakan TD 5/5 (Gy) TD 50/5 (Gy) Luas ( Cm 2 )

Kulit Tukak, fibrosis kuat 55 70 100

Esofagus Tukak, striktur 60 75 75

Parotis Serostomia 50 70 50

Otak Nekrosis, infark 50 60 Seluruhnya

Medula Spinalis Nekrosis, infark 50 60 5

Lensa mata Katarak 5 12 Seluruhnya

Telinga (tengah) Tuli 60 - Seluruhnya

Vestibuler Sindroma menier 60 100 Seluruhnya

Kelenjar Gondok Hipotiroidisme 45 150 Seluruhnya Hipofisa Hipopituitarisme 45 200-300 Seluruhnya

Otot Atrofi 100 - Seluruhnya

(5)

2.2 Efek Radiasi terhadap Jaringan Biologi

Efek-efek radiasi dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni efek stokastik dan non stokastik ( Cember, 1983 ). Dapat dilihat pada gambar 2.3.

Efek stokastik timbul dalam waktu relatif lama dan tidak selalu timbul atau terjadi pada orang yang mendapat paparan radiasi.

Ciri-ciri efek stokastik antara lain : Tidak mengenal ambang batas, timbul setelah masa tenang yang lama, dosis radiasi tidak mempengaruhi keparahan dan tidak ada penyembuhan spontan.

Gambar 2.3 Kurva dosis – Persentasi Efek Biologi ( Cember, 1983 ).

Keterangan :

Kurva A merupakan suatu bentuk khas suatu efek biologis yang memperlihatkan dosis ambang titik a. Rentangan kurva dari titik ambang a hingga respon 100 % dianggap disebabkan oleh ” variabilitas biologis” di sekitar dosis rata-rata, titik c, yang disebut dosis 50 %. Kurva B menyajikan ambang nol, atau respon linier ; titik b menyajikan dosis 50 % bagi efek biologis ambang nol ( Cember, 1983 ).

0 a b c Dosis P er sen tas e E fek B io lo g i 50 100 A B

(6)

Efek non stokastik adalah efek yang secara pasti dapat terjadi pada seseorang yang menerima penyinaran dan pasti penyebabnya adalah radiasi pengion. Efek non stokastik akan terjadi jika dosis ambang dilampaui. Ciri-ciri efek non stokastik antara lain : mempunyai dosis ambang, timbul beberapa saat setelah radiasi dan dosis radiasi mempengaruhi keparahan efek ( Cember, 1983 ).

Oleh karena efek radiasi terhadap materi dalam hal ini tubuh manusia kalau tidak diperhitungkan akan banyak merugikan, maka prinsip dasar radioterapi yang berkaitan dengan proteksi radiasi harus diupayakan semaksimal mungkin yaitu membunuh jaringan kanker dan menjaga jaringan sehat dari radiasi.

2.3 Fantom Kepala

Di bidang radioterapi, lilin / paraffin sudah sering dipakai sebagai alat bantu dalam penyinaran terutama sebagai bahan untuk menghomogenkan foton sinar – X atau sinar gamma yang akan mengenai objek yang tidak rata sehingga dosis radiasi yang diberikan juga dapat homogen. Oleh karena itu fantom lilin dipakai dalam penelitian ini sebagai pengganti objek yang akan disinar dan akan dapat dilakukan simulasi untuk mengukur dosis serap pada organ kritis lensa mata sehingga akan diketahui apakah dosis serap yang diterima organ kritis tersebut masih dalam batas toleransi ataukah sudah melebihi.

Gambar 2.4 Fantom kepala dengan TLD pada kedua mata 02/07/2010

(7)

Karakteristik fantom lilin terinci pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Variasi material fantom

Material Chemical composition Mass density ( g / cm 3 ) Number of Elektrons/g ( x 10 23 ) Z eff (photoelectric) Water H2O 1 3,34 7,42 Polystyrene ( C8H8 )n 1,03 – 1,05 3,24 5,69 Plexiglass (Perspex, Lucite) ( C5O2H8 )n 1,16 – 1,20 3,24 6,48 Polyethylene ( CH2 )n 0,92 3,44 6,16 Paraffin CnH 2n+2 0,87 – 0,91 3,44 6,16 Mix D Paraffin : 60,8 Polyethelene : 30,4 MgO : 6,4 TiO2 0,99 3,41 5,42 M 3 Paraffin : 100 MgO : 29,06 CaCO3 : 0,94 1,06 3,34 7,05 Solid water Expoxy Resinbased mixture 1,00 3,34 7,35

2.4 Pesawat Linear Acelerator (LINAC)

Linear Acelerator (LINAC) merupakan sebuah pesawat dengan percepatan elektron yang mampu merubah elektron menjadi energi kinetik dari 4 MeV sampai 25 MeV dengan frekwensi dari 10 3 MHz sampai 10 4 MHz, dengan luas mayoritas 2856 MHz.

(8)

Pesawat LINAC terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut :

1. Gantry stand

Merupakan tempat wadah sumber ( radiation head source head ) dan yang menjamin perputaran iso center dari wadah sumber atau peralatan pembatas berkas.

2. Source head

Merupakan wadah sumber Sinar – X, diberi perisai timbal. Source head di lengkapi dengan sistem beam on / off dan lokalisasi lapangan penyinaran.

3. Collimator assembly

Alat pengatur / pembatas ukuran lapangan penyinaran sesuai kebutuhan, tergantung ukuran atau dimensi tumor, collimator dilengkapi dengan diafragma dua arah ( x dan y).

4. Distance indicator

Adalah suatu penunjuk jarak secara optis yang ditempatkan pada sudut 45 0 terhadap sumbu kontrol gantry menunjukkan jarak antara 65 – 130 cm.

5. Controls : treatment room controls console

Treatment room controls adalah kontrol tangan yang ada di pesawat. Control console merupakan sistim control yang dilengkapi berbagai tombol dan ditempatkan di ruang operator. Ini digunakan untuk memulai dan menghentikan penyinaran dan mengontrol interlocks, display dan indicator.

Linac (sinar X, elektron):

Menggunakan frekuensi tinggi gelombang elektromagnet untuk mempercepat elektron. Elektron energi tinggi yang dihasilkan dapat digunakan untuk terapi tumor dekat permukaan, atau dikenakan target untuk menghasilkan sinar X energi tinggi yang digunakan untuk terapi tumor pada kedalaman tinggi.

Elektron yang dihasilkan oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter). Untuk tujuan terapi lapangan radiasi elektron diperluas dengan cara melewatkan berkas elektron pada lapisan penghambur. Untuk memproduksi sinar X energi tinggi, berkas elektron ditumbukkan target. Sinar X yang dihasilkan dilewatkan pada “flattening filter” dengan tujuan agar profil sinar X rata.

(9)

Gambar 2.5 A. Berkas sinar X Gambar 2.5 B. Berkas elektron

Simulator, untuk perencanaan radioterapi

(10)

Keterangan Gambar : A Gantry rotation B SAD

C Collimator rotation D Image intensifier (lateral) E Image intensifier (longitudinal) F Image intensifier (radial) G Patient table (vertical) H Patient table (longitudinal) I Patient table (lateral)

J Patient table rotation about isocenter K Patient table about pedestal

L Film casette M Image intensifier

CT scanner dan CT simulator

CT simulator, gantri dapat berotasi, pada mulanya gambar yang dihasilkan tidak setajam CT diagnostik. CT simulator mutakhir menghasilkan citra hampir seperti hasil untuk diagnostik. Geometri CT simulator lebih leluasa dapat disesuaikan dengan perencanaan terapi, namun kecepatan scan lebih lambat, belum memadai untuk perencanaan 3 dimensi.

CT simulator diintegrasikan dengan CT scanner khusus untuk perencanaan terapi (3 dimensi, volumetrik), rekonstruksi radiografi secara digital dapat dilakukan.

Adapun alat bantu dalam penanganan karsinoma nasofaring adalah :

a. Wedge

Penggunaan wedge dalam penyinaran arah laterolateral karsinoma nasofaring dimaksudkan untuk mendapatkan homogenitas dalam kurva isodose dan normal pada central axis. Kriteria pemilihan wedge adalah sebagai berikut :

a. Menghasilkan homogenitas kurva isodose yang berimbang.

b. Target volume harus mendapat dosis maksimum 100 % sedangkan jaringan di sekitar target volume harus mendapat dosis < 100 % (Khan,1994).

(11)

Sesuai dengan prinsip proteksi radiasi yang ketiga yaitu : Faktor perisai. Apabila Sinar – X melalui suatu bahan, maka akan mengalami pelemahan secara eksponensial. Laju dosis yang disebabkan oleh sinar – X sesudah melalui penahan radiasi mengikuti formulasi sebagai berikut (Cember, 1983 ) :

Dx = D0 . e - µx ...( 1)

Dengan :

D0 = laju dosis serap radiasi tanpa penahan radiasi ( Gy).

Dx = laju dosis serap radiasi sesudah melalui penahan radiasi pada ketebalan x ( Gy).

e = nilai eksponensial

µ = koefisien serapan linier ( cm -1 ). x = ketebalan bahan penahan perisai (cm).

Perisai radiasi untuk organ sehat disekitar organ target dalam radioterapi dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Blok khusus / mantel block

Adalah blok yang dibuat untuk kasus kanker dan untuk satu pasien saja ( misal : mantel blok Lymphoma maligna yang terbuat dari cerrobend)

b. Blok Umum

Adalah blok yang digunakan untuk berbagai jenis kanker (misal : blok empat persegi panjang terbuat dari Pb / blok Pb untuk karsinoma nasofaring, kanker mulut rahim dan kanker payudara).

2.5 SINAR- X

Sinar-X merupakan gelombang elektro magnetik didefenisikan sebagai suatu gelombang yang terdiri atas gelombang listrik dan gelombang magnit. Pada gambar 2.7 berikut ditunjukkan keluarga

(12)

gelombang elektro-magnetik, di mulai dari gelombang radio, cahaya tampak, sinar-X, hingga sinar kosmik. Pengelompokan tersebut dibedakan atas tingkat energi atau panjang gelombangnya.

Gambar 2.7 Tingkat energi gelombang elektromagnetik Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN (2006)

Satuan panjang gelombang sinar-X adalah Å dan nm. 1 Å = 10-10m, 1 nm = 10 Å = 10-9m

Panjang gelombang sinar-X dalam kisaran 0,5 -2,5 Å.(lihat gambar 2.7). Sinar X terjadi bila elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba terhenti karena menubruk suatu bahan misalnya suatu plat logam. Sebagai sumber elektron adalah filamen yang dipanaskan dan plat logam adalah anodanya. Elektron-elektron yang terjadi pada pemanasan filamen dipercepat dengan menggunakan tegangan tinggi antara filamen dan anoda. Sinar-X yang terjadi karena proses pengereman diatas disebut juga “Bremsstrahlung”. Spektrum sinar-X yang dihasilkan proses ini adalah kontinu.

(13)

Gambar 2.8 Proses pembentukan sinar X Bremsstrahlung. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN (2006)

Sebagian kecil elektron-elektron yang dipercepat itu akan menubruk elektron pada kulit atom, akibatnya elektron pada kulit atom itu akan terpental sehingga tempat tersebut kosong. Kekosongan ini segera diisi oleh elektron dari kulit bagian atasnya disertai dengan pemancaran photon. Photon yang dihasilkan dengan dengan cara ini disebut sinar-X karakteristik. Bila elektron yang terpental dari kulit K maka sinar- X yang terjadi dari pengisian kulit L disebut Kα, dari kulit M disebut Kβ dan seterusnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sinar-X yang terjadi dari suatu generator X akan berupa X kontinu dan sinar-X karakteristik.

(14)

2.5.1 INTERAKSI SINAR-X DENGAN MATERI

Kehilangan energi dari sinar-X dan sinar γ pada saat melewati suatu materi (zat) terjadi karena tiga proses utama yaitu :

a. Efek Fotolistrik b. Efek Compton

c. Efek Produksi pasangan

Efek fotolistrik dan efek Compton timbul karena interaksi antara Sinar-X atau sinar γ dengan elektron-elektron dalam atom dari materi (zat) itu, sedang efek produksi pasangan timbul karena interaksi dengan medan listrik inti atom.

Apabila I0 adalah intensitas sinar-X atau sinar γ yang datang pada suatu permukaan materi (zat) dan Ix adalah intensitas sinar-X atau sinar γ yang berhasil menembus lapisan setebal x materi tersebut maka akan terjadi pengurangan intensitas.

Hubungan antara I0 dengan Ix adalah sebagai berikut : Ix = I0 e -µx, dengan µ disebut koefisien absorpsi linier. Oleh karena µ tidak memiliki satuan, maka jika x dinyatakan dalam cm haruslah µ dinyatakan dalam 1/cm (cm-1).

Pada Efek fotolistrik (gambar 2.10) energi foton diserap oleh atom, yaitu oleh elektron, sehingga elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang dilepaskan oleh efek fotolistrik disebut fotoelekron. Proses efek fotolistrik terutama terjadi pada foton yang berenergi rendah yaitu antara energi 0,01Mev hingga 0,5 Mev.

Gambar 2.10 Efek Fotolistrik Inti atom

Kulit K

Kulit L

Foto elektron Sinar-X

(15)

Pada Efek Compton ( gambar 2.11) foton dengan energi hv berinteraksi dengan elektron keluar dari atom, selanjutnya foton dengan energi hv1 dihamburkan dengan elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom dan bergerak dengan energi kinetik tertentu. Berdasarkan energi foton yang dihamburkan E terhadap energi foton mula-mula Ey1 adalah :

) cos 1 ( 96 , 1 1− − θ = Ey E ... (2)

Gambar 2.11 Efek Compton

Proses produksi pasangan (gambar 2.12) hanya terjadi bila energi datang > 1,02 Mev. Apabila foton semacam ini mengenai inti atom berat, foton tersebut lenyap dan sebagai gantinya timbul sepasang elektron-elektron. Positron adalah partikel yang massanya sama dengan elektron dan bermuatan listrik positif yang besarnya juga sama dengan muatan elektron. Proses ini memenuhi hukum kekekalan energi : hv1 = ( 2 m0c2) + (K+) + (K-) :

(K +) = Energi kinetik positron (K -) = Energi kinetik elektron

Oleh karena proses ini hanya bisa berlangsung bilamana energi foton yang datang minimal 2 m0c2 (1,02 Mev) m0 adalah massa diam elektron dan c adalah kecepatan cahaya

Inti atom Inti atom

mc 2 θ θ Sinar-X (hv) hv1 E Kulit K Kulit L

(16)

Gambar 2.12 Proses Produksi Pasangan

2.6. Dosis Serap

Dosis serap didefenisikan sebagai energi rerata yang diserap bahan persatuan massa tersebut. Kerusakan radiasi tergantung pada penyerapan energi dari radiasi dan kira-kira sebanding dengan konsentrasi energi yang diserap jaringan. Satuan dasar dosis radiasi dinyatakan berkenan dengan energi yang diserap persatuan massa dalam jaringan. Satuan ini disebut Gray (Gy) dan didefenisikan sebagai : dosis radiasi yang diserap dalam satu joule per kilogram, 1 Gy = 1 J/kg ( Cember, 1983 ).

Dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda ternyata memberikan akibat efek yang berbeda pada sistem makhluk hidup. Pengaruh interaksi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam jaringan tubuh yang terkena radiasi terutama berasal dari besaran proses yang disebut sebagai alih energi linier (linier energi transfer, LET ).

Yang paling berperan dalam hal ini adalah peristiwa ionisasi yang terjadi sepanjang lintasan radiasi di dalam materi yang dilaluinya dengan demikian jenis

Inti atom Kulit K Kullit L Elektron Positron hv 0,51 Mev hv 0,51Mev hv1 1,02 Mev

(17)

radiasi yang memiliki daya ionisasi besar ( atau jenis / atau LET nya) akan menyebabkan akibat kerusakan biologik yang besar pula. Besaran yang merupakan kuantisasi dari sifat tersebut dinamakan faktor kualitas Q, dengan demikian dosis ekivalen H dapat dituliskan sebagai :

H = D. Q . N

Dengan N merupakan suatu faktor modifikasi. Satuan Internasional (SI) untuk dosis ekivalen adalah ’ Sievert’ , dengan 1 Sievert = 100 rem.

Berdasarkan publikasi ICRP no. 60 tahun 1990, maka kualitas Q diubah namanya menjadi faktor bobot radiasi atau ’ radiation weighting factor ’. Dengan simbol ωR yang besarnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor bobot radiasi untuk berbagai jenis radiasi

No. Jenis radiasi ωR ( 1990)

1. Foton, untuk semua energi ( Sinar X, Gamma ) 1

2. Elektron dan Muon, semua energi 1

3. Neutron dengan energi

a. < 10 keV

b. 10 keV hingga 100 keV c. > 100 keV hingga 2 MeV d. > 2 MeV hingga 20 MeV e. > 20 MeV 5 10 20 10 5

4. Proton selain proton recoil dengan energi > 2 MeV 5

(18)

2.7 Alat Ukur Dosis Serap

Alat ukur dosis serap yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Termoluminisen Dosimeter (TLD). Prinsip dari Termoluminisen Dosimeter (TLD) adalah : Radiasi pengion yang mengenai kristal termoluminisen ini akan menyebabkan elektron-elektron yang berbeda di pita valensi berpindah ke pita konduksi. Elektron-elektron yang tereksitasi tersebut, juga hole-hole, tidak dapat langsung kembali berkombinasi karena terjebak oleh pita energi pendampingnya. Apabila kristal tersebut dipanaskan maka elektron-elektron yang terperangkap akan mendapat cukup energi untuk kembali ke pita konduksi yang kemudian berkombinasi kembali ke pita valensi sambil memancarkan cahaya.

Jumlah elektron yang tereksitasi dan kemudian tertangkap sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai kristal. Percikan cahaya dihasilkan oleh elektron-elektron yang terperangkap dan kembali ke keadaan dasarnya sehingga dosis radiasi yang ditentukan dengan menghitung jumlah percikan cahaya yang dihasilkan.

Gambar 2.13.A : Radiasi mengakibatkan elektron meloncat dari pita valensi ke pita konduksi, selanjutnya jatuh ke dalam perangkap elektron (trap).

Gambar 2.13.B : Dengan energi panas yang cukup, elektron keluar dari perangkap meloncat ke pita konduksi dan selanjutnya meloncat ke pita valensi disertai dengan pancaran emisi cahaya

(19)

Gambar 2.13 Prinsip Dasar Termoluminisen Dosimeter (TLD)

2.8 Lapangan Penyinaran

Lapangan penyinaran adalah batasan luasan kanker yang akan dilakukan penyinaran, dimana jika ada organ kritis / jaringan sehat disekitar harus diberi proteksi radiasi maka organ tersebut harus digambar dengan penahan radiasi / blok (ICRU Report 50,1993). Berdasarkan Standar Prosedur Penanganan karsinoma Nasofaring RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (2001), lapangan penyinaran yang digunakan untuk radioterapi karsinoma nasofaring dengan arah sinar latero lateral adalah berbentuk empat persegi panjang dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Batas atas : seluruh dasar tengkorak termasuk sella tursika. 2. Batas bawah : setinggi tepi atas kartiologo tiroidea

3. Batas depan : di depan koane, kurang lebih memotong palatum pada pertengahan.

4. Belakang : termasuk seluruh jaringan lunak leher.

Pita Konduksi Pita Konduksi

Perangkap elektron

Pita larangan

Pita Valensi Pita Valensi

Lubang Lubang Perangkap elektron Cahaya Radiasi Pita larangan B A

(20)

Untuk lapangan penyinaran dengan arah sinar antero posterior mempunyai batas-batas lapangan penyinaran sebagai berikut :

1. Batas atas : seluruh dasar tengkorak termasuk sella tursika. 2. Batas bawah : setinggi tepi atas kartiologo tiroidea

3. Batas belakang lapangan lateral disesuaikan dengan batas belakang sinus maksilaris.

4. Kedua mata masih terbebas dari tumor.

2.9 BLOK Pb

Blok yang digunakan untuk proteksi radiasi organ kristis dalam penanganan karsinoma nasofaring adalah terbuat dari Pb. Blok Pb ini mempunyai ukuran : P x L x T = 3 cm x 3,5 cm x 7 cm. Dalam pemasangan blok Pb untuk proteksi radiasi tersebut adalah dijepitkan pada aplicator kolimator untuk fiksasi agar tidak jatuh. Blok Pb dan aplicator pesawat LINAC dapat dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Blok Pb dan aplicator pesawat LINAC 3.0 Detektor TLD

Detektor TLD yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah TLD merk Harshaw 700, model pipa kapiler/tangkai batang (rods) ukuran 6,0 mm x 1,0 mm.

(21)

Gambar 2.15 Detektor Termoluminisen Dosimeter (TLD)

Adapun langkah-langkah penggunaan TLD ini adalah sebagai berikut :

a. Annealing

Bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa energi yang masih tersimpan dalam TLD.

b. Kalibrasi

Adalah sebagai dasar mencari faktor koreksi dalam penelitian ( cGy / nC). Penggunaan TLD ini adalah dengan menempatkan TLD pada titik obyek penelitian lalu dilakukan penyinaran dengan dosis sesuai perencanaan. Hasil bacanya nano coulomb (nC) dikalikan dengan faktor koreksi (cGy / nC) untuk mendapatkan nilai dosis serap terhadap radiasi pada obyek yang diteliti.

Proses pemantauan dosis perorangan dengan Termoluminisen dosimeter (TLD) dilakukan dengan cara membaca jumlah energi radiasi yang tersimpan dalam dosimeter tersebut. Energi radiasi yang diserap fosfor dapat dikeluarkan dalam bentuk cahaya tampak dengan intensitas sebanding dengan jumlah energi radiasi yang diterima fosfor sebelumnya. Karena keluarnya cahaya tampak tersebut sebagai akibat pemanasan fosfor dari luar, maka sistim instrumen pembaca Termoluminisen dosimeter (TLD) dirancang agara mampu memberikan pemanasan pada fosfor dan mendeteksi cahaya tampak yang dipancarkannya. Fosfor yang paling murah dan paling banyak digunakan untuk pembuatan Termoluminisen dosimeter (TLD) adalah Lithium Florida (LiF). Bahan LiF berbentuk polikristal dengan nomor atom efektifnya adalah 8,1

(22)

cukup ekuivalaen dengan nomor atom efektif jaringan tubuh manusia yang nilainya 7,4. Secara alamiah dalam keadaan standar LiF mengandung 92,5 %

7

Li dan 7,5 % 6

Li.

TLD reader dapat dilihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 TLD reader

(23)

c. Dosis Radiasi Karsinoma nasofaring

Metode pemberian dosis radiasi dengan teknik SSD adalah menggunakan rumus sebagai berikut : ) 3 ( % 100 ) ( = × ⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅⋅ PDD TD cGy GivenDose Waktu (4) ) / ( ) ( ) ( = ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅⋅ menit cGy wat Outputpesa cGy GivenDose menit Time Keterangan :

TD ( Tumor Dose ) = tumor dosis (cGy) / fraksinasi penyinaran = 200 cGy, 100 cGy dll

PDD = Percentage depth dose (%)

( dari tabel PDD : ekivalen luas lapangan vs kedalaman target).

Out put pesawat LINAC = dari table kalibrasi out put pesawat ( Metode perhitungan dosis radiasi LINAC, RSCM, 1997).

Gambar

Gambar  2.1 Penyinaran karsinoma nasofaring irisan sagital
Gambar 2.2   Penampang horizontal mata ( Prawirohartono dan Sutarmi, 1990 )
Tabel 2.1  Toleransi berbagai organ terhadap radiasi
Gambar  2.3  Kurva dosis – Persentasi Efek Biologi ( Cember, 1983 ).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya dalam setiap perusahaan Surat Kabar tugas wartawan dalam Harian Umum Galamedia adalah bertugas mencari, mengumpulkan dan mengelolah informasi menjadi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra merek dan kualitas pelayanan terhadap minat beli ulang pada konsumen Voucher Pulsa Provider

Pendahuluan Geologi Am dan Taburan Batuan Sifat Fiziko Kimia, Sifat Kejueruteraan dan Komposisi Mineralogi Tanah Berlempung Formasi Trusmadi Kesan Penstabilan Terhadap Mineralogi

Data hasil aktivitas kegiatan guru diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh observer yaitu mahasiswa kimia di kelas XI MIPA 3 SMA Negeri 3 Gorontalo selama

Pelaksanaan pemberian sertifikasi dilaksanakan ber- dasarkan Program sertifikasi pendidik yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

fragmentasi data merupakan proses dimana basis data akan dipecah-pecah kedalam unit-unit logic yang disebut fragment yang kemudian akan disimpan dalam site yang berbeda.

KESATU ; Menetapkan Personalia Unit Pengelola Proyek Pengembangan dan Peningkatan Tujuh Universitas dalam Peningkatan Kualitas dan Relevansi Pendidikan di Indonesia, yang

Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan